Anda di halaman 1dari 47

Fraktur

Anatomi dan Fisiologi

 Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan,
dan otot menyusun kurang lebih 50% kesehatan dan baiknya fungsi sistem
musculoskeletal sangat tergantung pada sistem tubuh yang lain.
 Struktur tulang memberi perlindugan terhadap organ vital, termasuk otak,
jantung dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk
menyangga struktur tubuh.
 Matriks tulang menyimpan kalsium, fosfor, magnesium, dan fluor. Lebih dari
99% kalsium tubuh terdapat di dalam tuulang.
 Sumsum tulang merah yang terletak dalam tulang menghasilkan sel dalam
merah dan putih dalam proses yang dinamakan hematopoiesis.
 Kontraksi otot menghasilkan suatu usaha mekanik untuk gerakan maupun
produksi panas untuk mempertahankan temeperature tubuh.
 Tulang terbagi dalam 4 kategori :
1. Tulang Panjang (misal Femur)
2. Tulang Pendek (misal tulang tarsalia)
3. Tulang Pipih (misal sternum)
4. Tulang Tidak teratur (Misal vertebra)
 Tulang tersusun oleh jaringan tulang konselur (trabecular/spongius) atau kortikal
(kompak), tulang panjang (misal femur berbentuk seperti tungkai/ batang panjang
dengan ujung yang membalut) ujung tulang panjang di tutup oleh kartilago
articular pada sendi sedninya. Tulang panjang disuse untuk menyangga berat
badan dan gerakan.
 Tulang pendek (misal metacarpal) terdiri dari tulang konselus di tutupi selapis
tulang kompak. Tulang pipih (misal sternum) merupakan tempat penting untuk
hematopoiesis dan sering memberikan perlindungan bagi organ vital. Tulang tak
teratur (misal vertebra) mempunyai bentuk yang unik sesuai dengan fungsinya.
Osteoblast berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matrik
tulang dan terletak dalam osteon (unit atrik tulang). Osteoclast adalah sel multi
nuklea atau berinti banyak yang berperan dalam penghancuran dan resorbsi
tulang panjang dan rongga rongga dalam tulang konselus.
 Tibia atau tulang kering merupakan kerangga yang utama dari tungkai bawah
dan terletak medial dan fibula/ tulang betis : tibia adalah tulang pipa dengan
batang dan dua ujung.
 Ujung atas memperlihatkan adanya kondil medial dan kondil lateral, kondil
lateral memperlihatkan posterior sebuah faset untuk persendian dengan
kepala fibula pada sendi fibio-fibular superior, tuberkel dan fibia ada di sebelah
depan denga tepat dibawah kondil-kondil ini, bagian depan member kaitan
kepada tendon dari insersi otor ekstensor kwadrisep.
 Batang dalam irisan melintang bentuknya segitiga, sisi anteriornya paling
menjulang dan sepertiga sebelah tegah, terletak subkutan bagian ini
membentuk krista tibia.
 Ujung bawah masuk dalam formasi persendian mata kaki, tulangnya sedikit
dan kebawah sebelah medial menjulang menjadi malleolus medial atau
malleolus tibia. Fibula/ tulang betis adalah tulang sebelah lateral tungkai
bawah tulang itu adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung.
 Ujung atas berbentuk kepala dan bersendi dengan bagian belakang luar dari
tibia, tetapi tidak masuk dalam formasi sendi lutut.
 Batangnya ramping dan terbenam dalam otot tungkai dan memberi banyak
kaitan.
 Ujung bawah sebelah bawah lebih memanjang menjadi malleolus lateralis/
malleolus fibula.
Definisi

 Farktur adalah patah tulang, biasanya disebebkan


oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut
dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan
lunak disekitar tulang akan mentukan apakah fraktur
yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (price &
Wilson, 2006)
 Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal
dari suatu tulang. Jika terjadi fraktur, maka jaringan
lunak disekitarnya juga sering kali terganggu.
Etiologi
 Traumatic : Gaya langsung seperti saat sebuah benda
bergerak menghantam suatu area tubuh diatas
tulang, Gaya tidak langsung seperti ketika suatu
kontraksi kuat dari otot yang menekan tulang.
 Patologis : Terjadi karena adanya kelainan/penyakit
yang menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi,
tumor, kelainan bawaan) dan dapat terjadi karena
trauma ringan
 Stress : Terjadi karena adanya stress yang kecil dan
berulang-ulang pada daerah tulang yang menopang
berat badan. Fraktur stress jarang di temukan pada
extremitas atas
Klasifikasi
Klasifikasi klinis
1. Fraktur tertutup (simple fraktur), bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka ( compound fraktur). Bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia lua.
Karena adanya perlukaan dikuli.
3. Fraktur dengan komplikasi, missal malunion,
delayed, union, nonunion, infeksi tulang
Klasifikasi radiologi
1. Lokalisasi : diafisal,metafisial, intra-artikuler, fraktur
dengan dislokasi.
2. Konfigurasi : F.transfersal, F.oblik, F.s[iral, F.z,
F.segmental, F.komunitif ( lebih dari deaf ragemen),
F.baji biasa pada vertebra karena trauma, F.avulse,
F.depresi, F.pecah, F.epifisis
3. Menurut ekstensi : F,total. F,tidak total, F.buckle atau
torus , F.garis rambut, F.green sick
4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen
lainnya, tidak bergeser, bergeser ( bersampingan,
angulasi, rotasi, distraksi, over-ridding, impaksi)
Fraktur terbuka dibagi atas 3
derajat (menurut R. Gustino),
yaitu :
Derajat 1 :
1. Luka < 1 cm Derajat 2
Derajat 3
2. Kerusakan jaringan 1. Laserasi > 1 cm
Terjadi kerusakan
lunak sedikit, tidak 2. Kerusakan jaringan jaringan lunak yang
ada tanda luka remuk lunak, tidak luas, luas meliputi struktur
3. Fraktur sederhana, flip/avulsi kulit, otot dan
transfersal, atau 3. Fraktur komunitif neurovaskuler serta
kominitif ringan. sedang kontaminasi derajat
tinggi.
4. Kontaminasi 4. Kontaminasi sedang
minimal
Fraktur dapat dikategorikan berdasarkan

1. Jumlah garis 2. Luas garis fraktur 3. Bentuk fragmen

• Simple fraktur : • a. Fraktur inkomplit : • Green stick : retak


terdapat satu garis tulang tidak pada sebelah sisi
fraktur terpotong secara dari tulang (sering
• Multiple fraktur : total pada anak-anak)
lebih dari satu garis • b. Fraktur komplikasi • Fraktur transversal :
• Comminutive : tulang terpotong fraktur fragmen
fraktur : lebih total melintang
banyak garis fraktur • c. Hair line fraktur : • Fraktur obligue :
dan patah menjadi garis fraktur tidak fraktur fragmen
fragmen kecil. tampak Bentuk miring
fragmen. • Fraktur spiral :
fraktur fragmen
melingkar.
Manifestasi Klinis
Pengkajian fisik dapat menemukan beberapa hal berikut
a. Deforitas. Pembengkakan dari perdarahan local dpat menyebebkan deformitas
pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai,
deformitas rotasional, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur
dapat memiliki deformitas yang nyata.
b. Pembengkakan. Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi
cairan serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah kejaringan sekitar.
c. Memar (Ekimosis). Mmear terjadi karena perdarah subkutan pada lokasi
fraktur.
d. Spasme Otot. Sering mengiringi fraktur, spasme otot infoluntar sebenarnya
berfungsi sebagai bidai alami untuk menurangi gerakan lebih lanjut dari fragmen
fraktur.
e. Nyeri. Jika klien secara neorologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi
fraktur intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing masing
klien. Nyeri biasanya terus-menerus, meningkat jika fraktur tidak di imobilisasi.
Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan, atau
cedera pada struktur sekitarnya.
f. Ketegangan. Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh
cedera yang terjadi.
g. Kehilangan Fungsi. Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang
disebabkan fraktur atau karena hilangnya fungsi pengungkit-lengan
pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi dar
cedera syaraf.
h. Gerakan abnormal dan krepitasi. Manifestasi ini terjadi
karena gerakan dari baian tengah tulang atau gesekan atar
fragmen fraktur yang menciptakan sensasi dan suara deritan.
i. Perubahan neurovascular. Cidera neurovascular terjadi akibat
kerusakan syaraf perifer atau struktur vaskulra yang terkait. Klien
dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan atau tidak teraba
nadi pada daerah distal dari fraktur.
j. Syok. Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah.
Perdarahan besar atau tersembunyi dapat menyebabkan syok.
Patofisiologi
Keparaha dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan
fraktur. Jika ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka
tulang mungkin hanya retak saja dan buka patah. Jika gayanya sangat
ekstrem, seperti tabrakan mobil, maka tulang dapat pecah berkeping. Saat
terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang dapat terganggu.

Otot dapat mengalami spasmen dan menarik fragmen. Fraktur keluar


posisi. Kelompok otot yang besar dapat dapat menciptakan spasmen yang
kuat dan bahkan mampu menggeser tulang besar, seperti femur. Walaupun
bagian proksimal dari tulang patah tetap pada tempatnya, namun bagian
distal dapat bergeser karena gaya penyebab patah maupun spasmen pada
otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat bergeser kesamping, pada suatu
sudut (membentuk sudut), atau menimpa segmen tulang lain. Fragmen
juga dapat berotasi atau pindah.
Selain itu, poriosteum dan pembuluh darahdi korteks serta
sumsum tulang belakang yang patah juga teranggu. Sering
cidera jaringan lunak. Perdarahan terjadi karena cidera
jaringan lunak atau cidera pada tulang itu sendiri. Pada
saluran susum (medula), hematoma terjadi diantara fragmen-
fragmen tulang dan dibawah periosteum.

Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan


menciptakan respon peradangan yang hebat. Akan terjadi
vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, eksudasi
plasma dan leukosit, serta infiltrasi sel darah putih. Respons
patofisiologi ini juga merupakan tahap awal dari
Pemeriksaan Penunjang

1. X-Ray : Menentukan lokasi/luasnya fraktur


2. Scan tulang : Memperlihatkan fraktur lebih jelas,
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram : Untuk memastikan ada tidaknya kerusakan pada
vaskuler
4. Hitung darah lengkap : Hemokonsentrasi mungkin meningkat,
menurun pada perdarahan, peningkatan leukosit sebagai respon
terhadap peradangan
5. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin
untuk klirens ginjal
6. Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan
darah, transfusi atau cidera hati.
Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan fraktur meliputi reduksi,


imobilisasi, dan pengambilan fungsi serta kekuatan normal
dengan rehabilitasi (Brunner dan Suddarth, 2002).

Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada


kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode untuk mencapai
reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi
terbuka. Metode yang dipilih untuk mereduksi fraktur bergantung
pada sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup
dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang
ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya
traksi dapat dilakukan untuk mendapatkan efek
reduksi dan imobilisasi.

Beratnya traksi dapat disesuaikan dengan


spasme otot yang terjadi.

Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi


terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang
di reduksi.
Alat fiksasi interna dalam bentuk :

 Pin

 Kawat

 Skrup

 Plat

 Paku/ batang logam

Dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen


tulang dalam posisinya sampai penyembuhan
tulang solid terjadi.
Alat fiksasi eksterna dalam bentuk :

 Pembalutan

 Gips

 Bidai

 Traksi kontin

 Pin

 Teknik gips
Setelah fraktur di reduksi yaitu mengimobilisasi
dan mempertahankan fragmen tulang dalam posisi
dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan.

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi


interna dan fiksasi eksterna.
Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang, dapat
dilakukan dengan reduksi dan imobilisasi.
Pantau status neurovaskuler, latihan isometrik, dan memotivasi klien
untuk berpartisipasi dalam memperbaiki kemandirian dan harga diri
(Brunner dan Suddarth, 2005)
Prinsip dengan fraktur dikenal
dengan 4R
• Menyangkut diagnosis fraktur pada
Rekoginisi tempat kejadian dan kemudian di
rumah sakit.
• Usaha dan tindakan memanipulasi
fragmen-fragmen tulang yang patah
Reduksi
sedapat mungkin untuk kembali seperti
letak asalnya.
• Aturan umum dalam pemasangan gips,
yang dipasang untuk mempertahankan
Retensi
reduksi harus melewati sendi di atas
fraktur dan dibawah fraktur
• Pengobatan dan penyembuhan fraktur
Rehabilitasi
(Price,2006)
Penatalaksanaan perawat menurut Mansjoer (2003), meliputi :
a. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan
penuruna kesadaran, baru periksa patah tulang.
b. Atur posisi, tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman,
mencegah komplikasi.
c. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam
secara dini, dan pemantauan neurocirculatory pada
daerah yang cedera adalah :
 Merabah lokasi apakah masih hangat
 Observasi warna
 Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali
kapiler
 Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang
sensasi pada lokasi cedera
 Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan
rasa sensasi nyeri
 Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakkan
d) Pertahankan kekuatan dan pergerakan

e) Mempertahankan kekuatan kulit

f) Meningkatkan gizi, makan-makanan yang tinggi


serat anjurkan intake protein 150-300 gr/hari

g) Mempertahankan imobilisasi fraktur yang telah


di reduksi dengan tujuan untuk
mempertahankan fragmen yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai
sembuh.
Tahap-tahap penyembuhan fraktur menurut Brunner dan
Suddarth (2005) :

1. Inflamasi, tubuh berespon pada tempat cedera terjadi


hematom

2. Proliferasi sel, terbentuknya barang-barang fibrin sehingga


terjadi revaskularisasi

3. Pembentukan kalus, jaringan fibrus yang menghubungkan


efek tulang

4. Opsifikasi, merupakan proses penyembuhan pengambilan


jaringan yang mati dan reorganisasi
Fase Hematoma

Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka

pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam sistem

havers mengalami robekan dan akan membentuk hematoma

di kedua sisi fraktu.

Hematoma yang bear akan diliputi periosteum.

Periosterum akan terdorong dan dapat mengalami robekan

akibat tekanan hematoma sehingga terjadi ekstravasasi darah

ke dalam jaringan lunak. Osteosit di daerah fraktur akan

kehilangan dara dan mati pada sisi-sisi fraktur setelah trauma


Fase Proliferasi Seluler Subperiosteal Dan Endosteal

Proses penyembuhan fraktur karena sel-sel osteogenik yang


berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna dan
dari endosteum membentuk kalusinterna sebagai aktivasi seluler
dalam kanalis medularis. Robekan yang hebat dari periosteum akan
meyebabkan penyembuhan sel dari diferensiasi sel-sel mesenkimal
yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak.

Pada tahap awal penyembuhan gterjadi pertambahan sel-sel


osteogenik. Setelah beberapa minggu, kjalis dari fraktur membentuk
suatu masa yang meliputi jaringan osteogenik (belum mengandung
tulang, sehingga apabila difoto rotgen akan tampak radioliusen)
Fase Pembentukan Kalus

Sel yang berkembang biak memiliki potensi kondrogenik

dan osteogenik yang apabila berada dalam keadaan yang

tepat akan membentuk tulang sejati dan kadang tulang

kartilago. Tempat osteoblasdiduduki oleh matriks interseluler

kolagen dan perletakan polisakarida oleh garam-garam

kalsium membentuk suatu tulang imatur yang disebut woven

bone.

Tulang fibrosa yang imatur menjadi lebih padat, gerakan

pada tempat fraktur semakin berkurang. 4 minggu cedera

fraktur menyatu. Pada pemeriksaan radiologis, woven bone

terlihat, merurupakan indikasi radiologi pertama terjadinya


Fase Konsolidasi

Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara


perlahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh
aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamerlar dan
kelebihan kalus akan di resopsi secara bertahap

Fase Remodelling

Terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses


osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna perlahan-lahan
menghilang. Kalus intermediate berubah menjadi tulang
Komplikasi
 Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin
pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

b. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang
tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan
sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya
menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya mencakup rasa
sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan
dengan tekanan yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan
perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini
terjadi lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta
(radius atau ulna).
c. Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan
kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung
lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan
yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan
dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh darah
pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari
sindrom emboli lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam
status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor),
tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit
(superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis
tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang
kurang baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur
intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala
femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai
darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang
terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak
akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari rumah
sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal
yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya
melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang
menetap pada saat menahan beban
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa
menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya
terjadi pada fraktur.
g. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup
sumsum dan korteks tulang dapat berupa exogenous
(infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous
(infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat
masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau
selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang,
fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi
karena trauma dan fraktur – fraktur dengan sindrom
kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko
osteomyelitis yang lebih besar
 Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi
sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk
menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah
ke tulang.
b. Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan
fibrosa. Kadang – kadang dapat terbentuk sendi palsu pada
tempat ini. Faktor – faktor yang dapat menyebabkan non
union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan
lunak, pemisahan lebar dari fragmen contohnya patella dan
fraktur yang bersifat patologis.
c. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk
menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran.
Asuhan Keperawatan
Data subjektif Data objektif
1. Klien mengatakan sakitnya karena 1. Tingkat kesadaran compos mentis
kecelakaan ditabrak motor 2. Tanda-tanda vital
2. Saat kecelakaan klien menyatakan a. TD : 100/60 mmHg
sadar akan kejadian dan tungkai b. RR : 20x/menit
sinistra sakit untuk digerakan c. HR ; 112x/menit
d. T : 37,0OC
3. Palpasi daerah fraktur ada bagian tulang yang menonjol dan ada
krepitus di femur sinistra
4. Tulang keluar dari permukaan kulit
5. Perdarahan
6. Hasil pemeriksaan laboratorium
a. Hb : 12 gr/dl
b. Ht : 40%
c. Leukosit : 12.000
d. GDS : 125
7. Hasil rontgen femur sinistra fraktur kominutif
8. Tindakan sementara klien terpasang spalk dan akan direncanakan
dilakukan ORIF
9. Klien terpasang infus RL 28 tts/mnt
10. Mendapat antibiotik cefizox 1 gr/IV
11. Klien dirawat dengan keluhan patah tulang pada femur sinistra dan
luka terbuka sehingga tulang keluar dari kulit, nyeri hebat dan
perdaharan.
No Analisa Data Etiologi Masalah
1. Ds: Agens cedera fisik Nyeri akut
• Klien mengatakan sakitnya karena kecelakaan ditabrak motor
• Saat kecelakaan klien mengatakan sadar akan kejadian dan tungkai sinistra sakit untuk digerakan
Do:
• Tingkat kesadaran composmentis
• Tanda-tanda vital
a. TD : 100/60 mmHg
b. HR : 112x/menit
c. RR : 20x/menit
d. Suhu : 37,00C
• Palpasi daerah fraktur aada bagian tulang yang menonjol dan ada krepitus di femur sinistra
• Tulang keluar dari permukaan kulit
• Perdarahan
• Hasil pemeriksaan laboratorium
a. Hb : 12 gr/dl
b. Ht : 40%
c. Leukosit : 12.000
d. GDS : 125
• Hasil rontgen femur sinistra fraktur kominutif
• Tindakan sementara klien terpasang spalk dan akan direncanakan dilakukan ORIF
• Klien terpasang infus RL 28tts/menit
• Mendapat antibiotik cefizok 1 gr/dl
• Klien dirawat dengan keluhan patah tulang pada femur sinistra dan luka terbuka sehingga tulang keluar
dari kulit, nyeri hebat, dan perdarahan
2. Ds: Kerusaka Hambatan
 Saat kecelakaan klien menyatakan sadar akan n mobilitas
kejadian dan tungkai sinistra sakit untuk integritas fisik
digerakan stuktur
Do: tulang
 Tingkat kesadaran composmentis
 Palpasi daerah fraktur ada bagian tulang yang
menonjol dan ada krepitus di femur sinistra
 Tulang keluar dari permukaan kulit
 Hasil rontgen femur sinistra fraktur kominutif
 Tanda-tanda vital
TD : 100/60 mmHg
HR : 112x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 37,00C
3. Ds: - Prosedur Resiko
Do: invasif infeksi
 Tingkat kesadaran composmentis
 Palpasi daerah fraktur ada bagian tulang yang
menonjol dan ada krepitus di femur sinistra
 Tulang keluar dari permukaan kulit
 Perdarahan
 Tindakan sementara klien terpasang spalk dan
akan direncanakan dilakukan ORIF
 Klien terpasang inful RL 28tts/menit
 Klien dirawat dengan keluhan patah tulang pada
femur sinistra dan luka terbuka sehingga tulang
keluar dari kulit, nyeri hebat dan perdarahan
 Tanda-tanda vital
TD : 100/60 mmHg
HR : 112x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 37,0o C
4. Ds: - Hipovolemi Resiko syok
Do: a
 Tingkat kesadaran composmetis
 Perdarahan
 Tanda-tanda vital
HR : 112x/menit
RR : 20x/menit
Suhu ; 37,00C
 Hasil laboratorium
Hb : 12 gr/dl
Ht : 40%
Leukosit : 12.000
GDS : 125
 Klien terpasang infus RL 28tts/menit
 Mendapat antibiotik cefizox 1 gr/dl
 Klien dirawat dengan keluhan patah tulang pada
femur sinistra dan luka terbuka sehingga tulang
keluar dari kulit, nyeri hebat dan perdarahan
 
5. Ds: - Penurunan Ketidakefe
Do: suplai ktifan
Tingkat kedasaran composmentis
Tulang keluar dari permukaan kulit darah ke perfusi
Perdarahan jaringan jaringan
Hasil rontgen femur sinistra perifer
fraktur kominutif
Tindakan sementara klien
terpasang spalk dan akan
direncanakan dilakuakan ORIF
Klien terpasang infus RL
28tts/menit
Tanda-tanda vital
TD : 100/60 mmHg
HR : 112x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 37.00 C
No Diagnosa keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera


fisik

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan


kerusakan integritas struktur tulang
3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur
invasif

4. Resiko syok berhubungan dengan hipovolemia


No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Dx
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Lakukan pengkajian nyeri secara
selama 3x24 jam, nyeri akut dapat komprehensif termasuk lokasi,
teratasi dengan kriteria hasil: karakteristik, dursi, frekuensi, kualitas
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu dan faktor presipitasi
penyebab nyeri, mampu b. Observasi reaksi non-verbl dari
menggunakan tehnik nonfarmakologi ketidaknyaman
untuk mengurangi nyeri, mencari c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
bantuan) untuk mengetahui pangalaman nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang pasien
dengan menggunakan manajemen d. Kontrol lingkungan yang dapat
nyeri mempengaruhi nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, e. Observasi tanda-tanda vital
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) f. Observasi keadaan umum pasien
4. Menyatakan rasa nyaman setelah g. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
nyeri berkurang h. Ajarkan teknik relaksasi
  i. Kolaborasi dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak
2. Setelah dilakukan tindakan a. Monitor tanda-tanda vital
keperawatan selama 3x24 b. Observasi keadaan umum
jam, hambatan mobilitas pasien
fisik dapat teratasi dengan c. Ajarkan pasien tentang
kriteria hasil: teknik ambulasi
1. Klien meningkat dalam d. Kaji kemampuan pasien
aktivitas fisik dalam mobilisasi
2. Mengerti tujuan dan e. Latih sesuai dalam
peningkatan mobilitas pemenuhan kebutuhan
3. Memverbalisasikan ADLs secara mandiri
perasaan dalam sesuai kemampuan
meningkatkan kekuatan f. Bantu klien untuk
dan kemampuan menggunakan tongkat
berpindah saat berjalan dan cegah
4. Memperagakan terhadap cedera
3. Setelah dilakukan tindakan a. Cuci tangan sebelum dan
keperawatan selama 3x24 sesudah tindakan
jam, resiko infeksi dapat keperawatan
teratasi dengan kriteria b. Monitor kerentanan
hasil: terhadap infeksi
1. Klien bebas dari tanda c. Batasi pengunjung bila
dan gejala infeksi perlu
2. Mendeskripsikan proses d. Instruksikan pada
penularan penyakit, pengunjung untuk mencuci
faktor yang tangan saat berkunjung
mempengaruhi penularan dan setelah berkunjung
serta meninggalkan pasien
penatalaksanaannya e. Ajarkan pasien dan
3. Menunjukkan keluarga tanda dan gejala
kemampuan untuk infeksi
4. Setelah dilakukan tindakan a. Observasi tanda-tanda
keperawatan selama 3x24 vital
jam, resiko syok dapat b. Observasi keadaan umum
teratasi dengan kriteria: pasien
1. Nadi dalam batas yang c. Pantau nilai laboratorium (
diharapkan Hb, Ht, GDS)
2. Frekuensi nafas dalam d. Monitor tanda dan gejala
batas yang diharapkan awal syok
e.  Ajarkan keluarga dan
pasien tentang tanda dan
gejala datangnya syok
f. Ajarkan keluarga dan
pasien tentang langkah
untuk mengatasi gejala
syok
5. Setelah dilakukan a. Monitor adanya daerah
tindakan keperawatan tertentu yang hanya peka
selama 3x24 jam, terhadap
ketidakefektifan perfusi panas/dingin/tajam/tumpul.
jaringan perifer dapat
teratasi dengan kriteria: b. Monitor adanya paretese.
1. Tekanan systole dan
diastole dalam c. Instruksikan keluarga untuk
rentang yang mengobservasi kulit jika ada
diharapkan. isi atau laserasi.
2. Tidak ada ortostastik
hipertensi . d. Gunakan sarung tangan
3. Tidak ada ortostatik untuk proteksi
hipertensi.
4. Tidak ada tanda- e. Batasi gerakan pada kepala,
tanda peningkatan leher dan punggung.
tekanan
intrakranial(tidak
lebih dari 15 mmHg).
5. Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan.

Anda mungkin juga menyukai