Anda di halaman 1dari 10

FORCE MAJEURE DALAM HUKUM

KONTRAK KONTRUKSI
Noptri jumario

MK : Aspek Hukum dan Etika Profesi


Pendahuluan
• Force majeure merupakan salah satu klausa yang
lazimnya berada dalam suatu perjanjian. Force
majeure atau yang sering diterjemahkan sebagai
“keadaan memaksa” merupakan keadaan
dimana seorang terhalang untuk melaksanakan
prestasinya karena keadaan atau peristiwa yang
tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak
• Force majeure dalam hukum perdata diatur
dalam pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata.
PP No. 4 tahun 2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

“Keadaan kahar adalah suatu keadaan yang


terjadi diluar kehendak para pihak dan tidak
dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga
kewajiban yang ditentukan didalam kontrak
menjadi tidak dapat dipenuhi”
Tidak termasuk Keadaan Kahar adalah hal-hal
merugikan disebabkan oleh perbuatan atau
kelalaian para pihak.
Fungsi Force Majeure dalam Hukum Kontrak
Kontruksi
• Klausa force majeure dalam suatu kontrak
ditujukan untuk mencegah terjadinya kerugian
salah satu pihak dalam suatu perjanjian diluar
dugaan seperti kebakaran, banjir gempa,
hujan badai, angin topan, (atau bencana alam
lainnya).
Unsur-unsur force majeure
• Pertama, peristiwa yang terjadi akibat suatu
kejadian alam.
• Kedua, peristiwa yang menunjukkan
ketidakmampuan untuk melaksanakan
kewajiban terhadap suatu kontrak baik secara
tetap maupun hanya untuk waktu tertentu.
• Keadaan memaksa bersifat tetap, maka
berlakunya perjanjian berhenti sama sekali.
Sedangkan keadaan memaksa yang bersifat
sementara berlakunya perjanjian ditunda,
setelah kejadian keadaan memaksa tersebut
hilang, maka perjanjian akan berlaku kembali. 
Klasifikasi Force Majeure
 Force majeure yang objektif. Force majeure yang bersifat
objektif ini terjadi atas benda yang merupakan objek
kontrak tersebut. Artinya keadaan benda tersebut
sedemikian rupa sehingga tidak mungkin lagi dipenuhi
prestasi sesuai kontrak, tanpa adanya unsur kesalahan
dari pihak debitur.
Misalnya benda tersebut terbakar. Karena itu, pemenuhan
prestasi sama sekali tidak mungkin dilakukan. Karena yang
terkena adalah benda yang merupakan objek dan kontrak,
maka force majeure seperti ini disebut juga dengan physical
impossibility.
 Force majeure yang subjektif Sebaliknya, force
majeure yang bersifat subjektif terjadi manakala
force majeure tersebut terjadi bukan dalam
hubungannya dengan objek (yang merupakan
benda) dari kontrak yang bersangkutan, tetapi
dalam hubungannya dengan perbuatan atau
kemampuan debitur itu sendiri.
Misalnya jika sidebitur sakit berat sehingga tiadk
mungkin berprestasi lagi.
• UU No 18 Tahun 1999 Tentang jasa kontruksi
pada pasal 22 ayat 2 di jelaskan bahwa kontrak
jasa kontruksi sekurang-kurangnya harus
mencakup mengenai (1)uraian para pihak,
(2)masa pertanggungan/pemeliharaan, (3)cara
pembayaran, penyelesaian peselisahan,
(4)pemutusan kontrak, (5)keadaan memaksa,
(6)perlindungan pekerja, dan aspek
lingkungan.
Wanprestasi
Wanprestasi (breach of contract) adalah tidak dilaksanakannya
prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan
oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan
dalam kontrak yang bersangkutan.
—Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya
hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan
wanprestasi untuk memberikan ganti rugi sehingga oleh hukum
diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena
wanprestasi tersebut.
—Tindakan wanprestasi ini dapat terjadi karena :
– Kesengajaan;
– Kelalaian;

Anda mungkin juga menyukai