Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ILMU TELINGA, HIDUNG LAPORAN KASUS

DAN TENGGOROKAN JULI 2015


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA

POLIP NASI DUPLEX

Nurjana Fitria Rumanama


[2008-83-030]

Pembimbing
dr. Rodrigo Limmon, Sp. THT-KL, MARS

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2015
BAB I
LAPORAN KASUS
Identitas
 Nama : Tn. AO
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Umur : 48 tahun
 Pekerjaan : PNS
 Tempat tinggal : ual
 Agama : Kristen Katolik
 Ruangan : Poliklinik THT RSUD
Dr. M. Haulussy Ambon
 Tanggal Pemeriksaan: 24 Juni 2015
Anamnesis
Keluhan Utama  Hidung tersumbat

Anamnesis terpimpin
- sejak 18 tahun lalu. keluhan terus berlanjut sampai sekarang.
- keluar cairan warna kuning dari kedua hidung yang kadang terjatuh
ke tenggorokan, bau (-)
- sering bersin yang berat dan berulang-ulang disertai gatal pada
hidung saat terpapar debu
- Nyeri kepala (+) di bagian dahi.
- Keluhan ini memberat saat pasien bekerja di kapal  menghirup
bau cat dan tinner setiap hari.
- benjolan di hidung kiri sejak ± 7 bulan lalu, bicara sengau (+). Batuk
(-), flu (+)
- bernapas melalui mulut dan penciumannya berkurang.
Cont…

RPD : Alergi debu dan dingin sejak kecil 


bersin >5 kali dan gatal pada hidung
riwayat operasi tahun 1999
Riwayat keluarga : Atopi (-)
Riwayat kebiasaan : -
Riwayat pengobatan : Viks inhaler
Pemeriksaan fisik
A. Pemeriksaan telinga
1. Otoskopi Dekstra Sinistra
 Daun telinga : Nyeri tekan tragus(-) Nyeri tekan tragus(-)
Nyeri tarik aurikula (-) Nyeri tarik aurikula (-)

 Liang telinga : lapang, lapang,


serumen (+) sedikit serumen (+) sedikit
 MT : hiperemis (+), hiperemis (+)
retraksi (+) retraksi (+)

2. Pemeriksaan pendengaran
 Rinne : + +
 Webber : tidak ada lateralisasi
 Swabach : sesuai dengan pemeriksa
B. Pemeriksaan hidung
1. Inspeksi hidung : udem (+), deformitas (-)

2. Rinoskopi anterior Dekstra Sinistra


 Cavum : Sempit, massa (+), Sempit, massa (+),
sekret (+)
 Conca : Hiperemis (+), udem (+) Hiperemis (+),
udem (+)
 Septum : Deviasi (-), crista Deviasi (-)

3. Rhinoskopi posterior: Tidak dilakukan


C. Pemeriksaan Tenggorokan
1. Inspeksi
 Mulut : Trismus (-)
 Tonsil : T1/T1
 Dinding Faring : Hiperemis (-), granuler (-),
post nasal drip (-)
 Uvula : Deviasi (-)

2. Laringoskopi indirek : tidak dilakukan


D. Pemeriksaan Leher :
 Kelenjar Limfe: tidak terdapat pembesaran

 Tyroid : tidak terdapat pembesaran


 Nodul : tidak terdapat pembesaran
RESUME
- Pasien datang dengan keluhan hidung kiri tersumbat sejak ± 18
tahun lalu, keluhan ini terus berlanjut sampai sekarang. Keluhan
disertai dengan keluar cairan warna kuning dari kedua hidung,
PND(+).
- Pasien juga sering bersin yang berat dan berulang-ulang disertai
gatal pada hidung saat terpapar debu. Nyeri kepala (+) di
bagian frontal.
- Keluhan ini memberat karena ada benjolan di hidung, bicara
sengau (+), Flu (+) , pasien sering bernapas melalui mulut,
penciuman berkurang (+),
- Pada pemeriksaan fisik hidung tampak udem, pada pemeriksaan
rhinoskopi anterior ditemukan massa hiperemis (+) pada kedua
cavum nasi, sekret pada cavum nasi sinistra, concha kiri dan kanan
udem dan hiperemis.
Anjuran Pemeriksaan : Foto Sinus Paranasal posisi water’s

Diagnosis : Polip nasi duplex

Diagnosis banding : Hipertrofi konka


Rhinitis vasomotor

Terapi :
Loratadin 1 x 500 mg
Metilprednisolon 3 x 4 mg
Clindamysin 2 x 300 mg
BAB II
TEORI DAN PEMBAHASAN

Definisi

Polip hidung adalah massa lunak yang


mengandung banyak cairan didalam rongga
hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi
akibat inflamasi mukosa.
Epidemiologi

TEORI
Populasi umum  prevalensi polip
hidung diperkirakan sekitar 4%
Di Amerika Serikat  0,3% KASUS
penduduk dewasanya menderita Pasien berusia 28 tahun
kelainan ini
dan berjenis kelamin
Di Inggris  0,2-3%
Pria > wanita  2-4:1 pada orang laki-laki  sesuai
dewasa dengan epidemiologi
Polip hidung multipel biasanya baik berdasarkan usia
bermanifestasi pada pasien yang maupun jenis kelamin.
berusia di atas 20 tahun
Jarang terjadi pada anak-anak di
bawah 10 tahun
Patogenesa
inflamasi kronik

disfungsi saraf
otonom
predisposisi
genetik

peradangan atau aliran perubahan prolaps reepitealisasi &


udara yang berturbulensi mukosa hidung submukosa pembentukan kelenjar baru

peningkatan
retensi air
penyerapan natrium Polip
peningkatan
permeabilitas kapiler
sitokin-sitokin dilepaskan
ketidakseimbangan
dari sel mast
saraf vasomotor gangguan regulasi
vaskular
edema

Polip

Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar menjadi
polip dan kemudian akan turun ke rongga hidung dengan membentuk
tangkai
Pemicu terjadinya polip

KASUS
TEORI bersin (>5 kali) dan
infeksi sinus kronis terasa gatal pada
Asma hidung khususnya saat
rhinitis alergi (hay fever) terpapar debu dan
cystic fibrosis juga pasien memiliki
Sindrom Churg-Strauss riwayat atopi 
Sensitivitas NSAID Rhinitis Alergi
Makroskopi
 massa bertangkai dengan permukaan licin, berbentuk bulat atau
lonjong, berwarna putih keabu-abuan, agak bening, lobular, dapat
tunggal atau multiple dan tidak sensitif

 Warna polip yang pucat  mengandung banyak cairan dan


sedikitnya aliran darah.

 Bila terjadi iritasi kronis atau proses peradangan  kemerah-


merahan

 polip menahun  banyak mengandung jaringan ikat  kekuning-


kuningan.

 Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari kompleks osteomeatal di


meatus medius dan sinus etmoid.
 Pem. rhinoskopi
anterior  massa
bertangkai pada
cavum nasi kanan dan
kiri, berbentuk bulat,
agak hiperemis sekret (+)
proses inflamasi 
polip inflamasi
Mikroskopis
 epitel pada polip serupa
dengan mukosa hidung normal
 epitel bertingkat semu
bersilia dengan submukosa
yang sembab.

 Sel-selnya terdiri dari limfosit,


sel plasma, eosinofil, neutrofil
dan makrofag.

 Mukosa mengandung sel-sel


goblet, pembuluh darah, saraf
dan kelenjar sangat sedikit.
Polip Tipe Eosinofilik latar belakang alergi

infeksi atau gabungan


Polip Tipe Neutrofilik
keduanya
Anamnesis

TEORI
 Keluhan utama  hidung rasa tersumbat, KASUS
rinore, hipoosmia atau anosmia. Kel utama : hidung tersumbat
 bersin-bersin, rasa nyeri dihidung disertai Hiposmia, rinore, suara sengau
sakit kepala didaerah frontal bernapas melalui mulut
 infeksi sekunder  post nasal drip dan kadang pasien terbangun dari
rinore purulen tidur akibat tidak dapat
 Gejala sekunder  bernafas melalui mulut, bernapas  obstructive sleep
apnoea.
suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan
nyeri kepala di bagian frontal,
penurunan kualitas hidup lendir hidung berwarna kuning,
 Polip yang besar  obstructive sleep post nasal drips  Hal ini dapat
apnoea terjadi akibat gejala dari polip
 Tanyakan riwayat rhinitis alergi, asma, itu sendiri atau dapat juga
intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat diduga akibat telah terjadi
lainya serta alergi makanan. komplikasi yakni sinusitis.
 hampir selalu bilateral dan jika unilateral Rhinitis alergi (+), polip nasi
bilateral, tdk berdarah
 pemeriksaan histologis.
.
 tidak sensitif terhadap palpasi dan jarang
berdarah.
Pemeriksaan fisik

TEORI
 Polip nasi massif  deformitas hidung luar
 Pemeriksaan rinoskopi anterior  massa KASUS
yang berwarna pucat yang berasal dari inspeksi hidung  udem (+),
meatus medius dan mudah digerakkan. deformitas (+)
 Pembagian stadium polip menurut Mackay Pem. rhinoskopi anterior 
dan Lund (1997) tampak massa agak
- Stadium 1 : polip masih terbatas hiperemis dan mobile 
dimeatus medius polip inflamasi
- Stadium 2 : polip sudah keluar dari stadium polip nasi  stadium
meatus medius, tampak dirongga 2.
hidung tapi belum memenuhi rongga
hidung
- Stadium 3 : polip yang massif
Naso-endoskopi

Fasilitas endoskop diagnosis kasus polip yang


baru.
Pada kasus polip koanal juga sering dapat
dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium
asesorius sinus maksila
Pemeriksaan radiologi

TEORI
 Foto polos sinus paranasal (posisi waters, AP,
caldwell dan lateral)  penebalan mukosa
dan adanya batas udara cairan didalam
sinus  kurang bermanfaat pada kasus
polip KASUS
 Pem. CT  melihat dengan jelas keadaan di Belum dilakukan pemeriksaan.
hidung dan sinus paranasal
 CT terutama diindikasikan pada kasus polip
yang gagal diterapi dengan
medikamentosa, jika ada komplikasi dari
sinusitis dan pada perencanaan tindakan
bedah terutama bedah endoskopi.
Penatalaksanaan

TEORI KASUS
 Tujuan utama  menghilangkan keluhan,  anthistamin karena pasien
mencegah komplikasi dan mencegah memiliki riwayat alergi,
rekurensi polip.  antibiotik karena pasien
 kortikosteroid  polipektomi mengeluh cairan dari hidung
medikamentosa. berwarna kuning sehingga
 Kasus polip yang tidak membaik dengan diduga telah terjadi infeksi
terapi medikamentosa atau polip yang bakteri dan kortikosteroid
sangat massif  terapi bedah. sebagai terapi polipektomi
 Dapat dilakukan ekstraksi polip medikamentosa
(polipektomi) menggunakan senar polip  direncanakan untuk
atau cunam dengan analgesi lokal, dilakukan pembedahan 
etmoidektomi intra nasal atau etmoidektomi dikonsulkan ke dokter Sp.PD
ekstranasal untuk polip etmoid, operasi dan menjalani pemeriksaan
Caldwell_Luc untuk sinus maksila. lengkap

.
BAB III
PENUTUP

Polip hidung merupakan salah satu jenis penyakit telinga, hidung dan tenggorok (THT)
yang sudah umum didengar di masyarakat

Pasien pada kasus ini berjenis kelamin laki-laki dan berusia 48 tahun  teori
menyebutkan bahwa kejadian polip nasi lebih banyak dialami pria dibandingkan
wanita dengan perbandingan 2-4:1 dan biasanya bermanifestasi pada pasien yang
berusia di atas 20 tahun

Faktor pemicu terjadinya polip hidung pada pasien ini adalah rhinitis alergi teori
menyebutkan bahwa salah satu faktor pemicu polip hidung adalah rhinitis alergi.
Keluhan utama pasien adalah hidung tersumbat, hal ini sesuai dengan teori. Gejala
lain yang muncul yaitu rinore, suara sengau, obstructive sleep apnoea, Selain itu rinore
purulen, nyeri kepala bagian frontal, dan post nasal drips juga muncul sehingga
diduga telah terjadi infeksi sinus (sinusitis).
Pada pasien ini diberikan pengobatan dengan kortikosteroid, antibiotik dan
antihistamin serta direncanakan untuk dilakukan polipektomi.

Anda mungkin juga menyukai