TENTANG
FILSAFAT ILMU
4
ILMU DAN FILSAFAT
• DILIHAT DARI ASPEK PENGERTIAN PRAKTIS, FILSAFAT BERARTI “ALAM BERFIKIR” ATAU
“ALAM FIKIRAN”, SEHINGGA BERFILSAFAT ARTINYA “BERFIKIR”. WALAUPUN DEMIKIAN
TIDAK SEMUA BERFIKIR BERARTI “BERFILSAFAT”. BERFILSAFAT DISINI DIARTIKAN
“BERFIKIR MENDALAM” DAN DENGAN SUNGGUH – SUNGGUH.
17
ETIKA
PEMERINTAHAN
18
ETIKA PEMERINTAHAN
(Pengertian & Ruang Lingkup)
• ETIKA PEMERINTAHAN MERUPAKAN ETIKA YANG KHUSUS
MEMBAHAS KEUTAMAAN-KEUTAMAAN YANG HARUS
DILAKSANAKAN DAN/ATAU DIHINDARKAN OLEH PARA PEJABAT
DAN PEGAWAI NEGERI DALAM PEMERINTAHAN NEGARA.;
• ETIKA PEMERINTAHAN MEMBAHAS PULA FUNGSI PEJABAT DAN
PEGAWAI NEGERI TSB DALAM MEREALISIR NILAI-NILAI
KONSTITUTIONAL DAN NILAI-NILAI KEPEMERINTAHAN
(CONSTITUTIONAL AND REGIME VALUES);
• PEMBAHASAN ETIKA PEMERINTAHAN DAPAT PULA MENYANGKUT
PERMASALAHAN, DENGAN SOROTAN UTAMA PADA KEKUASAAN
BIROKRASI, SEPERTI MASALAH KORUPSI, KOLUSI DAN
NEPOSTISME, MENGAMBIL KEPUTUSAN DAN/ATAU TIDAK
MENGAMBIL KEPUTUSAN YG MENYANGKUT KEPENTINGAN ATAU
PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT.
19
BEBERAPA PERTANYAAN
MENGENAI HAKEKAT ILMU
(1) Obyek apa yang mendjadi telaahan ilmu? Bagaimana wujud yang
hakiki dari Obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara Obyek
dengan daya tangkap manusia, sepeerti berpikir, me- rasa dan
mengindera) yang membuahkan pengetahuan?
Pertanyaan2 tsb dalam Filsafat Ilmu disebut “Ontologi”;
21
KARAKTERISTIK FILSAFAT
23
MANUSIA SBG MAHLUK
YANG BERAKAL BUDI
• OLEH KARENA ITU, ASAS SEBAGAI SUATU SISTEM DAN ASAS SEBAGAI SUATU
KEPATUTAN, SECARA AKADEMIK BISA DIBEDAKAN, NAMUN SECARA
PSIKOMOTORIK ATAU OPERASIONAL TIDAK BISA DIPISAHKAN.
• YANG DIMAKSUD DGN “EYES” DISINI BUKAN BERARTI HANYA “MATA KEPALA”
SAJA, TETAPI JUGA “MATA HATI” ATAU INDERA KEENAM;
• BERBEDA DENGAN TEORI MURNI TRIAS POLITICA AJARAN MONTESQUEU, TEORI PEMBAGIAN
KEKUASAAN MENURUT VAN VOLLENHOVEN INI, LEBIH LUAS, DAN LEBIH PRO-ACTIVE
(ACTIVE-STELSEL), ARTINYA: ADA ATAU TIDAK ADA ATURAN/PERUNDANG-UNDANGAN YANG
MENDASARINYA, BESTUUR TETAP HARUS BERTINDAK ASAL UNTUK KEPENTINGAN UMUM. DARI
SINILAH MULAI MUNCULNYA TEORI “VRIJBESTUUR” (Dari aspek Filsafat Ilmu);
• PENOMENA PEMERINTAHAN (BESTUUR) BEGITU LUAS, TIDAK BISA DIPERINCI, DAN TIDAK
BISA DIPERKIRAKAN (UNPREDICTABLE).. Dalam keadaan apapun “Bestuur” harus tetap berjalan.
ASAS VRIJBESTUUR
DALAM PENYEL PEMERINTAHAN
SEBAGAI ASPEK “KEPATUTAN”
(Behoorlijkbestuur)
• Argumentasi Matematik :
a = b ; bila b = c; maka a = c
• NILAI PUBLIK:
PEMEGANG KEKUASAAN
RESPONSIBLE DAN ACCOUNTABLE
KEPADA PUBLIK.
• ETIKA PUBLIK:
PENGGUNAAN KEKUASAAN
RASIONAL, RESPONSIF THDP KRITIK
DAN KOMEN PUBLIK; AKUNTABEL
TERHADAP PENGGUNAAN
KEKUASAAN.
• SIKAP DAN TINDAKAN TIDAK ETIS:
AROGANSI KEKUASAAN, TIDAK
RESPONSIF, DAN TIDAK
AKUNTABEL; PENYALAHGUNAAN
KEKUASAAN (“DETOURNEMENT DU
PUVOIR”.)
50
NILAI DAN ETIKA
KEKUASAAN BERDASARKAN HUKUM
ATAU ASAS KEPASTIAN HUKUM
• NILAI PUBLIK:
MENEGAKKAN RULE OF LAW,
MENGGUNAKAN KEKUASAAN
BERDASARKAN HUKUM;
• ETIKA PUBLIK:
MELAKUKAN TINDAKAN SESUAI
UUD/UU, MELAKUKAN TINDAKAN
SESUAI DGN YG DIDELEGASIKAN
OLEH UU ATAU JURIDIKSI
OTORITASNYA; MENGIKUTI
PROSEDUR YG DITETAPKAN DLM
UUD/UU;
• TINDAKAN TIDAK ETIS:
MENGGUNAKAN UUD/U SEBAGAI
TINDAKAN PEMBENARAN
PENGGUNAAN KEKUASAAN;
MENCARI-CARI ”PEMBENARAN
HUKUM”.
51
NILAI DAN ETIKA
HAK-HAK DAN KEBEBASAN
WARGA NEGARA
• NILAI PUBLIK :
KESETARAAN HAK DAN KEBEBASAN
POLITIK WN;
• ETIKA PUBLIK :
MEMPERLAKUKAN SETIAP WN SAMA
DAN MENGHORMATI ORANG LAIN
SEBAGAI MANUSIA;
• SIKAP DAN TINDAKAN YANG TIDAK
ETHIS:
DISKRIMINASI DAN PELECEHAN.
52
NILAI DAN ETIKA
ASAS KETERBUKAAN
• NILAI PUBLIK:
KETERBUKAAN ADALAH ASAS YANG MEMBUKA DIRI TERHADAP HAK
MASYARAKAT UTK MEMPEROLEH INFORMASI YANG BENAR, JUJUR DAN
TIDAK DISKRIMINATIF TENTANG PENYELENGGARAAN NEGARA, DENGAN
TETAP MEMPERHATIKAN PERLINDUNGAN ATAS HAK ASASI PRIBADI,
GOLONGAN DAN RAHASIAH NEGARA.
• ETIKA PUBLIK:
MEMBERIKAN INFORMASI YANG JUJUR DAN BENAR, TIDAK MENUTUP-
NUTUPI YANG SEHARUSNYA DIKETAHUI OLEH PUBLIK, DAN TIDAK
MENGADA-ADA INFO YANG HANYA UNTUK MENYENANGKAN PUBLIK, DAN
TIDAK MELAKUKAN TINDAKAN2 YANG MERUPAKAN KEBOHONGAN PUBLIK.
• NILAI PUBLIK:
ASAS YANG MENGUTAMAKAN KEAKHLIAN DALAM MELAKUKAN
PENYELENGGARAAN NEGARA YANG BERLANDASKAN KODE ETIK
DAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG
BERLAKU.
• ETIKA PUBLIK:
DALAM MNENTUKAN JABATAN-JABATAN PUBLIK SYARAT2
KEAKHLIAN DIUTAMAKAN, MERIT SISTEM MENJADI KUNCI
UTAMA, FIT AND PROPER TEST DILAKUKAN DENGAN SE-
JUJUR2NYA.
• TINDAKAN YANG TIDAK ETIS:
MENGANGKAT DAN MENETAPAKAN JABATAN2 TERTENTU DENGAN
SPOIL SISTEM DAN DENGAN CARA2 NEPOTISME, TIDAK
MENGGU- NAKAN MERIT SYSTEM TETAPI MELALUI
KEKERABATAN, KRONI, DAN SESAMA GOLONGAN DLSB.
PARTISIPASI MASYARAKAT
(PARTICIPATION)
• NILAI PUBLIK
Setiap warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan
keputusan, baik langung atau melalui perwakilan; atas dasar
kebebasa berasosiasi, berbicara, serta berpartisipasi secara
aktif dan konstruktif.
• ETIKA PUBLIK
Mengikut sertakan warga masyarakat secara aktif dan
konstruktif dalam ikut serta mengambil keputusan, mulai dari
proses perencanaan sampai kepada pelaksanaan.
• PERILAKU YANG TIDAK ETIK
Menutup keikut-sertaan warga masyarakat dalam setiap tahap
proses pengambilan keputusan; tidak memberi kesempatan
kepada masyarakat untuk mengikuti proses pengambilan
keputusan; tindakan golput dalam pemilihan dlsb.
ASAS RESPONSIVENESS
(NILAI PUBLIK, ETHIKA PUBLIK DAN
TINDKAN TIDAK ETIK)
• NILAI PUBLIK
Process try to serve all institution and stakeholders;
Kepedulian terhadap situasi dan kondisi masyarakat yang
memprihatinkan.
• ETIKA PUBLIK
Menjalankan prinsip omnipresence and van zelf principles;
Memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat yang memerlukan
pertolongan dan bantuan;
Pro-active terjun aktif kepada kantong-kantong kemiskinan, sehingga
menguasi lapangan yang sesungguhnya.
• TINDAKAN YANG TIDAK ETIK
Pasive, tidak perduli terhadap kejadian disekitarnya, acuh terhadap
situasi dan kondisi masyarakat yang menjadi tanggung jawabnya;
mengutamakan hal-hal yang bersifat administatif daripada penguasaan
di lapangan.
ASAS CONCENSUS ORIENTATION
(Nilai Publuk, Ethika Publik dan Tindakan
tidak Etik)
• NILAI PUBLIK
Mediates differences interest to reach a broad concensus on what is in
the best interest of the group, and where possible on politics and
procedures.
• ETHIKA PUBLIK
Menengahi dan memelihara perbedaan2 kepentingan kelompok,
sehingga dapat membangun suatu kumpulan pendapat yang positif
bagi kepentingan kelompok tsb.;
Mencegah terjadinya perbedaan menjadi konflik yang merusak
kekompakan kelompok;
• TINDAKAN TIDAK ETHIK
Membiarkan perbedaan pendapat menjadi ekstreem dan berlarut
menjadi konflik yang berkepanjangan, sehingga menimbulkan
perpecahan dalam kelompok, dan anarkis.
ASAS EQUITY
(Nilai Publik, Ethika Publik, dan Tindakan
yang Tidak Etik)
• NILAI PUBLIK
All men and women have maintain their well-being;
Yang utama adalah kesamaan dan persamaan.
• ETIKA PUBLIK
Dalam tindakan dan perbuatan, mengutamakan persamaan dan
tidak diskriminatif, tidak membedakan hak-hak dan kewqajiban
antara laki2 dan prempuan, tidak membedakan ras, agama suku
dlsb.
• NILAI PUBLIK
Sesorang merasa dan menyadari bahwa segala tindakannya patut
dipertanggungjawabkan.
• ETIKA PUBLIK
Seseorang merasa dan menyadari bahwa segala perbuatannya
itu membawa konsekuensi tanggung jawab.
62
PENGARUH FAHAM INTEGRALISTIK
TERHADAP
KONSEP DASAR DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH DI
INDONESIA
(Ditinjau dari aspek Aksiologi)
• Faham “Negara
Integralistik” menjadi dasar
pemikiran lahirnya
serangkaian konsep
“desentralisasi dan otonomi”
di Indonesia;
• Dalam Sidang BPUPKI 31-
05-1945 Soepomo
mengajukan tiga pilihan
(faham):
(1) Individualisme;
(2) Kolektivisme;
(3) Integralistik.
63
SIKAP
SIKAPPARA
PARAPENDIRI
PENDIRINEGARA
NEGARA
(THE FOUNDING FATHERS)
(THE FOUNDING FATHERS)
(Tinjauan
(Tinjauandari
dariaspek
aspekOntologi)
Ontologi)
65
PENGGUNAAN FAHAM INTEGRALISTIK
LEBIH BERSIFAT POLITIS DARIPADA
HUKUM TATA NEGARA
(gtinjauan dari aspek Aksiologis)
• Penggunaan faham
“Integralistik” lebih banyak
bersifat politis daripada
Hukum Tata Negara;
• UUD-1945 berusaha mengatur
keseimbangan antara
individualisme dan kolektivisme
dengan menganut faham
Kedaulatan Rakyat, dan bukan
Kedaulatan Negara;
• Fenomena ini mempengaruhi ide
desentralisasi dan otda.
66
MOTIVASI DAN URGENSI
MEMBANGUN KARAKTER DAN
KEPRIBADIAN PANCASILA
(Dilihat dari aspek Aksiologis)
Pasal 32 UUD-1945:
• Tanpa memiliki “PANDANGAN HIDUP”, maka sesuatu Bangsa akan merasa terus
terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan besar yang pasti
timbul, baik persoalan-persoalan di dalam masyarakatnya sendiri, maupun
persoalan-persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa di
dunia;
• Dengan “PANDANGAN HIDUP” yang jelas sesuatu Bangsa akan memiliki pegangan
dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalah-masalah politik, ekonomi, sosial
dan budaya yang timbul dalam gerak-masyarakat yang semakin maju;
• Dengan berpedoman pada ‘PANDANGAN HIDUP” itu pula sesuatu Bangsa akan
membangun dirinya.
(Bersambung
……..)
ARTI “PANDANGAN HIDUP”
(Sambungan……….)
• Oleh karena itu, dalam melaksanakan “pembangunan” misalnya, kita tidak dapat
begitu saja mencontoh atau meniru model pembangunan yang dilakukan oleh
bangsa lain, tanpa menyesuaikan dengan “Pandangan Hidup” dan kebutuhan-
kebutuhan bangsa itu sendiri. Suatu corak pembangunan yang mungkin baik dan
memuaskan bagi sesuatu Bangsa, belum tentu baik atau memuaskan bagi bangsa
yang lain;
• Berbagai babak sejarah telah dilampaui, dan berbagai jalan telah ditempuh
dengan gaya yang berbeda-beda:
> mulai dengan cara-cara yang lunak sampai dengan cara-cara yang keras;
> melalui gerakan cendikiawan terbatas sampai kepada gerakan menghimpun
kekuatan rakyat banyak; mulai dari gerakan pendidikan, kesenian daerah,
perdagangan sampai kepada gerakan-gerakan politik.
PANCASILA BUKAN LAHIR
SECRA MENDADAK
(Bersambung………….)
• Bahkan dalam 4 kali Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 dalam era Pemerintahan
Orde Reformasi, yaitu Perubahan Pertama Tahun 1999, Perubahan Kedua Tahun 2000,
Perubahan Ketiga Tahun 2001, dan Perubahan Keempat Tahun 2002, rumusan
PANCASILA tetap tidak berubah dan tercantum dalam Pembukaan (Preambule) Undang-
Undang Dasar-1945;
• Dengan demikian, Dasar Negara ini jelas dikehendaki oleh seluruh rakyat Indonesia,
karena sebenarnya telah tertanam dalam kalbu rakyat Indonesia, dan oleh karenanya
pula ia (PANCASILA) merupakan Dasar Negara yang mampu mempersatukan seluruh
Rakyat Indonesia.
PANCASILA PERLU
DIFAHAMI, DIHAYATI DAN
DIAMALKAN
(Tekanan lebih kepada “Aksiologi”)
• Kalau kita simpulkan, maka PANCASILA yang telah kita gali dari bumi Indonesia
sendiri, adalah merupakan posisi dan peran yang sangat penting, sebagai berikut:
(1) Dasar Negara Republik Indonesia, yang merupakan sumber dari segala sumber
hukum yang berlaku di Indonesia;
(2) Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, yang dapat mempersatukan Bangsa, serta
memberi petunjuk dalam mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan bathin
dalam masyarakat Bangsa kita yang beraneka ragam sifatnya;
(3) Jiwa dan Kepribadian Bangsa Indonesia, karena PANCASILA memberikan corak yang
khas kepada Bangsa Indonesia, dan tidak dapat dipisahkan dari Bangsa Indonesia, serta
merupakan ciri khas yang membedakan Bangsa Indonesia dari Bangsa lain.
Misalnya, terdapat kemungkinan bahwa tiap-tiap Sila dari PANCASILA – bisa terlepas
dari Sila yang lain – bersifat Universil yang juga dimiliki oleh Bangsa-bangsa lain di
dunia, namun kelima Sila yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah-pisahkan,
itulah yang menjadi ciri khas Bangsa Indonesia;
(4) Tujuan yang akan dicapai oleh Bangsa Indonesia, yakni suatu masyarakat yang adil
dan makmur yang merata, materiil dan spiritual berdasarkan PANCASILA, di dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan
berkedaulatan rakyat, dalam suasana berkehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib
dan dinamis, serta dalam pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
(Bersambung ………)
PANCASILA PERLU
DIFAHAMI, DIHAYATI DAN
DIAMALKAN
(Sambungan ……….)
• (5) Perjanjian Luhur Rakyat Indonesia, yang disetujui oleh wakil-wakil Rakyat Indonesia
menjelang dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan yang kita junjung tinggi, bukan sekadar
karena ia (PANCASILA) ditemukan kembali dari kandungan kepribadian dan cita-cita
Bangsa Indonesia yang terpendam sejak berabad-abad yang lalu, melainkan karena
PANCASILA itu telah mampu membuktikan kebenarannya setelah diuji oleh sejarah
perjuangan Bangsa;
• Kalau tidak, maka ia (PANCASILA) itu, hanya akan merupakan rangkaian kata-kata
indah yang terlukis dalam Pembukaan (Preambule) Undang-Undang Dasar-1945, yang
akan merupakan rumusan yang beku dan mati yang pada gilirannya tidak akan bermakna
sama sekali bagi kehidupan Bangsa Indonesia.
(Bersambung………..)
PANCASILA PERLU
DIFAHAMI, DIHAYATI DAN
DIAMALKAN
(Sambungan ……….)
• Kalau PANCASILA tidak menyentuh kehidupan nyata dan tidak kita rasakan
wujudnya dalam kehidupan sehari-hari, maka lambat laut pengertian dan
maknanya akan kabur dan pada gilirannya kesetiaan kita kepada PANCASILA
akan menjadi luntur;
• Kalau itu terjadi, maka segala dosa dan noda akan melekat pada kita yang
hidup pada masa kini, yang pada gilirannya pula itu berarti bahwa kita sudah
mengkhianati generasi yang dahulu yang sudah begitu gigih banyak berkorban
untuk menegakkan dan membela PANCASILA serta membebaskan Bangsa
Indonesia dari belenggu penjajahan kolonial yang berabad-abad lamanya.
MEMAHAMI URUTAN PANCASILA
SEBAGAIMANA TERMUAT DALAM
PEMBUKAAN UUD-1945
(Tinjauan Komprehensif: Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi)
• Dengan kata lain, memahami atau memberi arti setiap Sila secara terpisah
dari Sila-sila lainnya, akan mendatangkan pengertian yang keliru tentang
PANCASILA.
(Bersambung……………)
PRINSIP-PRINSIP PANCASILA
(Sambungan ……………..)
(3) Oleh karena sikap rela berkorban untuk kepentingan Negara dan Bangsa itu
dilandasi oleh rasa cinta kepada Tanah Air dan Bangsanya, maka
dikembangkanlah rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia,
dalam rangka memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial;
(4) Persatuan dikembangkan atas dasar Bhineka Tunggal Ika, dengan memajukan
pergaulan demi kesatuan dan persatruan Bangsa.
(Bersambung ………………..)
PRINSIP-PRINSIP PANCASILA
(Sambungan ………………..)
(Bersambung…………….)
PRINSIP-PRINSIP PANCASILA
(Sambungan …………….)
(Bersambung …………..)
PRINSIP-PRINSIP PANCASILA
(Sambungan ………………..)
• (4) Demikian juga dipupuk sikap suka bekerja keras dan sikap menghargai
hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan
kesejahteraan bersama. Kesemuanya itu dilaksanakan dalam rangka
mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial.
• (5) Prinsip-prinsip ini merupakan pedoman atau panduan bagi terlaksananya
pemahaman dan penghayatan, serta pengamalan Pancasila, yang pada Era
Orde Baru dinamakan Ekaprasetia Pancakarsa;
• (6) Disebut Ekaprasetia, karena Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila ini, bertolak dari tekad yang tunggal, janji yang luhur, kepada diri
sendiri bahwa sadar akan kodratnya sebagai makhluk pribadi dan sekaligus
sebagai makhluk sosial, manusia Indonesia merasa harus mampu
mengendalikan diri dan kepentingannya agar dapat melaksanakan kewajibannya
sebagai warga negara dan warga masyarakat;
• (7) Kesadaran akan kodratnya dan kemampuan mengendalikan diri dan
kepentingannya itu, merupakan modal serta mendorong tumbuhnya karsa
pribadi untuk menghayati dan mengamalkan kelima Sila dari Pancasila itu,
yang karenanya dinamakan Pancakarsa.
Berdasarkan Pokok-Pokok
pikiran dalam pembukaan
UUD tsb.:
• UUD mewajibkan kepada
Pemerintah dan Penyeleng
gara Negara lainnya,
untuk memelihara budi
pekerti kemanusiaan yang
luhur dan memegang teguh
cita-cita moral rakyat
yang luhur.(Dasar Etika,
Kepemimpinan dan Moral
pemerintahan)
DASAR-DASAR
SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA RI
• Pemerintahan Negara
adalah sesuatu yang
“abstrak”;
• Wujudnya tergantung dari
“komitment” rakyatnya;
• “Komitmen” hanya bisa
dipegang, kalau rakyatnya
merasa bahwa “pemerin-
tahan” diperlukan untuk
melindungi rakyatnya, me-
lalui: penegakan keteratu-
ran dan penciptaan suasa-
na yang adil.(Ryaas,1998)
PENGERTIAN, KEDUDUKAN DAN
SIFAT UUD-1945
(Tinjauan Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi)
• Sifat yang singkat dari UUD 1945 tersebut lebih lanjut dikemukakan
dalam Penjelasan sebagi berikut:
a. UUD itu sudah cukup apabila telah memuat aturan-aturan pokok
saja, hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepadaerintah
dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan tugasnya;
b. UUD yang singkat itu menguntungkan bagi negara seperti Indonesia,
yang masih harus berkembang, harus terus hidup secara dinamis,
dimana masih terus akan mengalami perubahan-perubahan. Dengan
aturan-aturan yang tertulis, yang hanya memuat aturan-aturan pokok
itu, UUD akan merupakan aturan yang luwes, kenyal, tidak mudah
ketinggalan zaman.
(Bersambung……..)
SEBAGAI HUKUM, UUD 1945
ADALAH MENGIKAT
(Sambungan………)
• FUNGSI UUD 1945. Dalam hubungan diatas, UUD 1945 adalah juga
berfungsi sebagai “alat kontrol”, yaitu alat untuk mengecek apakah
norma hukum yang lebih rendah yang berlaku itu, sesuai atau tidak
dengan ketentuan Undang-Undang Dasar.
UUD 1945 BUKANLAH
SATU-SATUNYA HUKUM DASAR
• Disamping itu, masih ada hukum dasar yang lain, ialah hukum dasar
yang tidak tertulis, yaitu: “aturan-aturan dasar yang timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara”, meskipun tidak
tertulis. Aturan-aturan semacam itu umumnya disebut “konvensi”.
• Hal tersebut tidak berarti, bahwa UUD itu tidak lengkap atau tidak
sempurna, sehingga mengabaikan kepastian. Keluwesan dan Kekenyalan
itu justru tetap menjamin kejelasan dan kepastian hukum yang sudah
dipenuhi, apabila dengan aturan-aturan pokok itu sudah cukup untuk
dapat menyerahkan pengaturan-pengaturan lebih lanjut sebagai
penyelenggaraan aturan pokok itu dengan hukum dalam tingkat yang
lebih rendah, yang lebkih nmudah membuat dan merubahnya, jika
dibanding dengan undang-undang;
• ALINEA PERTAMA:
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan
dan perikeadilan”.
Alinea Pertama ini setidak-tidaknya mengandung makna 3 (tiga) hal ssebagai berikut:
(1) menunjukan keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi masalah
kemerdekaan melawan penjajahan.Dengan pernyataan itu, bangsa Indonesia bukan saja
bertekad untuk merdeka, tetapi bangsa Indonesia akan tetap berdiri di barisan paling
depan untuk menentang dan menghapuskan penjajahan di atas dunia;
(2) mengungkapkan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai dengan
perikema nusiaan da n perikeadilan, dan oleh karenanya harus ditentang dan dihapuskan
agar semua bangsa di dunia dapat menjalankan hak kemerdekaannya yang merupakan
hak asasinya. Ini adalah merupakan moral luhur dari pernyataan kemerdekaan
Indonesia;
(3) mengandung pula penyataan subyektif, yaitu menunjukkan aspirasi bangsa Indonesia
sendiri untuk membebaskan diri dari penjajahan.
Jadi, dalil tersebut meletakkan tugas kewajiban kepada bangsa dan pemerintah
Indonesia untuk senantiasa berjuang melawan setiap bentuk penjajahan dan mendukung
kemerdekaan setiap bangsa, sehingga ini men jadikan landasan pokok dalam
mengendalikan poliotik luar negeri bangsa Indonesia.
(Bersambung……….)
MEMAHAMI MAKNA
PEMBUKAAN UUD 1945 BAGI PERJUANGAN
BANGSA INDONESIA
(Tinjauan Aksiologi)
• Kalau UUD 1945 merupakan sumber hukum tertinggi dari hukum yang
berlaku di Indonesia, maka Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber
motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia, yang
merupakan “sumber dari cita hukum dan cita moral yang ingin
ditegakkan, baik dalam lkingkungan nasional, maupun dalam hubungan
pergaulan bangsa-bangsa di dunia”.
• ALINEA KEDUA:
“Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur”.
• Alinea kedua ini menunjukkan kebanggaan dan penghargaan kita atas perjuangan bangsa
Indonesia selama itu. Hal itu juga berarti adanya kesadaran bahwa keadaan sekarang
tidak dapart dipisahkan dari keadaan kemarin dan langkah yang kita ambil sekarang,
akan menentukan keadaan yang akan datang.
• Dalam alinea kadua ini jelas apa yang dikehendaki atau diharapkan oleh para
“pengantar” klemerdekaan, ialah Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur. Nilai-nilai inilah yang selalu menjiwai segenap bangsa Indonesia dan
terusa berusaha untuk mewujudkannya.
• Dalam alinea kedua ini menunjukikan adanya ketepatan dan ketajaman penilaian,
setidaknya dalam 3 (tiga) hal sbb:
(1) bahwa perjuangan pergerakan di Indonesia telah sampai pada tingkat yang
menentukan;
(2) bahwa momentum yang telah dicapai tsb harus dimanfaatkan un tuk menyatakan
kemerdekaan;
(3) bahwa kemerdekaan tsb bukan merupakan tujuan akhir, tetapi masih harus diisi
dengan mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur.
MEMAHAMI
ALINEA-ALINEA UUD 1945
(Sambungan ………)
• ALINEA KETIGA:
“Atas berkat Rachmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan diorongkan oleh
keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.
Kalimat ini bukan saja menegaskan lagi apa yang menjadi motivasi riil dan
materiil bangsa Indonesia untuk menyatakan kemerdekaannya, tetapi juga
menjadi keyakinan/kepercayaannya, menjadi motivasi spiritualnya, b ahwa
maksud dan tindakannya menyatakan kemerdekaan itu diberkati oleh Tuhan Yang
Maha Kuasa.
Dengan ini digambarkan bahwa bangsa Indonesia mendambakan kehidupan yanag
berkesimbangan, keseimbangan kehidupan matiriil dan spiritual, keseimbangan
kehidupan di dunia dan di akhirat.
• Rumusan alinea keempat yang panjang dan padat ini, bisa disimpulkan
bahwa alinea keempat itu menegaskan hal-hal sebagai berikut:
(1) Negara Indonesia mempunyai fungsi yang sekaligus menjadi
tujuannya, yaitu: a. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia; b. memajukan kesejahteraan umum; c.
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan e. ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial;
(2) Negara Indonesia berbentuk Republik dan berkedaulatan Rakyat;
(3) Negara Indonesia mempunyai dasar falsafah Pancasila, yaitu:a.
Ketuhanan Yang Maha Esa, b. Kemanusiaan yang adil dan beradab, c.
Persatuan Indonesia, d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam pemusyawaratan/perwakilan dan e. Keadilan Sosial
bagi seluruh Rakyat Indonesia.
MEMAHAMI MAKNA
ALINEA-ALINEA UUD 1945
(Sambungan …………)
• ALINEA KEEMPAT:
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesioa
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indinesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan
Yang Maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia”.
• Terdapat 7 buah Kunci Pokok tentang Sistem Pemerintahan Negara yang dengan
jelas dan sistimatis diuraikan dalam Penjelasan UUD-1945, sbb:
(1) Indonesia ialah Negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat).
Ini mengandung arti bahwa negara, termasuk Pemerintah dan lembaga-lembaga
negara lainnya, dalam melakukan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum,
atau harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Tekanan pada hukum
(recht) disini, dihadapkan sebagai lawan dari kekuasaan (macht).
Prinsip dari sistem ini, disamping akan tampak dalam rumusan pasal-pasalnya,
jelas sejalan dan merupakan pelaksanaan dari Pokok-Pokok Pikiran yang
terkandung dalam Pembukaan UUD-1945 yang diwujudkan oleh cita-cita hukum
(Rechtsidee) yang menjiwai UUD-1945 dan hukum dasar yang tidak tertulis.
Sesuai dengan semangat dan ketegasan dalam Pembukaan UUD-1945, jelas
bahwa negara hukum yang dimaksud, bukanlah sekedar negara hukum dalam arti
formal, tetapi juga dalam arti luas (material).
Dengan landasan sebagai negara hukum dalam arti formal dan material, maka
setiap tindakan negara harus mempertimbangkan dua kepentingan, yaitu landasan
hukum dalam arti rechtsmatiheid (dasar hukumnya dalam arti formil), dan
landasan hukum dalam arti doelmatigheid (kemanfaatannya) atau untuk
tercapainya tujuan, dimana negara bukan saja “melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, melainkan juga harus memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa”.
SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA RI
MENURUT UUD-1945
(Sambungan …….)
(Bersambung………..)
SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA RI
MENURUT UUD-1945
(Sambungan………….)
(Bersambung………..)
SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA RI
MENURUT UUD-1945
(Sambungan……….)
(Bersambung……..)
SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA RI
MENURUT UUD-1945
(Sambungan………)
• Kunci sistem ini: --Kekuasaan Presiden tidak tak terbatas--, ditegaskan lagi
disamping sudah tegas dalam Kunci Sisten yang ke-2, bahwa sistem
pemerintahan negara Indonesia adalah sistem Pemerintahan Konstitusional,
bukan bersifat “absolut”, dengan menunjukan peranan/fungsi Dewan
Perwakilan Rakyat dan fungsi/peranan para Menteri sebagai Pembantu
Presiden, yang dapat mencegah kemungkinan kekuasaan pemerintahan di
tangan Presiden kearah “kekuasaan mutlak” (absoluitisme).
KEDUDUKAN
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
(Tinjauan Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi)
• Menurut Pasal 2 ayat (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih
melalui pemilihan umum, dan diatur lebih lanjut dengan UU;
• Apa dampak ekologis terhadap penyelenggraan pemerintahan negara, dengan dirubahnya status
Majelis Permusyawaratan Rakyat?
(1) MPR tidak lagi menjadi pemegang kekuasaan tertinggi negara,kedudukannya sama dengan
lembaga2 negara lainnya, dan tidak lagi sebagai Pemegang Kedaulaan Rakyat sebagai
penjelmaan seluruh rakyat Indonesia;
(2) Terdapat kekosongan (vaccuum) dalam menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara,
sebab MPR tidak lagi sebagai lembaga negara tertinggi yang berfwenang menetapkan GBHN;
(3) Karena MPR tidak lagi menjadi lembaga negara tertinggi, maka tidak berwenang untuk
mengharuskan Presiden menjalankan GBHN;
(4) Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat, dan tidak lagi diangkat oleh MPR, maka
Presiden tidak tunduk dan tidak bertanggung jawab kepada MPR, sedangkan MPR hanya
berwenang memberhentikan dalam masa jabatannya,karena alasan2 sebaai terurai dalam Pasal
7A UUD-1945;
(5) Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat, setelah empat kali perubahan UUD, secara
konstitutional tidak jelas lagi kepada siapa Presiden bertanggung-jawab dan bagaimana proses
pertanggungjawaban tsb. Karena ia (Presiden) tidak lagi sebagai “mandataris” MPR dan tidak
wajib menjalankan ketetapan2 MPR;
(6) Kalau sebelum perubahan UUD-1945, kedudukan Presiden tidak “neben” melainkan
“untergeordnet” kepada MPR, sekarang tidak jelas lagi, karena tidak secara eksplisit
ditegaskan dalam Pasal-pasal UUD-1945 tsb.
(7) Dalam kedudukan Presiden dan MPR seperti itu, pertanyaannya: Atas dasar apa Presiden
menjalankan kekuasaan pemerintahan menurut UUD, dan kepada siapa, serta bagaimana proses
pertanggungjawaban itu?