Askep Klien Dengan Kegawatan Sistem Pernafasan
Askep Klien Dengan Kegawatan Sistem Pernafasan
Pneumonia Sepsis
Aspirasi Major Trauma
Kontusio Paru Transfusi
Toxic Inhalation Pankreatitis
Tenggelam Cardiopulmonary bypass
Pulmonary Vasculitis Pregnancy releated
Reperfusion Injury Emboli lemak
(lung transplantation) Tumor lisis
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran
alveolar kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam
ruang interstisiel alveolar dan perubahan dalam jaring-jaring
kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang
jelas akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif
darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam
pembentukan surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar.
Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru-paru menjadi
kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik dalam kapasitas
residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia (Brunner &
Suddart 616).
WOC ARDS.docx
Ciri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi selama bernapas
spontan.
Sistem Organ Manifestasi Klinis
Terapi Medis
1. Terapi Oksigen
2. Ventilasi mekanik
3. Positif End Expiratory Breathing (PEEB)
4. Memastikan volume cairan yang adekuat (Dukungan nutrisi)
5. Terapi Farmakologi
6. Pemeliharaan Jalan Napas
7. Pencegahan Infeksi
Menurut Hudak & Gallo (1997), komplikasi yang dapat terjadi pada ARDS
adalah:
Abnormalitas obstruktif terbatas (keterbatasan aliran udara)
Toksisitas oksigen
Sepsis
Ventilator-associated pneumonia
Sekitar 40% orang dengan ARDS meninggal akibat
kegagalan organ. Namun, risiko kematian tidak sama
untuk semua pasien ARDS. Tingkat kematian ini terkait
dengan penyebab ARDS dan kondisi kesehatan pasien
secara keseluruhan. Sebagai contoh, seorang pasien
usia muda dengan ARDS akibat luka akan memiliki
prognosis yang lebih baik daripada pasien lansia
dengan sepsis. Setengah dari semua pasien ARDS
memiliki prognosis yang jelas setelah 10hari pertama
pengobatan.
Status asmatikus adalah suatu keadaan darurat medik
yang lain, bila tidak diatasi dengan secara cepat dan tepat
kemungkinan besar akan terjadi kegawatan medik yakni
kegagalan pernafasan. Pada status asmatikus selain
spasme otot-otot broncus terdapat pula sumbatan oleh
lendir yang kental dan peradangan. Faktor-faktor ini yang
terutama menyebabkan refrakternya serangan asma ini
terhadap obat-obatan bronkodilator.
1. Faktor Ekstrinsik (Infeksi).
Virus yang menyebabkan ialah para influenza
virus, respiratory syncytial virus (RSV).
Bakteri, misalnya pertusis dan streptokokkus.
Jamur, misalnya aspergillus.
2. Faktor Intrinsik (Hipersensitivitas).
3. Iritan bahan kimia, minyak wangi, asap rokok,
polutan udara.
4. Emosional: takut, cemas dan tegang.
5. Aktifitas yang berlebihan, misalnya berlari.
Karakteristik dasar dari asma (konstriksi otot polos bronkial,
pembengkakan mukosa bronkial dan pengentalan sekresi)
mengurangi diameter bronkial dan nyata pada status asmatikus.
Abnormalitas ventilasi perfusi yang mengakibatkan hipoksemia
dan respirasi alkalosis pada awalnya, diikuti oleh respirasi asidosis.
Terdapat penurunan PaO2 dan respirasi alkalosis dengan penurunan
PaCO2 dan peningkatan pH. Dengan meningkatnya keparahan
status asmatikus, PaCO2 meningkat dan pH menurun,
mencerminkan respirasi asidosis.
Pada status asmatikus terjadi obstruksi jalan nafas. Dimana
obstruksi dapat disebabkan oleh berikut ini: (1) penyempitan jalan
nafas akibat kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronki, (2)
edema membran yang melapisi bronki, (3) sumbatan mukus yang
kental pada saluran pernapasan.
woc status asmatikus.docx
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu:
Tingkat I
1. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
2. Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di
laboratorium.
Tingkat II
1. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda
obstruksi jalan nafas (batuk, sesak nafas, wheezing).
2. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
Tingkat III
1. Tanpa keluhan.
2. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
3. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
Tingkat IV
1. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
2. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
Tingkat V :
1. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat
refrakter (tak beraksi) sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
2. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
1. Spirometri (pengukuran kapasitas udara paru)
2. Tes provokasi: Untuk menunjang adanya hiperaktifitas
bronkus.
3. Tes kulits: ntuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E
(kependekan immunoglobulin, protein penting dalam
mekanisme imunologis) yang spesifik dalam tubuh.
4. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam
serum.
5. Pemeriksaan radiologi
6. Analisa gas darah: dilakukan pada asma berat.
7. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
8. Pemeriksaan sputum
9. Arus puncak ekspirasi (APE)
1. Pemberian terapi oksigen
2. Agonis β2
3. Aminofilin
4. Kortikosteroid
5. Antikolonergik
6. Pengobatan lain: Hidrasi dan keseimbangan
elektrolit, Mukolitik dan ekpetorans,
Fisioterapi dada, Antibiotik, Sedasi dan
antihistamin.
1. Hipoventilasi (keadaan nafas yang lambat dan dangkal).
2. Distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah paru
3. Gangguan difusi gas di alveoli
4. Hipoxemia (keadaan kadar oksigen yang menurun dalam
darah).
5. Hiperkarpia
6. Atelaktasis
7. Hipoksemia
8. Pneumothoraks Ventil
9. Bronchitis
10. Emfisema
11. Gagal napas.
Prognosis dari kasus ini tergantung pada fase awal,
manifestasi alergi mungkin akan berkurang dengan
bertambahnya usia. Pengobatan diantara waktu serangan
sering mencegah serangan akut yang lebih berat.
Meskipun telah diberi penatalaksanaan status asmatikus
tetap merupakan sindrom yang mengancam jiwa pasien.