Kelompok 1-Ards
Kelompok 1-Ards
‘’ARDS’’
(Acute Respiratory Distress Syndrome)
Nama Kelompok :
1. Dwi Rizqi Putri W.H (1510011)
2. Ratnasari Hardianti (15100xx)
3. Ririn Prastia Agustin (15100xx)
4. Riska Utama (15100xx)
5. Qiftia Fatmatuz Z (15100xx)
Pengertian
ARDS
ARDS merupakan suatu bentukan dari gagal napas akut yang ditandai
degan hipoksemia, penurunan fungsi paru-paru, dpsnea, edema paru-paru
bilateral tanpa gagal jantung, dan infiltrat yang menyebar. Selain itu, ARDS
dikenal juga dengan nama ‘noncardiogenic pulmonary edema’,’ahock
pulmonary’, dan lain-lain (Seomantri, 2008).
ARDS merupakan sindrom inflamasi paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru yang disebabkan oleh cedera akut. ARDS biasanya dikaitkan
dengan sepsis, aspirasi, pneumonia atau trauma (Stiilwell dkk, 2003).
Etiologi
‘’ARDS’’
Menurut Fanelli dkk, (2013) mengatakan bahwa 6. Infeksi paru-paru difus (bakteri,virus, dan jamur).
penyebab spesifik ARDS masih belum pasti, banyak
7. Inhalasi gas beracun (rokok, oksigen konsentrasi
faktor penyebab yang dapat berperan pada
tinggi, gas
gangguan ini menyebabkan ARDS tidak disebut
sebagai penyakit tetapi sebagai sindrom. 8. klorin, NO2, dan ozon).
1. Sepsis 9. Aspirasi (sekresi gastrik, tenggelam, dan keracunan
hidrokarbon).
2. Aspirasi Cairan Lambung
10. Menelan obat berlebih dan overdosis narkotik/non
narkotik (heroin, opioid, dan aspirin).
Menurut Seomantri (2008) mengatakan faktor
11. Kelainan darah (DIC, transfusi darah multipel, dan
penting penyebab ARDS antara lain:
bypass kardiopulmoner).
1. Shock (disebabkan banyak faktor)
12. Operasi besar.
2. Trauma (memar pada paru-paru, fraktur multipel,
13. Respons imunologik terhadap antigen pejamu
dan cedera kepala).
(sindrom goodpasture dan SLE).
3. Cedera sistem saraf yang serius. Seperti trauma,
CVA, tumor dan peningkatan tekanan intrakranial
4. Gangguan metabolisme (prankeatitis dan uremia).
5. Emboli lemak dan cairan amnion.
KLASIFIKASI
‘’ARDS’’
Kriteria Berlin mengklasifikasikan ARDS menjadi tiga kelompok berdasarkan PaO2 ATAU fiO2
yang terdiri dari :
1. Ringan (mild)
yaitu PaO2 atau FiO2 lebih dari 200 mmHg, tetapi kurang dari dan sama dengan 300 mmHg
dengan positive-end expiratory pressure (PPEP) atau continuous positive airway pressure (CPAP)
≥ 5 CmH2O.
2. Sedang
yaitu Pa02 atau FiO2 lebih dari 100 mmHg, tetapi kurang dari dan sama dengan 200 mmHg
dengan PPEP ≥ 5 CmH2O.
3. Berat
yaitu jika Pa02 atau FiO2 kurang dari 100 mmHg dengan PPEP ≥ 5 cmH2O.
Manifestasi Klinis
ARDS
Manifestasi ARDS bervariasi tergantung pada penyakit predisposisi, derajat
injuri paru dan ada tidaknya disfungsi organ lain selain paru. Gejala yang
dikeluhkan berupa :
1. sesak nafas, membutuhkan usaha lebih untuk menarik nafas, dan
hipoksemia.
2. Infiltrat bilateral pada foto polos toraks menggambarkan edema
pulmonal.
3. Multiple organ dysfunction syndrome (MODS) dapat terjadi karena
abnormalitas biokimia sistemik.
Patofisiologi
‘’ARDS’’
ARDS selalu berhubungan dengan PENAMBAHAN CAIRAN DALAM PARU-PARU
sehingga membentuk EDEMA PARU-PARU. Namun, hal ni BERBEDA dengan edema
paru-paru kardiogenik karena TEKANAN HIDROSTATIK KAPILER PARU-PARU TIDAK
MENINGKAT. Awalnya, terdapat cedera pada membran alveolar kapiler yang
menyebabkan kebocoran cairan, makromolekul, dan komponen-komponen sel
darah ke dalam ruang interstisial. Seiring dengan bertambah parahnya penyakit,
kebocoran tersebut MASUK ke dalam alveoli. PENINGKATAN PERMEABILITAS
vaskular terhadap protein membuat perbedaan hidrostatik yang besar sehingga
peningkatan tekanan kapiler yang ringan pun dapat meningkatkan edema
interstisial dan alveolar. KOLAPS ALVEOLAR terjadi sekunder terhadap efek cairan
alveolar, terutama fibrinogennya yang MENGGANGGU AKTIVITAS surfaktan normal
dan karena kemungkinan gangguan produksi surfaktan lanjutan oleh cedera
pada pneumocyt granular. Kapasitas pengisian paru-paru menjadi KURANG yaitu
menjadi kaku karena edema interstisial dan kolaps alveoli.
WOC
‘’ARDS’’
Komplikasi
‘’ARDS’’
Komplikasi yang dapat terjadi adalah
1. infeksi nosokomial yang terjadi hampir setengah pasien
2. miopati yang bekaitan dengan blokade neuromuskular jangka panjang
3. tromboemboli vena
4. perdarahan traktur GI
5. serta nutrisi tidak adekuat.
6. Kaskade peradangan yang berperan pada terjadinya cedera paru akut
(ALI) juga dapat menyebabkan gagal system multiorgan
7. Disfungsi jantung dan instabilitas hemodinamik dapat disebabkan oleh
peningkatan tekanan intratoraks
Pemeriksaan Penunjang
‘’ARDS’’
Pemeriksaan yang dilakukan berupa :
1. Chest X-ray : pada stadium awal tidak terlihat dengan jelas tau dapat juga
terlihat adanya bayangan infiltrate yang terletak di tengah region perihilir
paru-paru. Pada stadium lanjut, terlihat penyebaran di interstisial secara
bilateral dan infiltrate alveolar, menjadi rata dan dapt mencakup keseluruhan
lobus paru-paru. Tidak terjadi pembesaran pada jantung.
2. ABGs : hipoksemia (penuruann PaCO2), hipokapnia (penurunan nilai CO2
dapat terjadi terutama pada fase awal sebagai kompensasi terhadap
hiperventilasi), hiperkapnia (PaCO2 > 50) menunjukkan terjadi gangguan
pernapasan.
3. Pulmonary Function Test : kapasitas pengisian paru-paru dan volume paru-
paru menurun, terutama FRC, peningkatan anatomical dead space
dihasilkan oleh area dimana timbul vasokontriksi dan mikroemboli.
4. Asam Laktat : meningkat.
Penatalaksanaan
ARDS
1. Terapi Oksigen
2. Ventilasi Mekanik
3. Positif End Expiratory Breathing (PEEB)
4. Pemantauan Oksigenasi Arteri Adekuat
5. Titrasi Cairan
6. Terapi Farmakologis
7. Pemeliharaan Jalan nafas
8. Penegahan Infeksi
9. Dukungan nutrisi
10. Monitor Semua System Terhadap terapi dan potensial komplikasi
Asuhan Keperawatan
‘’ARDS’’
Pengkajian Circulation
Primary Survey Tekanan darah menurun (hipotensi)
Peningkatan frekuensi nafas
Airway
Pergerakan dada tidak simetris
Jalan nafas tidak paten (adanya
obstruksi) Sianosis
Penumpukan secret yang berlebihan CRT > 2 detik
Breathing Disability
Sesak nafas Kesadaran menurun
Adanya otot bantu pernafasan Pupil isokor
Pernafasan Takipneu (cepat Exposure
dangkal)
Tidak ada kelainan jaringan
Adanya suara nafas tambahan
(ronchi)
Secondary
Survey
1. Anamnesa
Data Umum
Keluhan Utama
Menurut Vankateswaran et al 2017 (dalam
Kurniadi, 2017) mengatakan bahwa pasien Pada pasien ARDS keluhan yang paling
penderita ARDS kebih sering terjadi pada utama adalah pasien mengeluhkan sesak
usia 51-60 tahun dan lebih sering menyerang nafas, dispneu, takipneu.
pada jenis kelamin laki-laki. Hal tersebut
Riwayat Penyakit Sekarang
menunjukkan bahwa jika semakin tinggi
kelompok umur, maka jumlah penderita Sesak nafas, yang biasanya ditandai
kelainan paru yang mengalami gagal nafas dengan nafas cepat dangkal, kulit terlihat
akan semakin bertambah. Hal tersebut pucat, dan bisa terjadi sianosis.
dapat terjadi karena seiring bertambahnya
Riwayat penyakit dahulu
usia maka akan menimbulkan
kecenderungan menurunnya fungsi fisiologis Pasien ARDS terjadi karena adanya
di dalam tubuh manusia baik pada tingkat trauma dada, pancreatitis, uremia, bedah
sel maupun tingkat organ seperti terjadinya cardio bay pass, peningkatan TIK, sepsis,
penurunan kapasitas paru untuk melakukan ataupun penyakit paru.
pertukaran di dalam paru (PO2), serta
penurunan permukaan alveolar.
Pemeriksaan Fisik
Vital sign
Pada pasien ARDS terjadi penurunan tekanan darah (hipotensi), pernafasan cepat dangkal, RR
meningkat >20 x/menit
B4 (bladder)
Terpasang alat bantu kateter
B5 (bowel)
Terpasang alat bantu NGT, kesulitan menelan sehingga resiko terjadi aspirasi
B6 (bone)
- Mobilisasi dibantu, tidak ada kelainan jaringan/trauma, ROM terbatas
- Resiko timbul luka dekubitus karena tirah baring yang lama.
Pemeriksaan Diagnostik
- Pemeriksaan BGA
Mengetahui perkembangan hipoksemia pada pasien, PaCO2 meningkat (>45), PaO2 menurun
(<80), saturasi oksigen menurun,
- Foto Thorax
Pada awal proses, dapat ditemukan lapangan paru yang relative jernih, serial foto kemudian
tampak bayangan radio-opak difus atau patchy dan diikuti pada foto serial berikutnya lagi
gambaran confluent, tidak berpengaruh gravitasi, tanpa gambaran kongesti atau pembesaran
jantung,
MASALAH KEPERAWATAN
Intervensi :
1. Monitor hasil Analisa Gas Darah
Rasional: untuk mendeteksi adanya hipoksemia yang berlanjut