Pendahuluan • Force majeure merupakan salah satu klausa yang lazimnya berada dalam suatu perjanjian. Force majeure atau yang sering diterjemahkan sebagai “keadaan memaksa” merupakan keadaan dimana seorang terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan atau peristiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak • Force majeure dalam hukum perdata diatur dalam pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata. PP No. 4 tahun 2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
“Keadaan kahar adalah suatu keadaan yang
terjadi diluar kehendak para pihak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban yang ditentukan didalam kontrak menjadi tidak dapat dipenuhi” Tidak termasuk Keadaan Kahar adalah hal-hal merugikan disebabkan oleh perbuatan atau kelalaian para pihak. Fungsi Force Majeure dalam Hukum Kontrak Kontruksi • Klausa force majeure dalam suatu kontrak ditujukan untuk mencegah terjadinya kerugian salah satu pihak dalam suatu perjanjian diluar dugaan seperti kebakaran, banjir gempa, hujan badai, angin topan, (atau bencana alam lainnya). Unsur-unsur force majeure • Pertama, peristiwa yang terjadi akibat suatu kejadian alam. • Kedua, peristiwa yang menunjukkan ketidakmampuan untuk melaksanakan kewajiban terhadap suatu kontrak baik secara tetap maupun hanya untuk waktu tertentu. • Keadaan memaksa bersifat tetap, maka berlakunya perjanjian berhenti sama sekali. Sedangkan keadaan memaksa yang bersifat sementara berlakunya perjanjian ditunda, setelah kejadian keadaan memaksa tersebut hilang, maka perjanjian akan berlaku kembali. Klasifikasi Force Majeure Force majeure yang objektif. Force majeure yang bersifat objektif ini terjadi atas benda yang merupakan objek kontrak tersebut. Artinya keadaan benda tersebut sedemikian rupa sehingga tidak mungkin lagi dipenuhi prestasi sesuai kontrak, tanpa adanya unsur kesalahan dari pihak debitur. Misalnya benda tersebut terbakar. Karena itu, pemenuhan prestasi sama sekali tidak mungkin dilakukan. Karena yang terkena adalah benda yang merupakan objek dan kontrak, maka force majeure seperti ini disebut juga dengan physical impossibility. Force majeure yang subjektif Sebaliknya, force majeure yang bersifat subjektif terjadi manakala force majeure tersebut terjadi bukan dalam hubungannya dengan objek (yang merupakan benda) dari kontrak yang bersangkutan, tetapi dalam hubungannya dengan perbuatan atau kemampuan debitur itu sendiri. Misalnya jika sidebitur sakit berat sehingga tiadk mungkin berprestasi lagi. • UU No 18 Tahun 1999 Tentang jasa kontruksi pada pasal 22 ayat 2 di jelaskan bahwa kontrak jasa kontruksi sekurang-kurangnya harus mencakup mengenai (1)uraian para pihak, (2)masa pertanggungan/pemeliharaan, (3)cara pembayaran, penyelesaian peselisahan, (4)pemutusan kontrak, (5)keadaan memaksa, (6)perlindungan pekerja, dan aspek lingkungan. Wanprestasi Wanprestasi (breach of contract) adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan. Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut. Tindakan wanprestasi ini dapat terjadi karena : – Kesengajaan; – Kelalaian;