Anda di halaman 1dari 13

Potret Pers Indonesia Setelah Reformasi Dari

Sudut Pandang
Hukum Media Massa

“Media Massa Dibawah Bayang - Bayang Partai


Politik”
Kekuasaan Partai Politik Atas Media

Di Era Reformasi, PERS Indonesia mengalami kebangkitan


dengan diberikan kebebasan yang ditandai dengan adanya
UU No. 40 th 1999. Undang-undang tersebut memberikan
kebebasan yang seluas-luasnya pada PERS nasional untuk
menulis berita dan mengkritik pejabat, baik sipil
maupun militer. selama masih dalam batas hukum dan
kode etik jurnalistik yang ada.
Akan Tetapi Media massa di era setelah reformasi
beberapa tahun belakangan ini mulai kehilangan
keobyektifitasnya jika sudah mulai menyentuh ranah politik.

Salah satu faktor yang membuat hilangnya nilai objektif


PERS sebagai media massa yang netral, dikarenakan
banyaknya pimpinan Partai Politik yang juga memiliki
jabatan sebagai pemilik Media
Pemilik Perusahaan Media Swasta Indonesia

Hary Tanoesoedibjo (Ketua Umum Partai Pemilik MNC GROUP yang membawahi 4 stasiun
Perindo) televisi (RCTI, MNCTV, GTV, INEWS TV), Harian
SINDO, Portal Online Okezone.com

Surya Paloh (Ketua Umum Partai Nasional Pemilik Metro TV dan Harian Media Indonesia
Demokrat)

Aburizal Bakrie (Ketua DPP Partai Golkar) Pemilik PT. Visi Media Asia (TV One, ANTV) dan
Portal Online Vivanews.com

Chairul Tanjung (Mantan Menteri Perekonomian pemilik Trans Corp. (Trans TV, Trans 7, CNN) dan
Era Presiden SBY) Portal Online Detik.com
beberapa perusahaan media ada yang melakukan manuver
politik secara terbuka, contoh saja seperti MNC Group dan
Metro TV yang menayangkan iklan tentang partai mereka
dan TVONE yang dalam beberapa program Talkshow-nya
mengkritik lawan politiknya.
selebihnya media lebih menggunakan manuver secara
halus, dengan hanya menyisipkan konten kampanye partai
politik dengan durasi 5 sampai 10 detik disela -sela iklan
atau program mereka,
Sebagai contoh, adalah persaingan dua media besar di
Indonesia yaitu Metro TV dan TV One yang ikut serta dalam
pertarungan Pilpres 2014

• Ketua Umum Nasdem yang sekaligus pemilik Metro Tv,


Surya Paloh, memilih bergabung dengan koalisi yang
dipimpin PDIP untuk mengusung Jokowi.
• Sedangkan Ketua Umum Golkar, Aburizal Bakrie pemilik
ANTV dan TV ONE, lebih memilih bergabung dengan
koalisi yang dibangun Gerindra, untuk mengusung
Prabowo.
Memasuki tahapan Pilpres pasca deklarasi, kedua media ini
lebih intens dalam menayangkan iklan tentang kampanye
pasangan capres cawapres daripada iklan-iklan yang
lainnya.

• Metro TV selalu menayangkan iklan tentang citra positif


dari profil, visi misi dan hasil kinerja dari Jokowi dan JK.
• TV One juga rutin menampilkan citra positif dari
Prabowo-Hatta dan mengkritik beberapa hasil kinerja
Jokowi dan JK
selain itu dalam pilpres 2014, KPI juga menemukan partai
yang melanggar dengan menayangkan iklan kampanye di
TV Swasta diantaranya :
Partai Golkar 487 Spot Iklan
Partai Nasdem 387 Spot Iklan
Partai Gerindra 305 Spot Iklan
PDI-P 273 Spot Iklan
PKB 90 Spot Iklan
Partai Hanura 80 Spot IIklan
Pan 67 Spot Iklan
PKPI 42 Spot Iklan
PKS 9 Spot Iklan
Partai Demokrat 8 Spot Iklan
Trans TV 306 Spot Iklan
RCTI 291 Spot Iklan
TV ONE 239 Spot Iklan
METRO TV 220 Spot Iklan
INDOSIAR 194 Spot Iklan
ANTV 184 Spot Iklan
SCTV 172 Spot Iklan
TRANS 7 139 Spot Iklan
MNC TV 137 Spot Iklan
GTV 133 Spot Iklan
TVRI 7 Spot Iklan
Media yang seharusnya pada era reformasi mengalami
kemajuan dengan menjadi sebuah lembaga yang
menyediakan berita atau informasi yang independen dan
terbuka terhadap masyarakat, malah mengalami
kemunduran seperti di era Orde Baru. Dimana media
seperti dipasung oleh penguasanya untuk dijadikan alat
propaganda maupun kontra terhadap pemerintah.
Meski era Reformasi sekarang ada UU yang mengatur
penyiaran dan membentuk KPI sebagai pengawas
tayangan di televisi, tetap saja dibalik itu semua ada peran
politik pemerintah yang lebih besar dalam pembentukan UU
penyiaran dan KPI tersebut

Akhirnya banyak media massa yang pro terhadap


pemerintahan dibiarkan bebas dalam menayangkan
informasi, sedangkan media yang kontra pemerintah akan
diawasi terus oleh pemerintah dan KPI
Selain dari segi berita, para jurnalis juga tidak bisa bebas
berekspresi dalam mencari dan menulis berita, mereka
sudah diberi batasan - batasan oleh pimpinannya agar
memuat berita yang menguntungkan koleganya. Sehingga
mereka tidak dapat menjaga independensi dan terjerumus
untuk membuat berita yang direkayasa (hoax) yang
bertujuan untuk menjatuhkan lawan politik.

Anda mungkin juga menyukai