By : Tendri S.Kep,Ns 1. Perbedaan Genetik Susunan genetik mempengaruhi biotransformasi obat. Pola metabolik dalam keluarga sering kali sama. Fakktor genetik menentukan apakah enzim yang terbentuk secara alami ada untuk membantu penguraian obat. Akibatnya, anggota keluarga sensitif terhadap suatu obat Farmakogenetik merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang pengaruh faktor genetik terhadap respon suatu obat dalam tubuh dapat diartikan pula sebagai ilmu yang mengdentifikasi interaksi antara obat dan gen individual Isoniazid merupakan obat yang digunakan sebagai antituberkolosis Studi terhadap kecepatan asetilasi (proses detoksifikasi) isoniazid (N-asetilasi) menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan asetilasi dari masing-masing individu yang berdasarkan faktor genetiknya, memiliki 2 tipe, yaitu tipe asetilator cepat dan asetilator lambat Perbedaan tersebut ternyata disebabkan oleh adanya variasi genetik dari gen Aktivitas enzim N-asetilastransferase ini sangat bervariasi untuk setiap suku atau ras. Bagi orang barat (Amerika dan Eropa) 50% dari penduduknya ternyata tergolong asetilator lambat, sedangkan untuk orang Jepang dan Eskimo sebagian besar tergolong asetilator cepat. Untuk individu yang memiliki tipe asetilator cepat, obat akan memiliki masa kerja (t ½) yang pendek, yaitu 45-80 menit. Dengan demikian, maka individu tipe asetilator cepat, memerlukan dosis pengobatan yang lebih besar. Hal ini akan berdampak kurang menguntungkan, karena untuk pengobatan tuberkolosis, pengobatan dilakukan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Dengan demikian, untuk individu tipe asetilator cepat ini, pemberian obat harus dilakukan berulangkali karena metabolisme sangat cepat, sehingga cepat dapat menimbulkan efek setelah diminum, namun cepat hilang pula efeknya (t ½ yang pendek) jika obat harus diberikan secara berulangkali maka kemungkinan terjadi resistensi akan cukup tinggi 2. Variabel Fisiologis
Perbedaan hormonal antara pria dan wanita
mengubah metabolisme obat tertentu. Usia berdampak langsung pada kerja obat. Bayi tidak memiliki banyak enzim yang diperlukan untuk metabolisme obat normal Apabila status nutrisi klien buruk, sel tidak dapat berfungsi dengan normal, sehingga biotransformasi tidak berlangsung seperti semua fungsi tubuh, metabolisme obat bergantung pada nutrisi yang adekuat untuk membentuk enzim dan protein. Kebanyakan obat berikatan dengan protein sebelum didistribusi ke tempat kerja obat. 3. Kondisi Lingkungan Pajanan pada panas dan dingin dapat memengaruhi respon terhadap obat. Klien hipertensi diberi vasodilator untuk mengontrol tekanan darahnya. Pada cuaca panas, dosis vasodilator perlu dikurangi karena suhu yang tinggi meningkatkan efek obat.cuaca dingin cenderung meningkatkan vasokontriksi, sehingga dosis vasodilator ditambah Reaksi suatu obat bervariasi, bergantung pada lingkungan obat itu digunakan. Klien yang dirawat dalam ruang isolasi dan diberikan analgesik(penghilang nyeri) memperoleh efek peredaan nyeri yang lebih kecil dibandingkan klien yang dirawat di ruang tempat keluarga dapat mengunjungi klien 4. Faktor Psikologis Obat dapat digunakan sebagai cara untuk mengatasi rasa tidak nyaman. Pada situasi ini klien bergantung pada obat sebagai media koping dalam kehidupan. Sebaliknya jika klien kesal terhadap kondisi fisik mereka, rasa marah dan sikap bermusuhan dapat menimbulkan reaksi yang diinginkan terhhadap obat. Obat sering kali memberikan rasa aman. Penggunaan secara teratur obat tanpa resep atau obat yang dijual bebas mis. Vitamin, laksatif, dan aspirin membuat beberapa orang merasa mereka dapat mengontrol kesehatannya Perilaku perawat saat memberikan obat kepada pasien. Apabila perawat memberikan kesan bahwa obat dapat membantu, pengobatan kemungkinan akan memberikan efek yang positif namun apabila perawat terllihat kurang peduli saat pasien kurang nyaman, obat yang diberikan terbukti relatif tidak efektif. 5. Diet Menahan konsumsi makanan tertentu dapat menjamin efek terapeutik obat. Warfarin, obat pengencer darah Sayuran berdaun hijau seperti bayam, sawi, brokoli atau kangkung ternyata dapat mempengaruhi penyerapan obat pengencer darah atau warfarin dan coumadin. Cara kerja obat-obatan pengencer darah adalah dengan cara menurunkan jumlah vitamin K di dalam tubuh yang berfungsi sebagai faktor pembekuan darah. Namun, sayuran yang berdaun hijau merupakan salah satu sumber utama vitamin K, sehingga jika Anda terlalu banyak mengonsumsi sayur berdaun hijau, maka akan meningkatkan vitamin K dan menghambat obat-obatan untuk mengencerkan darah. Obat antibiotik makanan yang mengandung zat besi, kalsium, dan magnesium yang tinggi dapat menghambat kerja dari obat antibiotik. susu dapat menurunkan kerja antibiotik dalam tubuh, contohnya antibiotik jenis ciprofloxacin dan tetracycline. Tetracycline bisa dikonsumsi satu jam sebelum atau dua jam setelah makan, dan tidak boleh diiringi dengan minum susu. Zat besi dan kalsium yang terkandung di dalam susu bisa berikatan dengan obat antibiotik yang membuat penyerapan obat tersebut terhambat. Obat analgesik Obat jenis ini adalah obat penghilang rasa sakit, sehingga sering kali digunakan untuk menghilangkan berbagai nyeri dan demam. Salah satu contoh penghilang rasa sakit yang paling sering digunakan adalah acetaminophen Dalam beberapa riset disebutkan bahwa acetaminophen harus dikonsumsi sebelum makan karena makanan yang ada di dalam perut dapat menghambat efektifitas kerja obat ini. Namun untuk obat jenis lain seperti ibuprofen, naproxen, ketoprofen, dan obat penghilang rasa sakit lainnya harus dikonsumsi setelah makan, karena dapat menyebabkan iritasi pada dinding lambung. Antidepresan
Obat jenis antidepresan diketahui
memiliki interaksi dengan makanan yang mengandung tyramine, yaitu minuman grapefruit, yogurt, pisang serta beberapa jenis makanan olahan. Jika interaksi terjadi antara antidepresan dengan obat- obatan yang telah disebutkan tersebut maka akan berisiko menimbulkan tekanan darah tinggi.