Anda di halaman 1dari 22

SKABIES

Fitratul Azni
102119010
Pembimbing :
Dr. Hj. Hervina, Sp.KK, FINSDV, MKM

DEPARTEMEN / SMF ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
RSUD DR R.M DJOELHAM BINJAI
2020
1. DEFINISI
Skabies atau dikenal juga dengan kudis, gudig,
dan budug, adalah penyakit kulit yang
disebabkan oleh infeksi kutu Sarcoptes scabiei
varietas hominis. Penyakit ini ditandai dengan
gatal malam hari, mengenai sekelompok
orang, dengan tempat predileksi di lipatan
kulit yang tipis, hangat dan lembab. Gejala
klinis dapat terlihat polimorfi tersebar di seluruh
badan.
(Djuanda, Adhi et al. 2016)
2. ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini adalah spesies tungau yang tidak
dapat dilihat oleh mata telanjang. Spesies ini disebut sebagai
Sarcoptes scabiei (var. hominis). Spesies Sarcoptes scabiei
(var. hominis) diklasifikasikan ke dalam filum Arthropoda
yang masuk ke dalam kelas Arachnida, sub kelas Acari
(Acarina), ordo Astigmata, dan famili Sarcoptidae.

(Griana, TP. 2016)


3. EPIDEMIOLOGI
Skabies memberikan masalah kesehatan secara global, karena
300 juta kasus terjadi setiap tahunnya di dunia. World
Health Organization (WHO) menyatakan skabies merupakan
salah satu dari enam penyakit parasit epidermal kulit
yang terbesar angka kejadiannya di dunia.
Kelompok yang paling sering terkena yaitu kelompok 15 – 24
tahun. Penderita skabies pada laki-laki lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan. Hal ini dapat disebabkan
karena aktivitas laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan
perempuan.
(Gabriel, JS et al. 2016)
4. FAKTOR RISIKO
• Usia : Skabies dapat ditemukan pada semua usia tetapi lebih sering
menginfestasi anak-anak dibandingkan orang dewasa.
• Jenis Kelamin : Skabies dapat menginfestasi laki-laki maupun perempuan,
tetapi laki-laki lebih sering menderita skabies.
• Tingkat Kebersihan
• Penggunaan alat pribadi bersama-sama
• Kepadatan Penghuni
• Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan tentang Skabies
• Budaya
• Tingkat sosio-ekonomi
(Sungkar, Saleha. 2016)
5. CARA PENEGAKAN DIAGNOSIS
5.1 Anamnesis
Pasien dengan skabies selalu mengeluh gatal, terutama
pada malam hari. Rasa gatal biasa memburuk pada malam hari
disebabkan aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu lebih
lembap dan panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali
mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah.

5.2 Pemeriksaan Fisik


Papula dan vesikel miliar sampai lentikuler disertai
ekskoriasi (scratch mark). Jika terjadi infeksi sekunder
tampak pustula lentikuler. Lesi yang khas adalah terowongan
(kanalikulus) miliar, tampak berasal dari salah satu papula atau
vesikel, panjang kira-kira 1 cm, berwarna putih abu-abu.

(Siregar, R.S. 2017)


Gambar 5.2.1
Lesi skabies di telapak dan jari tangan

Gambar 5.2.2
Papul dan kunikulus pada area lateral punggung
tangan
5.3 Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan Laboratorium
• Kerokan Kulit : Positif jika teridentifikasi tungau atau bagian
dari tungau
• Mengambil Tungau dengan Jarum : tungau akan memegang
ujung jarum sehingga dapat diangkat keluar
• Usap (Swab) Kulit : Positif jika teridentifikasi tungau atau
bagian dari tungau
• Burrow Ink Test : positif apabila tinta masuk ke dalam
terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis zig zag.

Gambar 5.3.1 Telur, nimfa* Sarcoptes


scabiei (var. hominis) dan skibala
(butiran feses) pada kerokan kulit yang
ditetesi NaOH 10%

(Sungkar, Saleha. 2016)


B. Pemeriksaan Histopatologi
Lesi primer skabies memberikan gambaran hiperkeratosis, akantosis, spongiosis dan vesikulasi
di epidermis. Perubahan di dermis berupa infiltrat perivaskuler, terdiri atas sel limfosit T,
sedikit histiosit dan kadang-kadang eosinofil serta neutrofil. Di lesi primer, jumlah sel mast lebih
banyak apabila dibandingkan dengan lesi sekunder dan kulit normal.

Gambar 5.3.1 Histologi kulit : tampak infestasi sarcoptes


scabiei pada stratum korneum.

(Sungkar, Saleha. 2016)


6. PATOGENESIS
tinggal Dalam
Tungau
akan Menggali kemudian Telur menjadi
Larva terowongan/
terowongan menetas
keluar

kemudian

Langsung
(kulit ke kulit)
secara
melakukan
Gatal
menimbulkan
Respon imun seluler
Transmisi Beraktivitas di
dan humoral
Peningkatan IgE kulit kulit
Tidak langsung
(benda yg maupun serum
terkontaminasi)

(Djuanda, Adhi et al. 2016)


Reaksi Inflamasi
7. mengaktifkan

PATOFISIOLOGI mengakibatkan Pelepasan mediator kimia


(Histamin, kinin, prostatglandin)
terjadi

Vasodilatasi dan
Perpindahan IV ke ↑ Permeabilitas Kapiler
IS sehingga
terbentuknya Merespon ujung-ujung saraf
Plak menimbulkan
papula
merah Gatal dan Gangguan pola tidur
memicu

Garukan

sehingga
akibatnya Resiko infeksi dan
Papula pecah
kerusakan integritas kulit
(Djuanda et al.,2016).
8. DIAGNOSIS BANDING

1. SKABIES
2. POMFOLIKS
3. DERMATITIS
KONTAK ALERGI
(DKA)
Etiologi Subjek Predileksi Efloresensi
SKABIES Sarcoptes scabiei Gatal, terutama Sela jari tangan, Papula dan vesikel miliar sampai
(var. hominis). pada malam hari. pergelangan tangan, lentikuler, terowongan
ketiak, sekitar pusat, (kanalikulus) miliar, ekskoriasi
paha bagian dalam, (scratch mark). Jika terjadi infeksi
genitalia pria, dan sekunder tampak pustula
bokong. Pada bayi: lentikuler.
kepala, telapak
tangan dan kaki.

POMFOLIKS Belum diketahui Gatal, Telapak tangan dan Fase akut: vesikel-vesikel dengan
secara pasti. Rasa terbakar, dan sisi lateral jari-jari. dasar dalam dengan warna
Diduga ada Nyeri. Dapat pula terjadi seperti tepung tapioka, bulla,
hubungannya erupsi pada telapak eritema
dengan eksim kaki. Fase kronis: eritema, likenifikasi
atopik dan alergi.

Dermatitis Kontak Bahan kimia Gatal Semua bagian tubuh Papulovesikel, vesikel, atau bula,
Alergi (DKA) sederhana dengan dapat terkena eritema numular sampai plakat.
berat molekul Vesikel atau bula dapat pecah
rendah (< 1000 menyebabkan erosi dan eksudasi
dallon) (basah).
9. PENATALAKSANAAN
9.1 NON-FARMAKOLOGI
 Tea tree oil : Studi di Australia pada tungau Sarcoptes scabiei var hominis mendapatkan
bahwa produk tea tree oil mematikan tungau lebih banyak dibandingkan produk
permethrin atau ivermectin (85% tungau mati setelah kontak 1 jam dengan tea tree oil; 10%
tungau mati setelah kontak dengan permethrin dan ivermectin).
 Pelembap emolient untuk mengurangi kulit kering dan gatal.
9.2 FARMAKOLOGI
1. Topikal
 Krim Permetrin 5%. Tatalaksana lini pertama adalah agen topikal krim permetrin kadar 5%,
aplikasi ke seluruh tubuh (kecuali area kepala dan leher pada dewasa) dan dibersihkan
setelah 8 jam dengan mandi.
 Krotamiton 10% dalam krim/lotion merupakan obat alternatif lini pertama untuk usia di
bawah 2 bulan.
(Kurniawan M, et al. 2020)
 Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 5-10% dalam bentuk salep atau krim.
Digunakan 3 hari berturut-turut. merupakan pilihan paling aman untuk neonatus dan
wanita hamil
 Lindane 1% dalam bentuk losion, efektif untuk semua stadium, mudah digunakan, dan jarang
mengiritasi. Selain itu, obat ini tidak dianjurkan pada bayi, anak-anak, lanjut usia, individu
dengan berat kurang dari 50 kg

2. Sistemik

 Ivermectin. Terapi lini ketiga pada usia lebih dari 5 tahun, terutama pada penderita persisten
atau resisten terhadap terapi topikal seperti permethrin. Dosis yang dianjurkan untuk skabies
adalah 200 μg/kg dengan pengulangan dosis 7-14 hari setelah dosis pertama.
 Moxidectin merupakan terapi alternatif yang sedang dikembangkan. dosis terapeutik yang
bertahan di kulit antara 3-36 mg (sampai 0,6 m/kg). Penelitian toleransi dan keamanan belum
dilakukan pada wanita hamil, ibu menyusui, dan anak-anak 1
(Kurniawan M, et al. 2020)
10. EDUKASI DAN KOMUNIKASI
 Menjelaskan kepada pasien tentang skabies berupa penyebab
penyakit, faktor predisposisi, serta mengenai minum obat
secara teratur.
 Menjelaskan kepada pasien untuk mandi dengan air hangat
dan keringkan badan seperti ganti pakaian, handuk, sprei
yang digunakan, dan selalu cuci dengan teratur, bila perlu
direndam dengan air panas, karena tungau akan mati pada
suhu 130º.
 Memberikan edukasi untuk menghindari menyentuh mulut
dan mata dengan tangan serta setiap anggota keluarga
serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang sama dan
ikut menjaga kebersihan.
(Mutiara H dan Firza Syailindra. 2016)
11. KOMPLIKASI
Kerusakan epidermis pada infeksi skabies, memudahkan infeksi Streptococcus pyogenes (Group A
Streptococcus [GAS]) atau Staphylococcus aureus. Keduanya dapat menyebabkan infeksi
seperti :
 Impetigo,
 Selulitis,
 Limfadenitis dan
 Septikemia
 Post-streptococcalglomerulonephritis
 Hiperpigmentasi atau hipopigmentasi akibat inflamasi.
 Pruritus pasca-skabies
(Kurniawan M, et al. 2020)
12. PROGNOSIS
Prognosis skabies baik jika diagnosis dan terapi tepat, namun pada
penderita immunocompromised atau penderita yang tinggal di panti
asuhan atau asrama, angka kejadian infestasi ulang tinggi khususnya
pada penderita yang kembali ke lingkungan asalnya yang belum
dilakukan eradikasi skabies.

(Sungkar, Saleha. 2016)


13. PROFESIONALISME

 Membantu pasien dengan memberikan pengobatan yang


sesuai dengan keparahan gejala pasien
 Bila keluhan tidak membaik maka rujuk ke dokter spesialis
kulit untuk dilakukan tindakan lebih lanjut
14. KESIMPULAN
Skabies atau dikenal juga dengan kudis, gudig, dan budug, adalah penyakit kulit yang
disebabkan oleh infeksi kutu Sarcoptes scabiei varietas hominis. Penyakit ini ditandai dengan
1. Definisi gatal malam hari, mengenai sekelompok orang, dengan tempat predileksi di lipatan kulit
yang tipis, hangat dan lembab. Gejala klinis dapat terlihat polimorfi tersebar di seluruh badan.

ANAMNESIS: Pasien akan mengeluh gatal, terutama pada malam hari.


PEMERIKSAAN FISIK: Terdapat papula dan vesikel miliar sampai lentikuler,
2. Penegakan terowongan (kanalikulus) miliar, ekskoriasi (scratch mark). Jika terjadi infeksi sekunder
Diagnosis tampak pustula lentikuler.
PEMERIKSAAN PENUNJANG: Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan
Histopatologi

NON-FARMAKOLOGI: Tea tree oil , emolient


FARMAKOLOGI : Topikal : Krim Permetrin 5%, Krotamiton 10%, Sulfur
3. Terapi Presipitatum 5-10%, Lindane 1%. Sistemik : Ivermectin 200 μg/kg , Moxidectin 3-36 mg
(sampai 0,6 m/kg).
 Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan
 Ganti pakaian, handuk, sprei yang digunakan, dan selalu cuci dengan teratur, bila
4. Edukasi perlu direndam dengan air panas, karena tungau akan mati pada suhu 130ºC
 Hindari penggunaan pakaian, handuk, sprei bersama anggota keluarga serumah
 Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang sama dan
ikut menjaga kebersihan

Kerusakan epidermis pada infeksi skabies, memudahkan infeksi Streptococcus pyogenes


(Group A Streptococcus [GAS]) atau Staphylococcus aureus. Keduanya dapat menyebabkan
5. Komplikasi infeksi seperti : Impetigo, Selulitis, Limfadenitis dan Septikemia, Post-
streptococcalglomerulonephritis, Hiperpigmentasi atau hipopigmentasi akibat inflamasi
dan Pruritus pasca-skabies.

Prognosis skabies sangat baik jika diagnosis dan terapi tepat, namun pada penderita
immunocompromised atau penderita yang tinggal di panti asuhan atau asrama, angka kejadian
6. Prognosis infestasi ulang tinggi khususnya pada penderita yang kembali ke lingkungan asalnya yang
belum dilakukan eradikasi skabies.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai