Anda di halaman 1dari 29

DR H AGUS SISWANTO

TASYABBUH BIL KUFFAR


(Menyerupai Orang Kafir)
 Menyerupai orang-orang kafir adalah sesuatu
yang terlarang dalam syariat Islam. Mengapa
dilarang?
 Karena ada dalil yang shahih (hasan) tentang

larangan Perbuatan tersebut.


 Berikut hadits tentang:

◦ Larangan menyerupai orang kafir dan


◦ Perintah untuk menyelisihi (berbeda) dengan
mereka
Hadits-Hadits Tentang
Tasyabbuh bil Kuffar:
1. Dari Amr ibn Syu’aib dari Bapaknya dari Kakeknya
bahwasa Rasulullah SAW bersabda,

ُ َ‫شبَّ ُهوا بِا ْلي‬


 ‫هو ِد‬ َ َ‫شبَّهَ بِ َغ ْي ِرنَا اَل ت‬ َ ‫لَ ْي‬
َ َ‫س ِمنَّا َمنْ ت‬
ُ‫شا َرة‬ ْ َ‫صا َرى فَإ ِ َّن ت‬
َ ِ ‫سلِي َم ا ْليَ ُهو ِد اإْل‬ َ َّ‫َواَل بِالن‬
ِّ ‫شا َرةُ بِاأْل َ ُك‬
‫ف‬ َ ِ ‫صا َرى اإْل‬ َ َّ‫سلِي َم الن‬
ْ َ‫صابِ ِع َوت‬َ َ ‫بِاأْل‬
“Bukan termasuk golongan kami siapa yang menyerupai kaum
selain kami. Janganlah kalian menyerupai Yahudi, juga
Nashrani, karena sungguh mereka kaum Yahudi memberi salam
dengan isyarat jari jemari, dan kaum Nasrani memberi salam
dengan isyarat telapak tangannya” (HR Tirmidzi, hasan)
2. Dari Ibn Umar beliau berkata, “Rasulullah shallallaahu

alaihi wa sallam bersabda,

ُ ‫شبَّهَ بِقَ ْو ٍم فَ ُه َو ِم ْن‬


‫ه ْم‬ َ َ‫َم ْن ت‬
Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk
bagian dari mereka” (HR Abu Dawud, hasan)
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Nabi
Muhammad bersabda,

‫شبَّهَ بِ َغ ْي ِرنَا‬
َ َ‫س ِمنَّا َم ْن ت‬
َ ‫ي‬
ْ َ ‫ل‬ 
“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang
menyerupai selain kami”
(HR. Tirmidzi no. 2695. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini hasan).
3. Hadits agar menyelisihi kaum musyrikin. Dari Ibn
Umar dari Nabi Muhammad SAW:
‫ين َوفِّ ُروا اللِّ َحى َوأَ ْحفُوا‬ ْ ‫َخالِفُوا ا ْل ُم‬
َ ‫ش ِر ِك‬
‫ش َوا ِر َب‬
َّ ‫ال‬
“Selisihilah kaum musyrikin, biarkanlah jenggot,
pendekkanlah kumis” (Muttafaqun ‘alaih)
4. Dari Ya’la ibn Syaddad ibn Aus dari bapaknya bahwa,
Rasulullah SAW bersabda,

ِ ِ‫ون فِي نِ َعالِ ِه ْم َواَل ِخفَاف‬


‫ه ْم‬ َ ُ‫َخالِفُوا ا ْليَ ُهو َد فَإِنَّ ُه ْم اَل ي‬
َ ُّ‫صل‬
“Selisihilah kaum Yahudi karena sesungguhnya mereka
tidak pernah shalat dengan memakai sandal mereka dan
tidak pula dengan khuf mereka” (HR Abu Dawud,
sanadnya hasan)
 Apa yang dimaksud dengan

Menyerupai Orang Kafir?


 Pemahaman secara leterleks (Tekstual)
 Pemahaman secara kontekstual (Bukan hanya
berdasar teksnya saja)
Pemahaman secara leterleks (Tekstual)

1. Sebagian Ulama menafsirkan:


Yang dimaksud dalam hadits Nabi Muhammad SAW: “Man
Tasyabbaha biqaumin fahuwa minhum” (Barangsiapa menyerupai
suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka), adalah :
Berpenampilan dengan pakaian mereka,
Berperilaku seperti gaya hidup mereka,
Beretika dengan etika mereka,
Berjalan di atas jalan hidup dan petunjuk mereka,
Berpakaian seperti pakaian mereka,
Dan mengikuti sebagian perilaku mereka (yang khusus),

Ini semua termasuk perbuatan menyerupai orang kafir, karena


adanya kesesuaian dalam perkara fisik. Maka dia termasuk dalam
golongan mereka.
 Perbuatan tasyabbuh dilakukan sedikit demi sedikit,
awalnya seseorang merasa terpaksa dengan perbuatan ini
hingga lama-lama ia menurut dan terbiasa
mengerjakannya.
 Sehingga hadits Nabi itu dikatakan: ‘barangsiapa
menyerupai suatu kaum maka ia lama kelamaan akan
tunduk kepada mereka!‘.
 Oleh karena itu dianjurkan agar setiap muslim tidak
bermudah-mudahan dalam melakukan perbuatan sekecil
apapun menyerupai orang kafir, karena ia adalah pintu
menuju ketundukan kepada mereka. Dan kaidah saddud
dzara’i, menutup pintu keburukan ialah suatu kaidah
yang telah baku dalam syariat.
3. Sebagian ulama berkata : Perkara menyerupai
orang kafir bisa terjadi dalam perkara:
a. Qalbiyyah, yaitu berupa aqidah,
b. Iradah, yaitu pemahaman dalam masalah
kehendak,
c. Kharijiyyah, yaitu perkara yang keluar dari panca
indera seperti perkataan dan perbuatan. Kadang bisa
berupa ibadah bisa juga berupa adat kebiasaan.
Contohnya, makan, pakaian, tempat tinggal,
pernikahan, pertemuan dan perpisahan, safar,
bermukim, berkumpul, dan sebagainya.
Hal ini karena antara fisik dan batin terdapat
keterkaitan yang saling menyesuaikan.
 Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW bersabda,

‫ش ْب ٍر‬ ِ ، ‫ون قَ ْبلَ َها‬


ِ ‫ش ْب ًرا ِب‬ ِ ‫سا َعةُ َحتَّى تَأْ ُخ َذ أُ َّمتِى ِبأ َ ْخ ِذ ا ْلقُ ُر‬
َّ ‫ الَ تَقُو ُم ال‬
ُ َّ‫ َو َم ِن الن‬ ‫ فَقَا َل‬. ‫وم‬
‫اس‬ ِ ‫الر‬ ُّ ‫س َو‬ َ ‫سو َل هَّللا ِ َكفَا ِر‬ ُ ‫ فَقِي َل يَا َر‬.  ‫اع‬ٍ ‫َو ِذ َرا ًعا ِب ِذ َر‬
َ‫إِالَّ أُولَ ِئك‬
“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan
generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi
sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah
-shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu
mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab,
“Selain mereka, lantas siapa lagi?“ (HR. Bukhari no. 7319)
 Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa
Nabi Muhammad bersabda,
‫اع‬
ٍ ‫ر‬
َ ‫ذ‬
ِ ِ ‫ب‬ ‫ا‬ ‫ع‬
ً ‫ا‬ ‫ر‬
َ ‫ذ‬ِ ‫و‬
َ ‫ر‬
ٍ ‫ب‬
ْ ‫ش‬
ِ ِ ‫ب‬ ‫ا‬‫ر‬ً ‫ب‬
ْ ‫ش‬ِ ‫م‬
ْ ‫ك‬ُ ِ ‫ل‬ ‫ب‬
ْ َ ‫ق‬ ْ‫ن‬ ‫م‬
ِ ‫ين‬
َ ‫ذ‬ِ َّ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ن‬
َ َ ‫ن‬‫س‬َ ‫ن‬
َّ ‫ع‬
ُ ِ ‫ب‬َّ ‫ت‬َ ‫ت‬َ ‫ل‬ 
ُ ‫ قُ ْلنَا يَا َر‬, ‫ض ٍّب الَتَّبَ ْعتُ ُمو ُه ْم‬
‫سو َل‬ َ ‫َحتَّى لَ ْو َد َخلُوا فِى ُج ْح ِر‬
ْ‫ فَ َمن‬: ‫ارى قَا َل‬ َ ‫ص‬ َ َّ‫هَّللا ِ آ ْليَ ُهو َد َوالن‬
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum
kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta
sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang
dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan
mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah,
apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau
menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim no. 2669)
Para ulama sepakat akan dibencinya menyerupai Ahli
Kitab dan orang non Arab (‘ajam) dalam beberapa hal.
Mereka telah menetapkan hukum perintah menyelisihi
mereka Ahli Kitab dan non-Arab, dan larangan
menyerupai orang kafir.
Sebagian ulama berkata : Sungguh telah diutus
Muhammad SAW dengan al hikmah, yaitu sunnah,
syariat, manhaj yang beliau syariatkan manusia
dengannya berupa perkataan dan perbuatan, untuk
menjelaskan jalannya orang-orang yang dimurkai Allah
(Yahudi) dan orang-orang yang disesatkan (Nasrani).
Maka beliau perintahkan untuk menyelisihi mereka dalam
ciri fisik dengan hadits itu.
Diantara alasannya : Penyelisihan dalam hal fisik
berkonsekuensi adanya perbedaan, dan perbedaan
berkonsekuensi pada keterputusan hubungan dari kaum
yang dimurkai dan disesatkan (Yahudi-Nasrani).
Kesamaan dalam masalah fisik juga berkonsekuensi
ketercampuran fisik, yang dapat menghilangkan
perbedaan fisik antara kaum yang diberi petunjuk dan
keridhaan (kaum muslimin), dengan kaum yang dimurkai
atasnya dan kaum yang disesatkan (Yahudi dan Nasrani)
Itulah diantara sebab dan hikmah hadits-hadits tentang
masalah tasyabbuh.
Kenapa sampai kita dilarang meniru-niru orang kafir
secara lahiriyah? Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
ِ ‫شابُ ًها فِي اأْل َ ْخاَل‬
‫ق‬ َ َ‫سبًا َوت‬ ُ ‫شابَ َهةَ فِي اأْل ُ ُمو ِر الظَّا ِه َر ِة تُو ِر‬
ُ ‫ث تَنَا‬ َ ‫ أَنَّ ا ْل ُم‬
َ ‫ال َولِ َه َذا نُ ِهينَا َعنْ ُم‬
‫شابَ َه ِة ا ْل ُكفَّا ِر‬ ِ ‫َواأْل َ ْع َم‬
“Keserupaan dalam perkara lahiriyah bisa berpengaruh pada
keserupaan dalam akhlak dan amalan. Oleh karena itu,
kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir” (Majmu’ Al
Fatawa, 22: 154).
Pemahaman secara kontekstual
(Bukan hanya berdasar teksnya saja)
1. Sebagian ulama berpendapat, makna hadits:
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk
bagian dari mereka”, adalah: Barangsiapa yang menyerupai
orang-orang shalih dan mengikuti mereka, ia akan
dimuliakan sebagaimana orang-orang shalih dimuliakan.
Dan barang siapa yang menyerupai orang-orang fasiq, ia
akan dihinakan sebagaimana orang-orang fasiq itu juga
dihinakan.
Dan barang siapa yang terdapat padanya ciri-ciri orang
mulia, ia akan ikut dimuliakan walaupun belum tentu ia
memang orang yang mulia.
• 2. Tasyabbuh bukan hanya kemiripan fisik,
tetapi juga menyangkut: Niat, Maksud atau
Motifnya
• Kalau fisiknya mirip tetapi maksud, niat atau
motifnya bukan untuk meniru maka yg demikian
itu bukan termasuk Tasyabbuh
• Dalam Hukum Islam berlaku: Al Umuru Bi
Maqashidiha (Hukum segala sesuatu itu
berdasar maksud dan tujuannya)
Contoh-Contoh:
 Memakai Baju Gamis;
◦ Abu Jahal dan Abu Lahab memakai baju gamis.
Kalau kita juga memakai baju gamis, apakah kita
juga tasyabbuh dengan mereka?
 Libur Hari Sabtu & Minggu
◦ Umat Nasrani hari Sabtu adalah harinya Tuhan dan
hari Minggu adalah hari Kebangkitan Yesus. Kalau
orang Islam libur kerja Sabtu & Minggu apakah ini
juga Tasyabbuh?
Nama Hari Minggu
◦ Nama hari Minggu adalah sebutan hari oleh orang
Nasrani. Kalau kita juga ikut menyebut “hari Minggu”
bukan “hari Ahad” apakah juga termasuk Tasyabbuh
dengan mereka?
 Kalender Tahunan kita
◦ Kaum Yahudi dan Nasrani bikin penanggalan/kalender
Yahudi dan Masehi. Kita rata-rata juga mengikuti
kalender Masehi itu. Apakah umat Islam yang
mengikuti kalender Masehi itu juga tasyabbuh
dengan mereka?
◦ Apakah Umat Islam juga ikut bikin “Kalendar” Hijriyah
itu artinya Tasyabbuh / Menyerupai orang2 kafir?
Kumpul di Hari Minggu
 Kaum Nasrani kumpul-kumpul dengan
pendetanya tiap minggu dan Yahudi tiap Sabtu.
Apakah saat ada Muslim kumpul-kumpul dengan
ustad/syekhnya di hari Sabtu atau Minggu juga
Tasyabbuh?
Panggilan Ibadah (Sholat)
 Kaum Yahudi dan Nasrani memanggil umatnya
untuk beribadah dengan terompet dan bel.
Apakah umat Islam juga “memanggil” umatnya
untuk ibadah Sholat dengan Azan itu artinya
Tasyabbuh?
• Orang Kafir Sya’I di Sofa-Marwa
▫ Kaum Kafir Quraisy sya’i di Shafa dan Marwah.
Apakah saat ummat Islam melakukan itu artinya
Tasyabbuh?
• Puasa Asysyura
▫ Kaum kafir Quraisy dan Yahudi puasa Asyura,
apakah ummat Islam melakukan itu artinya
Tasyabbuh?
• Pencetakan & Penjilidan Al-
Qur’an
• Orang2 Yahudi dan Nasrani melakukan pembukuan
(menjilid) Kitab Sucinya menjadi buku cetak. Umat
Islam di zaman Khalifah Abu Bakar dan Usman juga
melakukan Penjilidan kitab suci Al-Qur’an, apakah itu
tasyabbuh?
• Jadi jangan hanya
memperhatikan fisiknya saja
tetapi perhatikan pula: Maksud,
Niat dan Motifnya.
 Surat Ar-Ra’d Ayat 19

َ ِّ‫أَفَ َمنْ يَ ْعلَ ُم أَنَّ َما أُ ْن ِز َل إِلَ ْي َك ِمنْ َرب‬


۞ ‫ك‬
‫ق َك َمنْ ُه َو أَ ْع َم ٰى ۚ إِنَّ َما يَتَ َذ َّك ُر أُولُو‬
ُّ ‫ا ْل َح‬
ِ ‫اأْل َ ْلبَا‬
‫ب‬
Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang
diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama
dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang
berakal saja yang dapat mengambil pelajaran,
ُ
َ ‫ت لِقَ ْو ٍم يَ ْعقِل‬
‫ون‬ ‫آْل‬ ِّ َ‫ك نُف‬
ِ ‫ص ُل ا يَا‬ ٰ
َ ِ‫َك َذل‬
Demikianlah Kami jelaskan ayat-ayat bagi kaum yang
berakal. (Qs. Ar-Rum:28)
Mengubah Tradisi Kafir
Menjadi Islami
 Nasrani memakai lonceng, Yahudi dengan terompet, umat Islam
dengan azan:
Ibnu Umar berkata, “Ketika kaum muslimin datang di Madinah,
mereka berkumpul. Lalu, mereka menentukan waktu shalat,
sedang belum ada panggilan untuk shalat (azan). Pada suatu hari
mereka memperbincangkan hal itu.
Sebagian dari mereka berkata, ‘Ambillah lonceng seperti
lonceng (gereja) orang-orang Kristen.’ Sebagian mereka berkata,
‘Bahkan, terompet saja seperti terompet orang-orang Yahudi.’
Umar berkata, ‘Apakah kalian tidak mengutus seorang laki-laki
yang memanggil untuk shalat?
Rasulullah saw. bersabda, ‘Hai Bilal, berdirilah, panggilah
(azanlah) untuk shalat!’” [HR Bukhari]
Mengubah Tradisi Orang Kafir jadi Satu
Tradisi Islam bukan berarti Tasyabbuh atau
Bid’ah. Bisa jadi itu adalah Syiar Islam.
Nabi lakukan dengan mengubah Puasa Asyura
yang biasa dilakukan kaum kafir jadi Puasa
Sunnah.
Begitu pula dengan mengelilingi Ka’bah yang
biasa dilakukan orang kafir dirubah dengan
Thawaf.
Tatkala beliau sampai di Madinah beliau berpuasa pada hari
itu dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa.” (HSR
Bukhari 3/454, 4/102, 244, 7/ 147 Muslim 2/792, dll)
“Nabi tiba di Madinah, kemudian beliau melihat orang-orang
Yahudi berpuasa pada hari asyura. Beliau bertanya:”Apa ini?”
Mereka menjawab:”Sebuah hari yg baik, ini adalah hari
dimana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka,
maka Musa berpuasa pada hari itu sebagai wujud syukur.
Maka beliau (rasulullah) menjawab:”Aku lebih berhak
terhadap Musa daripada kalian (Yahudi), maka kami akan
berpuasa pada hari itu sebagai bentuk pengagungan kami
terhadap hari itu.” (HSR Bukhari 4/244, 6/429)
Doa Kafaratul Majlis :
‫ش َه ُد أَنْ الَ إِل َه‬ْ َ‫س ْب َحانَ َك اللَّ ُه َّم َوبِ َح ْم ِد َك أ‬
ُ
‫ب إِلَ ْي َك‬ َ ‫أ‬ ‫و‬ ‫ك‬
َ ‫ر‬ ‫ف‬ ْ
ُ ْ َ ُ ِ ْ َ ‫إِالَّ أ‬
‫و‬ ُ ‫ت‬ ‫غ‬ َ ‫ت‬ ‫س‬ َ ‫أ‬ ‫ت‬ ْ
‫ن‬ َ
“Subhanaka Allahumma Wabihamdika Asyhadu Allailahailla
Anta Astaghfiruka Wa’atubu Ilaik”
• Artinya : “Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku
bersaksi bahwa tiada tiada Tuhan melainkan Engkau, aku
memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
(HR. Tirmidzi, Shahih)

Anda mungkin juga menyukai