Anda di halaman 1dari 14

PEMBAHARUAN HUKUM

PIDANA
KELOMPOK 5

M. ISBAH A.M. (1830104223)


MUHAMMAD AKMAL ICHSAN (1830104230)
M. IRVAN KURNIAWAN (1830104233)
WINDI ANGGRAINI (1830104263)
PUTRI MARYANI (1830104243)
TRI SUCI WAHYUNI (1830104258)
NETA PAREZA (1830104236)
SUCI ASIH PUSPA SARI (1830104255)
DWIYANTY (1810104015)
Pembaharuan hukum pidana bersifat menyeluruh
(komprehensif) yang meliputi hukum pidana
matril (subtantif), hukum pidana formal
(procedural, hukum acara pidana), dan hukum
pelaksanaan pidana.
Usaha pembaharuan hukum pidana sudah
dimulai sejak 17 Agustus 1945 di Jakarta. Pada
pasal dua aturan pemeliharaan dikatakan bahwa
”Segala badan Negara dan peraturan yang ada
masih berlaku, selama belum diadakanya yang
baru menurut Undang-Undang dasar ini”.
Pada era reformasi ini, ada tiga faktor tatanan
hukum pidana positif yang sangat mendesak dan
harus segera diperbarui:

 Hukum pidana positif untuk mengatur aspek


kehidupan masyarakat sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan zaman.
 Sebagian ketentuan hukum pidana positif tidak
sejalan lagi dengan semangat reformasi yang
menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan, keadilan,
kemandiriaan, ham, dan demokrasi.

 Penerapan ketentuan hukum pidana positif


menimbulkan ketidakadilan terhadap rakyat,
khususnya para aktivis politik, ham, dan
kehidupan demokrasi di negeri ini.
PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

Di dasarkan pada alasan-alasan sebagai berikut:

 KUHP dipandang tidak lagi sesuai dengan dinamika


perkembangan hukum pidana nasional Indonesia.
 Perkembangan Hukum Pidana diluar KUHP, baik
berupa hukum pidana khusus maupun hukum pidana
administrasi telah menggeser keberadaan system
hukum pidana dalam KUHP.
 Dalam beberapa hal telah juga terjadi duplikasi
norma hukum pidana antara norma hukum pidana
dalam KUHP dengan norma hukum pidana dalam
undang-undang di luar KUHP.
TIGA PILAR PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA

1.Tindak Pidana
(Criminal Act)

2.Pertanggungjawaban Pidana
(Criminal Responsibility)

3.Pidana dan Pemidanaan


(Punishment and Treatment System)
TINDAK PIDANA
(CRIMINAL ACT)

RUU KUHP telah merumuskan Tindak Pidana


sebagai “perbuatan melakukan atau tidak melakukan
sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan
diancam pidana”.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA
(CRIMINAL RESPONSIBILITY)

RUU KUHP pada dasarnya mensyaratkan


“kesengajaan” sebagai bentuk pertanggungjawaban
pidana, hanya dalam hal tertentu dimana undang-
undang secara tegas menyatakan bahwa suatu tindak
pidana dapat dipidana sekalipun hanya dilakukan
dengan “kealpaan”.
Ditegaskannya bahwa pertanggungjawaban pidana
dalam bentuk “kealpaan” hanyalah bila dinyatakan
secara tegas dalam undangundang, akan
berpengaruh terhadap penegakan tindak pidana
korupsi.

Namun hal ini tidak berarti negative karena pidana


tidak pernah dimaksudkan untuk menghukum
mereka yang tidak berhati jahat.
PIDANA DAN PEMIDANAAN
(PUNISHMENT AND TREATMENT SYSTEM)

RUU KUHP mengatur ancaman maksimum bagi


pelaku suatu “percobaan tindak pidana” dengan
maksimum satu perdua (1/2) dari maksimum pidana
yang dapat dijatuhkan bilamana tindak pidana
tersebut merupakan tindak pidana yang selesai.
Berkaitan dengan pemidanaan perlu dicermati
tentang diaturnya beberapa ketentuan pemidanaan
yang rawan terhadap adanya penyalahgunaan, baik
dalam kaitan dengan penegakan tindak pidana pada
umumnya ataupun secara khusus dalam penegakan
tindak pidana korupsi.
MOKASEH

Anda mungkin juga menyukai