MASYARAKAT
MADANI DI INDONESIA
1. TEORI MASYARAKAT MADANI
A. Teori Dawam Rahardjo
Seorang pemikir alumni Universitas Gadjah Mada (UGM), M. Dawam Rahardjo, menyatakan
bahwa Masyarakat Madani secara harfiah, civil society yang merupakan terjemahan dari istilah Latin
(civilis societas) yang sudah ada Sebelum Masehi. Istilah ini mula-mula dicetuskan oleh Cicero, seorang
orator dan pujangga Roma, yang pengertiannya mengacu kepada gejala budaya perorangan masyarakat.
Masyarakat sipil disebutnya sebagai sebuah masyarakat politik (political society) yang beradab dan
memiliki kode hukum sebagai dasar pengaturan hidup (Masroer C Jb dan Lalu Darmawan, April 2016 :
37).
B. Teori Azyumardi Azra
Bahkan menurutnya, salah satu syarat penting bagi demokrasi untuk tumbuh dan menguat dalam
masyarakat adalah civil society (CS), yang biasa diterjemahkan sebagai masyarakat sipil, masyarakat
kewargaan atau masyarakat madani.
Di mana proses politik yang berlangsung disebut sebagai proses demokratisasi, sedangkan pemikiran
(inspirasi) plus subyek (aktor) yang menggerakkan perubahan menuju demokratisasi tersebut digambarkan
sebagai masyarakat madani. Dan demokrasi dapat dianggap merupakan hasil masyarakat yang menghendaki
partisipasi dalam kehidupan para anggotanya (Adi Suryadi Culla, 2002 : 40).
Persoalan demokrasi merupakan pandangan mengenai masyarakat yang dapat
mengungkapkan kehendaknya, dalam bentuk yang rasional, dan tidak perlu harus mengacu pada nilai-nilai
transenden melainkan pada kehendak manusia. Sekalipun suatu pemikiran yang sulit dijangkau sudah tentu
oleh sebagian besar masyarakat di dunia baik mengenai ide maupun realisasi apa yang dimaknai dengan
demokrasi itu sehingga sebagai konsep yang ideal dan universal, untuk tidak dapat menjadi abstrak, karena
itu dituntut sebaiknya direalisasikan terlebih dahulu kondisi-kondisi yang memungkinkannya (Adi Suryadi
Culla,2002 : 41).
2. Ciri-Ciri Masyarakat Madani
Secara umum masyarakat madani dapat diartikan sebagai suatu masyarakat atau institusi yang mempunyai
ciri-ciri antara lain : Kemandirian, toleransi, keswadayaan, kerelaan menolong satu sama lain dan menjujung
tinggi norma dan etika yang telah disepakati bersama-sama (M Din Syamsuddin dalam bukunya Etika Agama
dalam Membangun Masyarakat Madani. Cet I, vii). Secara historis upaya untuk merintis institusi tersebut sudah
muncul sejak masyarakat Indosesia mulai mengenal pendidikan modern dan sisitem kapitlisme global serta
modernisasi yang memunculkan kesadaran untuk mendirikan orgnisasiorgnisasi modern seperti Budi Utomo
(1908), Syarikat Dagang Islam (1911), Muhammadiyah (1912) dan lain-lain.
Gambaran bentuk masyarakat masa depan yang di inginkan umat manusia yang mengakui harkat manusia
adalah hak-hak dan kewajibannya dalam masyarakat yaitu masayarakat madani, dapat juga dijelaskan dengan
karakteristik sebagai berikut :
1. Masyarakat yang mengakui hakikat kemanusiaan yang bukan sekedar mengisi kebutuhannya untuk hidup
(proses humanisasi) tetapi untuk eksis sebagai manusia.
2. Pengakuan hidup bersama manusia sebagai mahluq sosial melalui sarana Negara. Negara menjamin dan
membuka peluang kondusif agar para anggotanya dapat berkembang untuk merealisasikan dirinya dalam
tatanan vertikal (antara manusia dengan Tuhan) atau tatanan horizontal (mausia dengan manusia). Interaksi
kedua tatanan tersebut penting karena tanpa orientasi kepada Tuhan maka tatanan kehidupan bersama tidak
bermakna. Tuhan adalah sumber nilai yang mengatur keseluruhan kehidupan manusia.
3. Manusia yang mengakui karakteristik tersebut dan mengakui hak asasi manusia dalam
kehidupan yang demokratis adalah yang disebut masayarakat madani (civil society)20.
Nilai universal dan partikular yang dimiliki masyarakat madani yang dijelaskan pada
masing-masing kebudayaan masyarkat harus dapat terwujud pada setiap individu dalam
masyarakat.