Anda di halaman 1dari 12

CIVIL SOCIETY

Dosen Pengampu:

Disusun Oleh

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Civil Society merupakan sebuah konsep yang pertama kali muncul di
dunia barat. Permaknaan tentang civil society oleh berbagai kalangan
berariasi.. Ada yang mengartikan sebagai masyarakat sipil, masyarakat
kewargaan, masyarakat madani, dan ada juga yang menggunakan civil
society. Terjemahan tersebut disuguhkan kepada publik dengan argumentasi
masing-masing. Civil society sebenarnya merupakan suatu ide atau gagasan
yang terus diperjuangkan manifestasinya agar pada akhirnya terbentuk suatu
masyarakat bermoral, masyarakat sadar hukum, masyarakat beradab atau
terbentuknya suatu tatanan sosial yang baik, teratur dan progesif.
Masyarakat madani akan terbentuk ketika tatanan suatu masyarakat
menjadi harmonis, bebas dari eksploitasi dan penindasan. Konsep ini
menekankan pada kondisi ideal dari suatu masyarakat. Suatu masyarakat
madani memiliki kondisi komunitas yang jauh dari monopoli kebenaran dan
kekuasaan. Konsep ini muncul akibat kesenjangan yang terjadi di
masyarakat. Oleh karena itu, perwujudan konsep masyarakat madani
mengikiskan tekanan dari penguasa atau rezim yang berlaku dalam
masyarakat.
Kuatnya tekanan pemerintah Orde baru pada tatanan kehidupan
masyarakat Indonesia menjadikan civil society mulai diperbincangkan. Hal
ini membuat cendekiawan kesulitan mencari konsep yang tepat untuk
memaknai suatu perjuangan menuju perubahan yang dicita-citakan.
Ditambah dengan munculnya sistem demokrasi, semakin mendorong
terbentuknya civil society. Setiap anggota masyarakat madani tidak bisa
ditekan, ditakut-takuti, dianggu kebebasannya, semakin dijauhkan dari
demokrasi, dan sejenisnya. Hal imi terjadi karena civil society memberikan
suatu kondisi dimana kesenjangan minim terjadi.

Oleh karena itu, perlunya mengkaji kembali tentang konsep civil


society dalam masyarakat. Konsep ini membawa masyarakat paham akan
konsep civil society yang dapat meredakan fenomena-fenomena kehidupan
dalam masyarakat yang mengalami kesenjangan. Hasilnya tercipta suatu
masyarakat yang ideal.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari civil society?
2. Apa karakteristik civil society?
3. Apa lembaga civil society?
4. Bagaimana perjalanan civil society di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Civil Society


Konsep civil society tidak lepas dari terjemahan masyarakat madani.
Karena masyarakat madani merupakan salah satu istilah dari penerjemahan
konsep civil society. Konsep civil society sendiri berasal dari peradaban
masyarakat barat, inti dari konsep ini adalah penolakan terhadap ototarianisme
dan totalitarianisme. Konsep civil society pertama kali diperkenalkan oleh
seorang orator, politisi dan filosof dari Roma yaitu Cicero yang berasal dari
bahasa Latin yaitu societas civilis yang pada masa itu masih disamakan dengan
negara (the state) yang merupakan sekelompok masyarakat yang mendominasi
seluruh kelompok lain.
Pendapat atau argumentasi tentang konsep civil society menurut para ahli
diantaranya, yaitu:
1. AS Culla (2002)
Istilah masyarakat madani sebenarnya hanya salah satu diantara beberapa
istilah yang seringkali digunakan orang dalam penerjemahan civil society.
Disamping masyarakat madani, padanan kata yang lain yang sering
digunakan adalah masyarakat warga/kewargaan, masyarakat sipil,
masyarakat beradab atau masyarakat berbudaya.
2. Thomas Hobbes (abad 15-17 M)
Civil Society merupakan suatu perjanjian masyarakat yang diadakan oleh
individu-individu untuk membentuk suatu masyarakat politik atau negara.
3. Hegel (2004)
Civil society tidak bisa dibiarkan begitu saja tanpa adanya kontrol yang
jelas. Hegel kemudian memberi pembedaan antara masyarakat politik (the
state) dan masyarakat sipil (civil society). Hegel memaknai civil society
sebagai masyarakat borjuis.

4. Ahmad Fathan Aniq Tocqueville


Masyarakat sipil tidak secara a priori subordinatif terhadap negara, tetapi
lebih dari itu ia bersifat otonom dan memiliki kapasitas politik cukup tinggi
sehingga mampu menjadi kekuatan penyeimbang menghadapi intervensi
negara dan tidak hanya berorientasi pada kepentingan sendiri tetapi juga
terhadap kepentingan publik.
Istilah civil society pertama kali muncul di Indonesia pada abad 19 tepatnya
pada tahun 1988 melalui konferensi yang diselenggarakan oleh Monash
University Australia pada tanggal 25-27 November 1988 dengan tema “State
and Civil Society in Contemporary Indonesia”.1 Semenjak saat itu wacana
mengenai civil society berkembang begitu cepat dikalangan intelektual
Indonesia. Berbagai terjemahan dan pengertian civil society dikeluarkan oleh
para intelektual Indonesia dengan argumen dan pandangannya masing-masing.
Salah satu istilah atau penerjemahan dari civil society yang paling populer dan
diterima oleh masyarakat Indonesia adalah “masyarakat madani”.

B. Karakteristik Civil Society


Masyarakat madani atau civil society menjadi tujuan yang ingin dibangun
dalam suatu tatanan masyarakat yang ideal. Adanya konsep tersebut
mendorong terciptanya masyarakat yang berbudaya. Hal ini berarti
masyarakat tersebut mematuhi dan bersikap sesuai norma yang berlaku

1
Hendro Prasetyo, Islam dan Civil Society Pandangan Muslim Indonesia. Jakarta. (2000)
dalam masyarakat, tanpa ada kesenjangan dan saling toleransi sesuai
karakteristik tertentu. Berikut karakteristik dari masyarakat madani:2
1. Kebebasan di muka umum
Kebebasan disini merupakan kondisi dimana setiap masyarakat berhak
mendapat posisi yang sama di dunia politik, ekonomi, maupun yang
lainnya. Adanya kebebasan akan mendorong individu berpartisipasi
dalam suatu tatanan masyarakat baik bagi lingkungan sekitar maupun
tentang foenomena yang terjadi. Kebebasan yang didapat harus
berdasar, sehingga tidak menimbulkan konflik dari suatu fenomena.
2. Demokrasi
Konsep ini menekankan pada kepentingan bersama diatas kepentingan
individu. Dasar suatu sistem demokrasi merupakan keputusan
terbanyak yang disetujui. Adanya demokrasi membawa masyarakat
menuju tujuan bersama yang telah disepakati. Demokrasi bukan hanya
menghantarkan pada kehidupan bersama, tetapi juga keputusan,
pemikiran dan perwujudan bersama dari suatu masyarakat. Demokrasi
dapat terwujud melalui penegakkan pilar-pilar demokrasi yang
meliputi :
1)      Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
2)      Pers yang bebas
3)      Supremasi hokum
4)      Perguruan Tinggi
5)      Partai politik
3. Toleransi
Toleransi merupakan sikap yang menghargai kepentingan orang lain.
Sikap ini akan menimbulkan sadar diri, jika setiap individu punya
kepercayaann atau sikap sendiri yang tidak boleh diganggu. Adanya
toleransi akan membantu setiap individu hidup berdampingan tanpa
mengusik orang lain.
4. Pluralisme

2
Azyumari Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusai dan Masyarakat Madani,
(Jakarta : ICCE UIN Hidayatullah, 2004), h. 247
Pluralisme menunjukkan kemajemukan. Hal ini dimaksudkan pada
adanya perbedaan dalam masyarakat. Masyarakat madani diharuskan
memahami, menghormati, dan menghargai kemajemukan dalam
masyarakat sehingga setiap perbedaan dapat di selesaikan tanpa
konflik yang berkepanjangan.
5. Keadilan sosial
Keadilan menunjukkan keseimbangan kondisi bagi setiap individu.
Konsep ini membawa setiap individu pada kondisi hak dan kewajiban
yang sama dalam segala bidang. Hal ini menandakan hilangnya sikap
otoriteisme atau absolutisme kekuasaan, sehingga dalam masyarakat
madani setiap individu memiliki porsi yang sama.
C. Institusi Penegak Civil Society di Indonesia
Institusi atau lembaga masyarakat madani terbentuk atas kesadaran dan
motivasi suatu masyarakat. Lembaga ini bertujuan membentuk suatu
masyarakat yang baru dengan keadaan yang ideal, dimana masyarakat
menjadi madiri dan sesuai cita-cita dari suatu masyarakat. Lembaga ini
terlepas dari perintah dari pemerintah, melainkan atas dasar masyarakat itu
sendiri. Sifat atau karakteristik lembaga (institusi) masyarakat madani adalah:
1. Independen adalah bahwa lembaga ini memiliki sifat yang bebas (netral)
dari intervensi lembaga lain, baik lembaga pemerintah maupun
nonpemerintah.
2. Mandiri, yaitu bahwa lembaga ini memiliki kemampuan dan kekuatan
untuk melaksanakan tugas dan fungsi lembaga, dengan tidak melibatkan
pihak lain di luar institusi.
3. Swaorganisasi, yaitu bahwa pengelolaan dan pengendalian institusi
(lembaga) dilakukan secara swadaya oleh SDM lembaga.
4. Transparan, yaitu bahwa dalam pengelolaan dan pengendalian institusi
(lembaga) dilakukan secara terbuka.
5. Idealis, yaitu bahwa pengelolaan dan pengendalian, serta pelaksanaan
institusi (lembaga) diselenggarakan dengan nilai-nilai yang jujur, ikhlas,
dan ditujukan bagi kesejahteraan masyarakat banyak.
6. Demokratis, yaitu institusi (lembaga) yang dibentuk, dikelola, serta
dikendalikan dari, oleh, dan untuk masyarakat sendiri
7. Disiplin, yaitu bahwa institusi (lembaga) dalam menjalankan tugas dan
fungsinya harus taat dan setia terhadap segenap peraturan perundangan
yang berlaku.
Bentuk institusi (lembaga) masyarakat madani dapat diklasifikasi dalam tiga
macam, yaitu :
1. Institusi (lembaga) Sosial, yang dibentuk untuk mengelola pogram-
program sosial di massyarakat, seperti :
a. Lembaga sosial
b. Masyarakat (LSM) dan partai politik
c. Organisasi kepemudaan, seperti KNPI, HMI, PMII, KAMMI
d. Organisasi kemahasiswaan
e. Organisasi profesi, seperti LBH, IAI, PWI, HTI
f. Organisasi kemasyarakatan, seperti MKGR, Kosgoro, dan SOKSI
2. Institusi (lembaga) Keagamaan
Institusi ini adalah institusi (lembaga) yang dibentuk dan dikembangkan
masyarakat, untuk melakukan mengelola program-program keagamaan.
Bentuk institusi ini meliputi, antara lain :
a. Institusi (lembaga) keagamaan dalam Islam, seperti NU,Muhammadiyah,
MUI, dan lain-lain
b. Institusi (lembaga) keagamaan Kristen, seperti PGI
c. Institusi (lembaga) keagamaan Budha, seperti Walubi
d. Institusi (lembaga) keagamaan Hindu, seperti Parisada Hindu Darma.
e. Institusi (lembaga) Katholik, seperti KWI
3. Institusi (lembaga) Paguyuban
Institusi ini adalah institusi (lembaga) yang dibentuk dan dikembangkan
masyarakat untuk mengelola peningkatan kekeluargaan dari suatu daerah,
suku atau bangsa. antara lain; himpunan paguyuban masyarakat Jember,
Batak Karo, Sulawesi, Puwokerta, Bima, Wonogiri, Sunda, Betawi,dan lain-
lain.
D. Perjalanan Civic Society di Indonesia
Di era Soekarno dan Soeharto, pelaksanaan civil society hampir identik
dengan pola political society. Pembungkaman hak partisipasi masyarakat
menjadi ciri utama dalam dua pemerintahan ini. Soekarno, Misalnya dengan
Dekrit 5 Juli 1959 yang melahirkan demokrasi terpimpin membungkam
banyak unsur civil society seperti pers, mahasiswa dan intelektual, seniman
dan membubarkan parlemen. Demikian juga dengan Soeharto, atas nama
stabilitas politik dan ekonomi, pembungkaman partisipasi masyarakat dalam
negara dilakukan dengan menguatnya peran militer dalam Bidang politik,
ekonomi, dan sosial budaya. Aktivitas mahasiswa di kerangkeng dengan
NKK/BKK dan pers yang dianggap “kiri” di bredel bahkan yang lebih tragis
lagi adalah dilarang berkumpul apalagi berbisik-bisik, kalau tidak bandel esok
harinya intel atau kodim akan mengangkat kita untuk diamankan. Apa yang
dilakukan oleh Soeharto selama hampir 32 tahun menumbuhkan stigma dan
trauma yang mendalam dalam sanubari masyarakat Indonesia yang kelak
akan meledak secara radikal.
Civil society di Indonesia mulai menampakkan wujudnya setelah Soeharto
tumbang dan digantikan oleh Habibie. Di masa ini, dapat dikatakan bahwa
terdapat masa peralihan antara Political Society dan Civil Society. Civil
society makin perkasa dibawah era Presiden Gus Dur. Ketika Gus Dur
menjadi presiden, seluruh elemen civil society di berdayakan, pers bebas di
gagas, sistem pengambilan keputusan Gus Dur bersifat Bottom up dengan
cara melontarkan isu-isu ketengah masyarakat, LSM bebas berpendapat,
kebebasan intelektual dibuka. Meski tindakannya justru mmembahayakan
kewibawaannya. Beberapa oknum menghina cacat fisiknya di layar televisi.
Namun sekali lagi, Gusdur menjunjung tinggi kebebasan berpendapat. Ia
tidak menahan orang-orang yang berselisih pendapat dengannya.
Walaupun demikian, dari era Soekarno hingga Gusdur, presiden dipilih
berdasarkan hasil perundingan parlemen dimana pemenang suara terbanyak
di parlemen cenderung menjadi presiden kala itu. Ini tentu ada
ketidaksesuaian dengan karakteristik Civil Society dimana masyarakat
diajarkan untuk berdemokrasi. Baru kemudian di era Megawati perjalanan
Civil Society di Indonesia berlanjut. Di era ini, pemerintah melaksanakan
pemilu langsung di tahun 2004 untuk pertama kalinya dalam sejarah
perpolitikan Indonesia.
Dalam perjalanan mewujudkan Civil society di indonesia bukan berati
tidak ada hambatan-hambatan. Feodalisme dan label status quo para pejabat
baik di pusat maupun didaerah serta dosa-dosa masa lalu dalam era Soeharto
yang sering disebut dengan Orang ORBA, membuat civil society menjadi
momok yang menakutkan bagi mereka. Ditambah lagi dengan beberapa
persoalan dalam masyarakat seperti tingkat pendidikan, pendapatan dan
kesadaran hukum masyarakat yang masih sangat rendah. Di sisi lain, masih
terdapat kultur masyarakat yang belum sesuai dengan kultur demokrasi,
misalnya, sikap paternalistik dan sikap belum menerima perbedaan pendapat
sebagian masyarakat. Apalagi pada saat ini muncul gejala baru dalam
kehidupan negara di mana terjadi persaingan para elite politik yang lebih
berorientasi kepada kepentingan kelompok masing-masing dengan berusaha
melemahkan atau menjatuhkan kelompok lainnya, tanpa menghiraukan nilai-
nilai etika dan moral politik. Bahkan disinyalir pula, bahwa terjadinya
serangkaian konflik dan kekerasan tersebut tidak terlepas dari provokasi
sejumlah elite politik yang tidak menghendaki terwujudnya kondisi negara
yang stabil. Banyak kalangan mensinyalir, bahwa kekerasan-kekerasan
masyarakat yang terjadi di Maluku, Poso dan di berbagai daerah lainnya.
Baru-baru ini tersiar kabar bahwa adanya kasus bom bunuh diri oleh teroris
di beberapa titik di Surabaya. Kasus ini mengganggu kestabilan dan
keamanan negara. Dampaknya sangat terasa bagi golongan tertentu dimana
ada stigma negatif bahwa golongan tersebut termasuk ke dalam kelompok
teroris. Bukan hanya itu, mereka juga dicekal untuk menikmati fasilitas
publik. Dari sini terlihat bahwa karena oknum-oknum tertentu, pluralisme
sebagai bagian dari karakteristik Civic Society terganggu. Masyarakat belum
mampu menghormati, menghargai, dan memahami adanya perbedaan dengan
berasumsi bahwa golongan terterntu merupakan bagian dari teroris hanya
karena satu-dua sudut padang. Fenomena ini tak lain adalah hanya mencoba
mengganggu terwujudnya civil society yang ideal di Indonesia.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Konsep civil society tidak lepas dari terjemahan masyarakat madani.
Karena masyarakat madani merupakan salah satu istilah dari
penerjemahan konsep civil society
2. Masyarakat madani memiliki karakteristik, antara lain: 1). Free public
sphere 2). demokrasi 3). pluralitas 4). toleransi 5). keadilan sosial.
3. Civil Society di orde lama dan orde baru cenderung bersifat political
society adapun di era reformasi civil society mulai nampak di
kepemimpinan BJ Habibie. Meski demikian, saat ini Indonesia belum
sepernuhnya dikatakan sebagai Civil Soeciety akibat beberapa faktor.
4. Institusi masyarat madani terdiri 3 jenis, yaitu 1).institusi sosial 2).
Institusi keagamaan 3). Institusi paguyuban.
DAFTAR PUSTAKA

Azyumari Azra, 2004. Demokrasi, Hak Asasi Manusai dan Masyarakat Madani,
Jakarta : ICCE UIN Hidayatullah.
Hastusi Rita Sri dan De Fretes Yvonne. 2012. megawati Anak Sang Putra Fajar.
Jakarta: Kompas Gramedia
Magniz Suseno, Franz. 2000. Demokrasi dan Civil Society. LP3ES: Jakarta.
Pasaribu, Rowland B. F.(2008).Masyarakat Madani. rowland_pasaribu.staff.
gunadarma.ac.id, diakes 19 April 2018 pukul 13.45 WIB.
Prasetyo, Hendro. 2002. Islam dan Civil Society Pandangan Muslim Indonesia.
Gramedia. Jakarta.
Syah Sirikit. 2014. Membincang Pers, Kepala Negara, dan Etika Media. Jakarta:
Gramedia

Anda mungkin juga menyukai