Anda di halaman 1dari 45

1.

Lailaturrohmah Kurniawati 131411131016


2. Amalia Fardiana 131411131017
3. Desy Iga Carina 131411131027
4. Gilang Dwi Kuncahyo 131411131030
5. Vonny Nurul Khasanah 131411131061
6. Haris Arganata 131411131071
7. Putri Nandani Alifah 131411133003
8. Nadhia Putri Ulva Sari 131411133006
9. Marissa Ulfah 131411133010
10. Elvanda Vandina Romanda 131411133013
11. Ayu Tria Kartika Putri 131411133023
12. Andi Budrah Benazhir Anggy 131411133025
• Mekanisme pertahanan paru adalah untuk
melawan infeksi mikroorganisme, melawan
debu/partikel, gas berbahaya, serta
perubahan suhu (Djojojdibroto, 2009).
• Ada 3 mekanisme pertahanan paru :
1. Mekanisme yang berkaitan dengan faktor
fisik, anatomik dan fisiologik
2. Mekanisme respon imun
3. Mekanisme eskalasi mukus dan mucus
blanket
4. Mekanisme fogostik dan inflamasi
 Corpus alienum adalah benda asing,
dikatakan corpus alienum jalan nafas adalah
jika benda asing yang berasal dari luar tubuh
atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan
normal seharusnya tidak ada.
 Hal ini sering terjadi di daerah krikofaringeal
karena dorongan otot faring yang kuat yang
menggerakkannya ke lokasi tersebut.
Obstruksi dapat terjadi parsial ataupun total.
(Linda, 2004).
 By pass valve obstruction atau partial bronchial
obstruction atau obstruksi bentuk katup terbuka.
Pada bentuk ini udara pernapasan masih dapat
keluar masuk pada saat inspirasi dan ekspirasi
meskipun tidak adekuat.
 Obstructive Emphysema, Inspiratory check valve
obstruction atau obstruksi bentuk katup
pengatur inspirasi. Karena udara tidak dapat
masuk pada saat inspirasi, tetapi dapat keluar
pada saat ekspirasi, maka udara di bagian distal
sumbatan akan habis, sehingga paru akan kolaps
atau atelectasis.
 Stop valve obstruction atau
bentuk katup tertutup.
Pada obtruksi bentuk ini
benda asing menutup
seluruh lumen saluran
respiratorik, baik pada saat
inspirasi maupun pada saat
ekspirasi, sehingga seluruh
udara paru di bagian distal
sumbatan akan mengalami
absorpsi dan dalam waktu
24 jam akan mengalami
kolaps.
• Corpus Alienum Total Laring
• Sumbatan total laring dapat terjadi karena benda asing
yang teraspirasi tersangkut di laring dan menutup seluruh
rimaglotis. Penderita gelisah dan memegang lehernya
dengan jarinya (v-sign), tidak ada batuk, lemah, Suara
menghilang (afoni) dan sukar bernapas (dyspnea sampai
apnea). Tidak lama kemudian terlihat wajah penerita
menjadi biru (sianosis). Seorang pasien dengan obstruksi
jalan napas lengkap tidak akan dapat berbicara, batuk, atau
membuat suara (Moore, 2014).

• Corpus Alienum Parsial


• Benda asing yang terdapat di laring akan menyebabkan
keluhan sumbatan saluran pernapasan berupa batuk tiba-
tiba, suara sesak, sesak napas dan tapak cemas. Jika
sumbatan ini berlangsung terus maka akan timbul gejala
tambahan yaitu stridor.
 Menurut Murray (2015) secara umum aspirasi
benda asing menghasilkan 3 fase sebagai
berikut:
◦ Stadium pertama (fase awal) merupakan gejala
permulaan yaitu batuk-batuk hebat secara tiba-tiba
(violent paroxysms of coughing), rasa tercekik (choking),
rasa tersumbat di tenggorok (gagging) dan obstruksi
jalan napas yang terjadi dengan segera.
◦ Stadium kedua (fase asimptomatik): gejala stadium
permulaan diikuti oleh interval asimtomatis. Hal ini
karena benda asing tersebut tersangkut, refleks-refleks
akan melemah dan gejala rangsangan akut menghilang.
◦ Stadium ketiga (fase komplikasi) telah terjadi gejala
komplikasi dengan obstruksi, erosi atau infeksi sebagai
akibat reaksi terhadap benda asing, sehingga timbul
batuk-batuk, hemoptisis, pneumonia dan abses paru.
 Menurut Concepcion (2013) penyebab tersering
dari kejadian ini adalah makanan kecil seperti
kacang-kacangan, kismis, biji bunga matahari,
potongan benar dikunyah daging dan kecil,
 Menurut Somantri (2007) obstruksi jalan napas
akut biasanya disebabkan oleh:
◦ Partikel makanan,
◦ Muntahan,
◦ Bekuan darah,
◦ Sekresi kental atau pembesaran jaringan pada dinding
jalan napas, seperti: epiglottis, edema laring, karsinoma
laring, atau peritonsilar abses,
◦ Pasien yang mengalami penurunan kesadaran,
 Pada saat terjadi proses menelan jalan napas akan
tertutup oleh epiglotis sehingga makanan tidak akan
salah jalan yaitu masuk ke jalan napas. Akan tetapi
jika seseorang menelan bersamaan dengan menarik
napas yang kuat secara tiba-tiba, misalnya teriak,
tertawa, terkejut, atau menangis maka laring akan
terbuka dan benda yang berada di dalam mulut akan
ikut terhirup masuk (Betz & Linda, 2009).
 Benda-benda yang dapat masuk contohnya seperti
kacang-kacangan, kismis, biji bunga matahari dan
potongan bakso, tulang dansebagainya yang secara
tidak sengaja masuk ke saluran nafas saat laring
terbuka atau pada saat terjadi aspirasi.
• Benda asing yang masuk dapat membuat
obstruksi berupa obstruksi total atau parsial
• Setelah benda asing masuk maka akan ada
relfek batuk sebagai kompensasi tubuh untuk
mengeluarkan benda asing tersebut.
• Apabila reflek batuk berhasil mengeluarkan
benda asing maka pasien dapat bernafas,
tetapi apabila sebaliknya maka akan timbul
beberapa masalah keperawatan yang muncul
yang dapat membahayakan penderita
(atelektasis, gangguan pola nafas, dll).
 WOC Corpus Alienum.docx
Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan tidak
adanya kelainan atau asimtomatis (40%),
wheezing (40%) penurunan suara nafas pada
sisi terdapatnya benda asing (5%). Pada
sumbatan jalan nafas yang nyata dapat
ditemukan sianosis.
 Foto Rontgen Thoraks
 Video Fuoroskopi
 Bronkogram
 Pemeriksaan faal paru
 Pemeriksaan Laboratorium
 Dengan segera mengeluarkan benda asing
tersebut secara endoskopik dengan trauma
minimum.
 Tetapi suportif
◦ Di Instalasi Gawat Darurat, terapi suportif awal termasuk
pemberian oksigen, monitor jantung dan pulse oxymetri
dan pemasangan IV dapat dilakukan. Bronkoskopi
merupakan terapi pilihan untuk kasus aspirasi.
Pemberian steroid dan antibiotik preoperatif dapat
mengurangi komplikasi seperti edema saluran napas
dan infeksi. Metilprednisolon 2 mg/kg IV dan antibiotik
spektrum luas yang cukup mencakup Streptokokus
hemolitik dan Staphylococcus aureus dapat
dipertimbangkan sebelum tindakan bronkoskopi.
 Menurut Kozier et al (2009) terdapat
beberapa penatalaksanaan akibat
sumbatan benda asing, antara lain:
◦ Pada klien dewasa : Dorongan abdomen
(abdominal thrust) untuk korban yang
sadar pada posisi berdiri atau duduk.
◦ Dorongan dada (chest thrust) untuk
korban yang sadar pada posisi duduk
atau berdiri. Chest thrust dilakukan
hanya pada wanita yang sedang hamil tua
dan orang obesitas yang tidak dapat
menerima abdominal thrust.
• Pada bayi : dapat dilakukan
pukulan punggung (back
blow) dan dorongan dada
(chest thrust).

• Untuk anak-anak berusia 1-


8 tahun yang tersedak dan
dalam keadaan sadar,
lakukan maneuver heimlich
seperti yang dilakukan pada
orang dewasa. Apabila tidak
sadar lakukan abdominal
thrust
Komplikasi akut Komplikasi kronis

Pneumonia atau abses Bronkiektasis


paru Fistel bronkopleura
Sesak nafas Pembentukan jaringan granilasi
Hipoksia akibat inflamasi di mukosa
Asfiksia sampai henti Pneumomediastinum
jantung Pneumothoraks
Dari kasus ini adalah akan baik ketika banda asing
dalam saluran nafas segera dikeluarkan. Bila
terjadi sumbatan total berlangsung lama, maka
akan terjadi kerusakan jaringan otak dan jantung
berhenti. Diperlukan ketepatan dalam
menengakkan diagnosis dan kecepatan dalam
melakukan tindakan pertolongan. Hampir seluruh
benda asing di saluran nafas dapat diangkat
dengan bronkoskopi. Komplikasi akan meningkat
jika diagnosis maupun penatalaksanaan dilakukan
setelah 24 jam kejadian.
 Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
adalah salah satu penyakit paru akut yang
memerlukan perawatan di intensive care unit
(ICU) dengan angka kematian yang tinggi
yaitu mencapai 60%.

 ARDS pertama kali dikemukakan oleh


Asbaugh dkk (1967) sebagai hipoksemia
berat yang onsetnya akut, infiltrate bilateral
yang difus pada foto toraks dan penurunan
compliance atau daya regang paru.
Tabel 1. Kriteria ALI dan ARDS menurut American European Concencus
Conference Committee (AECC) pada tahun 1994

Onset Oksigenasi Foto Toraks Tekanan Kapiler


wedge paru

ALI Akut PaO2/FiO2 < Infitrat < 18 mmHg, tidak


300 bilateral ada hipertensi
atrium kiri

ARDS Akut PaO2/FiO2 < Infitrat < 18 mmHg, tidak


200 bilateral ada hipertensi
atrium kiri
Penyebab spesifik ARDS masih belum pasti,banyak faktor
penyebab yang dapat berperan pada gangguan ini menyebabkan
ARDS tidak disebut sebagai penyakit tetapi sebagai sindrom.

Table 2. Faktor risiko klinik ARDS

Yang Berasal dari Paru Yang Berasal dari luar Paru


(proses sistemik)

Pneumonia Sepsis
Aspirasi Major Trauma
Kontusio Paru Transfusi
Toxic Inhalation Pankreatitis
Tenggelam Cardiopulmonary bypass
Pulmonary Vasculitis Pregnancy releated
Reperfusion Injury Emboli lemak
(lung transplantation) Tumor lisis
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran
alveolar kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam
ruang interstisiel alveolar dan perubahan dalam jaring-jaring
kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang
jelas akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif
darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam
pembentukan surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar.
Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru-paru menjadi
kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik dalam kapasitas
residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia (Brunner &
Suddart 616).
 WOC ARDS.docx
Ciri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi selama bernapas
spontan.
Sistem Organ Manifestasi Klinis

Sistem 1. Pelebaran alveolar / gradien arterial


Respirasi 2. Takipnea
3. Hipertensi Pulmonar
4. Edema Pulmonar
5. Peningkatan Usaha nafas
6. Dilakukan Perkusi : Suara nafas Dullness
7. Berkurangnya suara nafas
Sistem 1. Takikardi
Kardiovaskuler 2. Penurunan tekanan arteri pulmonar
3. Peningkatan CO dan indeks sepsis jantung
Sistem 1. Peningkatan CRT
Integumen 2. Sianosis
3. Pucat
Sistem Saraf 1. Gejala awal : Ansietas, Kebingungan, Agitasi
2. Gejala lanjut: Hingga pingsan dan koma
1. Stage 1  Dyspnea, tachypnea (30-35x/menit), BGA relatif
normal (PaO2 84 mmHg dan PaCO2 37 mmHg), suara
nafas: aliran udara berkurang diseluruh lapang paru, CRT <
3 detik.

2. Stage 2  Dyspnea, tachypnea (40-50x/menit), sianosis,


takikardia (120-130x/menit), crackles kasar, hasil BGA
menunjukkan alkalosis respiratorik dengan hipoksemia
rendah (pH > 7,45 PaCO2 < 35 mmHg PaO2 68 mmHg
HCO3 26 pada 100% nonrebreather mask), X-ray dada
menunjukkan beberapa infiltrate bilateral.
3. Stage 3  Pasien menjadi lebih lemas, hasil BGA
menunjukkan asidosis respiratorik dengan hipoksemia
sedang (pH < 7,35 dan PaCO2 akut > 55 mmHg) sehingga
pasien harus segera di intubasi, X-ray dada menunjukkan
adanya difusi infiltrate bilateral, presentasi SIRS yang
ditandai dengan {suhu >38oC atau <36oC, WBC > 12.000
sel/mm3 atau < 4000 sel/mm3, takikardi (>90x/menit),
tacypnea (>20x/menit)} hal tersebut karena terjadinya
proses inflamasi pada pasien.

4. Stage 4  Beberapa keterlibatan organ, kesulitan


mempertahankan oksigenasi yang adekuat, sepsis,
pneumonia.
1. Pemeriksaan fungsi ventilasi: frekuensi pernafasan per menit, volume
tidal, ventilasi semenit, kapasitas vital paksa, volume ekspirasi paksa
dalam 1 detik, daya inspirasi maksimum, rasio ruang mati/volume tidal,
PaCO2, mmHg.
2. Pemeriksaan status oksigen
3. Arteri gas darah (AGD)
4. Oksimetri nadi untuk mendeteksi penurunan SaO2
5. Pemantauan CO2 tidal akhir (kapnografi) menunjukkan peningkatan
6. Hitung darah lengkap, serum elektrolit, urinalisis dan kultur (darah,
sputum) untuk menentukan penyebab utama dari kondisi pasien.
7. Sinar-X dada dapat menunjukkan penyakit yang mendasarinya.
8. EKG, mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi
kanan, disritmia.
 Terapi Umum
1. Sebisa mungkin hilangkan penyebab dengan cara misalnya drainase pus,
antibiotika, fiksasi bila ada fraktur tulang panjang.
2. Sedasi dengan kombinasi opiat benzodiasepin, oleh karena penderita akan
memerlukan bantuan ventilasi mekanik dalam jangka lama. Berikan dosis
minimal yang masih memberikan efek sedasi yang adekuat.
3. Memperbaiki hemodinamik untuk meningkatkan oksigenasi dengan
memberikan cairan, obat2 vasodilator/konstriktor, inotropik, atau diuretikum.

 Terapi Medis
1. Terapi Oksigen
2. Ventilasi mekanik
3. Positif End Expiratory Breathing (PEEB)
4. Memastikan volume cairan yang adekuat (Dukungan nutrisi)
5. Terapi Farmakologi
6. Pemeliharaan Jalan Napas
7. Pencegahan Infeksi
Menurut Hudak & Gallo (1997), komplikasi yang dapat terjadi pada ARDS
adalah:
 Abnormalitas obstruktif terbatas (keterbatasan aliran udara)

 Defek difusi sedang

 Hipoksemia selama latihan

 Toksisitas oksigen

 Sepsis

 Deep Vein Trombosis (DVT)

Menurut Herridge 2011, komplikasi yang mungkin terjadi antara lain:


 Kegagalan banyak sistem organ

 Kerusakan paru-paru (seperti kolaps paru - juga disebut pneumotoraks)


karena cedera dari sistem pernapasan yang diperlukan untuk mengobati
penyakit
 Fibrosis paru (jaringan parut di paru-paru)

 Ventilator-associated pneumonia
Sekitar 40% orang dengan ARDS meninggal akibat
kegagalan organ. Namun, risiko kematian tidak sama
untuk semua pasien ARDS. Tingkat kematian ini terkait
dengan penyebab ARDS dan kondisi kesehatan pasien
secara keseluruhan. Sebagai contoh, seorang pasien
usia muda dengan ARDS akibat luka akan memiliki
prognosis yang lebih baik daripada pasien lansia
dengan sepsis. Setengah dari semua pasien ARDS
memiliki prognosis yang jelas setelah 10hari pertama
pengobatan.
Status asmatikus adalah suatu keadaan darurat medik
yang lain, bila tidak diatasi dengan secara cepat dan tepat
kemungkinan besar akan terjadi kegawatan medik yakni
kegagalan pernafasan. Pada status asmatikus selain
spasme otot-otot broncus terdapat pula sumbatan oleh
lendir yang kental dan peradangan. Faktor-faktor ini yang
terutama menyebabkan refrakternya serangan asma ini
terhadap obat-obatan bronkodilator.
1. Faktor Ekstrinsik (Infeksi).
 Virus yang menyebabkan ialah para influenza
virus, respiratory syncytial virus (RSV).
 Bakteri, misalnya pertusis dan streptokokkus.
 Jamur, misalnya aspergillus.
2. Faktor Intrinsik (Hipersensitivitas).
3. Iritan bahan kimia, minyak wangi, asap rokok,
polutan udara.
4. Emosional: takut, cemas dan tegang.
5. Aktifitas yang berlebihan, misalnya berlari.
Karakteristik dasar dari asma (konstriksi otot polos bronkial,
pembengkakan mukosa bronkial dan pengentalan sekresi)
mengurangi diameter bronkial dan nyata pada status asmatikus.
Abnormalitas ventilasi perfusi yang mengakibatkan hipoksemia
dan respirasi alkalosis pada awalnya, diikuti oleh respirasi asidosis.
Terdapat penurunan PaO2 dan respirasi alkalosis dengan penurunan
PaCO2 dan peningkatan pH. Dengan meningkatnya keparahan
status asmatikus, PaCO2 meningkat dan pH menurun,
mencerminkan respirasi asidosis.
Pada status asmatikus terjadi obstruksi jalan nafas. Dimana
obstruksi dapat disebabkan oleh berikut ini: (1) penyempitan jalan
nafas akibat kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronki, (2)
edema membran yang melapisi bronki, (3) sumbatan mukus yang
kental pada saluran pernapasan.
 woc status asmatikus.docx
 Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu:
 Tingkat I
1. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
2. Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di
laboratorium.
 Tingkat II
1. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda
obstruksi jalan nafas (batuk, sesak nafas, wheezing).
2. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
 Tingkat III
1. Tanpa keluhan.
2. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
3. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
 Tingkat IV
1. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
2. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
 Tingkat V :
1. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat
refrakter (tak beraksi) sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
2. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
1. Spirometri (pengukuran kapasitas udara paru)
2. Tes provokasi: Untuk menunjang adanya hiperaktifitas
bronkus.
3. Tes kulits: ntuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E
(kependekan immunoglobulin, protein penting dalam
mekanisme imunologis) yang spesifik dalam tubuh.
4. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam
serum.
5. Pemeriksaan radiologi
6. Analisa gas darah: dilakukan pada asma berat.
7. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
8. Pemeriksaan sputum
9. Arus puncak ekspirasi (APE)
1. Pemberian terapi oksigen
2. Agonis β2
3. Aminofilin
4. Kortikosteroid
5. Antikolonergik
6. Pengobatan lain: Hidrasi dan keseimbangan
elektrolit, Mukolitik dan ekpetorans,
Fisioterapi dada, Antibiotik, Sedasi dan
antihistamin.
1. Hipoventilasi (keadaan nafas yang lambat dan dangkal).
2. Distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah paru
3. Gangguan difusi gas di alveoli
4. Hipoxemia (keadaan kadar oksigen yang menurun dalam
darah).
5. Hiperkarpia
6. Atelaktasis
7. Hipoksemia
8. Pneumothoraks Ventil
9. Bronchitis
10. Emfisema
11. Gagal napas.
Prognosis dari kasus ini tergantung pada fase awal,
manifestasi alergi mungkin akan berkurang dengan
bertambahnya usia. Pengobatan diantara waktu serangan
sering mencegah serangan akut yang lebih berat.
Meskipun telah diberi penatalaksanaan status asmatikus
tetap merupakan sindrom yang mengancam jiwa pasien.

Anda mungkin juga menyukai