Anda di halaman 1dari 112

FARMAKOTERAPI

Disusun oleh:
Anggita Okvia Putri (1904026120)
Chintya (1904026124)
Doci Safitri (1904026136)
Faisal Amin Tanjung (1904026142)
Muhammad Luthfi (1904026180)
Nina Ai Reni (1904026186)
Novalia Utami (1904026189)
Syahrully Armada Jaya A (1904026216)
Vingki Dinda Arumsari (1904026220)
Windy Novitasari (1904026224)
Wulan Fitria Chairunnisa (1904026225)
Yupita Sukma Wardani (1904026230)
DEPRESI
Definisi Penyakit
• Etiologi

Faktor penyebab terjadinya depresi dapat dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Faktor biologi

Adanya gangguan pada neurotransmiter norefinefrin, serotonin dan dopamin. Ketidakseimbangan


kimiawi otak yang bertugas menjadi penerus komunikasi antar serabut saraf membuat tubuh
menerima komunikasi secara salah dalam pikiran, perasaan dan perilaku.

2. Faktor genetik

Gangguan depresi akan lebih rentan terjadi pada keluarga yang memiliki Riwayat penyakit depresi
contoh hubungan saudara atau saudara kembar

3. Faktor psikososial

Menurut Freud, kehilangan obyek cinta, seperti orang yang dicintai, pekerjaan tempatnya
berdedikasi, hubungan relasi, harta, sakit terminal, sakit kronis dan krisis dalam keluarga
merupakan pemicu episode gangguan depresif.
Klasifikasi
Bentuk gangguan ini ada dua (diluar gangguan bipolar atau gangguan
maniadepresif) yakni :

• Bentuk akut dan biasanya berulang, dikenal sebagai gangguan episode depresif

• Bentuk kronik dan biasanya lebih ringan gejalanya, dikenal sebagai distimia.
Tanda dan Gejala
• Tanda gangguan depresif itu adalah :

1. Pola tidur yang abnormal atau sering terbangun termasuk diselingi


kegelisahan dan mimpi buruk

2. Sulit konsentrasi pada setiap kegiatan sehari-hari

3. Selalu kuatir, mudah tersinggung dan cemas

4. Aktivitas yang tadinya disenangi menjadi makin lama makin dihentikan

5. Bangun tidur pagi rasanya malas


Tanda dan Gejala
 Gejala emosional: kehilangan minat dalam aktivitas yang biasa, kesedihan, pesimis,
menangis, putus asa, gelisah (90% kasus pasien rajal), rasa bersalah, halusinasi pendengaran
dan delusi.

• • Gejala fisik: kelelahan, nyeri (terutama sakit kepala), gangguan tidur, nafsu makan menurun
atau meningkat, kehilangan minat seksual, keluhan GI dan kardiovaskular (terutama jantung
berdebar).

• • Gejala intelektual atau kognitif: penurunan kemampuan untuk berkonsentrasi atau


memperlambat berpikir, daya ingat menurun, kebingungan, dan keraguan

• • Gangguan psikomotor: retardasi psikomotor (gerakan fisik yang lambat, proses berpikir,
dan ucapan) atau agitasi psikomotor.

• Note: Gejala-gejala ini hadir hampir setiap hari selama minimal 2 minggu.

(Dipiro 2015, hal 712)


Diagnosis
Dalam klasifikasi Pedoman Diagnosis Gangguan Jiwa-III terbitan Departemen
Kesehatan, yang menganut klasifikasi WHO : ICD-X, digunakan istilah gangguan
jiwa dan tidak ada istilah penyakit jiwa.

Untuk membuat diagnosis gangguan jiwa perlu didapatkan butir-butir :

1. Adanya gejala klinis yang bermakna berupa sindrom atau pola perilaku,
sindrom atau pola psikologik.

2. Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan, seperti rasa nyeri, tidak


nyaman, gangguan fungsi organ dsb.

3. Gejala klinis menimbulkan disabilitas dalam aktivitas sehari-hari seperti


mengurus diri (mandi, berpakaian, makan dsb).
Alat diagnosis
• Departemen Kesehatan telah menerbitkan Modul Anxietas dan Gangguan
depresif bagi Dokter, dimana di dalamnya terdapat algoritma MINI (Mini
International Neuropsychiatric Interview). MINI merupakan alat diagnostik
untuk mengenali gangguan jiwa secara cepat. Alat ini berupa rangkaian
pertanyaan yang diajukan melalui wawancara, yang harus dijawab penderita
dengan ya atau tidak. Dengan alat wawancara ini dapat mengenal berbagai jenis
gangguan depresif.
Terapi Farmakologi
• Tiga Fase Pengobatan Gangguan Depresif

1. Fase akut bertujuan untuk meredakan gejala

2. Fase kelanjutan untuk mencegah relaps

3. Fase pemeliharaan/rumatan untuk mencegah rekuren

• Lama Terapi Antidepresan

Fase Terapi Akut : 3 bulan

Fase Terapi Lanjutan : 4-9 bulan

Fase Terapi Rumatan : bervariasi


Terapi Non-Farmakologi

 Psikoterapi (lini pertama untuk episode depresi mayor ringan hingga sedang.

 Terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan pengobatan yang aman dan efektif


untuk gangguan depresi mayor dengan respon terapeutik yang cepat (10-14
hari).

 Stimulasi magnetik transkranial.


Penggolongan Obat Anti depresan (Katzung 2013, hlm 604-605)
No Jenis Obat Mekanisme
NO. GOLONGAN MEKANISME KERJA CONTOH
1. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) Menghambat pengambilan kembali serotonin yang telah disekresikan
- Fluoxetine 1. Antidepresan Klasik (Trisiklik & Obat–obat ini menghambat resorpsikadarnya
dalam sinaps sehingga Amitriptilin,
meningkatimipramin,
dengan inh selektif serotonin
- Sertraline Tetrasiklik) transporter (SERT)
dari serotonin dan noradrenalin dari klomipramin
- Paroxetine sela sinaps di ujung-ujung saraf.

2. Serotonin–Norepinephrine Reuptake Inhibitors (SNRIs) Menghambat pengambilan kembali serotonin dan norepinephrine yang
- Duloxetine 2. Antidepresan Generasi ke-2 • SSRI ( Selective Serotonin Re-
telah disekresikan • SSRI
dalam sinap = Fluoksetin,
sehinngga kadarnya meningkat dengan
- Venlafaxine uptake Inhibitor
inhibisi selektif moderat NERT dan SERT fluvoksamin
) : Obat-obat ini sertralin,
menghambat resorpsi dari • NaSA = Trazodon,
serotonin mirtazapin,
• NaSA ( Noradrenalin and venlafaksin
3. Tricyclic antidepressants (TCAs) Serotonin Antidepressants ):
Menghambat pengambilan kembali NE dan 5HT dengan inhibisi SERT
- Amitriptyline Obat-obat ini
dantidak
NERTberkhasiat
- Imipramine selektif, menghambat re-uptake
dari serotonin dan noradrenalin.
Terdapat beberapa indikasi
4. Norepinephrine and Dopamine Reuptake Inhibitor (NDRI) bahwa obat-obat ini lebih
Menghambat efektif kembali norepinephrine dan dopamin yang
pengambilan
- Bupropion telah disekresikan dalam sinap sehinngga kadarnya meningkat
daripada SSRI.

5. Serotonin and α2-Adrenergic Antagonist Antagonis α-2 adrenergic sentral serta inhibisi reseptor histamin 
- Mirtazapine meningkatkan aktivitas noradrenergik dan serotonergik

6. Monoamine3.Oxidase Inhibitors (MAOIs) inhibisi non selektif MAO sehingga konsentrasi NE, 5HT, dan Dopamine
MAO inhibitors Menghambatmeningkat
aktivitas enzim MAO Phenelzine,
- Selegiline tranylcypromine
OBAT DOSIS AWAL RENTANG DOSIS LAZIM KETERANGAN

Selektif Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)

Citalopram
Maks < 40 mg/hari; maks 20 mg/hari bila diberikan
20 mg/hari 20 – 40 mg/hari bersama CYP2C19 inhibitor

Escitalopram
10 mg/hari 10 – 20 mg/hari Maks 20 mg/hari; dosis dapat ditingkatkan setelah 1
minggu

Fluoxetine
Maks 80 mg/hari; dosis >20 mg/hari dapat dibagi
20 mg/hari 20 – 60 mg/hari dalam 2x pemberian

Fluvoxamin
Maks 300 mg/hari; dosis harian > 100 mg dibagi
50 mg/hari 50 – 300 mg/hari dalam 2x pemberian, dosis lebih besar diberikan
malam hari

Paroxetine
20 mg/hari 20 – 60 mg/hari Maks 50 mg/hari (IR);
Maks 62,5 mg/hari (CR)

Setraline 50 mg/hari 50 – 200 mg/hari Maks 200 mg/hari


OBAT DOSIS AWAL RENTANG DOSIS LAZIM KETERANGAN
Serotonin-Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI)

Generasi Baru SNRI

Desvenlafaxine 50 mg/hari 50 mg/hari


Duloxetine
Maks 120 mg/hari (1 atau 2xsehari); dosis >60 mg/hari tidak
30 mg/hari 30 – 90 mg/hari meningkatkan efektifitas pada terapi MDD

Venlafaxine 37.5 – 75 mg/hari 75 – 225 mg/hari Maks 375 mg/hari (IR); Maks 225 mg/hari (ER)
Tricyclic Antidepressants (TCA)

Amitriptyline
Maks 300 mg/hari; dapat diberikan dalam satu kali pemberian
25 mg/hari 100 – 300 mg/hari sebelum tidur atau dalam dosis terbagi pada siang hari

Desipramine 25 mg/hari 100 – 300 mg/hari Maks 300 mg/hari

Maks 300 mg/hari; dapat diberikan dalam 1x pemberian sebelum


Doxepin 25 mg/hari 100 – 300 mg/hari tidur atau dalam dosis terbagi pada siang hari; satu kali pemberian
tidak > 150 mg

Imipramine
Maks 300 mg/hari; dapat diberikan satu kali sebelum tidur atau
25 mg/hari 100 – 300 mg/hari
dalam dosis terbagi pada siang hari

Nortiptyline
25 mg/hari 50 - 150 mg/hari Maks 250 mg/hari; dapat diberikan dalam satu kali pemberian atau
25 mg 3 – 4x sehari
OBAT DOSIS AWAL RENTANG DOSIS LAZIM KETERANGAN

Norepinephrine - Dopamine Reuptake Inhibitor (NDRI)

Bupropion 150 mg/hari 150 - 300 mg/hari Maks 450mg/hari (IR), 400 mg/hari (SR)

Serotonin dan Alpha 2 Adrenergic Antagonist

Mirtazapine 15 mg/hari 15 – 45 mg/hari Maks 45 mg/hari

Mixed Serotonergic (Mixed 5-HT)

Nefazodone
100 mg/hari 300 – 600 mg/hari Maks 600 mg/hari; dibagi dalam 2x pemberian per hari

Trazodone 50 mg/hari 150 – 300 mg/hari Maks 600 mg/hari

Vilazodone 10 mg/hari 40 mg/hari Tidak lebih dari 40 mg/hari

Monoamine Oxidase Inhibitor (MAOI)

Phenelzine
Fase awal : 15 mg 3x sehari
15 mg/hari 50 - 150 mg/hari
Fase pemeliharaan: 15 mg/hari

Selegiline (Transdermal)
6 mg/hari 6 - 12 mg/hari Tidak lebih dari 12mg/hari

Tranylcypromine 10 mg/hari 20 - 60 mg/hari Maks 60 mg/hari


Golongan Obat Efek samping yang ditimbulkan

Selektif Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) Gejala GI (misalnya, mual, muntah, dan diare), disfungsi seksual pada pria dan
wanita, sakit kepala, dan insomnia
Tidak boleh dikombinasi dg inh. MAO  sindroma serotonin (rigiditas otot,
hipertermia, mioklonis dll)

Serotonin-Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI) Eefek antikolinergik: mulut kering, konstipasi, penglihatan kabur, retensi urin,
pusing, takikardia, gangguan memori, dan, delirium pada dosis tinggi
Venlafaxine memiliki ES mirip dengan SSRI dan berpotensi menaikkan TD

Mixed Serotonergic (Mixed 5-HT) Pusing, hipotensi ortostatik, somnolen, mulut kering, mual, dan asthenia
(kelemahan).

Norepinephrine - Dopamine Reuptake Inhibitor (NDRI) Mual, muntah, tremor, insomnia, mulut kering, dan reaksi kulit

Serotonin dan Alpha 2 Adrenergic Antagonist somnolen, kenaikan berat badan, mulut kering, dan sembelit

Monoamine Oxidase Inhibitor (MAOI) Hipotensi postural, penambahan berat badan dan efek samping seksual
(misalnya, penurunan libido,
anorgasmia)
Evaluasi Keberhasilan Terapi
Keberhasilan terapi pengobatan depresi dapat dilakukan dengan

• memonitoring terapi pengobatan pada gangguan depresif dilakukan dengan


memantau tanda dan gejala klinis. Antidepresan baru terlihat efeknya dalam 4
sampai 12 minggu.

• Memonitoring Reaksi Obat yang Tidak diinginkan

• Memonitoring kepatuhan pasien minum obat


PSIKOSIS
Definisi Penyakit
Psikosis adalah gangguan jiwa yang ditandai oleh gangguan menilai
realitas. Psikosis terdiri dari beragam jenis antara lain skizofrenia,
skizoafektif, gangguan waham menetap, bipolar dengan ciri psikotik,
depresi dengan ciri psikotik.

Prevalensi Psikosis di Indonesia berdasarkan Riset


Kesehatan Dasar 2018. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 3, No. 1,
April 2019
Klasifikasi

1. Skizofrenia,
2. Skizoafektif,
3. Gangguan waham menetap,
4. Bipolar dengan ciri psikosis,
5. Depresi dengan ciri psikosis.
6. Psikosis akut dan sementara
SKIZOFRENIA
Definisi Etiologi dan
Patogenesis

Skizofrenia merupakan
sindrom heterogen kronis
yang ditandai dengan pola Etiologi skizofrenia sebagian besar masih belum diketahui, meskipun bukti
pokiran yang tidak teratur, sangat mendukung dasar genetik untuk gangguan. Kerabat tingkat pertama
delusi, halusinasi, perubahan pasien dengan skizofrenia membawa risiko 10% mengembangkan gangguan.
prilaku yang tidak tepat serta Saat kedua orang tua memiliki diagnosis, risiko untuk keturunannya adalah
adanya gangguan fungsi 40%. Untuk kembar monozigot, kemungkinan satu kembar mengembangkan
psikososial. penyakit jika kembar lainnya memiliki skizofrenia sekitar 50% .Banyak gen
telah dikaitkan dengan pengembangan skizofrenia; Namun, tidak ada hubungan
(Dipiro et.al yang jelas untuk gen siapa pun. Mungkin tidak ada “gen skizofrenik tunggal”.
2008)) Data baru, menunjukkan bahwa gen yang mengkode reseptor dopamin, reseptor
serotonin, dan enzim yang memetabolisme dopamin, katekol-O-metiltransferase
(COMT), mungkin terlibat dalam etiologi skizofrenia. Lingkungan rangsangan
atau pemicu bersama dengan tanggung jawab genetik dapat berkontribusi
ekspresi penyakitnya. Beberapa data menyarankan agar intrauterin pajanan
terhadap infeksi virus atau bakteri dapat menjadi faktor risiko; Namun,
diperlukan lebih banyak penelitian di bidang ini.
Tanda dan gejala

Gejala-gejala dari episode akut dapat termasuk: tidak berhubungan dengan kenyataan;
halusinasi (terutama mendengar suara-suara); delusi (keyakinan salah tetap); ide
pengaruh (tindakan dikendalikan oleh pengaruh eksternal); proses berpikir terputus
(longgar asosiasi); ambivalensi (pikiran kontradiktif); datar, tidak pantas, atau labil
mempengaruhi; autisme (pemikiran yang ditarik dan diarahkan ke dalam); tidak
kooperatif, permusuhan, dan agresi verbal atau fisik; gangguan keterampilan perawatan
diri; dan tidur terganggu dan nafsu makan.
• Setelah episode psikotik akut terselesaikan, biasanya ada gambaran sisa (misalnya,
kecemasan, kecurigaan, kurangnya motivasi, wawasan yang buruk, gangguan penilaian,
penarikan sosial, kesulitan belajar dari pengalaman, dan keterampilan perawatan diri yang
buruk). Penyalahgunaan zat komorbiditas dan ketidakpatuhan terhadap pengobatan
adalah hal biasa.
• Gejala positif - delusi, bicara tidak teratur (gangguan asosiasi), halusinasi, gangguan
perilaku (tidak teratur atau katatonik), dan ilusi.
• Gejala negatif - alogia (kemiskinan berbicara), avolisi, pengaruh datar, anhedonia, dan
isolasi sosial.
• Disfungsi kognitif - gangguan perhatian, memori yang bekerja, dan fungsi eksekutif
Tes laboratorium

Diagnosa manual dan Statistik Gangguan Mental, edisi ke-5. (DSM-5), menentukan
kriteria diagnostik berikut:
✓ Gejala berkelanjutan yang bertahan selama setidaknya 6 bulan dengan
setidaknya satu bulan gejala fase aktif (Kriteria A) dan dapat termasuk prodromal
atau residual gejala.
❖ Kriteria A: Untuk setidaknya 1 bulan, harus ada setidaknya dua hal berikut untuk
sebagian besar waktu: delusi, halusinasi, tidak teratur ucapan, perilaku yang sangat
tidak teratur atau katatonik, dan gejala negatif. Setidaknya satu gejala harus delusi,
halusinasi, atau ucapan tidak terorganisir.
❖ Kriteria B: Berfungsi secara signifikan
Tujuan pengobatan

• Tujuannya adalah untuk meringankan gejala target, menghindari efek


samping, meningkatkan fungsi dan produktivitas psikososial, mencapai
kepatuhan dengan rejimen yang ditentukan, dan melibatkan pasien dalam
perencanaan perawatan.
• Sebelum perawatan, lakukan pemeriksaan status mental, fisik dan
neurologis pemeriksaan, riwayat keluarga dan sosial yang lengkap,
wawancara diagnostik psikiatri, dan pemeriksaan laboratorium (hitung
darah lengkap [CBC], elektrolit, fungsi hati, fungsi ginjal,
elektrokardiogram [EKG], glukosa serum puasa, serum lipid, tiroid fungsi,
dan skrining obat urin).
A
L
O
G
A
R
I
T
M
A

DIPIRO 2015
TERAPI FARMAKOLOGI
INTERAKSI OBAT

• Interaksi obat antipsikotik sering melibatkan aditif hipotensi, antikolinergik, atau efek
sedatif.
• Asenapine, inhibitor CPY2D6, adalah satu-satunya antipsikotik yang ditemukan secara
signifikan mempengaruhi farmakokinetik obat lain. Fluvoxamine meningkatkan clozapine
konsentrasi serum dua kali lipat menjadi tiga kali lipat atau lebih. Fluoxetine dan
eritromisin dapat meningkatkan konsentrasi serum clozapine ke tingkat yang lebih rendah.
Kurangi iloperidon dosis 50% bila digunakan dengan inhibitor CYP2D6, seperti fluoxetine
atau paroxetine.
• Farmakokinetik antipsikotik dapat secara signifikan dipengaruhi oleh secara bersamaan
pemberian enzim atau inhibitor. Merokok adalah penginduksi hati yang kuat enzim dan
dapat meningkatkan pembersihan antipsikotik sebanyak 50%. Konsultasikan menerbitkan
literatur untuk interaksi obat antipsikotik.
Evaluasi Keberhasilan Terapi

• Skala Penilaian Gejala Positif dan Penilaian Gejala Negatif Singkat cukup
singkat untuk berguna dalam pengaturan rawat jalan. Penilaian diri yang
dinilai pasien juga dapat bermanfaat, karena mereka melibatkan pasien dalam
perawatan dan dapat membuka pintu bagi pendidikan pasien dan mengatasi
kesalahpahaman.
• Secara sistematis memonitor efek samping. Pantau berat badan setiap bulan
selama 3 bulan, lalu triwulanan. Pantau indeks massa tubuh, lingkar pinggang,
darah tekanan, glukosa plasma puasa, dan profil lipid puasa pada akhir 3
bulan, lalu setiap tahun.
BIPOLAR DISORDER
BIPOLAR
DISORDER
ETIOLOGI DAN
DEFINISI PATHOFISIOLOGY
Gangguan bipolar, yang sebelumnya 1. Kondisi medis, obat-obatan, dan perawatan
dikenal sebagai penyakit manik-depresi yang dapat menyebabkan mania
adalah siklus gangguan seumur hidup ditunjukkan dalam Tabel 67-1.
dengan fluktuasi ekstrim berulang dalam 2. Gangguan bipolar dipengaruhi oleh faktor-
suasana hati, energidan tingkah laku. faktor perkembangan, genetik,
Gangguan bipolar terdiri dari episode neurobiologis dan psikologis. Mungkin
manik, hipomanik, atau campuran (tidak beberapa lokus gen terlibat dalam faktor
disebabkan oleh yang lain kondisi medis, keturunan.
substansi, atau gangguan kejiwaan). 3. Stres lingkungan atau psikososial dan
faktor imunologis terkait dengan gangguan
bipolar.
(Dipiro et.al 2008, Hlm. 756)
(Dipiro et.al 2015, Hlm. 694)
MANIFESTASI KLINIS dan TANDA GEJALA

Berbagai jenis episode dapat terjadi secara berurutan dengan atau tanpa periode suasana hati yang buruk
(euthymia) di antaranya. Mungkin ada fluktuasi suasana hati yang berlanjut berbulan-bulan atau setelah satu
episode, ada yang bertahun-tahun tanpa kekambuhan.
1. EPISODE DEPRESIF MAYOR
Delusi, halusinasi, dan upaya bunuh diri lebih sering terjadi pada depresi bipolar daripada pada depresi
unipolar.
2. EPISODE MANIK
a. Mania akut biasanya mulai tiba-tiba dan gejalanya meningkat selama beberapa hari. Perilaku aneh,
halusinasi, dan delusi paranoid atau muluk mungkin terjadi. Ada penurunan fungsi yang nyata.
b. Episode manik dapat dipicu oleh stresor, kurang tidur, antidepresan, stimulan sistem saraf pusat (SSP) atau
cahaya terang.
3. EPISODE HIPOMANIK
Tidak ada gangguan fungsi sosial atau pekerjaan, tidak ada delusi, dan tidak ada halusinasi. Beberapa
pasien mungkin lebih produktif daripada biasanya, tetapi 5% sampai 15% pasien dapat dengan cepat
beralih ke episode manik.

(Dipiro et.al 2015, Hlm. 694)


Tes laboratorium

Diagnostik dan Statistik Manual Gangguan Mental, edisi ke-4,


revisi teks, gangguan bipolar diklasifikasika (1) bipolar I, (2)
bipolar II, (3) gangguan cyclothymic, dan (4) gangguan bipolar
yang tidak ditentukan.
Pengobatan, psikiatris, dan pengobatan; pemeriksaan fisik;
dan laboratorium pengujian diperlukan untuk menyingkirkan
penyebab organik mania atau depresi.
DIAGNOSA

1. Diagnostik dan Statistik manual Gangguan Mental, edisi ke-4, revisi teks,
mengklasifikasikan gangguan bipolar sebagai (1) bipolar I, (2) bipolar II, (3)
gangguan cyclothymic, dan gangguan bipolar yang tidak ditentukan. Lihat
Tabel 67–2 untuk kriteria diagnostik.
2. Riwayat medis, psikiatris, dan pengobatan, pemeriksaan fisik dan pengujian
laboratorium diperlukan untuk mengetahui penyebab organik mania atau
depresi. Diagnosis dan Statistik manual Gangguan Mental, edisi ke-4,
mengklasifikasikan gangguan bipolar terdiri dari bipolar I, bipolar II,
gangguan cyclothymic dan gangguan bipolar yang tidak ditentukan. Lihat Tabel
67–2 untuk kriteria diagnostik.

(Dipiro et.al 2015, Hlm. 694)


TUJUAN
PENGOBATAN

1. Menghilangkan episode mood dengan remisi


gejala lengkap (perawatan akut).
2. Mencegah kekambuhan atau kekambuhan
episode mood (perawatan fase lanjutan).
3. Memperbaiki fungsi psikososial.
4. Maksimalkan kepatuhan pasien terhadap terapi
pengobatan.
5. Minimalkan efek buruk.
6. Menggunakan obat-obatan dengan tolerabilitas
terbaik dan interaksi obat paling sedikit.
7. Mencegah penyalahgunaan penggunaan obat.
8. Menghindari konsumsi alkohol, ganja, kokain,
amfetamin, dan halusinogen.
9. Minimalkan penggunaan nikotin dan hentikan
asupan kafein minimal 8 jam sebelum tidur.
10. Menghindari stresor atau zat yang memicu
episode akut.
(Dipiro et.al 2015, Hlm. 695)
(Dipiro et.al 2015, Hlm. 698-
ALOGARITMA TERAPI 699)
(Dipiro et.al 2015, Hlm. 700-
TERAPI FARMAKOLOGI 706)
EVALUASI KEBERHASILAN TERAPI

1. Parameter pemantauan ditunjukkan


pada Tabel 67–3.
2. Pasien dengan respons parsial atau
tidak responsif terhadap terapi harus
ditinjau ulang diagnosis yang akurat,
kondisi medis atau kejiwaan yang
bersamaan dan obat-obatan atau zat
yang memperburuk gejala.
3. Libatkan pasien dan anggota keluarga
dalam pengobatan untuk memantau
gejala target, respons dan efek samping
dan untuk meningkatkan kepatuhan
dan mengurangi stres. Skala penilaian
terstandarisasi mungkin berguna
dalam memonitor respons.

(Dipiro et.al 2015, Hlm. 711)


Gangguan Tidur
DEFINISI
PENYAKIT

1. INSOMNIA
 Insomnia didefinisikan sebagai keluhan sulit tidur, sulit mempertahankan tidur,
atau mengalami tidur tidak restoratif (tidur tetapi tidak merasa istirahat) yang
berlangsung setidaknya 1 bulan. Gangguan tidur ini menyebabkan kesusahan,
seringkali karena takut bahwa mereka mungkin tidak dapat tertidur pada waktu
tidur, atau gangguan fungsi kerja karena kelelahan di siang hari atau kantuk.
(DIPIRO 2005 hal 1322)
2. SLEEP APNEA
 Sleep apnea didefinisikan sebagai penghentian aliran udara di hidung dan mulut
yang berlangsung setidaknya 10 detik. Sleep apnea dikuantifikasi menggunakan
polysomnography (PSG) dan diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama:
obstruktif dan sentral. Apnea tidur sentral melibatkan gangguan penggerak
pernapasan, sedangkan apnea tidur obstruktif disebabkan oleh obstruksi jalan
napas bagian atas. (DIPIRO 2005 hal 1326)
3. NARKOLEPSI
 Narkolepsi adalah penyakit yang melemahkan otot atau neurologi (DIPIRO 2005
hal 1327)
ETIOLOGI

Gangguan tidur sering terjadi. Sekitar 50% orang dewasa akan melaporkan
keluhan tidur selama hidup mereka. Secara umum, gangguan tidur meningkat
dengan bertambahnya usia, dan setiap gangguan mungkin memiliki
perbedaan gender. Tingkat penuh dan dampak dari gangguan tidur pada
masyarakat kita tidak diketahui karena banyak gangguan tidur pasien tetap
tidak terdiagnosis. Tidur normal, menurut definisi, adalah "keadaan perilaku
reversibel dari pelepasan perseptual dari dan tidak responsif terhadap
lingkungan." Akibatnya, individu dengan gangguan tidur akan menunjukkan
atau mengeluh tentang gejala yang terjadi (misalnya, kantuk di siang hari),
atau pasangan tidur. akan mengamati ciri khas dari gangguan tidur. Insomnia,
sindrom kaki gelisah (RLS), dan gangguan pernapasan terkait tidur adalah
gangguan tidur yang paling umum. (DIPIRO 2008 hal 622)
1. Insomnia
 Prevalensi insomnia meningkat dengan bertambahnya usia dan hampir 1,5 kali lebih besar pada
wanita dibandingkan pada pria. Kira-kira satu dari tiga pasien yang lebih tua dari usia 65 memiliki
insomnia persisten.4,5 Pada populasi orang dewasa, sekitar 10% akan mengalami insomnia kronis
dan sedikit lebih banyak akan mengalami insomnia jangka pendek. Insomnia paling sering
merupakan gejala atau manifestasi dari kelainan yang mendasarinya (insomnia sekunder) tetapi
dapat terjadi tanpa adanya faktor yang berkontribusi (insomnia primer). Pengobatan dini insomnia
dapat mencegah perkembangan komplikasi psikopatologis. Empat puluh persen pasien dengan
kondisi kejiwaan akan mengalami insomnia. Insomnia sekunder dipicu oleh stres akut dan
menghilang ketika stres hilang. Sejumlah kondisi medis yang ada, seperti nyeri, kelainan tiroid,
asma, refluks, dan obat-obatan, termasuk selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), steroid,
stimulan, dan β-agonis, dapat mengganggu tidur dan menyebabkan insomnia sekunder. Dalam
kasus insomnia sekunder, dokter harus mengobati penyebab utama yang mendasarinya bersama
dengan gejala insomnia. (DIPIRO 2008 hal 623)
2. Narkolepsi
 Meskipun sulit diperkirakan, prevalensi narkolepsi adalah antara 0,03% dan 0,06% . Perbedaan
signifikan telah dilaporkan untuk berbagai kelompok etnis. Narkolepsi memiliki prevalensi lebih
tinggi di Jepang dan prevalensi lebih rendah pada populasi Israel. Cataplexy tidak diperlukan untuk
diagnosis; namun, antara 50% dan 80% pasien dengan narkolepsi memiliki katapleks (DIPIRO 2008
hal 623)
3. Obstructive sleep apnea (OSA)
 Obstructive sleep apnea (OSA) adalah gangguan umum yang sering tidak dikenali, mempengaruhi
4% pria kulit putih paruh baya dan 2% wanita kulit putih setengah baya.15 Pada wanita, frekuensi
OSA meningkat setelah menopause. OSA sama umum atau lebih umum di Afrika-Amerika dan
kurang umum pada populasi Asia. Risiko OSA meningkat seiring bertambahnya usia dan obesitas.
Individu dengan OSA mengalami kolapsnya jalan nafas atas berulang selama tidur, yang mengurangi
atau menghentikan aliran udara, dengan gairah berikutnya dari tidur untuk melanjutkan bernafas.
Tingkat keparahannya ditentukan oleh polisomnografi nokturnal semalam dan dinilai dengan
jumlah episode apnea (penghentian total aliran udara) dan hipopnea (penutupan jalan napas
parsial dengan desaturasi oksigen darah) yang dialami selama tidur. Tingkat keparahannya
dinyatakan sebagai indeks gangguan pernapasan (RDI), diukur dalam peristiwa per jam. Apnea
tidur ringan memiliki RDI antara 5 dan 15 episode per jam; sedang, 15 hingga 30; dan orang-orang
dengan OSA parah dapat menunjukkan lebih dari 30 episode per jam (DIPIRO 2008 hal 623)
PATOFISIOLOGI (DIPIRO
2008 hal 623)

 Proses yang rumit mengatur terjaga, tidur, dan transisi menuju inisiasi dan
pemeliharaan tidur. Meskipun neurofisiologi tidur itu kompleks,
neurotransmiter tertentu meningkatkan tidur dan terjaga di berbagai area
sistem saraf pusat (SSP). Serotonin dianggap mengendalikan tidur non-
REM, sedangkan pemancar kolinergik dan adrenergik memediasi tidur
REM. Dopamin, norepinefrin, hipokretin, zat P, dan histamin semuanya
berperan dalam kesadaran. Gangguan berbagai neurotransmitter
bertanggung jawab untuk beberapa gangguan tidur dan menjelaskan
mengapa berbagai modalitas pengobatan bermanfaat.
1. Insomnia
Karena insomnia adalah gangguan yang kompleks dan beragam, tidak ada penjelasan patofisiologis tunggal untuk berbagai
manifestasinya. Hipotesis saat ini fokus pada kombinasi model yang mungkin yang menggabungkan gairah fisiologis, kognitif, dan
kortikal. Sebagian besar model insomnia fokus pada hyperarousal dan gangguannya dengan inisiasi atau pemeliharaan tidur.
2. Narcolepsy
Timbulnya narkolepsi-katapleks biasanya pada masa remaja dan tidak saat lahir, menunjukkan bahwa penyakit ini mungkin
memerlukan pengaruh lingkungan untuk berkembang. Saat ini, diyakini bahwa narkolepsi dihasilkan dari penghinaan autoimun
ke SSP karena berhubungan dengan HLA (kompleks histokompatibilitas utama) DQB1 ∗ 0602 dan DQ1A1 ∗ 0102.17,18
Konsentrasi hipokretin (neuropeptide yang dipicu-bangun) dalam cairan serebrospinal (CSF ) pasien arcolepsi berkurang secara
signifikan, menunjukkan bahwa serangan autoimun terhadap sel-sel yang memproduksi hipokretin dalam hipotalamus.19 Neuron
hipokretin utuh biasanya merangsang neuron gairah dan wakepromoting untuk merangsang aktivasi kortikal dan gairah perilaku.
3. Obstruktif sleep apnea
Setidaknya 20 otot dan struktur jaringan lunak mengontrol patensi jalan nafas atas. Pasien-pasien dengan OSA mungkin
mempunyai perbedaan-perbedaan dalam aktivitas otot jalan nafas atas selama tidur dan mungkin mempunyai saluran-saluran
udara yang lebih kecil, membuat mereka menjadi kolaps jalan nafas atas dan akibat episode-episode apneic selama tidur.
Ketidakmampuan jalan napas bagian atas untuk bersaing dengan faktor-faktor yang menyebabkan keruntuhan, termasuk
penumpukan lemak di leher, tekanan negatif pada jalan napas selama inspirasi, dan tulang rahang bawah yang lebih kecil, juga
dapat memainkan peran dalam patogenesis OSA. Ciri khas OSA meliputi apnea yang disaksikan, terengah-engah, atau keduanya.
MANIFESTASI KLINIS & DIAGNOSA

1. INSOMNIA (DIPIRO 2015 hal 747)


 Pasien dengan insomnia mengeluh sulit tidur, mempertahankan tidur, atau
mengalami tidur tidak restoratif.
 Insomnia sementara (dua malam atau tiga malam) dan jangka pendek (<3
minggu) sering terjadi dan biasanya terkait dengan faktor pencetus.
Insomnia kronis (> 1 bulan) mungkin berhubungan dengan gangguan medis
atau kejiwaan atau obat-obatan, atau mungkin psikofisiologis.
 Penyebab insomnia termasuk stres; jet lag atau kerja shift; rasa sakit atau
masalah medis lainnya; gangguan mood atau kecemasan; penarikan zat;
stimulan, steroid, atau obat lain.
 Pada pasien dengan gangguan kronis, evaluasi diagnostik meliputi
pemeriksaan status fisik dan mental, tes laboratorium rutin, dan riwayat
penyalahgunaan obat dan zat.
2. SLEEP APNEA (DIPIRO 2015 hal 751)
a. Obstructive sleep apnea (OSA)
 Obstructive sleep apnea (OSA) berpotensi mengancam kehidupan dan ditandai dengan episode
berulang dari penghentian pernapasan malam hari. Ini disebabkan oleh oklusi jalan napas atas, dan
desaturasi oksigen darah (O2) dapat terjadi. Episode dapat disebabkan oleh obesitas atau lesi jalan
nafas tetap, amandel membesar, amiloidosis, dan hipotiroidisme. Komplikasi termasuk aritmia,
hipertensi, cor pulmonale, dan kematian mendadak.
 Mendengkur parah, gangguan pertukaran gas yang parah, kegagalan pernafasan, dan megap-megap
terjadi pada episode yang parah. Pasien dengan OSA biasanya mengeluh kantuk di siang hari yang
berlebihan. Gejala lainnya adalah sakit kepala di pagi hari, ingatan buruk, dan mudah marah.
 Episode apnea diakhiri oleh tindakan refleks sebagai respons terhadap penurunan saturasi O2
darah yang menyebabkan gairah dengan kembali bernapas.
b. Central apnea
 Central sleep apnea (CSA), lebih jarang daripada OSA, ditandai dengan episode berulang apnea yang
disebabkan oleh hilangnya sementara upaya pernapasan selama tidur. Ini mungkin disebabkan oleh
lesi sistem saraf otonom, penyakit neurologis, ketinggian tinggi, penggunaan opioid, dan gagal
jantung kongestif.
3. NARCOLEPSY (DIPIRO 2015 hal 751)
 DIAGNOSA: serangan tidur, cataplexy, halusinasi hypnagogic dan hypnopompic, dan
kelumpuhan tidur. Pasien mengeluh kantuk yang berlebihan di siang hari, serangan tidur
yang berlangsung hingga 30 menit, kelelahan, gangguan kinerja, dan tidur malam yang
terganggu.
 Cataplexy, yang terjadi pada 70% hingga 80% dari narkoleptik, adalah hilangnya tonus
otot bilateral secara tiba-tiba dengan kolaps. Ini sering dipicu oleh situasi yang sangat
emosional.
 Sistem neurotransmitter hypocretin / orexin dapat memainkan peran sentral dalam
narkolepsi. Proses autoimun dapat menyebabkan kerusakan sel-sel yang memproduksi
hypocretin.
TANDA DAN GEJALA

Gejala siang hari Gejala malam hari

• Biasanya digambarkan sebagai tidak • Ketidakmampuan untuk tertidur,


bangun segar di pagi hari atau terjaga di malam hari
tertidur atau melawan keinginan • Sleepwalking (somnambulism), sleep
untuk tidur di siang hari meskipun talking (somniloquy)
tidur malam. • Penghentian pernapasan (apnea),
• Lekas marah, kelelahan, atau mendengkur
depresi • Kelumpuhan tidur dan / atau
• Kebingungan atau gangguan kinerja halusinasi saat bangun tidur atau
di tempat kerja atau sekolah tertidur
• Cataplexy (kelemasan otot) • Kegelisahan
• Hipertensi

Dipiro et al. 2008


Hlm. 624
Tes laboratorium

Pasien dengan insomnia mengeluh sulit tidur, mempertahankan tidur, atau


mengalami tidur non restoratif.
• Insomnia sementara (dua atau tiga malam) dan jangka pendek (<3 minggu)
sering terjadi biasanya berhubungan dengan faktor pencetus. Insomnia kronis (>
1 bulan) berhubungan dengan pengobatan, gangguan atau kejiwaan atau
masalah pengobatan, atau mungkin psikofisiologis.
• Penyebab insomnia termasuk stres; jet lag atau kerja shift; rasa sakit atau
masalah pengobatan lainnya; gangguan mood atau kecemasan; penarikan zat;
stimulan, steroid, atau lainnya obat-obatan.
• Pada pasien dengan gangguan kronis, evaluasi diagnostik meliputi fisik dan
pemeriksaan status mental, tes laboratorium rutin, dan obat serta riwayat
penyalahgunaan zat.
TUJUAN TERAPI

1. Insomnia
Tujuan Pengobatan: Memperbaiki keluhan tidur yang mendasarinya,
meningkatkan fungsi di siang hari, dan menghindari efek obat yang
merugikan. (DIPIRO 2015 hal 748)
2. Sleep APNEA
Obstuksif sleep APNEA: Goal of Treatment: Tujuannya adalah
meredakan pernapasan yang tidak bisa tidur (DIPIRO 2015 hal 751)
3. Narcolepsy
Tujuan Pengobatan: Tujuannya adalah untuk memaksimalkan
kewaspadaan selama jam bangun dan meningkatkan kualitas hidup
(DIPIRO 2015 hal 751)
TERAPI FARMAKOLOGI

 Trazodone, 25 hingga 100 mg, sering digunakan untuk insomnia


1. INSOMNIA (DIPIRO 2015 hal 748) yang diinduksi oleh serotonin reuptake inhibitor atau bupropion
 Insomnia sementara dan jangka pendek harus diobati selektif dan pada pasien yang rentan terhadap penyalahgunaan
dengan tidur bersih yang baik dan penggunaan hipnotik zat. Efek samping termasuk sindrom serotonin (bila digunakan
sedatif jika perlu. Insomnia kronis memerlukan penilaian dengan obat serotonergik lainnya), oversedasi, blokade α-
yang cermat untuk penyebab medis, perawatan adrenergik, pusing, dan, jarang, priapism.
nonfarmakologis, dan penggunaan obat penenang-  Ramelteon adalah agonis selektif reseptor melatonin untuk
hipnotik jika perlu. reseptor MT1 dan MT2. Dosisnya 8 mg pada waktu tidur. Ini
 Antihistamin (misalnya, diphenhydramine, doxylamine, ditoleransi dengan baik, tetapi efek samping termasuk sakit
dan pyrilamine) kurang efektif daripada benzodiazepin, kepala, pusing, dan mengantuk. Ini bukan zat yang dikendalikan.
tetapi efek samping biasanya minimal. Efek samping Efektif untuk pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis dan
antikolinergik mereka mungkin bermasalah, terutama apnea tidur.
pada orang tua.  Valerian, produk herbal, tersedia tanpa resep dokter. Dosis yang
 Antidepresan adalah alternatif yang baik untuk pasien disarankan adalah 300 hingga 600 mg. Masalah kemurnian dan
yang tidak boleh menerima benzodiazepin, terutama yang potensi adalah masalah. Ini dapat menyebabkan sedasi di siang
mengalami depresi atau riwayat penyalahgunaan zat. hari.
 Amitriptyline, doxepin, dan nortriptyline efektif, tetapi  Agonis reseptor benzodiazepin adalah obat yang paling umum
efek sampingnya termasuk efek antikolinergik, blokade digunakan untuk insomnia. Mereka membawa hati-hati tentang
adrenergik, dan perpanjangan konduksi jantung. anafilaksis, angioedema wajah, perilaku tidur yang kompleks
(misalnya, mengemudi sambil tidur, panggilan telepon, dan
makan sambil tidur). Mereka termasuk agonis
nonAbenzodiazepine γ-aminobutyric acidA (GABAA) yang lebih
baru dan benzodiazepin tradisional, yang juga mengikat GABA
2. a. Obstructive sleep apnea (OSA) 2.b. Central Sleep apnea
 Parameter manajemen diterbitkan oleh  WTP dengan atau tanpa O2 tambahan
American Academy of Sleep Medicine. Hindari meningkatkan CSA.
semua depresan SSP dan obat-obatan yang  Acetazolamide menyebabkan asidosis metabolik
meningkatkan berat badan. Inhibitor yang menstimulasi dorongan pernapasan dan
Angiotensinconverting enzyme (ACE) juga mungkin bermanfaat untuk ketinggian tinggi,
dapat memperburuk pernapasan yang kurang gagal jantung, dan CSA idiopatik (DIPIRO 2015
tidur. hal 751)
 Modafinil dan armodafinil disetujui oleh FDA
untuk meningkatkan terjaga pada mereka yang
sisa kantuk di siang hari. Mereka harus
digunakan hanya pada pasien tanpa penyakit
kardiovaskular yang menggunakan terapi PAP
optimal (DIPIRO 2015 hal 751)
3. Narcolepsy (DIPIRO 2015 hal 753)
Narcolepsy (DIPIRO 2015 hal 752)
Algoritma Terapi
Evaluasi Keberhasilan Terapi

 Menilai pasien dengan insomnia jangka pendek atau kronis setelah 1 minggu
terapi untuk efektivitas obat, efek samping, dan kepatuhan terhadap
rekomendasi nonfarmakologis. Pasien harus menyimpan rekaman
pencerahan, obat yang diminum, tidur siang, dan indeks kualitas tidur setiap
hari.
 Menilai pasien dengan OSA setelah 1 hingga 3 bulan perawatan untuk
peningkatan kewaspadaan, gejala siang hari, dan penurunan berat badan.
Mitra tidur dapat melaporkan mendengkur dan megap-megap.
 Parameter pemantauan farmakoterapi meliputi pengurangan kantuk di siang
hari, cataplexy, halusinasi hypnagogic dan hypnopompic, dan kelumpuhan
tidur. Nilai pasien secara teratur selama titrasi obat, kemudian setiap 6
hingga 12 bulan untuk efek samping (misalnya, hipertensi, gangguan tidur,
dan kelainan kardiovaskular). (DIPIRO 2015 hal 754)
GANGGUAN KECEMASAN
(ANSIETAS)
DEFINISI

Gangguan kecemasan termasuk konstelasi gangguan di mana


kecemasan dan gejala yang terkait tidak rasional atau dialami
pada tingkat keparahan yang dapat merusak fungsi. Ciri
khasnya adalah kecemasan dan penghindaran.

(Dipiro et.al 2008, Hlm.735)

Ansietas atau gangguan kecemasan merupakan suatu kumpulan gangguan


dimana kecemasan (ansietas) dan gejala lainnya yang terkait yang tidak rasional
dialami pada suatu tingkat keparahan sehingga mengganggu aktivitas/pekerjaan.
Ciri-ciri khasnya yaitu perasaan cemas dan sifat menghindar

(ISO Farmakoterapi 2008 ).


PATOFISIOLOGI

1. Model noradrenergik. Model ini menunjukkan bahwa sistem saraf otonom pasien cemas
hipersensitif dan bereaksi berlebihan terhadap berbagai rangsangan.
2. Model reseptor γ-Aminobutyric acid (GABA). GABA adalah pemancar neuro penghambat
utama dalam sistem saraf pusat (SSP).
3. Model 5-HT. Gejala GAD mungkin mencerminkan transmisi 5-HT yang berlebihan atau
aktivitas berlebihan dari jalur stimulasi 5-HT. Pasien dengan SAD memiliki respons
prolaktin yang lebih besar untuk tantangan buspirone, menunjukkan peningkatan
respons serotonergik sentral.
4. Pasien dengan faktor pelepas kortikotropin hipersekresi PTSD, tetapi mengalami
subnormal kadar kortisol pada saat trauma dan kronis. Disregulasi dari sumbu hipofisis-
hipofisis-adrenal mungkin menjadi faktor risiko untuk pengembangan PTSD.
5. Studi neuroimaging mendukung peran amigdala, korteks cingulate anterior dan insula
dalam patofisiologi kecemasan. Pada GAD, ada peningkatan abnormal dalam sirkuit rasa
takut otak dan peningkatan aktivitas di korteks prefrontal. Pasien dengan gangguan
panik memiliki kelainan struktur otak tengah. Pasien dengan SAD memiliki aktivitas
yang lebih besar di amigdala dan insula. Di PTSD, amigdala berperan dalam kegigihan
ingatan traumatis.

(Dipiro et.al 2015, Hlm.673)


TIPE ANSIETAS
No Tipe Definisi Gejala
1 GAD (Generalized Anxiety Disorder) / Gangguan Konstan dan jangka panjang dalam anxietas, kecemasan Sulit tidur, sakit kepala, kelelahan,
Ansietas Menyeluruh (GAM) berlebih pada banyak bagian dalam hidup muscle tension, nyeri dan iritasi
terkait kecemasan

2 PAD (Panic Disorder) / Gangguan Panik Serangan panik yang intens, cemas akan kejadian Berkeringat, sulit bernafas, palpitasi,
terulang sakit di dada, dan merasa seperti
serangan jantung

3 SAD (Social Anxiaty Disorder) / Gangguan Kecemasan yang signifikan pada kondisi sosial, atau Gejala cemas muncul ketika berada di
Kecemasan Sosial ketika perform di depan publik, pada ketinggian/tempat posisi tertentu yang diketahui dan
tertentu stabil

4 PTSD (Post Traumatic Disorder) / Gangguan Pasien bertahan pada survival mode -
Stress Pasca Trauma

5 OCD (Obsessive Compulsive Disorder) / Kecemasan yang terjadi terkait pemikiran dan Melakukan kegiatan berulang-ulang
Gangguan Obsesi Komplusif bermanifestasi pada pengulangan suatu aktivitas
MANIFESTASI KLINIK

Gangguan Kecemasan Umum


• Diagnosis gangguan kecemasan umum membutuhkan kecemasan berlebihan dan
kekhawatiran sebagian besar hari tentang sejumlah hal selama setidaknya 6 bulan.
Gejala setidaknya tiga dari yang berikut: gelisah, mudah lelah, kesulitan berkonsentrasi,
sifat lekas marah, ketegangan otot, dan gangguan tidur.

• Kecemasan berlebihan • Kegelisahan


• Kekhawatiran yang sulit • Kelelahan
dikendalikan • Ketegangan otot
• Merasa terkunci atau • Gangguan tidur
tegang •
• Konsentrasi yang buruk Lekas marah
atau pikiran menjadi
kosong

Gejala Psikologis
dan Kognitif Gejala Fisik
Dipiro et al. 2015
Hlm. 673-675
Gangguan Panik
• Serangan panik berulang yang tak terduga. Setidaknya satu serangan telah diikuti oleh
setidaknya satu bulan dari satu: 1) terus-menerus khawatir tentang serangan panik
tambahan atau 2) perubahan perilaku yang terkait dengan serangan.
• Selama serangan, setidaknya harus ada empat gejala fisik selain rasa takut atau
ketidaknyamanan yang hebat. Gejala mencapai puncaknya dalam 10 menit dan biasanya
berlangsung tidak lebih dari 20 atau 30 menit.
• Hingga 70% pasien akhirnya mengalami agorafobia, yang merupakan penghindaran
situasi tertentu (misalnya, berada di tempat yang ramai atau melintasi jembatan) di mana
mereka takut akan terjadi serangan panik. Pasien bisa menjadi orang di rumah.

Gejala Psikologis

• Depersonalisasi, derealisasi, takut kehilangan kendali, menjadi gila, atau sekarat

Gejala Fisik

• Gangguan perut, nyeri atau ketidaknyamanan, kedinginan, pusing atau pusing,


perasaan tersedak, muka memerah, palpitasi, mual, parestesia, nafas pendek,
berkeringat, takikardia, gemetar atau gemetar
Gangguan Kecemasan Sosial
Gangguan kecemasan sosial adalah gangguan kronis dengan rasa takut atau kecemasan
yang intens tentang satu atau lebih situasi sosial di mana ada pengawasan oleh orang
lain yang dapat mengakibatkan evaluasi dan penolakan negatif. Paparan terhadap
situasi yang ditakuti hampir selalu memicu rasa takut atau cemas, dan situasi tersebut
dihindari atau ditanggung dengan kecemasan yang intens. Ketakutan atau penghindaran
berlangsung setidaknya selama 6 bulan dan menyebabkan penurunan fungsi yang
signifikan.

Beberapa Situasi yang


Rasa Takut Gejala Fisik Tipe
Membuat Takut
• Diselidiki oleh orang • Makan atau menulis di • Memerah • Umum: ketakutan dan
lain depan orang lain • "Kupu-kupu di perut" penghindaran meluas
• Malu • Berinteraksi dengan • Diare ke berbagai situasi
• Dihina tokoh-tokoh otoritas • Berkeringat sosial
• Berbicara di depan • • Tidak umum:
Takikardia
umum • ketakutan terbatas
Gemetaran pada satu atau dua
• Berbicara dengan
orang asing situasi
• Penggunaan toilet
umum
Gangguan Stres Pascatrauma

Pada orang dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun, ada paparan kematian aktual atau
terancam, cedera serius, atau kekerasan seksual, baik secara langsung, atau dengan
menyaksikan peristiwa yang terjadi pada orang lain, belajar tentang peristiwa yang
terjadi pada seseorang yang dekat , atau mengalami paparan berulang atau ekstrem
terhadap detail acara.
Durasi gejala intrusi, penghindaran, kognitif, dan gairah / reaktivitas harus ada lebih
dari 1 bulan dan menyebabkan tekanan atau gangguan yang signifikan. Gangguan ini
terjadi bersamaan dengan suasana hati, kecemasan, dan gangguan penggunaan narkoba.
Gejala Mengalami Kembali Gejala Hyperaurosal
• Ingatan yang berulang dan mengganggu dari • Konsentrasi menurun
trauma • Mudah kaget
• Mimpi-mimpi acara yang berulang dan • Hypervigilance (kewaspadaan yang
mengganggu berlebihan)
• Merasa bahwa peristiwa traumatis berulang • Insomnia
(mis. Kilas balik disosiatif) • Ledakan kemarahan atau kemarahan
• Reaksi fisiologis terhadap pengingat trauma

Gejala Penghindaran Subtipe


• Menghindari pembicaraan tentang trauma • Akut: lamanya gejala kurang dari 3 bulan
• Menghindari pemikiran atau perasaan tentang • Kronis: gejalanya berlangsung lebih dari 3
trauma bulan
• Menghindari kegiatan yang menjadi pengingat acara
• Dengan onset tertunda: onset gejala
• Menghindari orang atau tempat yang
membangkitkan ingatan trauma setidaknya 6 bulan pasca trauma
• Ketidakmampuan untuk mengingat aspek penting
dari trauma
• Anhedonia
• Keterasingan dari orang lain
• Dibatasi terbatas
• Perasaan masa depan yang diramalkan (mis., Tidak
berharap memiliki karier, pernikahan)
Terapi Pengobatan
Ansietas

Non Farmakologi Farmakologi

• Tujuan pengobatan GAD adalah untuk mengurangi tingkat keparahan, durasi, dan
Tujuan frekuensi gejala dan meningkatkan fungsi.
• Tujuan jangka panjang adalah minimal atau tidak ada gejala kecemasan, tidak ada
Pengobatan gangguan fungsional, pencegahan kekambuhan, dan peningkatan kualitas hidup.

•Meliputi psikoterapi, konseling jangka pendek, manajemen stress, terapi kognitif,


meditasi, terapi pendukung, dan olahraga. Penderita GAD harus diedukasi untuk
Terapi Non menghindari kafein, stimulan, konsumsu alkohol yang berlebihan, dan obat-obat diet.
Farmakologi Terapi kognitif sikap merupakan terapi psikologi yang paling efektif untuk penderita
GAD dan pada umumnya penderita GAD memerlukan terapi psikologi, dan
dikombinasi dengan obat-obat anti kecemasan.
TERAPI FARMAKOLOGI
• Antidepresan, benzodiazepin, buspiron, hidroksizin, dan Benzodiazepin Non Benzodiazepin
pregabalin semua kontrol data uji klinis yang mereka gunakan
di gangguan kecemasan umum. Antidepresan menggantikan Alprazolam Antidepresan :
benzodiazepin sebagai obat pilihan untuk gangguan
kecemasan umum kronis karena efek samping yang dapat Klordiazepoksid - Escitalopram
ditoleransi profil, tidak ada risiko ketergantungan, dan
Klonazepam - Imipramin
manfaat yang sama kondisi komorbiditas termasuk depresi,
panik, gangguan obsesif-kompulsif (OCD), dan gangguan Klorazepat - Paroksetin
kecemasan sosial. Benzodiazepin tetap ada pengobatan yang
paling efektif dan umum digunakan untuk jangka pendek Diazepam - Venflaxin
manajemen kecemasan di mana bantuan gejala segera
Lorazepam Azapiron : Buspiron
diinginkan. Mereka juga direkomendasikan untuk intermiten
atau ajuvan gunakan selama eksaserbasi gangguan kecemasan Oksazepam Difenilmetan : Hidroksizin
umum atau untuk gangguan tidur selama inisiasi pengobatan
antidepresan. Buspirone dan pregabalin adalah agen alternatif
untuk pasien dengan gangguan kecemasan umum tanpa
depresi. Penggunaan hormonroksizin kurang diinginkan
untuk pengobatan jangka panjang karena efek samping.
• Pasien dengan gangguan kecemasan umum harus dirawat
untuk remisi gejala. Sementara data kurang pada durasi
optimal farmakoterapi, sebagian besar pedoman
merekomendasikan perawatan lanjutan untuk tambahan 3
hingga 10 bulan.
ISO Farmakoterapi 2008
Efek merugikan
• Efek samping benzodiazepin yang paling umum adalah depresi SSP. Toleransi
biasanya berkembang untuk efek ini. Efek samping lainnya adalah disorientasi,
gangguan psikomotor, kebingungan, agresi, kegembiraan, dan amnesia anterograde
Interaksi obat
• Menggabungkan benzodiazepin dengan alkohol atau depresan SSP lainnya dapat
berakibat fatal.
• Penambahan nefazodone, ritonavir, atau ketoconazole dapat meningkatkan tingkat
darah alprazolam dan diazepam.
• Buspirone dapat meningkatkan tekanan darah pada pasien yang menggunakan
monoamine oksidaseinhibitor (MAOI).
• Verapamil, itraconazole, dan fluvoxamine dapat meningkatkan kadar buspirone,
dan rifampisin mengurangi kadar darah buspirone 10 kali lipat.
EVALUASI KEBERHASILAN TERAPI

• Awalnya, pantau kecemasan pasien setiap dua minggu untuk mengurangi gejala
kecemasan, peningkatan fungsi, dan efek samping. Hamilton Ratin scale untuk
kecemasan atau sheehan disability scale dapat membantu mengukur respon
obat.
• Evaluasi pasien gangguan kecemasan setiap 1 hingga 2 minggu selama
beberapa minggu pertama menyempurnakan dosis dan untuk memantau efek
samping. Setelah stabil, dapat dilihat setiap 2 bulan. Skala Keparahan gangguan
kecemasan (dengan sasaran remisi tiga atau kurang tanpa atau menghindari
agorafobik ringan, kecemasan, cacat, atau gejala depresi) dan Skala Cacat
Sheehan (dengan tujuan masing-masing kurang dari atau sama dengan satu
item) dapat digunakan untuk mengukur kecacatan. Selama penghentian obat,
frekuensinya harus ditingkatkan.
• Mengevaluasi pasien untuk perbaikan gejala sesering mungkin (mis.,
mingguan) terapi selama 4 minggu pertama. Tujuannya adalah untuk
meringankan gangguan kecemasan dan mengurangi kecemasan antisipatif
dan fobia penghindaran dengan dimulainya kembali aktivitas normal. Ubah
terapi pasien yang tidak mencapai pengurangan yang signifikan dalam
gangguan kecemasan setelah 6 sampai 8 minggu dengan dosis antidepresan
yang memadai atau 3 minggu benzodiazepine. Evaluasi efek samping pasien
secara teratur, dan mendidik mereka tentang harapan terapi obat yang
sesuai.
• Setelah pasien mencapai respons yang signifikan, lanjutkan terapi minimal 1
tahun. Evaluasi untuk gejala kambuh serta efek buruk yang mungkin
muncul dengan pengobatan lanjutan (mis. kenaikan berat badan dan
disfungsi seksual). Selama penghentian obat, sering memantau untuk putus
obat, rebound kecemasan, dan kambuh.
GANGGUAN DEPRESI MAYOR
DEFINISI

Fitur penting dari gangguan depresi mayor adalah perjalanan klinis


ditandai dengan satu atau lebih episode depresi utama tanpa riwayat
episode manik, campuran atau hipomanik. Gangguan distimik adalah
gangguan mood kronis yang melibatkan mood depresi dan setidaknya dua
gejala lain dan umumnya lebih ringan daripada depresi berat karena
kekacauan.

(Dipiro et.al 2008, Hlm.778)


PATOFISIOLOGI

1. Hipotesis biogenik amina: Penurunan kadar neurotransmiter otak norepi nephrine,


serotonin (5-HT) dan dopamin otak dapat menyebabkan depresi.
2. Perubahan postinaptik dalam sensitivitas reseptor: Penelitian telah menunjukkan
bahwa desensitiasi atau penurunan regulasi norepinefrin atau reseptor 5-HT1A
mungkin berhubungan dengan onset efek antidepresan.
3. Hipotesis disregulasi: Teori ini menekankan kegagalan regulasi homeostatis sistem
neurotransmitter, daripada peningkatan atau penurunan absolut dalam sistem
neurotransmitter. Antidepresan yang efektif dapat mengembalikan regulasi yang efisien.
4. Hipotesis tautan 5-HT / norepinefrin: Teori ini menunjukkan aktivitas 5-HT dan
norepinephrine terkait bahwa kedua sistem serotonergik dan noradrenergik terlibat
dalam respons antidepresan.
5. Peran dopamin: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas
dopamin di jalur mesolimbik berkontribusi terhadap aktivitas antidepresan.
6. Gangguan ekspresi faktor neurotropik turunan otak di hippocampus dapat dikaitkan
dengan depresi.

(Dipiro et.al 2015, Hlm. 712)


Dipiro et al. 2015
MANIFESTASI KLINIS Hlm. 712

Gejala Gangguan
Gejala Emosional Gejala Fisik
Intelektual/Kognitif Psikomotorik
• Berkurangnya • Kelelahan, nyeri • Penurunan • Retardasi
kemampuan untuk (terutama sakit kemampuan untuk psikomotorik
mengalami kepala), gangguan berkonsentrasi atau (gerakan fisik yang
kesenangan, tidur, nafsu makan memperlambat lambat, proses
kehilangan minat menurun atau berpikir, ingatan yang berpikir, dan ucapan)
dalam aktivitas yang meningkat, buruk untuk atau agitasi
biasa, kesedihan, kehilangan minat peristiwa baru-baru psikomotor
pesimisme, seksual, dan keluhan ini, kebingungan, dan
menangis, putus asa, gastrointestinal (GI) keraguan.
gelisah (ada ~ 90% dan kardiovaskular
pasien rawat jalan (terutama jantung
yang depresi), rasa berdebar).
bersalah, dan fitur
psikotik (misalnya,
halusinasi
pendengaran dan
delusi).
TES LABORATORIUM

Gangguan depresi mayor ditandai dengan satu atau lebih episode depresi mayor,
sebagaimana didefinisikan oleh Diagnostik Manual dan Statistik Gangguan Mental,
edisi ke-5. Lima atau lebih dari hampir setiap hari selama Periode 2 minggu dan
menyebabkan tekanan atau gangguan yang signifikan (CATATAN: suasana hati yang
tertekan atau kehilangan minat atau kesenangan harus ada pada orang dewasa [atau
suasana hati yang mudah marah pada anak-anak dan remaja]): suasana hati tertekan;
minat atau kesenangan berkurang di hampir semua kegiatan; penurunan atau
kenaikan berat badan; insomnia atau hipersomnia; agitasi psikomotor atau
penghambatan; kelelahan atau kehilangan energi; perasaan tidak berharga atau rasa
bersalah yang berlebihan; konsentrasi berkurang atau keraguan; pikiran berulang
tentang kematian, ide bunuh diri tanpa rencana spesifik, percobaan bunuh diri, atau
rencana bunuh diri. Episode depresi tidak boleh dikaitkan dengan efek fisiologis suatu
zat atau kondisi medis. Terakhir, tidak boleh ada riwayat manik-suka atau hipomanik
episode kecuali mereka diinduksi oleh suatu zat atau kondisi medis.

Dipiro et al. 2015


Hlm. 712
Dipiro et al. 2015
ALGORITMA TERAPI Hlm. 713
TUJUAN PENGOBATAN

• Tujuannya adalah untuk mengurangi gejala depresi,


meminimalkan efek samping, memastikan kepatuhan terhadap
rejimen yang ditentukan, memfasilitasi kembali ke fungsi
premorbid, dan mencegah episode depresi lebih lanjut.

Dipiro et al. 2015


Hlm. 714
Dipiro et al. 2015
TERAPI FARMAKOLOGI Hlm. 715-717
Dipiro et al. 2015
KONDISI KHUSUS Hlm. 728-730

Geriatri
• Pada orang tua, suasana hati yang tertekan mungkin kurang menonjol daripada
gejala lainnya, seperti kehilangan nafsu makan, gangguan kognitif, sulit tidur,
kelelahan, keluhan fisik, dan kehilangan minat dan kenikmatan dalam aktivitas
yang biasa.
• SSRI sering dianggap sebagai antidepresan pilihan pertama pada pasien usia
lanjut.
• Bupropion, venlafaxine, dan mirtazapine juga efektif dan ditoleransi dengan
baik.

Pediatri
• Gejala depresi di masa kanak-kanak termasuk kebosanan, kecemasan,
penyesuaian gagal, dan gangguan tidur.
• Data yang mendukung kemanjuran antidepresan pada anak-anak dan remaja
jarang. Fluoxetine adalah satu-satunya antidepresan yang disetujui FDA untuk
mengobati depresi pada pasien di bawah 18 tahun.
• FDA telah menetapkan hubungan antara penggunaan antidepresan dan bunuh
diri (pemikiran dan perilaku bunuh diri) pada anak-anak, remaja, dan dewasa
muda berusia 18 hingga 24 tahun. Semua antidepresan membawa peringatan
kotak hitam untuk berhati-hati saat menggunakan antidepresan dalam populasi
ini, dan FDA merekomendasikan parameter pemantauan khusus. Konsultasikan
dengan pelabelan yang disetujui FDA atau situs web FDA untuk informasi
tambahan. Namun, beberapa ulasan longitudinal retrospektif dari penggunaan
antidepresan pada anak-anak tidak menemukan peningkatan yang signifikan
dalam risiko upaya bunuh diri atau kematian.
• Beberapa kasus kematian mendadak telah dilaporkan pada anak-anak dan
remaja yang menggunakan desipramine. Elektrokardiogram dasar (EKG)
direkomendasikan sebelum memulai TCA pada anak-anak dan remaja, dan EKG
tambahan disarankan ketika konsentrasi plasma steadystate tercapai.
Pemantauan konsentrasi plasma TCA sangat penting untuk memastikan
keamanan.
Kehamilan
• Sebagai aturan umum, jika efektif, pendekatan non-obat lebih disukai ketika
merawat pasien hamil yang depresi. Bagi mereka yang memiliki riwayat relaps
setelah penghentian antidepresan, antidepresan dapat dilanjutkan sepanjang
kehamilan.
• Satu studi menunjukkan bahwa wanita hamil yang menghentikan antidepresan
lima kali lebih mungkin kambuh selama kehamilan dibandingkan wanita yang
melanjutkan pengobatan.
• Ada kemungkinan hubungan SSRI dengan berat lahir rendah dan gangguan
pernapasan. Studi lain melaporkan kemungkinan enam kali lipat lebih besar
dari hipertensi paru persisten pada bayi baru lahir yang terpapar SSRI setelah
minggu kedua puluh kehamilan.
• Pertimbangkan risiko depresi yang tidak diobati pada kehamilan, termasuk
berat badan lahir rendah, bunuh diri ibu, potensi rawat inap atau perselisihan
perkawinan, perawatan prenatal yang buruk, dan kesulitan merawat anak-anak
lain.
Resistensi Relatif dan Depresi yang Tahan terhadap Pengobatan
• Sebagian besar pasien depresi “resisten terhadap pengobatan” telah menerima terapi
yang tidak memadai. Pada pasien yang belum menanggapi pengobatan,
pertimbangkan hal berikut: (1) Apakah diagnosisnya benar? (2) Apakah pasien
mengalami depresi psikotik? (3) Apakah pasien telah menerima dosis dan durasi
perawatan yang memadai? (4) Apakah efek samping menghalangi dosis yang
memadai? (5) Apakah pasien mematuhi rejimen yang ditentukan? (6) Apakah hasil
pengobatan diukur secara memadai? (7) Apakah ada gangguan medis atau psikiatrik
yang ada atau sudah ada? (8) Apakah pendekatan bertahap untuk pengobatan
digunakan? (9) Apakah ada faktor lain yang mengganggu perawatan?
• Studi STAR * D menunjukkan bahwa satu dari tiga pasien depresi yang tidak
mencapai remisi dengan antidepresan menjadi bebas gejala ketika obat tambahan
(misalnya, bupropion rilis berkelanjutan) ditambahkan, dan satu dari empat
mencapai remisi setelah beralih ke antidepresan yang berbeda. (mis., venlafaxine rilis
panjang).
• Antidepresan saat ini dapat dihentikan dan percobaan dimulai dengan agen yang
berbeda (misalnya, mirtazapine atau nortriptyline).
• Atau, antidepresan saat ini dapat ditambah (diperkuat) dengan penambahan agen
lain (misalnya, lithium atau triiodothyronine [T3]), atau antidepresan lain dapat
ditambahkan. Antipsikotik atipikal dapat digunakan untuk menambah respons
antidepresan.
• Pedoman praktik American Psychiatric Association merekomendasikan bahwa
setelah 6 hingga 8 minggu pengobatan antidepresan, sebagian responden harus
mempertimbangkan untuk mengubah dosis, menambah antidepresan, atau
menambahkan psikoterapi atau ECT. Bagi mereka yang tidak memiliki respons,
pilihannya termasuk mengganti ke antidepresan lain atau penambahan psikoterapi
atau ECT.
EVALUASI KEBERHASILAN TERAPI

• Beberapa parameter pemantauan, selain konsentrasi plasma, berguna.


Pantau secara teratur untuk efek buruk, remisi gejala target, dan perubahan
fungsi sosial atau pekerjaan. Pastikan pemantauan rutin selama beberapa
bulan setelah penghentian antidepresan.
• Secara teratur memonitor tekanan darah pasien yang diberi venlafaxine.
• Memesan EKG pretreatment sebelum memulai terapi TCA pada pasien di
atas 40 tahun, dan melakukan EKG tindak lanjut secara berkala.
• Pantau munculnya ide bunuh diri setelah memulai antidepresan apa pun,
terutama dalam beberapa minggu pertama pengobatan.
• Selain wawancara klinis, gunakan instrumen penilaian psikometrik untuk
mengukur sifat dan keparahan gejala depresi dan terkait dengan cepat dan
andal.

Dipiro et al. 2015


Hlm. 730
GANGGUAN TERKAIT ZAT
DEFINISI

Gangguan terkait zat termasuk gangguan keracunan, ketergantungan dan


penarikan. Ketergantungan atau kecanduan zat dapat dilihat sebagai
penyakit kronis yang dapat berhasil dikontrol dengan pengobatan, tetapi
tidak dapat disembuhkan, dan dikaitkan dengan tingkat kambuh yang tinggi.

(Dipiro et.al 2008, Hlm. 823)


PATOFISIOLOGI
Obat yang disalahgunakan umumnya menghasilkan efek menyenangkan yang diinginkan oleh
pengguna. Namun, sementara sebagian besar individu akan mengalami efek menyenangkan
ini, tidak semua orang menyalahgunakan obat ini, dan tidak semua orang yang
menyalahgunakannya menjadi tergantung padanya. Tampaknya faktor genetik, lingkungan,
dan budaya semuanya dapat berinteraksi untuk mempengaruhi beberapa individu untuk
penyalahgunaan zat dan ketergantungan selanjutnya.
1. Biasanya semua zat yang disalahgunakan muncul untuk mengaktifkan jalur brain reward
yang sama. Komponen utamanya adalah sistem mesokortikolimbik dopamin yang
memproyeksikan dari daerah ventral tegmental (VTA) dan nukleus accumbens (NA) ke
korteks prefrontal.
2. Sementara aktivasi jalur reward menjelaskan sensasi menyenangkan yang terkait dengan
penggunaan zat akut, penggunaan kronis zat yang disalahgunakan yang mengakibatkan
kecanduan dan penarikan mungkin terkait dengan efek neuroadaptif yang terjadi di dalam
otak. Dua model neuroadaptif telah digunakan untuk menjelaskan caranya perubahan fungsi
reward dikaitkan dengan pengembangan ketergantungan zat: kepekaan dan kontra adaptasi.
Berkenaan dengan kekambuhan, faktor peningkatan risiko termasuk ketersediaan obat yang
disalahgunakan, peningkatan stres psikologis, dan pemicu faktor kondisi seperti melihat
bubuk putih.

Dipiro et al. 2008


Hlm. 527
TANDA DAN GEJALA

Keracunan Obat Putus Obat

a. Etanol : mood labil, agresif, pusing a. Etanol : susah tidur,mual muntah,


mengantuk, koma seiring dengan tremor, takikardia, hipertensi, kejang
meningkatnya waktu reaksi darah b. Kokain/ Amfetamin: halusinasi, depresi,
dan tingkat koordinasi otot cemas, hypersomnia,
b. Kocain/ Stimulan : perasaan c. Opiat: mual muntah, dehidrasi, diare,
gembira, sakit kepala, tremor, gelisah, mudah marah, peningkatan
kecemasan, kejang, keringat dingin, deyut jantung, menggigil
paranoid d. Nikotin: mudah marah, frutasi, cemas,
c. Opiat : euphoria, mual muntah, sulit konsentrasi
bicara tidak jelas, gangguan e. Ganja: mudah marah, susah tidur,
memori anorexia, diare, peningkatan denyut
d. Ganja: euphoria, pusing, panik, jantung
paranoid, halusinasi

Dipiro et al. 2008


Hlm. 531
TERAPI
LABORATORIUM

Pola penggunaan narkoba yang maladaptif, mengarah ke gangguan klinis atau kesulitan
yang signifikan, sebagaimana dinyatakan oleh tiga (atau lebih) dari berikut, terjadi kapan
saja di periode 12 bulan yang sama:
1. Toleransi, sebagaimana didefinisikan oleh salah satu dari berikut ini:
• kebutuhan akan jumlah zat yang meningkat secara nyata untuk mencapai keracunan atau
efek yang diinginkan
• efek berkurang nyata dengan terus menggunakan jumlah zat yang sama
2. Putus obat, sebagaimana dinyatakan oleh salah satu dari berikut ini:
• sindrom penarikan karakteristik untuk zat
• substansi yang sama (atau terkait erat) diambil untuk meringankan atau menghindari
gejala penarikan
3. Zat ini sering dikonsumsi dalam jumlah yang lebih besar atau lebih dari satu periode
yang lebih lama dari yang dimaksudkan
4. ada keinginan yang gigih atau upaya yang gagal untuk memotong bawah atau
mengontrol penggunaan narkoba
5. banyak waktu dihabiskan untuk kegiatan yang diperlukan untuk memperoleh
zat (mis., mengunjungi beberapa dokter atau mengemudi jarak jauh),
penggunaan zat (mis., merokok sambil jalan), atau pulih dari efeknya
6. kegiatan sosial, pekerjaan, atau rekreasi diberikan atau dikurangi karena
penggunaan narkoba
7. penggunaan narkoba dilanjutkan meskipun pengetahuan memiliki masalah
fisik atau psikologis yang persisten atau berulang itu kemungkinan disebabkan
atau diperburuk oleh zat tersebut (mis., penggunaan kokain yang
meningkatkan depresi, atau terus minum memperburuk maag oleh konsumsi
alkohol)
Tentukan jika:
Dengan Ketergantungan Fisiologis: bukti toleransi ataupenarikan (yaitu, item 1
atau 2 ada); atau
Tanpa Ketergantungan Fisiologis: tidak ada bukti toleransi atau penarikan (mis.,
tidak ada item 1 atau 2 hadir)
TUJUAN PENGOBATAN

• Tujuannya termasuk penghentian penggunaan obat, penghentian


perilaku mencari obat, dan kembali ke fungsi normal. Tujuan dari
perawatan putus obat termasuk pencegahan perkembangan ke
keparahan yang mengancam jiwa, sehingga memungkinkan
kenyamanan dan fungsionalitas yang kondusif untuk partisipasi
dalam program perawatan.

Dipiro et al. 2015


Hlm. 760
Dipiro et al. 2015
TERAPI FARMAKOLOGI Hlm. 760-767

Keracunan (Intoxication)
• Overdosis Benzodiazepine: Flumazenil tidak diindikasikan dalam semua kasus, dan
dikontraindikasikan ketika penggunaan antidepresan siklik diketahui atau dicurigai
karena risiko kejang. Gunakan dengan hati-hati ketika diduga ketergantungan fisik
benzodiazepine, karena dapat memicu putus obat.
• Keracunan opiat: Nalokson dapat menyadarkan kembali pasien yang tidak sadar
dengan depresi pernafasan, tetapi dapat memicu putus obat fisik pada pasien yang
tergantung.
• Keracunan kokain: Perlakukan farmakologis hanya jika pasien gelisah atau psikotik.
Lorazepam injeksi dapat digunakan untuk agitasi. Antipsikotik dosis rendah dapat
digunakan jangka pendek untuk psikosis. Obati kejang secara suportif, tetapi IV
lorazepam atau diazepam dapat digunakan untuk status epilepticus.
• Banyak pasien dengan halusinogen, ganja, atau keracunan inhalan menanggapi
dukungan, tetapi anticemas jangka pendek dan / atau terapi antipsikotik dapat
digunakan.
Putus Obat/Zat (Withdrawal)
Alkohol
Benzodiazepin

Permulaan putus obat benzodiazepin kerja lama mungkin hingga 7


hari setelah penghentian obat. Mulai pengobatan dengan dosis biasa
dan pertahankan dosis ini selama 5 hari. Dosis ini kemudian
diturunkan secara bertahap selama 5 hari. Putus obat Alprazolam
mungkin memerlukan penurunan benzodiazepine yang lebih
bertahap yang digunakan untuk detoksifikasi.
Opiat

• Terapi obat konvensional untuk penghentian opiat adalah metadon, opiat sintetik. Dosis awal
yang biasa adalah 20 hingga 40 mg / hari. Dosis dapat dikurangi dalam pengurangan 5 hingga 10
mg / hari sampai dihentikan. Beberapa dokter menggunakan jadwal penghentian lebih dari 30
hari atau lebih dari 180 hari.
• Regimen detoksifikasi lain (misalnya agonis adrenergik) juga efektif. Terlepas dari strategi
detoksifikasi, sebagian besar pengguna heroin kambuh menggunakan heroin.
• Buprenorfin dalam dua formulasi (keduanya ditugaskan untuk menjadwalkan III) tersedia untuk
manajemen ketergantungan opioid berbasis kantor oleh dokter yang berkualifikasi. Dosis sekali
sehari dititrasi ke target 16 mg / hari (kisaran 4-24 mg / hari).
• Subutex (buprenorfin) biasanya digunakan pada awal pengobatan untuk penyalahgunaan opiat.
Suboxone (buprenorfin dan nalokson) sering digunakan dalam perawatan pemeliharaan
kecanduan opiat.
• Putus obat yang diawasi secara medis dengan buprenorfin terdiri dari fase induksi dan fase
pengurangan dosis. Penyalahgunaan Zat dan Administrasi Layanan Kesehatan Mental
memberikan rekomendasi berbasis bukti untuk penggunaan buprenorfin untuk kecanduan
opioid.
• Perawatan pemeliharaan dengan buprenorfin untuk kecanduan opioid terdiri dari fase induksi
(seperti pengobatan yang diamati), fase stabilisasi, dan fase pemeliharaan (mungkin tidak pasti.
Untuk meminimalkan risiko menyebabkan penarikan, pasien yang berpindah dari opioid kerja
jangka panjang (misalnya, metadon, pelepasan berkelanjutan) morfin, pelepasan oksikodon yang
berkelanjutan) ke buprenorfin harus diinduksi menggunakan monoterapi buprenorfin, tetapi
segera beralih ke buprenorfin / nalokson (lihat protokol perawatan Penyalahgunaan Zat dan
Administrasi Layanan Kesehatan Mental).
• Klonidin dapat melemahkan hiperaktif noradrenergik dari penghentian opiat tanpa mengganggu
aktivitas di reseptor opiate secara signifikan. Pantau tekanan darah, telentang dan berdiri,
setidaknya setiap hari.
Gangguan Penggunaan Zat

Ketergantungan Alkohol
Nikotin
• Farmakoterapi lini pertama untuk penghentian merokok adalah pelepasan
bupropion berkelanjutan, permen nikotin, inhaler nikotin, permen karet nikotin,
lozenge nikotin, nasal spray nikotin, patch nikotin, dan varenicline. Kombinasi ini
harus dipertimbangkan jika agen tunggal gagal. Farmakoterapi lini kedua meliputi
clonidine dan nortriptyline dan harus dipertimbangkan jika terapi lini pertama
gagal.
• Intervensi lebih efektif bila berlangsung lebih dari 10 menit, melibatkan kontak
dengan beberapa tipe dokter, termasuk setidaknya empat sesi, dan menyediakan
terapi penggantian nikotin. Konseling kelompok dan individu efektif, dan
intervensi lebih berhasil ketika mereka memasukkan dukungan sosial dan
pelatihan dalam pemecahan masalah, manajemen stres, dan pencegahan kambuh.
Terapi Penggantian Nikotin
 THANK YOU 

Anda mungkin juga menyukai