PADA KULIT
KELOMPOK 4 :
1.Ilham Meutuah
2.Rahima
3.Azimah
4.Fenny Rahmadhany
5.Nazia Ulfa
6.Narisa Cazia
Outline
1 Latar Belakang
2 Sign and Symptom
3 Faktor Penyebab
4 Terapi Non Farmakologi
5 Terapi Farmakologi
TINEA CORPORIS
Latar Belakang
Epidemiologi
Tinea corporis adalah infeksi umum yang
Definisi
terlihat pada daerah iklim yang panas dan
lembab. Seperti infeksi jamur yang lain, Tinea corporis atau kurap
kondisi hangat dan lembab membantu adalah infeksi jamur yang
menyebarkan infeksi ini. Oleh karena itu biasanya menimbulkan
daerah tropis dan subtropis memiliki ruam melingkar
insiden yang tinggi terhadap tinea korporis. kemerahan atau
Tinea corporis dapat terjadi pada semua keperakan pada kulit.
usia, penularan juga dapat terjadi melalui Penyakit kulit ini muncul
kontak langsung dengan individu yang
di seluruh bagian tubuh,
terinfeksi atau tidak langsung melalui
benda yang mengandung jamur, misalnya
namun biasanya muncul
handuk, pakaian, dan lain-lain. pada lengan atau tungkai.
Prevalensi
TINEA CRURIS
Latar Belakang
Epidemiologi
Definisi
Tinea kruris sering terdapat di daerah
dengan iklim hangat, lembab, dan Tinea cruris: Ini adalah
faktor predisposisi meliputi sepatu infeksi dermatofit pada
tertutup dan sering terpapar. Tinea lipatan inguinalis, paha
kruris adalah invasi folikel rambut, ini bagian dalam, perineum,
paling sering terjadi pada musim dan bokong yang biasanya
panas, pada pria muda, dan orang menyisakan skrotum dan
dengan pakaian ketat (Paramata, penis (tidak seperti
2009). Candida intertrigo). Ada
Di Indonesia, dermatofitosis
sebuah erupsi berskala
merupakan 52% dari seluruh
dermatomikosis dan tinea kruris dan eritematosa yang sering
tinea korporis merupakan berbentuk annular
dermatofitosis terbanyak.
Etiologi
TINEA PEDIS
Latar Belakang
Epidemiologi
Definisi
pada suatu penelitian retrospektif yang diadakan di
Italia dari tahun 2005 sampai 2010 dengan total Tinea pedis (Athlete’s food)
sampel 6133 pasien mendapatkan bahwa tinea pedis merupakan dermatofitosis yang
memiliki insidensi sebesar 20,4 % dari seluruh kasus paling sering terjadi. Penyakit
dermatosis yang ada dan lebih sering terjadi pada tersebut biasanya muncul
dewasa muda dan dewasa dengan umur 18-40 sebagai infeksi kronik di antara
tahun serta jenis kelamin laki-laki. Agen kausatif jari kaki. Sebagian besar kasus
tinea pedis yang paling sering ditemukan adalah Tinea pedis disebabkan oleh
T.rubrum, T. mentagrophytes dan E. floccosum. dermatofita, jamur yang
Diperkirakan 10 % dari jumlah penduduk di banyak menyebabkan infeksi superfisial
Negara menderita penyakit ini (Vena, 2012). Tinea kulit dan kuku dengan
pedis lebih sering ditemukan pada daerah beriklim menginfeksi keratin dari lapisan
tropis dan sedang. Di Indonesia, secara epidemiologi epidermis (Al Hasan, 2004).
rentang usia 25-64 tahun adalah rentang paling Tinea pedis biasanya menyerang
banyak menderita penyakit kulit ini (Riani, 2014).
sela-sela kaki dan telapak kaki.
Etiologi Prevalensi
Tinea pedis umumnya disebabkan
Hiok pada penelitiannya
oleh Trichophyton rubrum,
menunjukkan bahwa tipe Tinea pedis
Trichophyton mentagrophytes,
yang paling umum yaitu tipe
Epidermophyton floccosum. T.
Interdigitalis dan tipe moccasin
rubrum menimbulkan lesi 10%
diikuti dengan bentuk vesikular dan
hiperkeratiotik dan kering
ulceratif (Hiok, 2005). Prevalensi
menyerupai bentuk sepatu sandal
tinea pedis 20% meningkat dengan
(mocassin-like) pada kaki, T.
bertambahnya umur dan lebih sering
mentagrophytes seringkali
dijumpai pada orang dewasa70% umur
menimbulkan lesi yang vesikuler
31-60 tahun, diikuti umur di atas 60
dan lebih meradang , sedangkan E.
tahun, dan jarang dijumpai pada
floccosum bisa menimbulkan salah
anak-anak. Pria lebih sering
satu diantara dua morfologi diatas
terinfeksi daripada wanita.
(Chamlin, 2012).
Sign and Sy
mptom • Lepuh dan gatal di kaki
• Kulit putih dan rapuh
• Kulit kering dan terkelupas pada tumit dan sisi
kaki
• Penebalan kulit disertai sisik terutama pada
tumit, telapak kaki, punggung kaki dan telapak
kaki
• Rasa menyengat dan terbakar di antara jari-
jari kaki
• Swelling / bengkak disertai rasa gatal yang
hebat
• Paling banyak ditemukan diantara jari ke-4
dan ke-5, dan seringkali meluas ke bawah jari
dan sel jari-jari lain (Hafeez, 2002).
Faktor Penyebab
• Penyebabnya yang paling sering yaitu
Trichophyton rubrum
• Tidak menjaga kebersihan kaki
• Pemakaian sepatu tertutup untuk waktu
yang lama
• Bertambahnya kelembapan karena
keringat
• Pecahnya kulit karena mekanis
• Paparan terhadap jamur ditempat yang
dilalui banyak orang ( exp : kolam renang)
Terapi Non Farmakologi
• Terapi non-farmakologi dengan memberi edukasi
berupa penjelasan kepada pasien mengenai pentingnya
kebersihan kaki, menjaga kaki tetap kering,
membersihkan kuku kaki, hindari memakai sepatu
tertutup dan sempit, memakai kaos kaki yang kering dan
bersih, dan juga menggunakan sandal pada tempat
mandi umum atau kolam renang untuk mencegah
terjadinya tinea pedis (Tainwala, 2011).
• Pasien juga harus disarankan untuk menghindari
berjalan tanpa alas kaki
Terapi Farmakologi
Terapi Farmakologi
Swamedikasi
Tinea Capitis
Pengertian
1 2 3 4 5
3
1 2
03
01 02
Menggunakan
Menjaga kebersihan shampoo daat
Hindari berbagi sisir, rambut dan kulit mencuci rambut
topi, handuk, sarung kepala
bantal atau helm
dengan orang lain
Terapi Farmakologi
Topical Therapy
Fulcin, Gangguan
• <50 kg 15-20 Fungistop, pencernaan,
6-8 minggu
Griseofulvin mg/kgBB/hari Gricin, diare, ruam, dan Dikontraindikasi
• >50 kg 1 gram/hari Grivacin, sakit
Rexavin kepala
Keamanan Ibu
Lama
Nama Obat Dosis Nama Dagang Efek Samping Hamil &
Penggunaan
Menyusui
Diihindari atau
Ruam, Gangguan digunakan
50-100 mg/hari atau Forcanox,
Itraconazole 2- 4 minggu pencernaan, sakit dengan hati-
5 mg/KgBB/hari Sporacid hati pada ibu
kepala
Hamil
Swamedikasi
Pityriasis Versicolor
Definisi
• Tinea (atau pityriasis) versicolor adalah infeksi kulit jamur yang umum yang dapat menyeba
bkan area kulit seseorang berubah warna. Kulit dapat tampak lebih terang, lebih gelap, at
au lebih merahdari kulit di sekitarnya.
• Tinea versicolor atau Pityriasis versicolor (PV) adalah infeksi jamur kulit kronis yang disebab
kan oleh proliferasi ragi lipofilik (spesies Malassezia) di stratum corneum. Spesies Malassezi
a paling umum yang terkait dengan PV adalah M. globosa, M. sympodialis dan M. furfur.
• Dalam kebanyakan kasus PV, Malassezia, sebagai bagian dari flora kulit normal, tidak pato
gen kecuali mereka membentuk miselium. Ini mungkin dipicu oleh berbagai faktor, termas
uk kelembaban dan suhu tinggi, hiperhidrosis, kerentanan keluarga, dan immunosupresi.
• Akibatnya, PV terjadi lebih sering di iklim tropis (sebanyak 40%) dibandingkan dengan ikli
m sedang. PV sulit disembuhkan, karena kekambuhan setelah perawatan dapat mencapai
80% dalam 2 tahun.
Gupta, A. K., & Foley, K. A. (2015). Antifungal Treatment for Pityriasis Versicolor. Journal of fungi (Basel, Switzerland), 1(1), 13–29. 41
Epidemiologi
• Pityriasis versicolor (PV) telah dilaporkan di seluruh dunia, tetapi lebih sering terjadi dalam kondisi hangat dan le
mbab. Prevalensinya setinggi 50% di negara-negara tropis dan serendah 1,1% di daerah beriklim dingin sepert
i Swedia.
• Lingkungan yang hangat dan lembab diperkirakan menjadi salah satu faktor pencetus. Indonesia terletak pada
garis ekuator dengan temperatur sepanjang tahun sekitar 30°C dan kelembaban 70%.
• Pityriasis versicolor terjadi lebih sering pada remaja dan dewasa muda mungkin karena peningkatan produksi se
bum oleh kelenjar sebaceous yang memungkinkan lingkungan yang lebih kaya lipid di mana Malassezia dapat t
umbuh.
• Pityriasis versicolor mempengaruhi pria dan wanita secara setara dan tidak ada dominasi etnis tertentu yang tel
ah dilaporkan.
• Pityriasis versicolor disebabkan oleh Malassezia, ragi/khamir lipofilik dimorfik, yang merupakan komponen fl
ora kulit normal.
• Hingga saat ini, 14 spesies Malassezia telah diidentifikasi yaitu M. furfur, M. sympoidalis, M. globosa, M.
obtusa, M. restricta, M. slooffiae, M. dermatis, M. japonica, M. yamotoensis, M. caprae, M. nana, M. eq
uine, M cuniculi, dan M. pachydermatis.
• Spesies utama yang diisolasi dalam pityriasis versicolor di Indonesia adalah M. furfur, M. globosa, M. sympod
ialis.
• Malassezia adalah komensal kulit yang sehat, dan paling umum di daerah berminyak seperti wajah, kulit kep
ala, dan punggung. Namun, Malassezia dapat menyebabkan pityriasis versicolor ketika dikonversi menjadi b
entuk filamen yang patogen.
Karray M, McKinney WP. Tinea (Pityriasis) Versicolor. [Updated 2019 Apr 1]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482500/ 43
Etiologi
• PV terjadi karena bentuk ragi yang saprofit pada kulit berkembang menjadi bentuk miselium parasitik dan menimbulkan g
ejala klinis.
• Faktor - faktor yang mempengaruhi proses tersebut antara lain lingkungan, kadar CO2 yang meningkat pada kondisi oklus
if, sebum pada dewasa muda, hiperhidrosis, penggunaan kortikosteroid sistemik, penyakit Cushing, kondisi imunosupresi
f, dan malnutrisi. Kehamilan serta penggunaan kontrasepsi oral juga dianggap memudahkan terjadinya PV.
• Faktor genetik yang poligenik mungkin berpengaruh terhadap kerentanan terhadap PV, dan hal tersebut cenderung mem
pengaruhi awitan yang lebih muda pada pasien laki-laki, dan tingkat rekurensi yang tinggi pada pengobatan, serta durasi
penyakit yang lebih lama.
• Sejauh ini belum diketahui gen yang berperan pada kerentanan terhadap PV. Meskipun penyebab dianggap berasal dari o
rganisme yang normal di kulit, diduga ada kemungkinan transmisi dari individu lain.
• Belum ada penjelasan mengenai gatal yang muncul pada lesi, akan tetapi terdapat hipotesis bahwa lingkungan yang lemb
ab dan basah meningkatkan virulensi jamur sehingga muncul rasa gatal segera setelah paparan sinar matahari, berkeringa
t, maupun mandi.
45
Patogenesis
46
Sign & Symptom
Tanda pertama tinea versikolor adalah bintik-bintik pada kulit. Bintik-bintik ini dapat:
• Menjadi lebih terang (atau lebih gelap) dari kulit di sekitarnya; warna bintik-bintik bisa putih, merah muda, merah, cokelat, atau cok
elat
• Muncul di mana saja di tubuh
• Kering dan bersisik
• Menyebabkan kulit yang terkena terasa gatal
• Menjadi lebih terlihat ketika Anda memiliki kulit cokelat (ragi mencegah kulit dari penyamakan)
• Tumbuh perlahan
• Terkadang hilang ketika suhu turun dan kembali di musim semi atau musim panas ketika udara berubah menjadi hangat dan lemb
ab
Terkadang bintik-bintiknya sangat redup sehingga orang tidak menyadari bahwa mereka memiliki tinea versikolor.
a b c d
(a) Bintik-bintik tinea versikolor bisa kering dan bersisik. Saat ragi tumbuh, bintik-bintik bisa tumbuh bersama.
(c) Hipopigmentasi
(d) Hiperpigmentasi
• Pada lesi hiperpigmentasi tampak peningkatan ukuran melanosom serta penebalan stratum korneum.
• Diduga faktor inflamasi sebagai stimulus melanositosis serta organisme penyebab dalam jumlah besar turut
berperan pada terjadinya hiperpigmentasi.
• Pada studi in vitro terdapat indikasi bahwa Malassezia spp. dapat memproduksi pigmen serupa melanin, tet
api secara in vivo pada lesi hiperpigmentasi hal ini belum terbukti.
52
Terapi Farmakologi: Topikal
Terapi lini pertama pada tinea versicolor adalah dengan pemberian topikal antifungal. Obat topikal antifungal dibagi menjadi 2, yaitu a
ntifungal nonspesifik dan antifungal spesifik.
Antifungal Nonspesifik
Obat antifungal nonspesifik berfungsi untuk membuang jaringan mati dan mencegah penyebaran lesi lebih luas. Contoh antifungal no
nspesifik adalah sulfur + asam salisilat, selenium sulfida 2,5%, dan zinc pyrithione.
Penggunaan antifungal nonspesifik umumnya dalam bentuk sampo. Sampo ini membuat lapisan paling luar mengelupas sehingga me
mbuang jamur yang menyebabkan tinea versicolor. Pasien dianjurkan menggunakan shampo pada area yang terinfeksi dan didiamkan
selama 10 menit setiap harinya sebelum dibilas, dan diulang tiap hari hingga 1 minggu. [3]
Antifungal Spesifik
Obat antifungal spesifik memiliki efek fungisidal atau fungistatik, yang termasuk diantaranya adalah golongan imidazole (clotrimazole
1%, ketoconazole 2%, econazole, isoconazole, miconazole), ciclopiroxolamine 1%, dan allylamine (terbinafine1%).
Ketoconazole merupakan obat topikal yang paling sering digunakan untuk mengobati tinea versicolor dan digunakan sebagai krim seb
anyak 2 kali sehari selama 15 hari.
53
Terapi Farmakologi: Sistemik
Terapi Dosis Efek Samping Keamanan dalam kehamilan
Ketoconazole 200 mg 1x1 saat makan atau 3- mual, muntah, nyeri perut; sakit kepala; Kategori C: Studi pada binatang percobaan
4 mg/kg/hari ruam, urtikaria, pruritus; kerusakan hati fatal memperlihatkan adanya efek samping terhadap
selama 10 hari Peringatan: risiko terbentuknya hepatitis janin, namun belum ada studi terkontrol pada
lebih besar jika diberikan lebih dari 14 hari. wanita hamil. Obat hanya boleh digunakan jika
besarnya manfaat yang diharapkan melebihi
besarnya risiko terhadap janin.
Itraconazole 200 mg 1x1 selama 7 hari mual, sakit perut, dispepsia, konstipasi, sakit Kategori C
kepala, pusing, kenaikan enzim hati,
gangguan haid, reaksi alergi (pruritus, ruam,
urtikaria, angioudem)
Fluconazole 300 mg 1x seminggu selama 2 nausea, sakit perut, diare, kembung; Kategori D: Ada bukti positif mengenai risiko
minggu gangguan enzim hati; terhadap janin manusia, tetapi besarnya manfaat
yang diperoleh mungkin lebih besar dari
risikonya, misalnya untuk mengatasi situasi yang
mengancam jiwa.Fluconazole berisiko
menimbulkan keguguran.
Gupta, A. K., & Lyons, D. C. A. (2014). Pityriasis versicolor: an update on pharmacological treatment options. Expert Opinion on Pharmacotherapy, 15:12, 1707-1713.
PIONAS BPOM 54
Terapi Farmakologi yang tersedia di Indonesia
Tujuan pengobatan yaitu mengembalikan Malassezia sebagai koloni normal atau komensal pada tub
uh, bukan untuk mengeradikasi Malaseezia. Angka kekambuhan antara 60-80% dalam 2 tahun pert
ama.
56
Swamedikasi
Clotrimazole
57
Terapi Farmakologi yang tersedia di Indonesia
58
Referensi
Dipiro, J. T. et al. 2017. Pharmacotherapy: A Patophysiologic Approach 10th ed. McGraw Hill, New York.
Gupta, A. K., & Lyons, D. C. A. (2014). Pityriasis versicolor: an update on pharmacological treatment options. Ex
pert Opinion on Pharmacotherapy, 15:12, 1707-1713.
Gupta, A. K., & Foley, K. A. (2015). Antifungal Treatment for Pityriasis Versicolor. Journal of fungi (Basel, S
witzerland), 1(1), 13–29.
Hudson A, Sturgeon A, Peiris A. (2018). Tinea Versicolor. JAMA. 320(13):1396.
Karray M, McKinney WP. Tinea (Pityriasis) Versicolor. [Updated 2019 Apr 1]. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NB
K482500/
Verawaty, L. dan Karmila, I.G.A.A.D. Penatalaksanaan Pitiriasis Versikolor. SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Ke
lamin FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar.
59
Ringkasan Terapi Farmakologi
Ringkasan Terapi Farmakologi
Ringkasan Terapi Farmakologi
Ringkasan Terapi Farmakologi
Daftar Pustaka
British Association of Dermatologists guidelines for the management of tinea capitis 2014
BPOM, 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta.
Al Hasan M, Fitzgerald S. M., Saoudian M, Krishnaswamy G., 2004. Dermatologi for the practicing allergist : Tinea pedis and its compli
cations. Clinical and Molecular Allergy, Biomed Central.
Bolognia J. L, Jorizzo L, Rapini R. P., 2012. Tinea Pedis 3rd edition. British Library. p19-21.
Chamlin, L. S. Lawley P. S., 2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Tinea Pedis 8rd edition. New York, McGraw-Hill
Medicine. 709-712.
Hafeez, Z. H., 2002. The Pattern of Tinea pedis in 90 patients in the San Fransisco Bay Area. Department of Dermatology Research.
University of California, San Fransisco, USA.
Hiok, H. T., 2005. Superficial Fungal Infections Seen at the National Skin Center, Singapore. Nippon Ishinkin Gakkai Zassh. 46(2):77-80.
Riani E. 2012. Hubungan antara karakteristik demografi gaya hidup dan perilaku pasien puskesmas di Jakarta Selatan dengan
Dermatofitosis. USU press.
Tainwala Ram and Sharma Y. K., 2011. Pathogenesis of Dermatophytes. Indian J Dermatol. 56(3):259-261.
Vena, Gino A, Paolo C, Annarita G, Anna B, Nicoletta C. 2012. Epidemiology of Dermatophytes. Retrospective analysis from 2005 to
2010 and comparison with previous data from 1975. New Microbiologica, 35:207-213.
Sobera JO, Elewski BE. Superficial mycoses. 2nd ed. New York; McGraw
Hill: 2008. p.1407-1507.
Nathan, Alan. 2008. Managing Symptom in the Pharmacy. Pharmaceutical Press, London
Yadav A, Urhekar AD, Mane V, Danu MS, Goel N, Ajit KG. Optimization and isolation of dermatophytes from clinical samples and
invitro antifungal susceptibility testing by disc diffusion method. Journal of Microbiology and Biotechnology. 2013; 2(3)19-34.
Sahoo, Alok Kumar., Rahul Mahajam. 2016. Management of Tinea Corpuris, Tinea Cruris and Tinea Pedis : A Comprehensive Review.
Volume 7 (2) : 77-86
Thank you