Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN GIZI

PASIEN PASCA
BEDAH
ANGGOTA :
• Gusti Ambar Wati
• Ika mardina karbi
• Muthia cahya putri
• Ayu Kusuma wardhani
• Ani fatmawati
• Ratna ikrimah nur’aini
• Widya rohmanah
• Latifatul auniyah
• Dian ayu susanti
• Faridah
• Nurul aini
• Kharris wijaya
Menurut tingkat keseriusannya, pembedahan dibagi menjadi
:
Gambaran umum 1. Pembedahan minor : sirkumsisi atau khitan
2. Pembedahan mayor : pembedahan saluran cerna
pembedahan (lambung, usus halus, dan usus besar) dan
pembedahan di luar saluran cerna (jantung, ginjal, hati,
Pembedahan merupakan tindakan operasi paru, saluran kemih, dsb)
yang digunakan untuk mendiagnosis
ataupun memperbaiki organ atau jaringan.

Menurut kebutuhannya, pembedahan dibagi menjadi :


1. Pembedahan efektif : pembedahan dilakukan secara
terjadwal atau terencana
2. Pembedahan cito (emergensi) : pembedahan yang
dilakukan segera tanpa terencana
Patofisiologi
Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara
invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan
ditangani. Pembukaan tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat
sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindakan
perbaikan yang akan diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka
(Syamsuhidajat, 2010).
Pembedahan pada dasarnya merupakan trauma yang akan menimbulkan
perubahan faal, sebagai respon terhadap trauma. Gangguan faal tersebut
meliputi tanda- tanda vital serta organ-organ vital seperti sistem respirasi,
sistem kardiovaskular, panca indera (SSP), sistem urogenital, sistem
pencernaan dan luka operasi.
Metabolisme karbohidrat
Glukosa darah mengalami peningkatan saat pembedahan
Manifestasi dimulai. Kortisol dan katekolamin berkontribusi terhadap
peningkatan glukosa darah melalui peningkatan
metabolism terkait glikogenolisis dan gluconeogenesis.

gizi
Metabolisme energi Metabolisme lemak
Pembedahan meningkatkan metabolism Akibat perubahan hormone selama pembedahan, simpanan
energi sebesar 15-50%. Hal ini lemak dalam bentuk TG akan diubah menjadi gliserol dan
berdampak pada peningkatan kebutuhan asam lemak melalui proses lipolisis.
energi pasien, tetapi pemenuhan
kebutuhan energi yang tinggi ini akan
tercapai dalam beberapa hari sesuai
pengaturan diet.
Manifestasi
metabolism terkait
gizi
Metabolisme protein
Pada pembedahan terjadi peningkatan Metabolisme air dan elektrolit
hormone kortisol yang berpengaruh Arginin vasopressin (AVP) merupakan hormone yang
terhadap metabolism protein, akibatnya diproduksi oleh kelenjar pituitary posterior yang berfungsi
terjadi pemecahan sebagian besar protein untuk meningkatkan retensi cairan.peningkatan hormone ini
pada otot skeletal dan beberapa otot terjadi hingga 3-5 hari, tergantung dari tingkat keparahan
visceral untuk memproduksi asam amino. luka operasi dan komplikasi. Pembedahan uga
Asam amino kemudian dikatabolisme meningkatkan aldosterone dari korteks adrenal yang
menjadi energi untuk membentuk protein menyebabkan reabsorpsi Na dan cairan pada tubulus distal
baru. Katabolisme mengakibatkan ginjal.
penurunan berat badan dan massa otot.
Pengkajian gizi
Pengkajian gizi merupakan langkah awal sebelum memberikan intervensi gizi.
Pengkajian yang dilakukan meluputi data antropometri, biokimia, fisik / klinis,
riwayat gizi dan riwayat pasien.
•Data antropometri yaitu berat dan tinggi badan.
•Data biokimia yang terkait dengan kasus bedah yaitu glukosa darah, C-reactive
protein (CRP), albumin, blood urea nitrogen (BUN), kreatinin, Na, K, Ca, Mg, P,
serum Fe, dan vitamin B12.
•Data fisik / klinis yang terkait yaitu kesadaran, keadaan umum, nadi, tekanan
darah, frekuensi pernapasan, mual/muntah, dan nafsu makan.
•Data riwayat gizi meliputi kebiasaan makan, asupan makan, aktivitas fisik, dan
obat yang dikonsumsi pasien.
•Data riwayat pasien meliputi riwayat penyakit, riwayat penyakit keluarga,
pengobatan yang telah dijalani, dan sosial ekonomi pasien.
Diagnosa gizi
IDNT dari AND 2015

1. (NI-2.1) ketidakcukupan asupan oral yang berhubungan dengan nafsu


makan yang rendah, mual, muntah yang ditandai dengan hasil recall 25 jam
2. (NI-5.1) Peningkatan kebutuhan zat gizi spesifik (protein) yang berhubungan
dengan respon metabolic pada pembedahan yang ditandai dengna BUN dan
kreatinin yang tinggi.
3. (NI-5.9.1) Ketidakcukupan asupan vitamin B 12 yang berhubungna dengan
peningkatan kebutuhan vitamin B12 yang ditandai dengan hasil recall 24 jam
4. (NI-5.1) Peningkatan kebutuhan zat gizi spesifik (Fe dan vitamin) yang
berhubungan dengan respon metabolic dan perdarahan pasca bedah yang
ditandai dengan kadar Hb, MCV, MCHC, MCH.
Intervensi
Tujuan
Tujuan Diet Pasca-Bedah adalah mengupayakan agar status gizi pasien
segera kembali normal untuk mempercepat proses penyembuhan dan
meningkatkan daya tahan tubuh pasien, dengan cara sebagai berikut :
 Memberikan kebutuhan dasar (cairan, energi, Protein)
 Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi lain.
 Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan.

Prinsip
TKTP
Syarat
Memberikan makanan secara bertahap mulai dari bentuk cair, saring, lunak,
dan biasa. Pemberian makanan dari tahap ke tahap tergantung pada macam
pembedahan dan keadaan pasien :
• Pasca bedah Kecil
Makanan diusahakan secepat mungkin kembali seperti biasa atau normal.
• Pascabedah Besar
Makanan diberikan secara berhati-hati disesuaikan dengan kemampuan
pasien untuk menerimanya.
JENIS DIET DAN INDIKASI PEMBERIAN

Diet Pasca Bedah I (DPB I)


Diet ini diberikan kepada semua pasien pasca bedah :
Pasca bedah kecil : Setelah sadar atau rasa mual hilang.
Pasca bedah besar : Setelah sadar dan rasa mual hilang serta ada tanda-tanda usus
sudah mulai bekerja.
Cara pemberian :Selama 6 jam sesudah pembedahan, makanan yang diberikan berupa
air putih, teh manis, atau cairan lain seperti pada Makanan Cair Jernih. Makanan ini diberikan
dalam waktu sesingkat mungkin, karena kurang dalam semua zat gizi. Selain itu diberikan
Makanan Parenteral sesuai kebutuhan.
JENIS DIET DAN INDIKASI PEMBERIAN

Diet Pasca Bedah II (DPB II)


Diet Pasca-Bedah II diberikan kepada pasien Pasca-Bedah besar saluran cerna
atau sebagai perpindahan dari Diet Pasca-Bedah I.

Cara pemberian :
Makanan diberikan dalam bentuk cair kental, berupa kaldu jernih, sirup, sari
buah, sup, susu, dan puding rata-rata 8-10 kali sehari selama pasien tidak tidur.
Jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan dan kondisi pasien. Selain itu
dapat diberikan Makanan Parenteral bila diperlukan. DPB II diberikan untuk
waktu sesingkat mungkin karena zat gizinya kurang, pemberian berangsur
dimulai 50 ml/jam
JENIS DIET DAN INDIKASI PEMBERIAN

Diet Pasca Bedah III (DPB III)


Diet Pasca-Bedah III diberikan kepada pasien pasca bedah besar saluran cerna
atau sebagai perpindahan dari Diet Pasca-Bedah II.

Cara pemberian :
Makanan yang diberikan berupa Makanan Saring ditambah susu dan biskuit.
Cairan hendaknya tidak melebihi 2000 ml sehari. Selain itu dapat diberikan
Makanan Parenteral bila diperlukan.
JENIS DIET DAN INDIKASI PEMBERIAN

Diet Pasca Bedah IV (DPB IV)


Diet Pasca-Bedah IV diberikan kepada :
Pasien pasca bedah kecil, setelah Diet Pasca-Bedah I.
Pasien pasca bedah besar, setelah Diet Pasca-Bedah III.

Cara pemberian :
Makanan diberikan berupa Makanan Lunak yang dibagi dalam 3 kali makanan
lengkap dan 1 kali makanan selingan.
JENIS DIET DAN INDIKASI PEMBERIAN

Diet Pasca Bedah IV (DPB IV)


Diet Pasca-Bedah IV diberikan kepada :
Pasien pasca bedah kecil, setelah Diet Pasca-Bedah I.
Pasien pasca bedah besar, setelah Diet Pasca-Bedah III.

Cara pemberian :
Makanan diberikan berupa Makanan Lunak yang dibagi dalam 3 kali makanan
lengkap dan 1 kali makanan selingan.
JENIS DIET DAN INDIKASI PEMBERIAN

Diet Pasca Bedah lewat Pipa Lambung


Memberikan makanan bagi pasien dalam keadaan khusus seperti koma, gangguan psikis, terbakar, dimana
makanan harus diberikan melalui pipa lambung atau enteral atau Naso Gastric Tube (NGT)
Cara pemberian :
Makanan diberikan sebagai makanan cair kental penuh 1 kkal/ml, sebanyak 250
ml tiap 3 jam.
JENIS DIET DAN INDIKASI PEMBERIAN

Diet Pasca Bedah lewat Pipa Jejenum


Memberikan makanan bagi pasien yang tidak dapat menerima makanan melalui oral maupun pipa
lambung. Makanan diberikan langsung ke jejenum dengan menggunakan pipa jejenum atau jejenum
Feeding Fistula (JFF)
Cara pemberian :
Makanan diberikan sebagai makanan cair yang tidak memerlukan pencernaan
lambung dan tidak merangsang jejenum
Diberikan tetes demi tetes secara perlahan, agar tidak terjadi diare atau kejang.
Diet ini diberikan dalam waktu singkat karena kurang energi, protein, vitamin
dan zat besi.
MONEV
Data monitoring dan evaluasi meliputi data antropometri, biokimia,
fisik/klinik, serta riwayat
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai