Anda di halaman 1dari 34

Thyrotoxicosis (Thyroid Storm),

Hiperglikemik Hyperosmolar Non


Ketotic Coma
By: Rizkiyah Ayu W
1116104ooooo25
PSIK UIN Jakarta
Learning Objective
• Thyrotoxicosis (thyroid Storm), hiperglikemik Hyperomolar non ketotic koma
1. Definisi
2. Patofisiologi
3. Anatomi dan fisiologis pernapasan
4. Manisfestasi klinis
5. Pemeriksaan diagnostic (nice to know) : jenis, tujuan, dan persiapan invasive maupun non invasive
6. Penangan medis farmakologi (nice to know, indikasi, kontraindikasi, efek terapetik, efek samping ) dan non farmakologi
7. Pengkajian keperawatan
8. Analisa data dan diagnose keperawatan(focus & sering terjadi)
9. Intervensi keperawatan (umum & khusus)
10.Pemantauan endokrin
THYROTOXICOSIS
Anfis Pernapasan

1. Hidung
 Sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh
bulu-bulu hidung.
 Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa,
terdapat dalam selaput lendir atau hidung
2. Faring
 Penghangat dan pelembab, dengan cara yang sama
seperti hidung, udara dihangatkan dan dilembapkan saat
masuk ke faring.
 Fungsi bahasa, fungsi faring dalam bahasa adalah dengan
bekerja sebagai bilik resonansi untuk suara yang naik dari
laring, faring (bersama sinus) membantu memberikan
suara yang khas pada tiap individu (Sherwood, LZ., 2014)
3. Laring
Terdiri 9 cartilage (3 berpasangan, 3 tunggal)
Cartilago yg berpasangan:
 Cartilago arytenoid, cuneiforme, corniculata
Cartilago tunggal:
 Cartilagotiroid (jakun), cartilagocricoide, epiglotis(klep antara esophagus dan
larynx)

Produksi suara, Suara memiliki nada, volume, dan resonansi


Pelindung saluran napas bawah, saat menelan, laring bergerak ke atas, menyumbat
saluran faring sehingga engsel epiglotis menutup faring

4. Trakea
Penunjang dan menjaga kepatenan
Penghangat, pelembap, dan penyaring, Fungsi ini merupakan kelanjutan dari hidung,
walaupun normalnya, udara sudah jernih saat mencapai trakea

5. Bronkus
Bronkus juga berfungsi untuk mencegah infeksi. Hal ini dikarenakan bronkus dilapisi
oleh berbagai jenis sel, termasuk sel yang bersilia (berbulu) dan berlendir. Sel-sel inilah
yang nantinya menjebak bakteri pembawa penyakit untuk tidak masuk ke dalam paru-
paru

6. Bronkiolus
Berfungsi untuk menyalurkan udara dari bronkus ke alveoli

7. Alveoli
Fungsinya sebagai tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Alveoli kemudian
menyerap oksigen dari udara yang dibawa oleh bronkiolus dan mengalirkannya ke
dalam darah (Sherwood, LZ., 2014)
Definisi

Tirotoksikosis adalah sindroma klinis hipermetabolisme yang disebabkan oleh


peningkatan kadar tiroksin bebas (free thyroxine = FT4), triodotironin bebas
(free triiodothyronine = FT3) atau keduanya. Hipertiroidisme adalah kenaikan
biosintesis dan sekresi hormon tiroid yang berkelanjutan oleh kelenjar tiroid.
Dengan demikian, sebenarnya istilah tirotoksikosis tidak dapat ditukar dengan
hipertiroidisme
(Mulyorejo.2015)
Etiologi
• Penyakit Graves
• Toksik multinodular goiter dan adenoma tiroid
• Tiroiditis subakut granulomatous
• Tiroiditis kronik autoimun
• Tirotoksikosis factitia
• Struma ovarii
• Tumor hipofise, dlln.
(Mulyorejo.2015)
Pemeriksaan Penunjang Invasive
o Pemeriksaan radiologi
Radioactive Iodine (RAI sca and uptake) dapat membantu untuk menemukan penyebab, ambilan RAI yang tinggi
dapat ditemukan pada pederita dengan Graves disease dan toksik multinodular goiter. Sedangkan ambilan RAI
yang rendah merupakan karakteristik dari tiroiditis subakut dan hipertiroid yang diinduksi yodium.
Ultrasonografi, dapat digunakan untuk mengetahui penyebab hipertiroid, khususya pada penderita denga
pembesaran kelenjar tiroid
o Ultrasonografi Kelenjar Tiroid
Ultrasonografi (USG) kelenjar tiroid merupakan teknik pemeriksaan yang cenderung mudah dan tidak invasif.
Pada pemeriksaan ultrasonografi Grave's disease akan tampak gambaran kelenjar tiroid yang membesar
dan diffuse dengan gambaran hypoechoic.
(Mulyorejo.2015)
Pemeriksaan Penunjang Vasive
• Pemeriksaan Biokimia Darah
Pada pemeriksaan biokimia darah akan tampak penurunan dari kadar TSH sampai < 0.01 mU/l sampai tidak
terdeteksi sama sekali.
Kadar hormon tiroid yaitu T3 dan free T4 akan meningkat. Pada keadaan awal atau hipertiroid subklinis kadar T3
dan free T4 dapat normal sedangkan kadar TSH mulai menurun.
Pada pasien wanita yang sedang hamil atau menyusui pemeriksaan scan tiroid dan uptake iodin menjadi
kontraindikasi. Pada keadaan ini sering dilakukan pemeriksaan antibodi reseptor TSH untuk memastikan
penyebab tirotoksikosis adalah penyakit graves.
• Radioactive Iodine Uptake Test
Prinsip pemeriksaan ini adalah menentukan jumlah penangkapan iodin oleh kelenjar tiroid. Pemeriksaan ini
dilakukan jika etiologi tirotoksikosis belum dapat dipastikan. Tangkapan iodine yang tinggi mengindikasikan
penyakit graves.
(Mulyorejo.2015)
Pemeriksaan Penunjang Vasive

• Tes fungsi tiroid bertujuan untuk membantu menentukan status tiroid.


• Tes Antibodi Tiroglobulin (Tg) merupakan tes salah satu protein utama tiroid yang berperan dalam sintesis
dan penyimpanan hormon tiroid. Tujuan tes : terutama diperlukan sebagai petanda tumor dalam pengelolaan
karsinoma tiroid berdiferensiasi baik (well differentiated thyroid carcinoma)
• Tes Untuk Monitoring Terapi Untuk memonitoring terapi tiroid maka diperlukan tes T4 Total, T3 , FT4, FT3
dan TSH seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tujuan tes monitoring terapi untuk melihat perkembangan
terapi berdasarkan status tiroid.
Konsentrasi dari TSH rendah akibat tingginya kadar hormone tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Kadar T4,
FT4, T3 dan FT3 umumnya meningkat semua.
(Mulyorejo.2015)
Kelainan tiroid Algoritme Tes Fungsi Tiroid

TSH sensitif

Meningkat Normal Terukur

Hipotiroidisme Eutiroid Hipertiroidisme

FT4 FT4

Normal Menurun Meningkat Normal

FT3

Hipotiroidisme Hipertiroidisme
hipotiroidisme Hipertiroidisme
subklinis subklinis
Patofisiologi
Graves, toksik,
Tumor hipofise, dsb
T3 & T4 meningkat
dalam darah
Mempengaruhi
pituitary
Homeostatis
umpan balik
TSH terus dibentuk negative tidak
terkompensasi

Peningkatan
Hormon tiroid terus
hormone tiroid di produksi

Meningkatkan Berkeringat,
T3 T4 Peningkatan metabolisme berdebar-
Thyrotoxicosis
FT3 & FT4 pada tubuh debar,dsb

(Elaine,2013)
Manisfestasi klinis
• Berdebar-debar
• Gelisah
• Tidak tahan terhadap suhu panas (heat intolerance)
• Mudah lelah serta BB menurun
• Bila penyebabnya adalah Grave’s disense maka umumnya di dapatkan pembesaran kelenjar tiroid yang bila di auskultasi pada kelenjar tiroid yang
membesar menghasilkan bising halus (soft bruit)
• Emosi yang labil, kecemasan, dan sulit untuk berkonsentrasi
• Gangguan tidur
• Tremor halus (fine tremor)
• Kelemahan otot proksimal dan mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, seperti menaiki tangga, meraih sesuatu yang posisinya
lebih tinggi dari penderita
• Kulit menjadi lebih halus keratin. Dan ditemukan juga kulit teraba hangat dan berkeringat.
• Penipisan rambut (rontok)
• Dispnea
(Mulyorejo.2015)
Penatalaksanaan Farmakologi
Prinsip pengobatan tergantung dari etiologi tirotoksikosis, usia pasien, riwayat alamiah penyakit, tersedianya modalitas
pengobatan, situasi pasien,dsb.
Kelompok Obat Efek Indikasi Kontra indikasi
Obat Anti Tiroid Menghambat sintesis hormon Pengobatan lini pertama pada hipersensisitif terhadap
Propiltiourasil (PTU) tiroid dan berefek imunosupresif Graves. Obat jangka pendek pra Propiltiourasil, atau MMI atau
Metimazole (MMI) (PTU hambat konversi T4 menjadi bedah/pra-RAI CMZ, ibu hamil dan masa
Karbimazol (CMZ) T3) menyusui
Antagonis Adrenergik-ƀ
B-adrenergik antagonis Mengurangi dampak hormon Obat tambahan, kadang sebagai
Propanolol tiroid pada jaringan obat tunggal pada tiroiditis Gangguan ginjal,  gagal
Metoprolol hati kronik yang berat
Atenolol
Nadolol Hipersensitivitas untuk
Bahan mengandung Iodine Menghambat keluarnya T4 dan T3 Persiapan tiroidektomi. Pada krisis yodium, adenoma tiroid
Kalium iodida Menghambat produksi T3 tiroid bukan pada penggunaan rutin toksik, gondok nodular dan
Solusi Lugol ekstratiroidal tumor jinak
Na Ipodat
Asam Iopanoat
Obat Lain Menghambat transpor yodium, Bukan indikasi rutin Orang dengan riwayat
hipersensitivitas/alergi terhadap
Kalium perklorat sintesis dan keluarnya hormon Pada sub akut tiroiditis berat dan kalium, litium, dna
Litium Karbonat Memperbaiki efek hormon di krisis tiroid glukokortikoid.
Glukokortikoid jaringan dan sifat imunologis Menderita penyakit ginjal dan
jantung parah.
Mengalami dehidrasi parah.
Kekurangan natrium

(Mulyorejo.2015)
Terapi Non Farmakologi

• TIROIDEKTOMI
Pengangkatan kelenjar tiroid (tiroidektomi) harus dilakukan pada pasien dengan
kelenjar besar (> 80 g), ophthalmopathy berat, atau kurangnya remisi pada pengobatan obat antitiroid.  Jika tiroidektomi
direncanakan, propylthiouracil (PTU) atau
methimazole biasanya diberikan kepada pasien secara biokimia euthyroid (biasanya 6-8minggu), diikuti dengan
penambahan iodida (500 mg / hari) selama 1-14 harisebelum operasi untuk menurunkan vaskularitas kelenjar.
Levothyroxinedapat ditambahkan untuk mempertahankan keadaan eutiroid sementarathionamida dilanjutkan.c.
Propranolol telah digunakan selama beberapa minggu sebelum operasi dan 7sampai 10 hari setelah operasi untuk
mempertahankan denyut nadi kurangdari 90 denyut / menit. Prereatment kombinasi dengan propranolol dan 10sampai
14 hari kalium iodida juga telah dianjurkan .
(Dipiro, 2015)
(Depkes,2011)
ASUHAN KEPERAWATAN
• Pengkajian
1. Data Demografi
Data demografi yang penting di kaji adalah usia dan jenis kelamin, karena merupakan faktor yang berpengaruh
2. Riwayat Kesehatan
Riwayat keluarga dengan faktor genetik, penyakit tiroid dan kanker
3. Riwayat kesehatan sekarang : riwayat penyakit tiroid yang dialami, riwayat pengobatan dengan radiasi dileher, adanya tumor, adanya riwayat trauma
kepala, infeksi, riwayat penggunaaan obat-obatan seperti thionamide, lithium, amiodarone, interferon alfa.
4. Riwayat sosial ekonomi : kemampuan memelihara kesehatan, konsumsi dan pola makan, porsi makan.
5. Keluhan Utama
Kaji yang berhubungan dengan hipermetabolisme, kaji yang berhubungan dengan aktivitas, dan kaji yang berhubungan dengan gangguan persarafan.
• Pemeriksaan fisik
1.Observasi dan pemeriksaan kelenjar tiroid
2.Palpasi kelenjar tiroid dan kaji adanya massa atau pembesaran. Observasi ukuran dan kesimetrisan pada goiter pembesaran dapat terjadi empat kali
dari ukuran normal.
3. Pada hipertiroid sering ditemukan adanya retraksi kelopak mata dan penonjolan kelopak mata. Pada tiroksikosis kelopak mata mengalami kegagalan
untuk turun ketika klien melihat kebawah.
Analisa Data
Data Masalah Etiologi
DS : Keletihan Kondisi Thyrotoxicosis
Merasa energy tidak pulih walaupun
tidak tidur
Merasa kurang tenaga
Mengeluh lelah
DO :
Tidak mampu mempertahankan
aktivitas rutin
Tampak lesu

(PPNI,2019)
Intervensi
Diagnosa SLKI SIKI
Keletihan b.d Thyrotoxicosis Setelah dilakukan asuhan keperawatan selam 3 x 1. Manajemen Energi
24 jam diharapkan tingkat keletihan pasien Observasi
berkurang dengan KH : Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
1. Kepulihan energy tenaga mengakibatkan kelelahan
2. Kemampuan melakukan aktivitas rutin Monitor kelelahan fisik
3. Tidak ada gelisah Monitor pola jam tidur
Monitor lokasi ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Terapeutik
Berikan aktivitas distraksi
Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus
Edukasi
Lakukan melakukan aktivitas secara bertahap
Anjurkan setrategi koping manajemen kelelahan
Kolaborasi denga ahli gizi cara meningkatkan
asupan makanan

(PPNI,2019)
Hiperglikemik Hyperomolar Non Ketotic Koma
Definisi

• Hiperglikemia, hiperosmoler, koma non ketotik (HHNK) adalah komplikasi metabolik


akut diabetes, biasanya pada penderita diabetes mellitus (DM) tipe 2 yang lebih tua. Pada
kondisi ini, terjadi hiperglikemia berat (kadar glukosa serum > 600 mg/dL) yang tanpa
disertai ketosis. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas, diuresis osmotik, dan
dehidrasi berat. Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila tidak segera
ditanganin
(Price, 2011)
ETIOLOGI

• Koma hiperosmolar hipoglikemik nonketotik dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Infeksi, misalnya adanya selulitis, infeksi gigi, pneumonia, sepsis, dan ISK
2. Pengobatan, misalnya pada penggunaan obat kemoterapi, glukokortikoid, fenitoin, diuretic tiazid, dan propanolol.
3. Noncompliance, maksudnya adalah ketidakpatuhan penderita Diabetes Melitus terhadap penatalaksanaan yang dianjurkan,
misalnya dalam hal mengkonsumsi makanan, tidak patuh meminum obat, melewatkan jadwal penyuntikan, dan lain-lain.
4. Diabetes Melitus tidak terdiagnosis.
5. Penyalahgunaan obat, seperti alkohol dan kokain.
6. Penyakit penyerta, missal adanya infark miokard akut, tumor yang menghasilkan hormone adrenokortikotropin, kejadian
serebrovaskular, sindrom cushing, hipertemia, hipotermia, thrombosis mesenterika, pancreatitis, emboli paru, gagal ginjal, luka
bakar berat, tirotoksitosis, dll.
(Soewondo, 2009)
Patofisiologi
Penurunan insulin Peningkatan hormon
glukagon
Hambatan pergerakan
glukosa ke dalam sel glikogenolisis
Kegagalan Ganguan transport
pada oksigen ke otak
ginjal
Disfungsi
Akumulasi glukosa di plasma GFR SSP

Hiperosmolar serum poliuria


Gluko
suria
Menarik cairan intraseluler ke dalam intra vaskular Dehidrasi kehilangan cairan tidak
dikompensasi
intraselluler

Cairan intraselluler Hipovolemia

Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik Hipotensi


(HHNK)
Gangguan pada perfusi jaringan
MANIFESTASI KLINIS
• Diuresis glukosuria
• Dehidrasi
• Hipotensi
Perubahan neurologis :
• Perubahan sensori
• Kejang
• Hemiparesis
• Nyeri perut, mual dan muntah
• Tidak ada hiperventilasi dan tidak ada bau napas aseton

(Soewondo, 2009)
Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Darah lengkap


• Hyperosmolar Nonketotic Coma (HONK)
• Hiperglikemia parah (BSL> 20mmol / L)
• Plasma hiperosmolalitas> 320mmol / L; dapat menyebabkan gejala neurologis
• Osmolalitas plasma = 2 x (Na + K) + glukosa (mmol / L) + urea (mmol /)
• Ditandai defisit air bebas 6-18 liter (urea: rasio kreatinin meningkat)
• Glikosuria sekunder
• Tidak adanya ketoasidosis signifikan : metabolik asidosis tidak ada atau ringan
• HypoNa / hyerpNa
• HypoNa + / hyperNa +
(Soewondo, 2009)
PENATALAKSANAAN

 Rehidrasi intravena agresif


 Penggantian elektrolit
 Pemberian insulin intravena
 Diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit penyerta
 Pencegahan

(Soewondo, 2009)
Penatalaksanaan Medikamentosa

• Cairan NACL
Bisa diberikan cairan isotonik atau hipotonik ½ normal diguyur 1000 ml/jam sampai keadaan cairan intravaskular dan perfusi jaringan
mulai membaik, baru diperhitungkan kekurangan dan diberikan dalam 12-48 jam. Pemberian cairan isotonil harus mendapatkan
pertimbangan untuk pasien dengan kegagalan jantung, penyakit ginjal atau hipernatremia.Gklukosa 5% diberikan pada waktu kadar
glukosa dalam sekitar 200-250 mg%.
• Elektrolit
Kehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahui pasti, karena konsentrasi kalium dalam tubuh dapat normal atau tinggi.
Konsentrasi kalium yang sebenarnya akan terlihat ketika diberikan insulin, karena ini akan mengakibatkan kalium serum masuk ke
dalam sel. Konsentrasi elektrolit harus dipantau terus-menerus dan irama jantung pasien juga harus dimonitor
• Insulin
Insulin sebaiknya diberikan dengan bolus awal 0,15U/kgBB secara intravena, dan diikuti dengan drip 0,1U/kgBB per jam sampai
konsentrasi glukosa darah turun antara 250 mg per dL (13,9 mmol per L) sampai 300 mg per Dl. Jika konsentrasi glukosa dalam darah
tidak turun 50-70 mg/dL per jam, dosis yang diberikan dapat ditingkatkan. Ketika konsentrasi glukosa darah sudah mencapai dibawah
300 mg/dL, sebaiknya diberikan dekstrosa secara intravena dan dosis insulin dititrasi secara sliding scale sampai pulihnya kesadaran
dan keadaan hyperosmolar
(Soewondo, 2009).
Penatalaksanaan Non Medikamentosa

• Terapi gizi
Prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status
gizi diabetesi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.
• Latihan jasmani
Latihan jasmani pada diabetesi akan menimbulkan perubahan metabolik, yang
dipengaruhi selain oleh lama, berat latihan, dan tingkat kebugaran, juga oleh kada
insulin plasma, kadar glukosa darah, kadar benda keton dan imbangan cairan tubuh
(Soewondo, 2009).
ASUHAN KEPERAWATAN
Primery Survey
• Air way
• Kemungkinan ada sumbatan jalan nafas snoring dan gargling , terjadi karena adanya penurunan kesadaran/koma sebagai akibat dari gangguan
transport oksigen ke otak.
• Breathing
• Tachypnea, sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
• Circulation
• Sebagai akibat diuresis osmotik, akan terjadi dehidrasi. Visikositas darah juga akan mengalami peningkatan, yang berdampak pada resiko
terbentuknya trombus. Sehingga akan menyebabkan tidak adekuatnya perfusi organ.
• Disability
Sekunder Survey
• Bilamana managemen ABC menghasilkan kondisi yang stabil, perlu pengkajian dengan menggunakan pendekatan head to toe
• Dari pemeriksaan fisik ditemukan pasien dalam keadaan apatis sampai koma, tanda-tanda dehidrasi seperti turgor turun disertai tanda kelainan
neurologist, hipotensi postural, bibir dan lidah kering, tidak ada bau aseton yang tercium dari pernapasan, dan tidak ada pernapasan Kussmaul.
Tersier Survey
• Persepsi-managemen kesehatan
• Riwayat DM tipe II
• Riwayat keluarga DM
• Gejala timbul beberapa hari, minggu.
• Nutrisi – metabolik
• Rasa haus meningkat, polidipsi atau tidak ada rasa haus.
• Anorexia
• Berat badan turun.
• Eliminasi
Analisa Data

Data Masalah Etiologi


Ds : Lelah atau lesu Ketidakstabilan kadar gula darah Resistensi Insulin
Mulut kering dan haus meningkat
Do : Kadar glukosa dalam darah
atau urine tinggi
Jumlah urine meningkat

(PPNI, 2017)
Intervensi
DX SLKI SIKI
Ketidakstabilan kadar gula darah b.d Resistensi Insulin Setelah dilakukan asuhan keperawatan selam 1 x 24 1. Manajemen hiperglikemi
jam diharapkan kadar glukosa darahpasien seimbang Observasi
dengan KH : Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemi
1. Kesadara baik Monitor kadar gula darah
2. Tidak pusing Monitor tanda & gejala hiperglikemi
3. Tidak lelah Monitor intake output cairan
4. Mukosa bibir lembab Monitor keton urine
5. Hidrasi Kadar AGD
6. Kadar glukosa dalam darah seimbang Elektrolit
7. Kadar glukosa dalam urine seimbang Tekanan darah ortostatik
Nadi
Terapeutik
Berikan asupan cairan oral
Konsultasi dengan medis tanda dan gejala
hiperglikemi ada atau memburuk
Edukasi
Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
Anjurkan kepatuhan diet dan olahraga
Ajarkan pengelolaan diabetes
Kolaborasi pemberian insulin, IV dan kalium (jika
perlu)

(PPNI, 2019)
Pencegahan Gangguan Sistem Endokrin

Beberapa cara untuk mencegah munculnya gangguan sistem endokrin:


• Tetap menjaga berat badan yang sehat, mengonsumsi makanan sehat, dan banyak berolahraga.
• Sertakan yodium dalam diet. Ini dapat membantu mencegah masalah tiroid
Pencegahan Penyakit Tiroid
• Langkah pencegahan penyakit tiroid tergantung penyebab dan faktor risikonya. Sebagai contoh, hipotiroidisme akibat kekurangan
asupan yodium dapat dicegah dengan mengonsumsi garam beryodium
Pencegahan Hiperglikemia
Pencegahan Primer
Terhadap Diabetes Melitus Tipe 2. Sasaran pencegahan primer Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa.
Faktor Risiko Diabetes Melitus Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk intoleransi glukosa yaitu : A. Faktor Risiko yang
Tidak Bisa Dimodifikasi § Ras dan etnik § Riwayat keluarga dengan DM (Harsa,2013)
Pencegahan Sekunder
Terhadap Komplikasi Diabetes Melitus Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien
yang telah terdiagnosis DM. Tindakan pencegahan sekunder dilakukan dengan pengendalian kadar glukosa sesuai target terapi serta
pengendalian faktor risiko penyulit yang lain dengan pemberian pengobatan yang optimal. Melakukan deteksi dini adanya penyulit
merupakan bagian dari pencegahan sekunder. Tindakan ini dilakukan sejak awal pengelolaan penyakit DM. Program penyuluhan
memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani program pengobatan sehingga mencapai target terapi
yang diharapkan. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada pertemuan berikutnya.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya
kecacatan lebih lanjut serta meningkatkan kualitas hidup. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan
menetap. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya
rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan
komprehensif dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kerjasama yang baik antara para ahli
diberbagai disiplin (jantung, ginjal, mata, saraf, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatris, dan lain-lain.)
sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier

(Harsa,2013)
DAFTAR PUSTAKA
• Depkes.2015. Penyakit Tiroid.Jakarta : Depkes
• Dipiro, Cecily V., Barbara G. Wells, Joseph T DiPiro, and Terry L.Schwinghammer 2015. Pharmacotherapy Handbook 9th
Ed.United States:McGraw-Hill Education
• Harsa Rusda. 2013  Jurnal Kesehatan Andalas.  Hubungan Kadar Ft4 Dengan Kejadian Tirotoksikosis berdasarkan Penilaian Indeks New
Castle Padawanita Dewasa di Daerah Ekses Yodium

• Mulyorejo.2015.Buku Ajar Penyakit Dalam.Surabaya:UNAIR


• PPNI.2017.Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.Jakarta: PPNI
• PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.Jakarta : DPP PPNI
• PPNI.2018.Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Definisi dan Kriteria Hasil.Jakarta : DPP PPNI
• Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC; 2012
• Sherwood, LZ., 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta:EGC
• Soewondo P., 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam: Insulin : Ketoasidosis Diabetik ,Jilid III, Edisi 4, Jakarta: FK UI

Anda mungkin juga menyukai