Anda di halaman 1dari 65

INFEKSI JAMUR

PADA KULIT

KELOMPOK 4 :
1.Ilham Meutuah
2.Rahima
3.Azimah
4.Fenny Rahmadhany
5.Nazia Ulfa
6.Narisa Cazia
Outline

1 Latar Belakang
2 Sign and Symptom
3 Faktor Penyebab
4 Terapi Non Farmakologi
5 Terapi Farmakologi
TINEA CORPORIS
Latar Belakang
Epidemiologi
Tinea corporis adalah infeksi umum yang
Definisi
terlihat pada daerah iklim yang panas dan
lembab. Seperti infeksi jamur yang lain, Tinea corporis atau kurap
kondisi hangat dan lembab membantu adalah infeksi jamur yang
menyebarkan infeksi ini. Oleh karena itu biasanya menimbulkan
daerah tropis dan subtropis memiliki ruam melingkar
insiden yang tinggi terhadap tinea korporis. kemerahan atau
Tinea corporis dapat terjadi pada semua keperakan pada kulit.
usia, penularan juga dapat terjadi melalui Penyakit kulit ini muncul
kontak langsung dengan individu yang
di seluruh bagian tubuh,
terinfeksi atau tidak langsung melalui
benda yang mengandung jamur, misalnya
namun biasanya muncul
handuk, pakaian, dan lain-lain. pada lengan atau tungkai.
Prevalensi

Tinea corporis lebih 10%


sering pada rentang
usia 21-30 tahun
dan lebih sering 20%
terjadi pada laki-laki
(Yadav, 2013) 70%
Sign and Symptom
Tinea corporis biasanya mulai muncul 4-10
hari setelah tubuh terpapar jamur. Beberapa
tanda dan gejala umum tinea corporis
adalah:
• Munculnya ruam melingkar kemerahan atau
kepekatan pada kulit dengan tepi yang
sedikit menimbul dibanding daerah
sekitarnya.
• Bagian tengah dari cincin bisa tampak
seperti kulit sehat, namun bisa juga timbul
luka berisi cairan (blister) atau nanah
disekitar ruam melingkar tersebut.
• Kulit terasa gatal, bersisik, dan meradang.
Faktor Penyebab
Dermatofita adalah golongan yang
menyebabkan dermatofitosis. Golongan
jamur ini memiliki sifat mencerna
keratin. Dermatofita termasuk kelas
fungi imperfecti yang terbagi menjadi
tiga genus, yaitu Trichophyton spp,
microsporum spp, dan Epidermophyton
spp. Walaupun semua dermatofita bisa
menyebabkan tinea korporis, penyebab
yang paling umum adalah Trichophyton
rubrum dan Trichophyton
mentagrophytes.
Terapi Non Farmakologi
• Pasien harus didorong untuk mengenakan pakaian
longgar terbuat dari bahan katun atau sintesis yang
dirancang untuk melembabkan
•Area yang kemungkinan terinfeksi harus dikering
sepenuhnya sebelum ditutup dengan pakaian
•Hindari menggaruk kulit yang terinfeksi jamur.
• Hindari sumber penularan, seperti binatang atau
kontak dengan penderita lain.
• Cuci tangan setelah kontak fisik dengan binatang.
• Bersihkan kulit yang terinfeksi setiap hari.
Terapi Farmakologi
Terapi Farmakologi
Insert Your Image

TINEA CRURIS
Latar Belakang
Epidemiologi
Definisi
Tinea kruris sering terdapat di daerah
dengan iklim hangat, lembab, dan Tinea cruris: Ini adalah
faktor predisposisi meliputi sepatu infeksi dermatofit pada
tertutup dan sering terpapar. Tinea lipatan inguinalis, paha
kruris adalah invasi folikel rambut, ini bagian dalam, perineum,
paling sering terjadi pada musim dan bokong yang biasanya
panas, pada pria muda, dan orang menyisakan skrotum dan
dengan pakaian ketat (Paramata, penis (tidak seperti
2009). Candida intertrigo). Ada
 Di Indonesia, dermatofitosis
sebuah erupsi berskala
merupakan 52% dari seluruh
dermatomikosis dan tinea kruris dan eritematosa yang sering
tinea korporis merupakan berbentuk annular
dermatofitosis terbanyak.
Etiologi

Penyebab utama dari tinea


kruris adalah Trichopyhton
rubrum (90%) dan
Epidermophython
10%
fluccosum, Trichophyton
mentagrophytes (4%),
Trichophyton tonsurans 20%
(6%) (Sobera, 2008)
70%
Prevalensi
Tinea kruris lebih sering
pada rentang usia 51-60
tahun dan lebih sering
terjadi pada laki-laki.
Sebanyak populasi laki-
10%
laki, sebanyak 10%
menderita tinea kruris.
Berdasarkan urutannya,
tinea corporis (57%), tinea 20%
unguinum (20%), tinea
kruris (10%), tinea pedis 70%
dantinea barbae (6%),
dan sebanyak 1% tipe
lainnya (Yadav, 2013).
• Ada ruam gatal merah- kecoklatan, dengan
Sign and Sy batas yang jelas di pangkal paha
mptom • Infeksi sering menyebar ke perut bagian bawah,
skrotum dan bokong (Alan Nathan,2008)
• rasa gatal atau terbakar pada daerah lipat paha,
genital, sekitar anus dan daerah perineum
(Djuanda, 2010).
• tinea kruris yang khas adalah gatal yang
meningkat saat berkeringat, dengan bentuk lesi
polisiklik / bulat berbatas tegas, efloresensi
polimorfik, dan tepi lebih aktif (Abdelal, 2013).
• Adanya central healing yang ditutupi skuama
halus pada bagian tengah lesi. Tepi yang
meninggi dan merah sering ditemukan pada
pasien. Pruritus sering ditemukan, seperti halnya
nyeri yang disebabkan oleh maserasi ataupun
infeksi sekunder (Patel, 2009).
Faktor Penyebab
• Faktor penting yang berperan dalam
penyebaran dermatofita ini adalah kondisi
kebersihan lingkungan yang buruk, daerah
pedesaan yang padat, dan kebiasaan
menggunakan pakaian yang ketat atau lembab
(Patel, 2009).
• Penyebab utama dari tinea kruris adalah
Trichopyhton rubrum (90%) dan
Epidermophython fluccosum, Trichophyton
mentagrophytes (4%), Trichophyton tonsurans
(6%) (Sobera, 2008)
• Tinea kruris lebih sering menyerang pria
dibandingkan wanita
Terapi Non Farmakologi
• Pasien harus didorong untuk mengenakan
pakaian longgar terbuat dari bahan katun atau
sintesis yang dirancang untuk melembabkan
•Area yang kemungkinan terinfeksi harus dikering
sepenuhnya sebelum ditutup dengan pakaian
• Cuci dan keringkan daerah selangkangan setiap
hari
• Ganti celana dalam setiap hari
• Jangan berbagi handuk dengan orang lain
Terapi Farmakologi
Terapi Farmakologi
Insert Your Image

TINEA PEDIS
Latar Belakang
Epidemiologi
Definisi
pada suatu penelitian retrospektif yang diadakan di
Italia dari tahun 2005 sampai 2010 dengan total Tinea pedis (Athlete’s food)
sampel 6133 pasien mendapatkan bahwa tinea pedis merupakan dermatofitosis yang
memiliki insidensi sebesar 20,4 % dari seluruh kasus paling sering terjadi. Penyakit
dermatosis yang ada dan lebih sering terjadi pada tersebut biasanya muncul
dewasa muda dan dewasa dengan umur 18-40 sebagai infeksi kronik di antara
tahun serta jenis kelamin laki-laki. Agen kausatif jari kaki. Sebagian besar kasus
tinea pedis yang paling sering ditemukan adalah Tinea pedis disebabkan oleh
T.rubrum, T. mentagrophytes dan E. floccosum. dermatofita, jamur yang
Diperkirakan 10 % dari jumlah penduduk di banyak menyebabkan infeksi superfisial
Negara menderita penyakit ini (Vena, 2012). Tinea kulit dan kuku dengan
pedis lebih sering ditemukan pada daerah beriklim menginfeksi keratin dari lapisan
tropis dan sedang. Di Indonesia, secara epidemiologi epidermis (Al Hasan, 2004).
rentang usia 25-64 tahun adalah rentang paling Tinea pedis biasanya menyerang
banyak menderita penyakit kulit ini (Riani, 2014).
sela-sela kaki dan telapak kaki.
Etiologi Prevalensi
Tinea pedis umumnya disebabkan
Hiok pada penelitiannya
oleh Trichophyton rubrum,
menunjukkan bahwa tipe Tinea pedis
Trichophyton mentagrophytes,
yang paling umum yaitu tipe
Epidermophyton floccosum. T.
Interdigitalis dan tipe moccasin
rubrum menimbulkan lesi 10%
diikuti dengan bentuk vesikular dan
hiperkeratiotik dan kering
ulceratif (Hiok, 2005). Prevalensi
menyerupai bentuk sepatu sandal
tinea pedis 20% meningkat dengan
(mocassin-like) pada kaki, T.
bertambahnya umur dan lebih sering
mentagrophytes seringkali
dijumpai pada orang dewasa70% umur
menimbulkan lesi yang vesikuler
31-60 tahun, diikuti umur di atas 60
dan lebih meradang , sedangkan E.
tahun, dan jarang dijumpai pada
floccosum bisa menimbulkan salah
anak-anak. Pria lebih sering
satu diantara dua morfologi diatas
terinfeksi daripada wanita.
(Chamlin, 2012).
Sign and Sy
mptom • Lepuh dan gatal di kaki
• Kulit putih dan rapuh
• Kulit kering dan terkelupas pada tumit dan sisi
kaki
• Penebalan kulit disertai sisik terutama pada
tumit, telapak kaki, punggung kaki dan telapak
kaki
• Rasa menyengat dan terbakar di antara jari-
jari kaki
• Swelling / bengkak disertai rasa gatal yang
hebat
• Paling banyak ditemukan diantara jari ke-4
dan ke-5, dan seringkali meluas ke bawah jari
dan sel jari-jari lain (Hafeez, 2002).
Faktor Penyebab
• Penyebabnya yang paling sering yaitu
Trichophyton rubrum
• Tidak menjaga kebersihan kaki
• Pemakaian sepatu tertutup untuk waktu
yang lama
• Bertambahnya kelembapan karena
keringat
• Pecahnya kulit karena mekanis
• Paparan terhadap jamur ditempat yang
dilalui banyak orang ( exp : kolam renang)
Terapi Non Farmakologi
• Terapi non-farmakologi dengan memberi edukasi
berupa penjelasan kepada pasien mengenai pentingnya
kebersihan kaki, menjaga kaki tetap kering,
membersihkan kuku kaki, hindari memakai sepatu
tertutup dan sempit, memakai kaos kaki yang kering dan
bersih, dan juga menggunakan sandal pada tempat
mandi umum atau kolam renang untuk mencegah
terjadinya tinea pedis (Tainwala, 2011).
• Pasien juga harus disarankan untuk menghindari
berjalan tanpa alas kaki
Terapi Farmakologi
Terapi Farmakologi
Swamedikasi
Tinea Capitis
Pengertian

Tinea Capitis atau Scalp ringworm adalah


infeksi pada kulit kepala dan kulit
sekitarnya yang disebabkan oleh jamur
dermatofita (Microsporum, Tricophyton
Latar Belakang
Epidemiologi Etiologi
•Microsporum dilaporkan
Tinea Capitis yang paling menjadi organisme yang paling
tinggi terjadi di Afrika, Asia dan sering menjadi penyebab.
Eropa Tenggara. Penyakit ini •Tricophyton juga dilaporkan
banyak terserang pada anak- merupakan 50-90% penyebab
anak dibawah 10 tahun. infeksi kulit kepala dermatofit di
Sedangkan orang dewasa U.K
sekitar 4,9% dari semua •Peningkatan infeksi dermatofit
kasus ini disebabkan oleh pola
imigrasi dan perjalanan
Sign and Simptom
Bersisik dan
Gatal, kemerahan bercak Pembengkakan
dan kerak pada merah dan nanah di
kulit kepala menyerupai area terinfeksi
ketombe

1 2 3 4 5

Kerontokan Jaringan parut


rambut pada dan
bagian kerontokan
rambut
terinfeksi permanen
Faktor Penyebab

3
1 2

Jamur Kontak kulit Kontak pada benda-


dermatofit dengan orang yang benda seperti
terinfeksi, atau handuk, sprei, sisir
hewan terinfeksi yang mengandung
seperti kucing atau jamur atau digunakan
anjing oleh orang yang
terinfeksi
Terapi Non-Farmakologi

03
01 02
Menggunakan
Menjaga kebersihan shampoo daat
Hindari berbagi sisir, rambut dan kulit mencuci rambut
topi, handuk, sarung kepala
bantal atau helm
dengan orang lain
Terapi Farmakologi
Topical Therapy

Povidone-iodine Shampoo Ketoconazole Shampoo


2% Selenium
Sulfide 1%
First Line Therapy
Lama Keamanan
Nama
Nama Obat Dosis Penggunaa Efek Samping Ibu Hamil &
Dagang
n Menyusui

Fulcin, Gangguan
• <50 kg 15-20 Fungistop, pencernaan,
6-8 minggu
Griseofulvin mg/kgBB/hari Gricin, diare, ruam, dan Dikontraindikasi
• >50 kg 1 gram/hari Grivacin, sakit
Rexavin kepala

• <20 kg 62,5 mg/hari Dihindari atau


Ruam dan
• 20-40 kg 125 mg/ Interbi, digunakan hati-
Terbinafine 2-4 minggu gangguan
hari Lamisil hati pada
pencernaan
• >40 kg 250 mg/hari kehamilan
Second Line Therapy

Keamanan Ibu
Lama
Nama Obat Dosis Nama Dagang Efek Samping Hamil &
Penggunaan
Menyusui

Diihindari atau
Ruam, Gangguan digunakan
50-100 mg/hari atau Forcanox,
Itraconazole 2- 4 minggu pencernaan, sakit dengan hati-
5 mg/KgBB/hari Sporacid hati pada ibu
kepala
Hamil
Swamedikasi
Pityriasis Versicolor
Definisi

• Tinea (atau pityriasis) versicolor adalah infeksi kulit jamur yang umum yang dapat menyeba
bkan area kulit seseorang berubah warna. Kulit dapat tampak lebih terang, lebih gelap, at
au lebih merahdari kulit di sekitarnya.

• Tinea versicolor atau Pityriasis versicolor (PV) adalah infeksi jamur kulit kronis yang disebab
kan oleh proliferasi ragi lipofilik (spesies Malassezia) di stratum corneum. Spesies Malassezi
a paling umum yang terkait dengan PV adalah M. globosa, M. sympodialis dan M. furfur.

• Dalam kebanyakan kasus PV, Malassezia, sebagai bagian dari flora kulit normal, tidak pato
gen kecuali mereka membentuk miselium. Ini mungkin dipicu oleh berbagai faktor, termas
uk kelembaban dan suhu tinggi, hiperhidrosis, kerentanan keluarga, dan immunosupresi.

• Akibatnya, PV terjadi lebih sering di iklim tropis (sebanyak 40%) dibandingkan dengan ikli
m sedang. PV sulit disembuhkan, karena kekambuhan setelah perawatan dapat mencapai
80% dalam 2 tahun.

Gupta, A. K., & Foley, K. A. (2015). Antifungal Treatment for Pityriasis Versicolor. Journal of fungi (Basel, Switzerland), 1(1), 13–29. 41
Epidemiologi

• Pityriasis versicolor (PV) telah dilaporkan di seluruh dunia, tetapi lebih sering terjadi dalam kondisi hangat dan le
mbab. Prevalensinya setinggi 50% di negara-negara tropis dan serendah 1,1% di daerah beriklim dingin sepert
i Swedia.

• Lingkungan yang hangat dan lembab diperkirakan menjadi salah satu faktor pencetus. Indonesia terletak pada
garis ekuator dengan temperatur sepanjang tahun sekitar 30°C dan kelembaban 70%.

• Pityriasis versicolor terjadi lebih sering pada remaja dan dewasa muda mungkin karena peningkatan produksi se
bum oleh kelenjar sebaceous yang memungkinkan lingkungan yang lebih kaya lipid di mana Malassezia dapat t
umbuh.

• Pityriasis versicolor mempengaruhi pria dan wanita secara setara dan tidak ada dominasi etnis tertentu yang tel
ah dilaporkan.

Verawaty, L. dan Karmila, I.G.A.A.D. Penatalaksanaan Pitiriasis Versikolor 42


Etiologi

• Pityriasis versicolor disebabkan oleh Malassezia, ragi/khamir lipofilik dimorfik, yang merupakan komponen fl
ora kulit normal.

• Hingga saat ini, 14 spesies Malassezia telah diidentifikasi yaitu M. furfur, M. sympoidalis, M. globosa, M.
obtusa, M. restricta, M. slooffiae, M. dermatis, M. japonica, M. yamotoensis, M. caprae, M. nana, M. eq
uine, M cuniculi, dan M. pachydermatis.

• Spesies utama yang diisolasi dalam pityriasis versicolor di Indonesia adalah M. furfur, M. globosa, M. sympod
ialis.

• Malassezia adalah komensal kulit yang sehat, dan paling umum di daerah berminyak seperti wajah, kulit kep
ala, dan punggung. Namun, Malassezia dapat menyebabkan pityriasis versicolor ketika dikonversi menjadi b
entuk filamen yang patogen.

Karray M, McKinney WP. Tinea (Pityriasis) Versicolor. [Updated 2019 Apr 1]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482500/ 43
Etiologi

• PV terjadi karena bentuk ragi yang saprofit pada kulit berkembang menjadi bentuk miselium parasitik dan menimbulkan g
ejala klinis.
• Faktor - faktor yang mempengaruhi proses tersebut antara lain lingkungan, kadar CO2 yang meningkat pada kondisi oklus
if, sebum pada dewasa muda, hiperhidrosis, penggunaan kortikosteroid sistemik, penyakit Cushing, kondisi imunosupresi
f, dan malnutrisi. Kehamilan serta penggunaan kontrasepsi oral juga dianggap memudahkan terjadinya PV.

• Faktor genetik yang poligenik mungkin berpengaruh terhadap kerentanan terhadap PV, dan hal tersebut cenderung mem
pengaruhi awitan yang lebih muda pada pasien laki-laki, dan tingkat rekurensi yang tinggi pada pengobatan, serta durasi
penyakit yang lebih lama.

• Sejauh ini belum diketahui gen yang berperan pada kerentanan terhadap PV. Meskipun penyebab dianggap berasal dari o
rganisme yang normal di kulit, diduga ada kemungkinan transmisi dari individu lain.

• Belum ada penjelasan mengenai gatal yang muncul pada lesi, akan tetapi terdapat hipotesis bahwa lingkungan yang lemb
ab dan basah meningkatkan virulensi jamur sehingga muncul rasa gatal segera setelah paparan sinar matahari, berkeringa
t, maupun mandi.

Verawaty, L. dan Karmila, I.G.A.A.D. Penatalaksanaan Pitiriasis Versikolor 44


Patogenesis

45
Patogenesis

46
Sign & Symptom

Tanda pertama tinea versikolor adalah bintik-bintik pada kulit. Bintik-bintik ini dapat:
• Menjadi lebih terang (atau lebih gelap) dari kulit di sekitarnya; warna bintik-bintik bisa putih, merah muda, merah, cokelat, atau cok
elat
• Muncul di mana saja di tubuh
• Kering dan bersisik
• Menyebabkan kulit yang terkena terasa gatal
• Menjadi lebih terlihat ketika Anda memiliki kulit cokelat (ragi mencegah kulit dari penyamakan)
• Tumbuh perlahan
• Terkadang hilang ketika suhu turun dan kembali di musim semi atau musim panas ketika udara berubah menjadi hangat dan lemb
ab

Terkadang bintik-bintiknya sangat redup sehingga orang tidak menyadari bahwa mereka memiliki tinea versikolor.

American Academy of Dermatology Association. (2019). https://www.aad.org/diseases/a-z/tinea-versicolor-symptoms 47


Sign & Symptom

a b c d

(a) Bintik-bintik tinea versikolor bisa kering dan bersisik. Saat ragi tumbuh, bintik-bintik bisa tumbuh bersama.

(b) Sering terlihat seperti ruam

(c) Hipopigmentasi

(d) Hiperpigmentasi

American Academy of Dermatology Association. (2019). https://www.aad.org/diseases/a-z/tinea-versicolor-symptoms 48


Sign & Symptom: Hipopigmentasi
• Jamur ini mampu menghalangi sinar matahari dan mengganggu proses penggelapan kulit. Lesi hipopigmentasi yang terjadi diduga
adanya peran asam azeleat, suatu asam dikarboksilat metabolit Malassezia spp. yang bersifat menghambat tirosinase dalam alur pr
oduksi melanin. Ukuran melanosom yang lebih kecil dan hanya sedikit termelanisasi diproduksi, tetapi tidak ditransfer ke keratinos
it dengan baik, hal ini terjadi pada orang dengan kulit lebih gelap.
• Hipopigmentasi akan menetap beberapa bulan bahkan tahun. Selain itu Malassezia spp. menghasilkan sejumlah senyawa indol, me
tabolit tryptophan- dependent yang diduga mengakibatkan hipopigmentasi tanpa gejala inflamasi yang merupakan gambaran klinis
PV pada umumnya. Senyawa indol tersebut ada yang mempengaruhi melanogenesis dan ada yang mampu menyebabkan downre
gulation proses inflamasi, antara lain.
• Pitriacitrin yang mengabsorbsi sinar UV, sehingga berperan sebagai tabir surya. Penemuan dominasi M. furfur pada daerah tr
opis dapat dijelaskan oleh adanya pityriacitrin, sebuah senyawa indol yang diproduksi oleh M. furfur. Pityriacitrin memiliki kem
ampuan untuk melindungi jamur terhadap paparan ultraviolet, sehingga menyebabkan M. furfur lebih resisten terhadap sinar
matahari.
• Pityrialactone, yang berpendar (fluoresensi) di bawah sinar UV 366nm memberikan warna kuning-kehijauan.
• Pityriarubins, yang menghambat respiratory burst neutrofil dan menghambat aktivitas 5-lipoksigenase.
• Malassezin, suatu agonis reseptor; aryl-hydrocarbon yang menyebabkan apoptosis dalam melanosit, sehingga hipopigmentasi
bertahan lama.
• Indirubin dan indolo[3,2-b] carbazole, yang menghambat maturasi sel dendritik dan kemampuannya mempresentasikan antig
en.

Verawaty, L. dan Karmila, I.G.A.A.D. Penatalaksanaan Pitiriasis Versikolor 49


Sign & Symptom: Hiperpigmentasi

• Pada lesi hiperpigmentasi tampak peningkatan ukuran melanosom serta penebalan stratum korneum.

• Diduga faktor inflamasi sebagai stimulus melanositosis serta organisme penyebab dalam jumlah besar turut
berperan pada terjadinya hiperpigmentasi.
• Pada studi in vitro terdapat indikasi bahwa Malassezia spp. dapat memproduksi pigmen serupa melanin, tet
api secara in vivo pada lesi hiperpigmentasi hal ini belum terbukti.

Verawaty, L. dan Karmila, I.G.A.A.D. Penatalaksanaan Pitiriasis Versikolor 50


Pemeriksaan Penunjang

Lampu Wood Mikroskopis langsung


• Tampak gambaran bercak • Kerokan + KOH 10-20%  spagetti
dengan warna kuning meat ball
keemasan

The Power of PowerPoint | thepopp.com 51


Terapi Non Farmakologi

1. Ganti pakaian yang sudah basah


2. Gunakan pakaian bersih dan kering
3. Rajin membersihkan diri dan selalu langsung mengeringkan kulit setelah dibasuh
4. Hindari menggunakan produk kulit berminyak
5. Kurangi ekspos terhadap sinar matahari. Paparan sinar matahari dapat memicu atau memp
erburuk kondisi kulit, dan membuat ruam lebih terlihat
6. Gunakan tabir surya setiap hari. Gunakan tabir surya yang tidak berminyak dengan faktor p
erlindungan matahari minimum (SPF) 30
7. Jangan memakai pakaian ketat
8. Kenakan kain longgar yang dingin seperti katun untuk mengurangi keringat.
9. Hindari berbagi barang pribadi dengan orang lain (seperti handuk, celana dalam, dan baju)

52
Terapi Farmakologi: Topikal

Terapi lini pertama pada tinea versicolor adalah dengan pemberian topikal antifungal. Obat topikal antifungal dibagi menjadi 2, yaitu a
ntifungal nonspesifik dan antifungal spesifik.

Antifungal Nonspesifik

Obat antifungal nonspesifik berfungsi untuk membuang jaringan mati dan mencegah penyebaran lesi lebih luas. Contoh antifungal no
nspesifik adalah sulfur + asam salisilat, selenium sulfida 2,5%, dan zinc pyrithione.

Penggunaan antifungal nonspesifik umumnya dalam bentuk sampo. Sampo ini membuat lapisan paling luar mengelupas sehingga me
mbuang jamur yang menyebabkan tinea versicolor. Pasien dianjurkan menggunakan shampo pada area yang terinfeksi dan didiamkan
selama 10 menit setiap harinya sebelum dibilas, dan diulang tiap hari hingga 1 minggu. [3]

Antifungal Spesifik

Obat antifungal spesifik memiliki efek fungisidal atau fungistatik, yang termasuk diantaranya adalah golongan imidazole (clotrimazole
1%, ketoconazole 2%, econazole, isoconazole, miconazole), ciclopiroxolamine 1%, dan allylamine (terbinafine1%).

Ketoconazole merupakan obat topikal yang paling sering digunakan untuk mengobati tinea versicolor dan digunakan sebagai krim seb
anyak 2 kali sehari selama 15 hari.

53
Terapi Farmakologi: Sistemik
Terapi Dosis Efek Samping Keamanan dalam kehamilan
Ketoconazole 200 mg 1x1 saat makan atau 3- mual, muntah, nyeri perut; sakit kepala; Kategori C: Studi pada binatang percobaan
4 mg/kg/hari ruam, urtikaria, pruritus; kerusakan hati fatal memperlihatkan adanya efek samping terhadap
selama 10 hari Peringatan: risiko terbentuknya hepatitis janin, namun belum ada studi terkontrol pada
lebih besar jika diberikan lebih dari 14 hari. wanita hamil. Obat hanya boleh digunakan jika
besarnya manfaat yang diharapkan melebihi
besarnya risiko terhadap janin.
Itraconazole 200 mg 1x1 selama 7 hari mual, sakit perut, dispepsia, konstipasi, sakit Kategori C
kepala, pusing, kenaikan enzim hati,
gangguan haid, reaksi alergi (pruritus, ruam,
urtikaria, angioudem)
Fluconazole 300 mg 1x seminggu selama 2 nausea, sakit perut, diare, kembung; Kategori D: Ada bukti positif mengenai risiko
minggu gangguan enzim hati; terhadap janin manusia, tetapi besarnya manfaat
yang diperoleh mungkin lebih besar dari
risikonya, misalnya untuk mengatasi situasi yang
mengancam jiwa.Fluconazole berisiko
menimbulkan keguguran.

Gupta, A. K., & Lyons, D. C. A. (2014). Pityriasis versicolor: an update on pharmacological treatment options. Expert Opinion on Pharmacotherapy, 15:12, 1707-1713.
PIONAS BPOM 54
Terapi Farmakologi yang tersedia di Indonesia

Tujuan pengobatan yaitu mengembalikan Malassezia sebagai koloni normal atau komensal pada tub
uh, bukan untuk mengeradikasi Malaseezia. Angka kekambuhan antara 60-80% dalam 2 tahun pert
ama.

Verawaty, L. dan Karmila, I.G.A.A.D. Penatalaksanaan Pitiriasis Versikolor


55
Swamedikasi

56
Swamedikasi

Clotrimazole

57
Terapi Farmakologi yang tersedia di Indonesia

58
Referensi

Dipiro, J. T. et al. 2017. Pharmacotherapy: A Patophysiologic Approach 10th ed. McGraw Hill, New York.

Gupta, A. K., & Lyons, D. C. A. (2014). Pityriasis versicolor: an update on pharmacological treatment options. Ex
pert Opinion on Pharmacotherapy, 15:12, 1707-1713.
Gupta, A. K., & Foley, K. A. (2015). Antifungal Treatment for Pityriasis Versicolor. Journal of fungi (Basel, S
witzerland), 1(1), 13–29.
Hudson A, Sturgeon A, Peiris A. (2018). Tinea Versicolor. JAMA. 320(13):1396.

Karray M, McKinney WP. Tinea (Pityriasis) Versicolor. [Updated 2019 Apr 1]. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NB
K482500/

Verawaty, L. dan Karmila, I.G.A.A.D. Penatalaksanaan Pitiriasis Versikolor. SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Ke
lamin FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar.

59
Ringkasan Terapi Farmakologi
Ringkasan Terapi Farmakologi
Ringkasan Terapi Farmakologi
Ringkasan Terapi Farmakologi
Daftar Pustaka
British Association of Dermatologists guidelines for the management of tinea capitis 2014
BPOM, 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta.
Al Hasan M, Fitzgerald S. M., Saoudian M, Krishnaswamy G., 2004. Dermatologi for the practicing allergist : Tinea pedis and its compli
cations. Clinical and Molecular Allergy, Biomed Central.
Bolognia J. L, Jorizzo L, Rapini R. P., 2012. Tinea Pedis 3rd edition. British Library. p19-21.
Chamlin, L. S. Lawley P. S., 2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Tinea Pedis 8rd edition. New York, McGraw-Hill
Medicine. 709-712.
Hafeez, Z. H., 2002. The Pattern of Tinea pedis in 90 patients in the San Fransisco Bay Area. Department of Dermatology Research.
University of California, San Fransisco, USA.
Hiok, H. T., 2005. Superficial Fungal Infections Seen at the National Skin Center, Singapore. Nippon Ishinkin Gakkai Zassh. 46(2):77-80.
Riani E. 2012. Hubungan antara karakteristik demografi gaya hidup dan perilaku pasien puskesmas di Jakarta Selatan dengan
Dermatofitosis. USU press.
Tainwala Ram and Sharma Y. K., 2011. Pathogenesis of Dermatophytes. Indian J Dermatol. 56(3):259-261.
Vena, Gino A, Paolo C, Annarita G, Anna B, Nicoletta C. 2012. Epidemiology of Dermatophytes. Retrospective analysis from 2005 to
2010 and comparison with previous data from 1975. New Microbiologica, 35:207-213.
Sobera JO, Elewski BE. Superficial mycoses. 2nd ed. New York; McGraw
Hill: 2008. p.1407-1507.
Nathan, Alan. 2008. Managing Symptom in the Pharmacy. Pharmaceutical Press, London
Yadav A, Urhekar AD, Mane V, Danu MS, Goel N, Ajit KG. Optimization and isolation of dermatophytes from clinical samples and
invitro antifungal susceptibility testing by disc diffusion method. Journal of Microbiology and Biotechnology. 2013; 2(3)19-34.
Sahoo, Alok Kumar., Rahul Mahajam. 2016. Management of Tinea Corpuris, Tinea Cruris and Tinea Pedis : A Comprehensive Review.
Volume 7 (2) : 77-86
Thank you

Anda mungkin juga menyukai