Anda di halaman 1dari 30

SISTEM

KOMUNIKASI
SATELIT

MODUL 08
Edi Soerjanto, Ir. MSi
Modul Sistem Komunikasi Satelit ini disarikan dari beberapa sumber, literatur, teori maupun praktek dan disusun khusus dipergunakan untuk bahan
kuliah, pembelajaran internal, memperkaya pengetahuan dan wawasan mahasiswa yang disampaikan oleh dosen pengajar yang bersangkutan.
MODUL
08
GROUND COMMUNICATION
EQUIPMENT - GCE
• Modem
• Modulator Demodulator
• Error Correction
• Frame Format
• DVB
• Frequency Converter
• Up Converter
• Down Converter
Diagram Block Stasiun Bumi
AMPLIFIER GROUND COMMUNICATION EQUIPMENT
ANTENA

RF IF
LNA DOWN CONVERTER

RECEIVE (DOWN LINK) DEMODULATOR/ BASEBAND


MODULATOR (Signal Informasi)
TRANSMIT (UP LINK)

RF IF Data Interface
HPA/SSPA UP CONVERTER RS422/G703/V35/Ethernet

LNA- Low Noise Amplifier


HPA – High Power Amplifier RF – Radio Frequency
SSPA – Solid State Power Amplifier IF – Intermediate Frequency
E/S Rack Cabinet Layout
Prinsip Kerja Stasiun Bumi
SISI TRANSMIT (UP LINK)
• Signal Informasi (audio/telpon, video/tv, data/internet) dimodulasi oleh Modulator dengan modulasi
tertentu (BPSK/QPSK/16QAM) dan dicampur dengan frekuensi tertentu menjadi signal Intermediate
Frequency (IF) umumnya pada frekuensi 70/140 MHz. Kadang langsung dikonversi dan diperkuat signalnya
menjadi L-band 900Mhz-1,5 GHz. Pada Modulator selain terjadi proses modulasi dan mixer menjadi IF juga
dilakukan proses error correction.
• Signal IF tersebut kemudian dimasukkan ke Up Converter ditumpangkan ke suatu frekuensi carrier tinggi
yang dibangkitkan dengan suatu oscilator menjadi frekuensi transmit radio frequency (RF), misal pada C
band 6 GHz atau Ku band 14 GHz.
• Kemudian signal IF yang sudah memiliki frekuensi tinggi, tetapi dengan daya masih lemah tersebut,
diperkuat menggunakan suatu amplifier SSPA atau HPA agar daya menjadi kuat dengan gain tertentu.
• Pada output amplifier, signal sudah mempunyai daya yang kuat pada frekuensi tinggi, sehingga siap untuk
ditransmitkan melalui antenna.
• Di sisi antena signal diperkuat lagi dengan gain tertentu dan diproses oleh Ortho Mode Transducer (OMT)
menjadi polarisasi tertentu, linier (vertical/horizontal) atau circular (RHCP/LHCP).
• Signal RF atau sering disebut sebagai carrier yang berisi informasi tersebut kemudian ditransmitkan ke
arah satelit.
Prinsip Kerja Stasiun Bumi
SISI RECEIVE (DOWN LINK)
• Signal RF dari satelit diterima oleh antena dengan polarisasi tertentu (linier atau circular) pada frekuensi
down link tertentu, misal C band 4 GHz, Ku band 11 GHz atau L band 800 MHz-1,5 GHz. Antena mempunyai
nilai gain receive tertentu.
• Setelah melewati propagasi yang sangat jauh (mis GEO, 36.000 km) signal RF masih sangat lemah dan
mengandung noise, sehingga perlu diperkuat oleh amplifier untuk diperbaiki kualitasnya menggunakan LNA.
• Signal output LNA yang masih dalam bentuk RF, dikonversi dengan cara dicampur dengan suatu frekuensi
pada Down Converter dengan cara dicampur dengan suatu frekuensi tertentu menggunakan oscillator
sehingga menjadi signal IF (70/140 MHz).
• Oleh Demodulator, signal IF tersebut didemodulasi dengan modulasi sesuai saat ditransmitkan
(BPSK/QPSK/16QAM) dikembalikan menjadi signal baseband asli, selain itu juga dilakukan proses perbaikan
kualitas signal dengan proses error correction sesuai saat ditransmitkan (Viterbi/FEC/RSC) untuk kemudian
diubah menjadi signal informasi asli (audio/video/data/internet) dengan frame format tertentu.
• Frame format tersebut, dalam arti disesuaikan dengan Data Interface Card (RS422/G703/V35/Ethernet) yang
digunakan, dapat berupa data dengan transmission rate tertentu, seperti 2 Mbps, 8 Mbps, video atau
internet dengan data rate tertentu.
MODULATOR DEMODULATOR
• Fungsi utama modem satelit adalah melakukan proses modulasi dan demodulasi. Modem atau ‘modulator
demodulator’ dari signal informasi menjadi IF Device yang digunakan untuk mentransfer data pada sistem
komunikasi satelit dengan cara mengubah bitstream signal informasi menjadi signal radio atau carrier IF,
dan sebaliknya untuk demodulator. Pada output modem level power masih rendah, frekuensi IF juga masih
rendah.
• IF Device dapat berupa modem biasa atau bermacam-macam dari yang murah untuk akses internet hingga
modem profesional untuk keperluan data maupun video.
• Jika digunakan untuk akses internet, data yang diupload dapat ditransfer melalui modem konvensional
PSTN atau ADSL dengan data interface card atau Ethernet port.
• Untuk perbaikan kualitas signal, pada modem biasanya diberlakukan standard-standard komunikasi satelit,
seperti error correction code dan format framing.
• Data yang akan ditransmitkan ditransfer ke input modulator menggunakan Data Terminal Equipment (DTE,
mis. Komputer) atau Data Interface port (atau multiplexer) dan diubah menjadi signal radio RF termodulasi
dengan frekuensi menengah (Intermediate Frequency) antara 50-200 MHz, yang sering digunakan IF 70
MHz atau 140 MHz.
• Umumnya beberapa modem dapat dioperasikan secara redundancy dengan konfigurasi back up seperti 1 :
1 atau 1 : N (dengan N sampai 8 unit).
Struktur Internal Modem
Modem Satelit

Front View Panel

Rear View Panel


Modem Satelit
• Di sisi transmit, pada modulator, signal informasi yang sudah termodulasi tsb
merepresentasikan pernyataan signal dari deretan simbol-simbol, misalkan
suatu bit atau beberapa bit, tergantung dari skema modulasi yang digunakan.
• Di sisi receive, melalui demodulator, simbol-simbol yang merepresentasikan
deretan bit-bit yang termodulasi di sisi transmit tersebut akan ditemu-kenali
kembali, dengan menggunakan generator clock yang sinkron dengan station
remote dan diterjemahkan.
• Skema modulasi yang umum digunakan untuk komunikasi satelit : Binary
phase shift keying (BPSK); Quadrature phase shift keying (QPSK), Orthogonal
quadrature phase shift keying (OQPSK), 8PSK dan
Quadrature Amplitude Modulation (QAM) terutama 16QAM.
Modem Key Features
TO H
N
CO

• Maximum configurations: • Highest system reliability and service uptime


- 4 x DVB-S2X carrier modulator - Redundancy with main TS over ASI and back-up TS over
- 3 x DVB-S2X carrier modulator with optional ASI interfaces IP input
- 2 x DVB-S2X carrier modulator and one demodulator with - Built-in TS Analyser with PCR jitter measurements
optional ASI interfaces - RFI reduction using optional DVB RF Carrier ID (DVB-CID)
- 3 x DVB-S2X carrier demodulator (with dual L-band input) and NIT table CID (default)
- 2 x DVB-S2X carrier demodulator with one modulator and - Market leading RF purity and performance
optional ASI interfaces - PRBS generator for link performance tests
• Minimum symbol rate: 256 kbaud • Remote in-band management
• Maximum symbol rate: 133 Mbaud
• Remote over-the-air software upgrade
• Data rates up to 425 Mbit/s
• IF (70/140) and L-Band (950-2150) high power outputs • Optional 4 x MPE encapsulators / decapsulators up to 70
• Very high bandwidth efficiency, ease of monitoring and Mbps
control leads to Low Total Cost of Ownership  • Optional AES encryption / decryption up to 140 Mbps
- DVB-S2X, DVB-S2, DVB-DSNG/S compliant
- QPSK, 8PSK, 16APSK, 32APSK, 64APSK, 128APSK and 256 • Optional BISS scrambler/descrambler up to 130 Mbps
APSK
- Up to 15% bandwidth gain with optional Equalink® 3 pre-
distortion 
- Up to 15% bandwidth efficiency gains (on top of DVB-S2)
with Clean Channel Technology® 
- Multistream CCM or VCM mode with ISSY
Interface Connector Modem

G703
Rear Panel View

V35

ETHERNET
Konfigurasi Redundancy

• Misalkan, konfigurasi Modem 8:1 (8


Modem online dengan 1 Modem back up)
• Jumlah penggunaan modem umumnya
sesuai jumlah destinasi/tujuan, satu
modem satu destinasi. Jika 8 modem
online, berarti terdapat 8 destinasi.
Error Correction
Error correction yang sering digunakan pada modem-modem komunikasi
satelit antara lain :
• Convolutional codes:
• dengan constraint length kurang dari 10, umumnya dengan decode
Viterbi algorithm (lihat Viterbi decoder)
• Dengan constraint length lebih dari 10, umumnya decoded menggunakan
Fano algorithm (lihat Sequential decoder)
• Reed-Solomon Code, biasanya sistem concatenated secara convolutional
codes dengan interleaving;
• Modem-modem terbaru menggunakan sistem superior error correction
codes, seperti Turbo Code dan Low Density Parity Check ( LDPC) code.
Viterbi Algorithm
• Viterbi algorithm merupakan dynamic programming algorithm yang digunakan untuk
menemukan kembali deretan bit pernyataan yang tersembunyi yang disebut dengan
Viterbi path – dan dihasilkan dari suatu deretan melalui pengamatan dalam konteks
Markov information sources dan hidden Markov models.
• Algorithm tersebut menemukan aplikasi universal dalam melakukan decoding secara
convolutional codes yang digunakan pada digital cellular CDMA dan GSM, dial-up
modems, satellite, deep-space communications, dan 802.11 wireless LANs. Yang
sekarang banyak digunakan dalam teknik speech recognition, speech synthesis,
diarization, keyword spotting, computational linguistics, dan bioinformatics.
• Sebagai contoh, dalam speech-to-text (speech recognition), signal acoustic
diperlakukan sebagai deretan kejadian yang diamati, dan sederetan text yang
diperlakukan sebagai "hidden cause" dari signal acoustic. Algoritma Viterbi persis
seperti signal acoustic tersebut.
Reed–Solomon Code
• Reed–Solomon Code, merupakan sekumpulan error-correcting codes yang diperkenalkan
Irving S. Reed dan Gustave Solomon tahun 1960. Kedua orang ini banyak memperkenalkan
aplikasi teknologi yang banyak digunakan konsumen seperti : CD, DVD, Blu-ray Disc, QR Codes,
teknologi data transmission seperti DSL dan WiMAX, broadcast system seperti DVB dan ATSC, dan
juga storage system seperti RAID 6. Dan beberapa penggunaan di sistem komunikasi satelit.
• Dalam teori coding, Reed–Solomon Code termasuk penggolongan dari non-binary cyclic error-
correcting codes. Reed–Solomon Code didasarkan pada univariate polynomials melalui
finite fields.
• Dengan teori ini memungkinkan untuk mendeteksi dan mengkoreksi multiple symbol errors
dengan cara menambahkan t check symbols ke data yang diproses. Suatu Reed–Solomon code
dapat mendeteksi setiap kombinasi sampai t erroneous symbols, atau mengkoreksi sampai ⌊t/2 ⌋
symbols. Sebagai suatu erasure code, dapat mengkoreksi sampai dengan t known erasures, atau
dapat mendeteksi dan mengkoreksi errors maupun erasure.
• Reed–Solomon Code cocok digunakan untuk multiple-burst bit-error correcting codes, dimana
suatu sequence of b + 1 consecutive bit errors dapat mempengaruhi setidaknya two symbols
dengan size b. Pemilihan dari t tergantung pada pembuat code, dan dapat diseleksi dengan
batasan-batasan luas.
Turbo Codes
• Turbo Codes merupakan salah satu jenis forward error correction (FEC) codes yang
high-performance, dikembangkan tahun 1990–91. tetapi dipublikasikan 1993), dan
menjadi kode yang praktis yang sesuai digunakan untuk pengkodean channel capacity,
suatu teori untuk code rate agar sistem komunikasi tetap handal dengan specific noise
level memadai. Turbo codes digunakan pada mobile communications 3G/4G (seperti
UMTS dan LTE) dan satellite communications untuk mendapatkan information transfer
over bandwidth- or latency-constrained communication links yang handal dan
terhindar dari data-corrupting noise.
• Turbo Codes saat ini bersaing dengan teknik LDPC codes, yang memiliki performansi
yang sama.
• Nama "turbo code" muncul sebagai analogi yang digunakan pada engine
turbocharging. Hagenauer berargumentasi bahwa term turbo code merupakan suatu
misnomer mengingat tidak terdapat feedback yang terlibat pada proses encoding.
Low-density parity-check Code
• Low-density parity-check (LDPC) Code merupakan linear error correcting code, suatu
metode untuk mengirimkan suatu pesan melalui suatu noisy transmission channel.
• LDPC dibentuk menggunakan suatu sparse bipartite graph.[3] LDPC codes adalah kode
pendekatan kapasitas (capacity-approaching codes), berarti cara konstruksi praktis
yang memperbolehkan suatu threshold noise diatur secara maksimum sangat dekat
terhadap memoryless channel yang simetris.
• Threshold noise menentukan kondisi upper dari channel noise sampai probabilitas
dari informasi yang hilang dapat dibuat sekecil mungkin. Dengan menggunakan
teknik iterasi belief propagation, kode-kode LPDC dapat didekodekan secara time
linear terhadap block lengthnya.
• Implementasi LPDC agar lambat dibandingkan dengan pengkodean lain seperti Turbo
Code. Hak Turbo Codes berakhir pada August 29, 2013.[US5446747][4]
• LDPC codes dikenal juga sebagai Gallager codes, sebagai penghargaan kepada
Robert G. Gallager, yang mengembangkan konsep LDPC pada disertasi gelar doctoral
di Massachusetts Institute of Technology tahun 1960.
Frame Format
Frame format sering digunakan untuk mensupport modem pada sistem
komunikasi satelit. Frame format digunakan untuk membentuk interface
dengan transmission atau speed rate tertentu sesuai port connector yang
digunakan.
Tergantung sistem yang digunakan, frame format dibedakan dalam beberapa
macam sbb :
• Intelsat Business Service (IBS) framing (<1,5 Mbps).
• Intermediate Data Rate (IDR) framing (2/4/8 Mbps).
• MPEG-2 transport framing (digunakan di DVB).
• Data transmission E1 dan T1 framing.
• Framing E1 atau T1, secara drop insert.
Fitur-fitur Lain Modem
Modem High-end juga sering digunakan untuk fitur-fitur lain seperti :

• Multiple data interfaces, seperti RS-232, RS-422, V.35, G.703, LVDS, Ethernet.
• Embedded Distant-end Monitor and Control (EDMAC), yang memungkinkan
digunakan untuk mengontrol distant-end modem.
• Automatic Uplink Power Control (AUPC), yang digunakan untuk
mengatur/adjust power output power agar diperoleh signal to noise (S/N)
ratio di sisi remote-end yang konstan/stabil.
• Fitur Drop and insert untuk suatu multiplexed stream, yang memungkinkan
beberapa channel dapat didistribusikan ke beberapa stasiun bumi lain.
Satellite Broadcasting (DVB)
Kebutuhan kapasitas transponder satelit makin meningkat seiring kebutuhan untuk televisi
(termasuk untuk channel-channel baru dan High Definition TV) dan IP data. Ketersediaan
transponder dan bandwidth pada sistem komunikasi satelit sangat ditentukan oleh
pemilihan penggunaan modulasi dan Forward error correction (FEC) rate.
Untuk keperluan video, digunakan modem Digital Video Broadcasting (DVB).

• QPSK yang digabung dengan traditional Reed Solomon dan Viterbi code digunakan untuk
digital satellite TV.
• Skema modulasi yang lebih tinggi seperti 8PSK, 16QAM dan 32QAM membuat industri
satellite untuk melakukan efisiensi penggunaan transponder.
• Meningkatnya information rate pada suatu transponder menjadikan meningkatnya daya
carrier untuk memenuhi persyaratan threshold requirement antena yang digunakan.
• Uji coba menggunakan chipset mutakhir menunjukkan bahwa performansi dengan Turbo
Code diperoleh 0.8 dB lebih rendah sebesar dibanding sebelumnya.
DVB
Terdapat dua jenis modem yang menggunakan standard digital video
broadcasting
• One-way satmodem (DVB-IP modems), menggunakan return channel
berbasis satelit, seperti telepon atau cable.
• Two-way satmodem (DVB-RCS modems), yang juga disebut sebagai
astromodem yang menggunakan suatu satellite-based return
channel, dan tidak diperlukan hubungan lain.
Up Converter
• Pada sisi up link, Up Converter merupakan perangkat untuk
mengubah signal IF dengan frekuensi menengah menjadi RF yang
frekuensinya lebih tinggi agar siap ditransmisikan. Level output dari
Up Converter relatif masih rendah, tetapi frekuensi RF sudah tinggi.
• Konversi frekuensi dilakukan dengan mencampur frekuensi IF dengan
signal LO sehingga menjadi RF.
• Pada C-band, Up Converter mengubah Frekuensi IF 70 atau 140 MHz
menjadi frekuensi pada orde 6 GHz.
• Untuk menambah keandalan sistem, umumnya Up Converter
dipasang secara redundant dengan konfigurasi 1:1.
Blok Diagram Up Converter
Spesifikasi Teknis Up Converter
Features Performance compatible for up to 4096QAM
• Tunable carrier and sideband suppression
• Envelope detector
• 20 dBm saturated output power
• 25 dBm OIP3
• 15 dB gain
• LOx8 with buffer
• Direct conversion with I/Q BW up to 2 GHz
Specifications
• Gain: 15 dB
• OIP3: 25 dBm
Frequency Converter

BUC: Block upconverter, Ku band


Top: Hughes 1W
Bottom: Feed horn with short section of waveguide, Andrew 2W BUC and
Swedish microwave LNB
Down Converter
• Di sisi down link, Down Converter merupakan perangkat untuk mengubah
signal RF yang diterima dari antena menjadi signal IF atau baseband. Jika
signal RF dicampur dengan signal LO, maka akan diperoleh kembali signal IF
atau baseband.
• Pada C-band, Down Converter mengubah frekuensi down link orde 4 GHz
menjadi frekuensi IF 70 atau 140 MHz.
• Dalam beberapa sistem, seperti pada VSAT, down converter digabung
dengan LNA berikut buffer amplifier, dan disebut dengan Low Noise Block
Down Converter (LNB).
• Seperti pada up converter, down converter juga umumnya dipasang secara
redundant dengan konfigurasi 1:1 untuk menambah keandalan sistem.
Block Down Converter
Block Diagram Down Converter
Down Converter

Rack mounted
Down Converter

Outdoor Block
Down Converter

Anda mungkin juga menyukai