Anda di halaman 1dari 78

TAX PLANNING PPH

21/26

Masodah Wibisono
DEFINISI PPH 21/26
PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain, dengan nama dan
dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan,
jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak
dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-
Undang Pajak Penghasilan.PPh pasal 21 diberlakukan kepada WPOP
sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN), apabila penerima
penghasilan adalah orang pribadi dengan status sebagai Subjek
Pajak Luar Negeri (SPLN) selain BUT (Badan Usaha Tetap), maka
akan dikenai PPh 26.
DEFINISI
Pajak penghasilan (PPh) dikenakan terhadap subjek pa
atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya
dalam tahun pajak.
• PPh dapat dikenakan atas bagian
tahun pajak jika kewajiban subjektif
mulai dari bagian tahun.
• Tahun pajak adalah tahun takwim.
Jika tahun buku tidak sama, dapat
menggunakan tahun buku asalkan
berdurasi 12 bulan.
3
DASAR HUKUM PPH 21/26

PPh Pasal 21 & PPh Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa & kegiatan orang pribadi.
UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan (PPh).PMK No. 250/PMK.03/2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan atau
Biaya Pensiun yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau
Pensiun.
PMK No. 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas
Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
PMK No. 254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan
Pekerjaan Dari Pegawai Harian dan Mingguan, serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang
Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan
PER-Dijen Pajak Nomor: 31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,
Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26
Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi, yang kemudian direvisi
dengan PER-Dirjen Pajak Nomor: 57/PJ/2009.
PER-Dirjen Pajak Nomor: 31/PJ/2009 tentang Pedoman teknis Tata Cara Pemotongan,
Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26
Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Dasar Hukum
Undang – Undang (UU) No. 36 Tahun
2008
Tentang
Perubahan Keempat atas
UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan

• Peraturan Pemerintah (PP)


• Keputusan Presiden (Keppres)
• Peraturan & Keputusan Menkeu (PMK & KMK)
• Peraturan, Keputusan, dan Surat Edaran Dirjen Pa
(PER, KEP, dan SE DJP)
5
PEMOTONGAN PPH 21/26
: // W W W.PA JA K .G O. ID /ID /P P H - PA S A L- 2 1 2 6
HTT P S

Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan,


jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh:
1. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
2. bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
3. dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan
pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun;
4. badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan
pekerjaan bebas; dan
5. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan
pelaksanaan suatu kegiatan.
SUBJEK PAJAK

Landasan Hukum:
Pasal 2 s/ d Pasal 3
UU Pajak Penghasilan

7
SUBJEK PAJAK
Subjek Pajak yang dipotong PPh Pasal 21 atau Pasal 26, atau disebut
Subjek Pemotongan adalah orang pribadi yang menerima atau
memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa
atau legiatan.
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal
26 sesuai Per-Dirjen Pajak No. PER-31/PJ./2012 adalah orang pribadi
yang merupakan:
 Pegawai Penerima uang pesangon pension atau uang manfaat pension,
tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya.
 Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan jasa.
 Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap
sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama.
 Mantan pegawai
 Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan.
Subjek Pajak
Pasal 2 Ayat (1 dan 1a)

Orang Pribadi (OP)


Warisan yang belum terbagi sebagai
satu kesatuan, bersifat
menggantikan yang berhak.
Badan
Bentuk usaha tetap (BUT),
merupakan subyek pajak yang
perlakuan pajaknya dipersamakan
dengan subyek pajak badan. 9
Subjek Pajak
Pasal 2 Ayat (2)

Dalam Negeri Luar Negeri

10
Subjek Pajak Dalam Negeri
Pasal 2 Ayat (3)

Orang Pribadi :
Bertempat tinggal/ berada di Indonesia lebih dari 183
hari dalam 12 bulan; atau
Dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.
Badan:
Didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,
kecuali unit tertentu badan pemerintah yang
memenuhi kriteria:
Pembentukannya berdasarkan peraturan
perundangan.
Pembiayaan bersumber APBN/ APBD.
Penerimaannya dimasukkan dalam APBN/ APBD.
Pembukuannya
Warisan diperiksa oleh aparat
yang belum pengawasan
terbagi:
fungsional negara.
Menggantikan yang berhak. 11
Subjek Pajak Luar Negeri
Pasal 2 Ayat (4)

Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di


Indonesia/ berada di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam 12 bulan.
Badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia.

Menjalankan usaha Menerima atau


atau kegiatan melalui memperoleh
BUT di Indonesia. penghasilan dari
Indonesia bukan dari
menjalankan usaha
12
atau kegiatan melalui
Bentuk Usaha Tetap (1)
Pasal 2 Ayat (5)

Bentuk usaha yang dipergunakan oleh:

Orang pribadi sebagai Badan sebagai


subjek pajak LN subjek pajak LN

Untuk menjalankan usaha


atau kegiatan di Indonesia.
13
Bentuk Usaha Tetap (1)
Pasal 2 Ayat (5)

a. Tempat kedudukan m.Pemberian jasa, sepanjang


manajemen; dilakukan lebih dari 60
b. Cabang perusahaan; (enam puluh) hari dalam
c. Kantor perwakilan; jangka waktu 12 (dua
d. Gedung kantor; belas) bulan;
e. Pabrik; n. Orang atau badan selaku
f. Bengkel; agen yang kedudukannya
g. Gudang; tidak bebas;
h. Ruang untuk promosi dan o. Agen atau pegawai dari
penjualan; perusahan asuransi yang
i. Pertambangan dan tidak didirikan dan
penggalian sumber alam; berkedudukan di Indonesia
j. Wilayah kerja yang menerima premi
pertambangan minyak asuransi atau menanggung
dan gas bumi; risiko di Indonesia; dan
k. Perikanan, peternakan, p. Komputer, agen elektronik, 14
Ilustrasi 2.1 (1) : (Subjek Pajak)
Peraturan
Peraturan perpajakan
perpajakan membedakan
membedakan SubjekSubjek Pajak
Pajak Dalam
Dalam Negeri
Negeri
(SPDN),
(SPDN), Subjek
Subjek Pajak
Pajak Luar
Luar Negeri
Negeri (SPLN),
(SPLN), dan
dan bukan
bukan subjek
subjek pajak.
pajak.
Berikut
Berikut informasi
informasi identitas
identitas orang
orang pribadi
pribadi dan
dan badan.
badan. Bagaimanakah
Bagaimanakah
No Nama
status pajaknya?Tempat Keterangan Status
.status pajaknya?
Tinggal /
Kedudukan
1. Andi Palembang Tinggal dan bekerja di kota kelahiran. SPDN Orang
Pribadi
2. Amir Makassar Sejak 1 April 2012 pindah ke New York, Bukan Subjek
berencana menetap dan bekerja di Pajak
kota tersebut.
3. Ari Medan Berada di Indonesia antara 2 Februari SPDN Orang
2012 – 11 November 2012. Pribadi
4, Alfi Bandung Bekerja selama 1 bulan dan berencana SPDN Orang
menetap. Pribadi
5. Ajeng Washington Pemilik saham satu perusahaan yang SPLN
beroperasi di Indonesia. 15
Ilustrasi 2.1 (2) (Subjek Pajak)
No. Nama Tempat Keterangan Status
Tinggal /
Kedudukan
6. PT. Nusa Jakarta Didirikan di Indonesia oleh WNA. SPDN BUT
7. PT. Buana Medan Berkedudukan di Indonesia, namun SPDN Badan
seluruh penghasilannya bersumber
dari investasi di luar negeri.
8. PT. Kiara Lombok Didirikan di Indonesia, namun SPDN Badan
berencana untuk memindahkan
kedudukan dan operasinya ke luar
negeri.
9. Leipz & Berlin Berkedudukan di luar negeri, namun SPLN
Co. memiliki investasi saham atas satu
perusahaan di Indonesia.
10. Hush & Co London Berkedudukan di luar negeri, dan SPLN
memiliki showroom di Indonesia.
16
Tempat Tinggal/ Kedudukan WP
Pasal 2 Ayat (6)

Tempat Tinggal Tempat Kedudukan


Orang Pribadi Badan

Ditetapkan oleh Dirjen


Pajak

Menurut keadaan yang sebenarnya.

17
Saat Mulai dan Akhir Kewajiban Subjektif (1)
Pasal 2A Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5)

Subjek Pajak Dalam Negeri

Orang Badan Warisan yang


Pribadi belum terbagi
Mulai: Mulai:
Mulai:
Saat didirikan/ Saat timbulnya
- Saat
berkedudukan warisan.
dilahirkan.
- Saat berada di Indonesia.
atau
berniat Berakhir:
tinggal di Saat dibubarkan Berakhir:
Indonesia. atau tidak lagi Saat warisan
berkedudukan selesai
Berakhir: di Indonesia. dibagikan. 18
Saat Mulai dan Akhir Kewajiban Subjektif (2)
Pasal 2A Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5)

Subjek Pajak Luar Negeri


Orang Pribadi Badan

Mulai:
Mulai:
Saat
Saat melakukan usaha/
menerima/memperoleh
kegiatan melalui BUT di
penghasilan dari
Indonesia.
Indonesia.

Berakhir: Berakhir:
Saat tidak lagi menerima/ Saat tidak lagi
memperoleh penghasilan menjalankan usaha
dari Indonesia. melalui BUT di Indonesia.
19
Kewajiban Pajak Subjektif
Pasal 2A Ayat (6)

Kewajiban pajak subjektif


orang pribadi yang
berada atau bertempat
tinggal di Indonesia
Hanya meliputi sebagian
dari tahun pajak

Bagian tahun pajak tersebut menggantikan tahun pajak.

20
Tidak Termasuk Subjek Pajak
Pasal 3

a. Kantor perwakilan negara asing;


b. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat
lain dari negara asing dan orang yang diperbantukan/ yang
bekerja dan bertempat tinggal bersama mereka dengan
syarat :
Bukan warga negara Indonesia; dan
Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut;
serta
Negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal
balik;
c. Organisasi - organisasi internasional, yang ditetapkan
Menkeu, dengan syarat:
Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia selain 21
OBJEK PAJAK
Landasan Hukum:
Pasal 4 s/ d Pasal 15
UU Pajak Penghasilan

22
Definisi Penghasilan
Pasal 4 Ayat (1)

Merupakan setiap tambahan


kemampuan ekonomis yang:
- Diterima atau diperoleh wajib pajak.
- Berasal dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia.
- Dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan wajib
pajak.
Dengan nama dan dalam bentuk
apapun

23
KLASIFIKASI UMUM PENGHASILAN
Penghasilan dari modal berupa
Penghasilan
Penghasilan
harga gerak ataupun lain-
tidak
Penghasilan dari pekerjaan dan
hubunganlain,
gerak, seperti
seperti
kerja
bunga, dividen,
dan pekerjaan
dari usaha dan
royalti, sewa dan keuntungan
bebas seperti gaji, honorarium,
pembebasan
penjualan harga atau utang
hak yang
dan sebagainya.
kegiatan.
tidak dipergunakan untuk
dan usaha.
hadiah.

24
Ketentuan Khusus Atas Penghasilan

 Semua penghasilan digabungkan dalam satu tahun pajak.


 Jika menderita kerugian dikompensasikan dengan
penghasilan lain kecuali kerugian dari luar negeri.
 Untuk penghasilan dikenakan final atau dikecualikan dari
objek pajak tidak boleh digabungkan.

25
Objek Pajak (1)
Pasal 4 Ayat (1)

a. Penggantian atau imbalan berkenaan


dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan
dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
lain dalam UU Pajak Penghasilan;
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau
kegiatan, dan penghargaan;
c. Laba usaha;
26
Objek Pajak (2)
Pasal 4 Ayat (1)

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan


harta termasuk:
i. Keuntungan karena pengalihan harta sebagai
pengganti saham atau penyertaan modal;
ii. Keuntungan karena pengalihan harta kepada
pemegang saham, sekutu, atau anggota yang
diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya;
iii.Keuntungan karena likuidasi, penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan,
pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan
nama dan dalam bentuk apa pun;
iv. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah,
bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan
kepada keluarga sedarah garis keturunan lurus satu
derajat dan badan keagamaan, pendidikan, sosial 27
Objek Pajak (3)
Pasal 4 Ayat (1)

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang


telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
karena jaminan pengembalian utang;
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta;
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran
berkala; 28
Objek Pajak (4)
Pasal 4 Ayat (1)

l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;


m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. Premi asuransi;
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan
dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak
yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari
penghasilan yang belum dikenakan pajak;
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam
Undang - Undang yang mengatur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s. Surplus Bank Indonesia.
29
Objek Pajak Dikenai Pajak Final
Pasal 4 Ayat (2)

a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang
negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi;
b. Penghasilan berupa hadiah undian;
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal
pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa
konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
e. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

30
Peraturan Pelaksana Pajak Final
Penghasilan dari transaksi penjualan saham di
bursa efek.
Penghasilan PP
dariNo. 14 Tahun
bunga 1997
deposito dan tabungan
serta diskonto SBI.
PP No. 131 Tahun 2000
Penghasilan dari hadiah undian.
PP No. 132 Tahun 2000
Penghasilan dari persewaan tanah dan/ atau
bangunan.
Penghasilan PP No.
dari 5 Tahun 2002
pengalihan hak atas tanah
dan/ atau bangunan.
PenghasilanPP No. 71bunga/
berupa Tahun diskonto
2008 obligasi
yang dijual di bursa efek.
PP No. 16 tahun 2009
Penghasilan dari usaha jasa konstruksi.
PP No. 40 Tahun 2009
31
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (1)
Pasal 4 Ayat (3)

a. Bantuan atau sumbangan, zakat yang diterima


oleh badan/ lembaga amil zakat yang disahkan
oleh pemerintah dan yang diterima oleh
penerima zakat yang berhak atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yang diakui di Indonesia, yang diterima
oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima
oleh penerima sumbangan yang berhak, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah;
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga
sedarah garis keturunan lurus satu derajat,
badan keagamaan, badan pendidikan, sosial 32
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (2)
Pasal 4 Ayat (3)

c. Warisan;
d. Harta, termasuk setoran tunai, sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal;
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan
pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
dalam bentuk natura dan/ atau kenikmatan dari
Wajib Pajak atau pemerintah, kecuali yang
diberikan oleh bukan WP, WP yang dikenakan
pajak secara final atau WP dengan Norma
Penghitungan Khusus (deemed profit);
f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada
orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, 33
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (3)
Pasal 4 Ayat (3)

g. Dividen atau bagian laba yang diterima atau


diperoleh PT sebagai WP dalam negeri, koperasi,
badan usaha milik negara, atau badan usaha
milik daerah, dari penyertaan modal pada badan
usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan
di Indonesia dengan syarat:
Dividen berasal dari cadangan laba yang
ditahan; dan
Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik
negara dan badan usaha milik daerah yang
menerima dividen, kepemilikan saham pada
badan yang memberikan dividen paling
rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor; 34
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (4)
Pasal 4 Ayat (3)

i. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh


dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan;
j. Bagian laba yang diterima atau diperoleh
anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi,
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak
investasi kolektif;
k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh
perusahaan modal ventura berupa bagian laba
dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha di Indonesia, dengan syarat 35
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (5)
Pasal 4 Ayat (3)

l. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu


yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan PMK;
m. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan
atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam
bidang pendidikan dan/ atau bidang penelitian
dan pengembangan, yang telah terdaftar pada
instansi yang membidanginya, yang ditanamkan
kembali dalam bentuk sarana dan prasarana
kegiatan pendidikan dan/ atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling
lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa
lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan 36
PPH 21 WP BADAN

37
Ilustrasi 2.2 - (Objek Pajak)

Firma
Firma Tiara
Tiara menjual
menjual mobil
mobil yang
yang digunakan
digunakan untuk
untuk
kegiatan
kegiatan usaha.
usaha. Nilai
Nilai buku
buku menurut
menurut fiskal
fiskal Rp
Rp
200.000.000,00.
200.000.000,00. Mobil
Mobil tersebut
tersebut dijual
dijual dengan
dengan harga
harga
Rp
Rp 300.000.000,00.
300.000.000,00.
a.
a. Bagaimanakah
Bagaimanakah pengakuan
pengakuan penghasilan
penghasilan oleh
oleh
Firma
Firma Tiara?
Tiara?
b.
b. Bagaimana
Bagaimana jika
jika mobil
mobil tersebut
tersebut dijual
dijual kepada
kepada
seorang
seorang sekutu
sekutu dengan
dengan harga
harga Rp
Rp
260.000.000,00?
260.000.000,00?

Jawaban:
Jawaban:
c.
c. Keuntungan
Keuntungan yang
yang diperoleh
diperoleh dari
dari penjualan
penjualan
mobil
mobil sebesar
sebesar Rp
Rp 100.000.000,00
100.000.000,00 diakui
diakui
sebagai
sebagai penghasilan
penghasilan oleh
oleh Firma
Firma Kelana
Kelana dan
dan 38
Objek Pajak BUT
Pasal 5 Ayat (1)

- Usaha/ kegiatan BUT.


Penghasilan dari: - Harta yang dimiliki/ dikuasai BUT.

- Usaha atau kegiatan.


- Penjualan barang-barang.
Penghasilan kantor pusat dari:
- Pemberian jasa.

Dilakukan di Indonesia dan sejenis


dengan yang dilakukan BUT.

Penghasilan sebagaimana tersebut


Sepanjang ada hubungan efektif
dalam Pasal 26, yang diterima atau
antara BUT dengan harta/ kegiatan yang
diperoleh kantor pusat: memberikan penghasilan.

39
Ilustrasi 2.3 - (Objek Pajak BUT)

Arctic
Arctic Co.Co. perusahaan
perusahaan yang yang didirikan
didirikan dandan
berkedudukan
berkedudukan di di luar
luar negeri,
negeri, serta
serta memiliki
memiliki Bentuk
Bentuk
Usaha
Usaha Tetap
Tetap di di Indonesia.
Indonesia. Arctic
Arctic Co.
Co. Dan
Dan BUTnya
BUTnya
sama
sama –– sama
sama melakukan
melakukan kegiatan
kegiatan penjualan
penjualan chassis
chassis
bus
bus didi Indonesia.
Indonesia. Selama
Selama 2012,
2012, penjualan
penjualan yang
yang
dilakukan
dilakukan sendiri
sendiri oleh
oleh Arctic
Arctic Co.
Co. mencapai
mencapai Rp Rp
3.500.000.000,00,
3.500.000.000,00, sementara
sementara nilai
nilai penjualan
penjualan BUTnya
BUTnya
mencapai
mencapai Rp Rp 8.250.000.000,00.
8.250.000.000,00. Arctic Arctic Co.
Co. Juga
Juga
melakukan
melakukan transaksi
transaksi penjualan
penjualan mesin
mesin bis
bis senilai
senilai Rp
Rp
1.525.000.000,00.
1.525.000.000,00. BUTnya
BUTnya tidak
tidak menyediakan
menyediakan produk
produk
tersebut.
tersebut. Berapakah
Berapakah nilainilai objek
objek pajak
pajak penghasilan
penghasilan
atas
atas BUT
BUT milik
milik Arctic
Arctic Co.?
Co.?

Jawaban:
Jawaban: 40
Objek pajak bagi BUT meliputi penghasilan oleh BUT
Ilustrasi 2.4 - (Objek Pajak BUT)

Baltic
Baltic Inc.
Inc. perusahaan
perusahaan yangyang berkedudukan
berkedudukan di di luar
luar
negeri,
negeri, serta
serta memiliki
memiliki Bentuk
Bentuk Usaha
Usaha Tetap
Tetap di di
Indonesia.
Indonesia. Kemenkes
Kemenkes RI RI mengadakan
mengadakan perjanjian
perjanjian
langsung
langsung dengan
dengan Baltic
Baltic Inc.
Inc. untuk
untuk membayar
membayar royalti
royalti
atas
atas paten
paten vaksin
vaksin H1N1H1N1 dengan
dengan nilai
nilai Rp
Rp
2.750.000.000,00
2.750.000.000,00 sehingga
sehingga vaksin
vaksin tersebut
tersebut dapat
dapat
diproduksi
diproduksi oleh
oleh BUMN
BUMN Farmasi.
Farmasi. Sebagai
Sebagai bagian
bagian dari
dari
kontrak,
kontrak, dipersyaratkan
dipersyaratkan pulapula bahwa
bahwa Kemenkes
Kemenkes wajib
wajib
menggunakan
menggunakan jasa jasa konsultansi
konsultansi teknis
teknis dari
dari BUT
BUT milik
milik
Baltic
Baltic Inc
Inc dengan
dengan nilai
nilai kontrak
kontrak terpisah
terpisah senilai
senilai RpRp
325.000.000,00.
325.000.000,00. Berapakah
Berapakah nilai nilai objek
objek pajak
pajak
penghasilan
penghasilan atas
atas BUT
BUT milik
milik Arctic
Arctic Co.?
Co.?

Jawaban:
Jawaban: 41
Deductible Expenses atas Penghasilan BUT
Pasal 5 Ayat (2)

Meliputi biaya yang berkenaan dengan penghasilan kantor pusat:

Sehubungan dengan:
- usaha atau kegiatan; Penghasilan sebagaimana tersebut da
- penjualan barang; Pasal 26, selama terdapat hubunga
- pemberian jasa; efektif antara BUT dengan harta/ kegi
yang sejenis dengan yang dijalankan
yang
BUTmemberikan penghasilan.
di Indonesia.

42
Penentuan Laba BUT
Pasal 5 Ayat (3)

Biaya administrasi kantor pusat yang boleh


dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan
usaha atau kegiatan BUT, berdasar besaran yang
ditentukan oleh Dirjen Pajak.
Pembayaran kepada kantor pusat yang tidak boleh
dibebankan sebagai biaya meliputi:
Royalti/ imbalan sehubungan dengan penggunaan
harta, paten, dan hak lainnya.
Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan
jasa lainnya.
Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan
Pembayaran dari kantor pusat yang bukan sebagai
usaha perbankan.
penghasilan BUT meliputi:
Royalti/ imbalan sehubungan dengan penggunaan
harta, paten, dan hak lainnya. 43
Biaya untuk Mendapatkan, Menagih, dan
Memelihara (3M) Penghasilan (1)
Pasal 6 Ayat (1)

Biaya 3M bersifat dapat dikurangkan (deductible)


atas penghasilan bruto :
a. Biaya yang berkaitan dengan kegiatan usaha,
meliputi:
i. Biaya pembelian bahan baku;
ii. Biaya tenaga kerja;
iii. Bunga, sewa, dan royalti;
iv. Biaya perjalanan;
v. Biaya pengolahan limbah;
vi. Premi asuransi;
vii. Biaya promosi, sesuai ketentuan PMK;
viii.Biaya administrasi
ix. Pajak selain PPh.
b. Biaya penyusutan fiskal dan/atau amortisasi; 44
Biaya untuk Mendapatkan, Menagih, dan
Memelihara (3M) Penghasilan (1)
Pasal 6 Ayat (1)

e. Kerugian dari selisih kurs;


f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan
yang dilakukan di Indonesia;
g. Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan;
h. Piutang yang nyata – nyata tak dapat ditagih,
dengan syarat:
Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan
laba rugi komersial;
Daftar piutang yang tidak dapat ditagih telah
diserahkan kepada Ditjen Pajak;
Telah diserahkan perkara penagihannya kepada
PN atau BUPLN;
Ada perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/ pembebasan utang antara kreditur dan 45
Ketentuan Khusus Atas Biaya 3M

 Biaya 3M yang dapat dibebankan hanyalah biaya – biaya


yang dikeluarkan terkait penghasilan yang ditetapkan
sebagai objek pajak.
 Biaya 3M yang dikeluarkan terkait penghasilan yang
dikenai pajak final atau penghasilan yang bukan
merupakan objek pajak, tidak dapat dibebankan.
 Jika diketahui nilai biaya secara total, penghitungan
biaya 3M yang dapat dibebankan atau tidak, dapat
ditetapkan berdasar metode pro rata berdasar proporsi
penghasilan

46
Ilustrasi 2.5 - (Deductible Expenses)

PT. Mulia memiliki total penghasilan 600 milyar dan beban yang
dapat dikurangkan sebesar 450 milyar. Beban tersebut dikeluarkan
untuk memperoleh semua penghasilan yang diterimanya. Dari
penghasilan tersebut 100 milyar merupakan penghasilan final.
Perusahaan tidak dapat mengindentifikasi secara spesifik beban
yang terkait dengan penghasilan final tersebut. Berapakah
penghasilan kena pajak perusahaan?

Jawab:
Penghasilan dikenakan pajak final sebesar 100 milyar dikeluarkan
dari perhitungan penghasilan.
Beban yang akan menjadi pengurang dari penghasilan yang tidak
final sebesar 500/600 x 450 = 375.
Penghasilan kena pajak
Penghasilan 500
Beban yang boleh dikurangkan 375
Penghasilan kena pajak 125

47
Kompensasi Kerugian
Pasal 6 Ayat (2)

Kerugian dapat dikompensasikan dengan penghasilan


mulai tahun pajak berikutnya, berturut-turut sampai
dengan 5 tahun.

Atas penanaman modal di bidang – bidang usaha


tertentu atau di daerah – daerah tertentu,
kompensasi kerugian dapat diberikan hingga paling
lama 10 tahun.

48
Ilustrasi 2.6 (1) - (Kompensasi Kerugian)

CV.
CV. Kandawa
Kandawa perusahaan
perusahaan yangyang didirikan
didirikan didi tahun
tahun
2006.
2006. Pada
Pada awal
awal operasinya
operasinya menghadapi
menghadapi pasang
pasang
surut
surut usaha.
usaha. Berikut
Berikut laba
laba dan
dan rugi
rugi fiskal
fiskal semenjak
semenjak
pertama
pertama kali
kali berdiri.
berdiri.
Tahun2006
Tahun2006 Rugi
Rugi RpRp 1.750.000.000,00
1.750.000.000,00
2007
2007 Rugi
Rugi Rp Rp 825.000.000,00
825.000.000,00
2008
2008 Laba
Laba Rp Rp 215.000.000,00
215.000.000,00
2009
2009 Rugi
Rugi Rp Rp 65.000.000,00
65.000.000,00
2010
2010 Laba
Laba Rp Rp 765.000.000,00
765.000.000,00
2011
2011 Rugi
Rugi Rp Rp 12.500.000,00
12.500.000,00
Jika
Jika perusahaan
perusahaan memperoleh
memperoleh labalaba senilai
senilai RpRp
1.975.000.000,00
1.975.000.000,00 di di tahun
tahun 2012,
2012, berapakah
berapakah
Penghasilan
Penghasilan KenaKena Pajak
Pajak CV.
CV. Kandawa
Kandawa pada
pada tahun
tahun
2012?
2012? 49
Ilustrasi 2.6 (2) - (Kompensasi Kerugian)

Jawaban
Jawaban::
Kompensasi
Kompensasi kerugian
kerugian di di 2008
2008= = 215.000.000,00
215.000.000,00
(Berasal
(Berasal dari
dari rugi
rugi fiskal
fiskal 2007)
2007)
Kompensasi
Kompensasi kerugian
kerugian di di 2010
2010= = 765.000.000,00
765.000.000,00
(Berasal
(Berasal dari
dari rugi
rugi fiskal
fiskal 2007)
2007)
Kompensasi
Kompensasi kerugian
kerugian di di 2012
2012= = Rugi
Rugi fiskal
fiskal 2007
2007 + +
Rugi
Rugi fiskal
fiskal 2009
2009 + + Rugi
Rugi fiskal
fiskal 2011
2011
== 825.000.000
825.000.000 + + 65.000.000
65.000.000 + +
12.500.000
12.500.000
== Rp
Rp 902.500.000,00
902.500.000,00
Adapun
Adapun rugi
rugi fiskal
fiskal 2006
2006 yang
yang belum
belum
dikompensasikan,
dikompensasikan, yaitu yaitu senilai
senilai Rp
Rp 770.000.000,00
770.000.000,00
(1.750.000.000
(1.750.000.000 -- 215.000.000
215.000.000 -- 765.000.000),
765.000.000), tidak
tidak
dapat
dapat dikompensasikan
dikompensasikan di di 2012,
2012, sebab
sebab telah
telah 50
PPH 21 WP PRIBADI

51
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Pasal 7 Ayat (1), (2), dan (3)

No. Elemen PTKP


1 WP Sendiri Rp 15.840.000,00
2 Status Kawin Rp 1.320.000,00
3 Tanggungan, per orang, dengan Rp 1.320.000,00
jumlah maksimal tiga orang
tanggungan.
4 PTKP bagi istri yang penghasilannnya Rp 15.840.000,00
digabung.

Tanggungan meliputi anggota keluarga sedarah atau semenda da


garis keturunan lurus (orang tua, mertua, anak kandung, anak t
atau anak angkat.
Penerapan PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak
atau awal bagian tahun pajak
52
METODE PEMOTONGAN PPH PASAL 21

PPh21ditanggung oleh karyawan (potong Gaji) 


Metode Gross
PPh 21ditanggung oleh perusahaan (ditanggung) 
Metode Net
PPh 21diberikan dalam bentuk Tunjangan
(ditunjang)  Metode Gross Up

53
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Pasal 7 Ayat (1), (2), dan (3) https://www.online-pajak.com/ptkp-terbaru-pph-21

No. Elemen PTKP


1 WP Sendiri Rp 54.000.000,00
2 Status Kawin Rp 4.500.000,00
3 Tanggungan, per orang, dengan Rp 4.500.000,00
jumlah maksimal tiga orang
tanggungan.
4 PTKP bagi istri yang penghasilannnya Rp 112.500.000,00
digabung.

Tanggungan meliputi anggota keluarga sedarah atau semenda da


garis keturunan lurus (orang tua, mertua, anak kandung, anak t
atau anak angkat.
Penerapan PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak
atau awal bagian tahun pajak
54
Penghasilan Wanita Bersuami
Pasal 8 Ayat (1)

Penghasilan atau kerugian bagi wanita yang


telah kawin dianggap sebagai penghasilan
atau kerugian suaminya.
Ketentuan di atas berlaku, kecuali jika:
1. Penghasilan tersebut semata – mata
berasal dari satu pemberi kerja dan telah
dipotong PPh Pasal 21; dan
2. Pekerjaan istri tersebut tidak ada
hubungannya dengan usaha atau
pekerjaan bebas suami atau anggota
keluarga lainnya. 55
Ilustrasi 2.1 (1) -(PTKP)

Rano
Rano Karno
Karno merupakan
merupakan seorang
seorang pegawai
pegawai yang
yang
bekerja
bekerja untuk
untuk sebuah
sebuah perusahaan
perusahaan perbankan.
perbankan. Ia Ia telah
telah
menikah
menikah dandan bertempat
bertempat tinggal
tinggal di
di satu
satu kavling
kavling
apartemen
apartemen milik
milik sendri.
sendri. Berikut
Berikut merupakan
merupakan susunan
susunan
Nama Tanggal Lahir Status Pekerjaan
anggota keluarga Rano Karno.
Dewianggota keluarga Rano
3 Oktober 1969 Karno. Istri Ibu Rumah Tangga
Darsi 6 Mei 1996 Anak Kandung Mahasiswa S2
Hani 17 Agustus1999 Anak Kandung Pelajar
Indra 4 Juni 2001 Anak Angkat Pelajar
Guna 15 Meil 2004 Anak Asuh Pelajar
Batara 1 Juli 1993 Menantu PNS
Istri Darsi
Kunthi 2 Februari 1940 Ibu Kandung -
Arya 8 Maret 1945 Paman Pensiunan
56
Ilustrasi 2.7 (2) - (PTKP)

Berapakah
Berapakah PTKP
PTKP atas
atas penghasilan
penghasilan Karna
Karna di
di tahun
tahun
2019,
2019, jika:
jika:
a.
a. Tidak
Tidak terdapat
terdapat keterangan
keterangan tambahan.
tambahan.
b.
b. Dewi
Dewi bekerja
bekerja semata
semata –– mata
mata sebagai
sebagai pegawai
pegawai
pemerintah.
pemerintah.
c.
c. Dewi
Dewi memiliki
memiliki usaha
usaha laundry
laundry di di blok
blok
apartemen.
apartemen.
d.
d. Darsi
Darsi menikah
menikah di
di tanggal
tanggal 33 Januari
Januari 2019?
2019?
e.
e. Kunthi
Kunthi masih
masih menerima
menerima pembayaran
pembayaran pensiun
pensiun
mendiang
mendiang suaminya.
suaminya.

57
Ilustrasi 2.7 (3) - (PTKP)

Jawaban
Jawaban ::
a.
a. PTKP
PTKP = = WP
WP Sendiri+
Sendiri+ Status
Status Kawin
Kawin + + 33 Tanggungan
Tanggungan
=
= 54.000.000+
54.000.000+ 4.500.000+
4.500.000+ 33 xx 4.500.000
4.500.000
=
= Rp.
Rp. 72.000.000
72.000.000
Tanggungan
Tanggungan adalah
adalah Hani,
Hani, Indra,
Indra, dan
dan Kunthi.
Kunthi.
b.
b. PTKP
PTKP tidak
tidak berubah
berubah sesuai
sesuai poin
poin (a).
(a).
c.
c. PTKP
PTKP bertambah
bertambah sebesar
sebesar Rp Rp 54.000.000,00
54.000.000,00
dibanding
dibanding poin
poin (a)
(a) untuk
untuk penghasilan
penghasilan istri istri yang
yang
digabungkan.
digabungkan.
d.
d. Awal
Awal tahun,
tahun, Darsi
Darsi masih
masih diakui
diakui sebagai
sebagai tanggungan.
tanggungan.
Akan
Akan tetapi
tetapi PTKP
PTKP tidak
tidak berubah
berubah sesuai
sesuai poin
poin (a),
(a),
sebab
sebab maksimal
maksimal tanggungan
tanggungan adalah
adalah 33 orang.
orang.
e.
e. Kunthi
Kunthi tidak
tidak termasuk
termasuk tanggungan.
tanggungan. PTKP PTKP berkurang
berkurang
sebesar
sebesar RpRp 4.500.000,00
4.500.000,00 dibanding
dibanding poin poin (a).
(a).
58
Pemisahan Pajak Suami - Istri
Pasal 8 Ayat (2), dan (3)

Jika suami – istri Penghitungan PKP dan


hidup berpisah: pengenaan pajaknya
dilakukan sendiri –
sendiri.
Jika suami – istri
mengadakan
perjanjian
pemisahan harta Penghitungan pajaknya
dan penghasilan berdasar kepada
secara pembagian prorata atas
Jika tertulis.
istri
penghasilan netto suami
menghendaki
– istri yang digabung.
memenuhi
kewajiban
perpajakannya 59
Ilustrasi 2.8 (1)
(Penghasilan Suami – Istri)

Permadi
Permadi seorang
seorang notaris
notaris yang
yang memiliki
memiliki kantor
kantor sendiri
sendiri
dengan
dengan penghasilan
penghasilan netto
netto didi tahun
tahun 2019
2019 sebesar
sebesar Rp
Rp
235.000.000,00.
235.000.000,00. IstriIstri Permadi
Permadi seorang
seorang sekretaris
sekretaris yang
yang
bekerja
bekerja di di kantor
kantor Permadi.
Permadi. AtasAtas asas
asas profesionalitas,
profesionalitas,
Permadi
Permadi memperlakukan
memperlakukan istrinya istrinya sebagaimana
sebagaimana
pegawai
pegawai lainlain dengan
dengan gajigaji sebesar
sebesar Rp Rp 10.000.000,00
10.000.000,00
per
per bulan.
bulan. Permadi
Permadi dandan istrinya
istrinya memiliki
memiliki dua
dua orang
orang
anak
anak dandan menanggung
menanggung ayah ayah dandan ibunya
ibunya pensiunan
pensiunan
PNS
PNS untuk
untuk hidup
hidup bersama
bersama dalam
dalam keluarganya.
keluarganya.
a.
a. Berapakah
Berapakah pajakpajak penghasilan
penghasilan yang yang harus
harus
dibayar
dibayar di di tahun
tahun 20192019 oleh oleh Permadi
Permadi dandan
istrinya?
istrinya?
b.
b. Bagaimana
Bagaimana jika jika kemudian
kemudian di di tahun
tahun 2019
2019
Permadi
Permadi dandan istrinya
istrinya hidup
hidup berpisah
berpisah dengan
dengan 60
penghasilan yang tetap?
Ilustrasi 2.8 (2)
(Penghasilan Suami – Istri)

Jawaban
Jawaban ::
a.
a. Penghitungan
Penghitungan dilakukandilakukan dengan
dengan menggabungkan
menggabungkan
penghasilan
Penghasilan nettoPermadi dan istri.
penghasilan Permadi dan istri. 235,000,000
Permadi
Penghasilan netto istri 120,000,000
Penghasilan netto suami -
istri digabungkan 355,000,000
(PTKP)
WP sendiri -54,000,000
Status kawin -4,500,000
Tanggungan dua anak -9,000,000
Penggabungan
penghasilan istri -54,000,000 -121,500,000
Penghasilan Kena Pajak 233,500,000
Pajak terutang setahun
5% x 50,000,000 2,500,000
Rp30,025,00
15% x 130,360,000 27,525,000 0

Penghasilan
Penghasilan istri Permadi tidak
istri Permadi tidak bersifat
bersifat final
final dan
dan
pemotongan
pemotongan PPh
PPh 21nya
21nya dapat
dapat dikreditkan
dikreditkan dalam
dalam 61
Ilustrasi 2.8 (3)
(Penghasilan Suami – Istri)

Jawaban
Jawaban ::
b.
b. Penghitungan
Penghitungan dilakukandilakukan secara
secara sendiri
sendiri –– sendiri
sendiri
antara
antara Permadi
Permadi dan dan istri
istri (Misalkan
(Misalkan diasumsikan
diasumsikan
bahwa
bahwa anak
Penghasilan ––Permadi
netto
anak anak
anak tinggal
tinggal bersama
bersama Permadi).
235,000,000
Permadi).
(PTKP
)
WP sendiri -54,000,000
Tanggungan dua anak -9,000,000 -63,000,000
Penghasilan Kena Pajak 172,000,000
Pajak terutang Palasara setahun
5% x 50,000,000 2,500,000
15% x 122,000,000 18,300,000 Rp20,800,000

Penghasilan netto istri 120,000,000


(PTKP
)
WP sendiri -54,000,000 -54,000,000
Penghasilan Kena Pajak 66,000,000
Pajak terutang istri setahun
5% x 50,000,000 2,500,000
15% x 16,000,000 2,400,000 Rp4,900,000
62
Ilustrasi 2.8 (4)
(Penghasilan Suami – Istri)

 Jawaban
Jawaban ::
 
c.
c. Penghitungan
Penghitungan dilakukan
dilakukan secara
secara prorata
prorata berdasarkan
berdasarkan
perbandingan
perbandingan penghasilan
penghasilan netto
netto antara
antara Permadi
Permadi
dan
dan istri.
istri.
Pajak
Pajak ditanggung
ditanggung Permadi=
Permadi=
=
=
=
= Rp
Rp 19.875.704,26
19.875.704,26
Pajak
Pajak ditanggungistri
ditanggungistri =
=
=
=
=
= Rp10.149.295,77
Rp10.149.295,77

63
Penghasilan Anak yang belum Dewasa
Pasal 8 Ayat (4)

Penghasilan yang diterima atau diperoleh anak yang


belum dewasa digabungkan dengan penghasilan
orang tuanya.

Mekanisme penggabungan berlaku umum tanpa


mempertimbangkan dari manapun sumber
penghasilan anak tersebut.

Batasan usia dan syarat anak yang belum dewasa


adalah anak berusia 18 tahun dan belum pernah
menikah

64
Non Deductible Expenses (1)
Pasal 9 Ayat (1)

Biaya yang tidak dapat dikurangkan (non


deductible) atas penghasilan bruto, meliputi:
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk
apapun;
b. Biaya yang dibebankan untuk kepentingan
pribadi pemegang saham, sekutu, anggota atau
anggota;
c. Pembentukan dana cadangan, kecuali:
Cadangan untuk jenis usaha tertentu yang
ditetapkan KMK;
Cadangan untuk usaha asuransi;
Cadangan jaminan sosial dibentuk BPJS;
Cadangan penjaminan yang dibentuk LPS;
Cadangan biaya reklamasi untuk usaha 65
Non Deductible Expenses (2)
Pasal 9 Ayat (1)

d. Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa,


dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayar
oleh WP orang pribadi;
e. Penggantian/ imbalan atas pekerjaan/jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan,
kecuali:
Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai ;
Diberikan di daerah tertentu atau diberikan
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan
sebagaimana ditetapkan KMK;
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang
dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak
yang mempunyai hubungan istimewa; 66
Non Deductible Expenses (3)
Pasal 9 Ayat (1)

i. Biaya yang dibebankan/ dikeluarkan untuk


kepentingan pribadi WP atau orang yang
menjadi tanggungan;
j. Gaji anggota persekutuan, firma, atau
perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham;
k. Sanksi administrasi dan pidana di bidang
perpajakan.

67
PRINSIP TAXABILITY-DEDUCTIBILITY MENGENAI IM

Jenis Imbalan Perlakuan Biaya Perlakuan PPh 21


Bagi Bagi penerima
Perusahaan/Pemb
eri Kerja
Imbalan dalam Deductible Taxable
bentuk uang
Imbalan dalam Non Deductible Non Taxable
bentuk natura

68
Ketentuan Khusus Atas Natura
Natura yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan
pekerjaan di daerah tertentu adalah imbalan yang terkait
dengan:
 Tempat tinggal bagi pegawai dan keluarganya.
 Pelayanan kesehatan.
 Pendidikan.
 Peribadatan.
 Pengangkutan.
 Olahraga, selain golf, power beating, pacuan kuda, dan
terbang layang.
Natura yang diberikan akibat keharusan suatu pekerjaan di
antaranya dapat berupa seragam bagi petugas pengamanan,
atau penginapan bagi kru pelayaran atau penerbangan. 69
KEBIJAKAN/METODE PEMOTONGAN
PPH PASAL 21
Dilihat dari siapa yang menanggung beban,
maka kebijakan atau metode pemotongan PPh
Pasal 21 dapat dipilih oleh Wajib Pajak, adalah: PPh Pasal 21 yang ditanggung perusahaan
tersebut tidak boleh dikurangkan dari
1. PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan penghasilan bruto perusahaan, karena tidak
(potong gaji) termasuk sebagai faktor penambahan
pendapatan dalam SPT PPh Pasal 21.
Metode ini lazimnya disebut Metode Gross.
Dalam hal ini jumlah PPh Pasal 21 yang 3. PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk
terutang akan ditanggung oleh karyawan itu tunjangan (ditunjangi)
sendiri, sehingga benar-benar mengurangi
Metode ini lazim disebut Metode Gross Up.
penghasilan. Istilah yang sering digunakan Jika PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk
adalah bahwa PPh Pasal 21 dipotong oleh tunjangan, maka jumlah tunjangan
perusahaan. tersebut akan menambah beban
penghasilan keryawan dan dikenai PPh
Pasal 21. Dalam hal ini perhitungan PPh
2. PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan dilakukan dengan cara gross up di mana
(ditanggung) besarnya tunjangan pajak sama dengan
jumlah PPh Pasal 21 terutang untuk masing-
Metode ini lazimnya disebutMetode Net.Dalam masing karyawan.
hal ini, jumlah PPh Pasal 21 yang terutang
akan ditanggung oleh perusahaan yang
bersangkutan. Dengan demikian, gaji yang
DIALEKTIKA PAJAK:
ASAS RESIPROKALITAS
Atas penghasilan – penghasilan yang
dikategorikan sebagai bukan objek pajak bagi
pihak yang menerima penghasilan bersangkutan,
maka pada umumnya biaya – biaya dari pihak
yang melakukan pengeluaran terkait penghasilan
tersebut, akan ditetapkan sebagai biaya yang tidak
dapat dikurangkan (non deductible).

Non Buka
Deduc
n
tible
Expen Objek
se Pajak
Pihak Pihak
Melakukan Menerima
Pengeluaran Penghasilan 71
REKONSILIASI OBJEK PAJAK PPH 21
Untuk meyakinkan bahwa atas seluruh objek PPh Pasal
21 telah dipotong pajaknya, perlu dilakukan rekonsiliasi
antara data laporan keuangan, baik yang berasal dari
akun neraca maupun akun biaya. Rekonsiliasi ini sangat
berguna dalam rangka pelaksanaan pengendaian dan
pembuktian bahwa seluruh objek pajak ketika diperiksa
oleh petugas pajak nantinya.
Hubungan kerja antara karyawan dengan perusahaan
berlaku prinsip umum, yaitu taxability-deductiblity.
Jika bagi karyawan merupakan taxable income
(penghasilan yangmenjadi objek PPh), di perusahaan
menjadi deductible expense (biaya), dan sebaliknya jika
bagi karyawan merupakan non taxable income
(penghasilan yang bukan objek PPh), maka di
TAXABILITY DAN DEDUCTIBILITY
OBJEK PPH PASAL 21
Strategi Memaksimalkan Pengurangan (Maximizing Deductions)
Prinsip Taxability Deductbility adalah prinsip yang menjelaskan
tentang pos-pos yang dapat/tidak dapat dikenai pajak penghasilan (objek
pajak dan bukan objek pajak penghasilan) dan pos-pos yang dapat/tidak
dapat dibayarkan (pengurang penghasilan bruto), yang mekanismenya:
jika pada pihak pemberi kerja pemberian imbalan/penghasilan dapat
dibiayakan (pengurang penghasilan bruto), maka pada pihak karyawan
merupakan penghasilan yang dikenakan pajak. Sebaliknya jika pada
pihak karyawan pemberian imbalan/penghasilan tersebut bukan
merupakan penghasilan, maka pada pihak pemberi kerja tidak dapat
dibiayakan (bukan pengurang penghasilan bruto).
TERAPAN TAX PLANNING TERKAIT
DENGAN PPH PASAL 21
Perhitungan PPh Pasal 21 dapat dilakukan dengan 4 alternatif yaitu:
1. Alternatif 1 : PPh pasal 21 Ditanggung Pegawai
2. Alternatif 2 : PPh pasal 21 Ditanggung Pemberi Kerja
3. Alternatif 3 : PPh pasal 21 Diberikan dalam Bentuk Tunjangan Pajak
4. Alternatif 4 : PPh pasal 21 di Gross up
ALUR PERENCANAAN PAJAK PPH 21
1. Gross Method (PPh Pasal 21 ditanggung sendiri oleh karyawan).
Merupakan suatu metode pemotongan pajak dimana karyawan menanggung sendiri jumlah pajak
penghasilannya, pada umumnya dipotong langsung dari gaji karyawan. Perhitungan metode ini
adalah hal yang hampir sebagian besar dilakukan perusahaan karena mungkin tidak terlalu rumit
bagi perusahaan atau mungkin memang cocok dengan keadaan perusahaan (siklus hidup
perusahaan).
2. Net Method (PPh Pasal 21 ditanggung Perusahaan)
Net Method, yaitu metode yang pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung oleh
perusahaan (pemberi kerja) dengan cara membebankan pajak karyawan sebagai beban pajak.
Menurut Undang- Undang Pajak Nomor 17 Tahun 2000 Pasal 9 ayat 1 huruf (h) disebutkan bahwa
beban pajak merupakan beban yang tidak dapat dikurangkan dalam perhitungan Penghasilan Kena
Pajak (PKP) perusahaan (non deductible expenses). Dengan demikian maka perusahaan akan
terkena koreksi fiskal jika menggunakan metode ini
3. Gross Up Method (Tunjangan pajak yang di gross up )
Suatu metode pemotongan pajak dimana perusahaan memberikan tunjangan pajak yang
jumlahnya sama besar dengan jumlah pajak yang akan dipotong dari karyawan. Pada prinsipnya
Gross Up adalah untuk mencari tunjangan pajak yang jumlahnya sama dengan pajak yang
terutang. Karena besarnya tunjangan pajak yang diberikan perusahaan dimasukan sebagai
penghasilan yang dicantumkan dalam SPT PPh Pasal 21 maka atas seluruh tunjangan pajaknya
dapat dibiayakan (deductible).
STRATEGI PERENCANAAN PAJAK
UNTUK MENGEFISIENSIKAN BEBAN
PAJAK

SEBELUM MELAKSANAKAN SUATU PERENCANAAN PAJAK SESEORANG HARUS MENGETAHUI DAN


MEMAHAMI PERBEDAAN ANTARA LABA AKUNTANSI ATAU LABA KOMERSAL DENGAN PENGHASILAN
KENA PAJAK ATAU LABA FISKAL
STRATEGI MENGEFESIENKAN BEBAN PAJAK DARI BERBAGAI LITERATUR DAPAT DIJABARKAN
SEBAGAI BERIKUT
1. MENGAMBIL KEUNTUNGAN DARI BERBAGAI PILIHAN BENTUK BADAN HUKUM YANG TEPAT
SESUAI DENGAN KEBUTUHAN DAN JENIS USAHA
2. MEMILIH LOKASI PERUSAHAAN YANG AKAN DIDIRIKAN
3. MENGAMBIL KEUNTUNGAN SEBESAR BESARNYA ATAU SEMAKSIMAL MUNGKIN DARI BERBAGAI
PENGECUALIAN POTONGAN, PENGURANGAN ATAS PKP YANG DIPERBOLEHKAN UU
4. MENDIRIKAN PERUSAHAAN DALAM SATU JALUR USAHA SEHINGGA DIATUR MENGENAI
PENGGUNAAN TARIF PAJAK YANG MENGUNTUNGKAN ANTARA MASING MASING BADAN USAHA
5. MENDIRIKAN PERUSAHAAN ADA YANG SEBAGAI PUSAT LABA DAN ADA SEBAGAI PUSAT BIAYA.
KASUS STRATEGI PERENCANAAN PAJAK UNTUK
MENGEFISIENSIKAN BEBAN PAJAK
Dalam Tahun 2019, PT ABx, menyediakan dokter dan obat-obatan dengan
Cuma-Cuma untuk pemeliharaan kesehatan pegawainya yang berjumlah
1.000 orang, juga ongkos melahirkan yang jumlah totalnya mencapai Rp
900.000.000 setahun, atau rata-rata biaya untuk pemeliharaan kesehatan
setiap karyawan tetap setiap bulannya berjumlah (1/12x 900 juta): 1.000 =
Rp 75.000 atau sama dengan Rp 2.500 perorang per hari. Upah rata-rata
pegawai masih sebatas UMR Rp. 3.940.972 (DKI Jakarta per 2019).
Sebelum Tax Palning : Berdasarkan pasal 4 ayat 3 huruf d UU Pajak
Penghasilan, benefit in kind (seperti biaya berobat ke dokter dan obat)
sebesar Rp 900.000.000, itu bukan merupakan objek PPh (non taxable),
sehingga tidak di kenakan pajak. Sebaliknya dari sudut pandang perusahaan
yang mengeluarkan biaya, secara komersial pengeluaran ini merupakan
biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan perusahaan, tetapi secara
fiskal (pasal 9 ayat 1huruf e. UU PPH ) merupakan biaya yang tidak boleh
dikurangkan (non deductible) sehingga harus dilakukan koreksi fiskal.
Konsekuensinya: karena biaya tersebut merupakan biaya fiskalyang tidak
boleh dikurangkan , maka koreksi fiskal yang dilakukan oleh Dirjen Pajak
menimbulkan tambahan pajak (PPh Badan) tahun 2019 sebesar 25% x
Rp 900 juta = Rp 225 juta.
KASUS STRATEGI PERENCANAAN PAJAK UNTUK
MENGEFISIENSIKAN BEBAN PAJAK
Setelah Tax Palning : Dengan mengubah pemberian dalam bentuk natura
atau kenikmatan (seperti dokter dan obat) menjadi tunjangan kesehatan (uang),
maka secara fiskal (pasal 4 ayat 1 huruf a UU PPh), tunjangan kesehatan
tersebut merupakan penghasilan yang dikenakan pajak (taxable) dan di lain
pihak, berdasarkan pasal 6 ayat 1 huruf a biaya tunjangan kesehatan tersebut
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan (deductible).
Solusi: Untuk menghindaari koreksi fiskal tersebut, PT Abx, memberikan
tunjangan kesehatan (tunai) sebagai pengganti, daripada menyediakan dokter
dan memberikan obat dengan cuma-cuma, yang akan menambah penghasilan
pegawai yang akan dipajaki (taxable) sebesar Rp 900 juta. Dan bagi perusahaan
jumlah tersebut dapat dikurangkan dari (deductible).
Penghematan : akibat perubahan tersebut perusahaan mampu melakukan
penghematan pajak (PPh Badan) tahun 2019 sebesar 25% x Rp 900 juta = Rp
225 juta.
Dampak bagi pegawai : adanya tambahan tunjangan kesehatan Rp
75.000/bulan tidak berdampak pada pembayaran pajak mengingat pendapatan
nya masih di bawah PTKP.

Anda mungkin juga menyukai