Anda di halaman 1dari 34

REFERAT

RETENSIO URINE
Kusumaningdiah Sekar Jatiningrum
201910401011085
Pembimbing :
dr. Samsul Islam, Sp.U

Bagian Ilmu Bedah


RSU Haji Surabaya
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Malang

1
BAB 1
PENDAHULUAN
Fisiologi Miksi
Proses ini melibatkan mekanisme volunter dan involunter karena
secara anatomis sistem saluran kemih bagian bawah mendapatkan
innervasi dari:
-serabut saraf aferen yang berasal dari vesica urinaria dan uretra
-serabut saraf eferen berupa sistem parasimpatik, simpatik, dan
somatik.
-Spincter urethra external & otot dasar panggul di bawah kontrol
volunter N. Pudendus
-m. detrusor vesicae & spinchter urethra interna  di bawah kontrol
sistem saraf otonomoleh korteks otak.
Terdiri dari 2 fase:
1. fase pengisian (penyimpanan)
2. fase pengosongan
1.Fase Pengisian (Filling Phase)
Pada fase ini akan timbul sensasi berkemih pertama kali
yang biasanya timbul pada saat volume vesica urinaria terisi
antara 150-350 ml dari kapasitas normal sekitar 300-600 ml.
Pada keadaan ini, serabut aferen dari dinding vesica
urinaria menerima impuls regangan (stretch receptor) yang
dibawa oleh N. pelvicus ke corda spinalis S2-4 (Nucleus
intermediolateralis cornu lateralis medulla spinalis/NILCLMS S2-
4) dan diteruskan sampai ke pusat saraf cortikal dan
subcortikal (ganglia basalis dan cerebellum) melalui tractus
spinothalamicus. Sinyal ini akan memberikan informasi kepada
otak tentang volume urin dalam vesica urinaria.
1.Fase Pengisian (Filling Phase)
Pusat subcortikal menyebabkan m. detrusor vesica
urinaria berelaksasi dan m. spinchter uretra interna
berkontraksi akibat peningkatan aktivitas saraf simpatis
yang berasal dari NILCLMS Th10-L2 yang dibawa oleh N.
hipogastricus sehingga dapat mengisi tanpa
menyebabkan seseorang mengalami desakan
berkemih.
Ketika pengisian vesica urinaria berlanjut, rasa
pengembangan vesica urinaria disadari, dan pusat cortical
(pada lobus frontalis) bekerja menghambat pengeluaran
urin.
2. Fase Miksi (Voiding phase)

Dimulai pada saat vesica urinary terisi penuh dan timbul


keinginan untuk berkemih.

Kemudian timbul stimulasi sistem parasimpatik yang


berasal dari NILCLMS S2-4 dan di bawa oleh N. Eregentes
 kontraksi otot m. detrusor vesicae.

Selain itu terjadi inhibisi sistem simpatis 


relaksasi spinchter urethra interna.
2. Fase Miksi (Voiding phase)

Miksi kemudian terjadi jika terdapat


relaksasi spinchter urethra externa akibat:
•pe↓ akt. serabut saraf somatik yg
dibawa oleh N. Pudendus
•tekanan intra vesical > tekanan
intraurethra.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
• Retensio urine adalah suatu sindroma klinis
urologi dimana terjadi penumpukan urine di
dalam kandung kemih karena tidak dapat
berkemih.
• Dapat terjadi secara parsial atau total.
• Keadaan ini merupakan keadaan yang gawat
darurat karena nantinya akan menyebabkan
kerusakan pada kedua ginjal.
Etiologi
1. Proses obstruksi intravesical :
• Kelainan bawaan
• Trauma
• Infeksi
• Tumor
• Kelainan metabolik
Etiologi
2. Kelainan bawaan :
- Urethra : Fimosis
Atresia
Stenosis meatus
Diverticulum
Muara urethra abnormal
- Urethrovesical : Post urethra valve
Hipertrofi verumontanum
Kontraktur bladder neck
Hipertrofi bladder neck
- Vesica : Anomali diverticulum
Neurogenic bladder
Etiologi
3.Kelainan didapat :
-. Urethra : Fimosis
Striktur
Batu
Fistula
Diverticulum
Ruptura
Etiologi
-. Urethrovesical :
Prostat :a. Hiperplasia
b. Keganasan
c. Kontraktur median
d. Kista
e. Batu
f . Prostatitis
Spasmus sfingter : a. Essential
b. Anestesi
-. Vesica : Tumor
Batu
Diverticulum ( obstruksi kronik )
Neurogenic bladder
Retensio urine kronik disebabkan oleh
obstruksi urethra yang semakin hebat,
sehingga akhirnya kandung kemih
mengalami dilatasi. Pada keadaan ini
kemih keluar terus menerus karena
kapasitas kandung kemih terlampaui.
Penderita tidak mampu berkemih lagi,
tetapi urine keluar terus tanpa terkendali.
Sering penderita itu dianggap
inkontinensia tetapi kandung kemih yang
penuh dapat diraba dan mungkin
fundusnya mendekati pusat pada palpasi
perut.
Patogenesa

• Lower tract  striktur urethra


Obstruksi  dilatasi uretra proksimal
 divertikulum  bila infeksi 
ekstravasasi dan abses periuretral.
Patogenesa
• Perubahan vesica
Dapat terjadi kompensasi dan dekompensasi.
-Pada kompensasi akan menyebabkan
hipertrofi otot detrusor (otot polos kandung
kemih) dan hipertofi otot trigonum.
-Pada dekompensasi terjadi melemahnya otot
detrusor yang akan menjadi atoni sehingga
terjadi retensio urine ( parsial atau total).
Pada hipertrofi trigonum terjadi obstruksi sekunder
ureter intravesical, dan terjadi peregangan yang
menyebabkan retensio urine. Keadaan tersebut
menyebabkan mekanisme back pressure terhadap
kedua ginjal. Jika retensio tersebut berlangsung
dalam jangka waktu yang lama maka akan terjadi
dekompensasi U-V junction dan menyebabkan
reflux. Back pressure berserta reflux menyebabkan
kerusakan ginjal menjadi lebih cepat.
Patogenesa
• Perubahan ureter
Pada mulanya ureter masih dapat mengadakan kompensasi,
namun nantinya akan terjadi dekompensasi, ureter akan
melebar dan memanjang, yang nantinya akan manjadi atonia.

• Perubahan pelviocalices
Keadaan diatas akan berlanjut menjadi hidronefrosis.
Hidronefrosis ada tiga tingkat, yaitu dilatasi pelviocalices,
papilae mendatar, calices minor melembung.
Patogenesa
• Perubahan parenkim ginjal
Merupakan akibat dari distensi
peliviocalices, sehingga vasa arcuata
terjepit dan akan menjadi atrofi iskemik,
yang akan menyebabkan fungsi ginjal
berkurang
Akibat retensio urin :
- Dilatasi buli-buli maksimal  tekanan & tegangan 
inkontinensia paradoks
- Hambatan aliran urin  hidroureter,hidonefrosis
- Kontraksi otot detrusor menyusut
- Predileksi ISK (pielonefritis, urosepsis)  gawat uro
Keadaan klinis obstruksi
intravesical
• Riwayat penyakit khas sesuai dengan causa obstruksinya, berat
dan lamanya, serta letak lesinya.
• Mula-mula harus mengejan pada awal miksi
• Butuh waktu lebih lama untuk miksi
• Pancaran melemah atau mengecil.
• Merasa tidak puas waktu miksi.
• Pada akhir miksi, air seni menetes
• Sering ingin miksi, lama-lama akan terjadi retensi parsial yang akan
menjadi total
• Miksi menjadi sakit.
Tatalaksana

Untuk penanganan setelah diagnosa


retensio urine total maka harus dilakukan
drainage dengan pemasangan kateter
untuk mengosongkan kandung kemih dan
mencari causanya.
Causa retensio urine yang lazim adalah :
- Kelainan bawaan : 1. Fimosis.
2. Stenosis meatus eksternus.
- Kelainan didapat : 1. temporer pada pasca operasi
2. prostat hiperplasia
3. striktura uretra (trauma, GO, iatrogenik)
4. batu vesika atau uretra
5. ruptur uretra (trauma pelvis)
6. neurogenik bladder
7. pada wanita:
- kehamilan atau inpartu
- fibrosis karena tua atau infeksi
- karunkula
- inflamasi atau udema pasca trauma
Tatalaksana

Untuk retensio urine akibat striktur uretra,


dilakukan:
• dilatasi uretra sampai bisa dipasang kateter
karet
• dilatasi berkala

hati-hati bahaya bisa terjadi false route.


Tatalaksana
1. Kateterisasi
Syarat :
– Prinsip aseptik
– Gunakan kateter folley
– Usahakan tidak nyeri  spasme spingter.
– Sistim tertutup dan ukur volume urin.
– Antibiotik profilaksis 1 kali.
Indikasi kateterisasi:
- Drainase buli selama dan sesudah proc.
bedah .
- Menilai produksi urin pada pasien kritis.
- Pengambilan spesimen urin .
- Evaluasi urodinamik.
- Studi radiografi
- Menilai residual urin
- Retensio urin.
Tatalaksana
2. Sistostomi trokar/tertutup
Indikasi :
-Kateterisasi gagal : striktur, batu uretra yg menancap
-Kateterisasi tidak dibenarkan : ruptur uretra

Syarat :
- Retensi urin dan buli-buli penuh (fundus lebih
tinggi pd pertengahan jarak antara simpisis dan
pusat).
- Ukuran Folley lebih kecil dari celah trokar (20 F)
- Sikatrik bekas op. abd. bawah (-)

- tidak dicurigai adanya perivesikal hematom, seperti pada fraktur pelvis


Tatalaksana
3. Open sistostomi
indikasi:
Retensio urin dimana:
• kateterisasi gagal: striktura uretra, batu uretra yang
menancap (impacted)
• kateterisasi tidak dibenarkan: ruptur uretra
• sistostomi trokar gagal
• bila akan dilakukan tindakan tambahan seperti: mengambil
batu dalam buli-buli, evakuasi gumpalan darah, memasang
drain di kavum Retzii dan sebagainya.
Tatalaksana
4. Pungsi buli-buli.
Syarat :
– buli-buli penuh
– kateterisasi gagal
– fasilitas sistostomi (-)
– informasi  tindakan sementara & perlu tindakan
lanjutan
Indikasi :
- Sample urin  pada anak-anak.
- Kateterisasi gagal.
- Study voiding cystografi
- Diversi urin.
Tatalaksana
Untuk retensio urine pasca bedah, dilakukan:

• Jika pasien bisa berdiri / berjalan:


1. kateterisasi kemudian dicabut lagi
2. cystostomia dengan abocath sampai vesica
kosong
selanjutnya pasien akan bisa miksi spontan lagi seperti
biasa.

• Jika pasien belum boleh bangun:


dipasang kateter dauer sampai pasien bisa bangun
Gambar diatas menunjukkan berbagai macam kateter. A. Kateter Malecot, B.
Kateter de Pezzer, C. Kateter Tienmann, D. Kateter Foley, 1. Lumen. 2.
Saluran untuk mengisi balon. 3. Balon, E. Ukuran Cahrriere

Anda mungkin juga menyukai