Anda di halaman 1dari 20

TERAPI ARV

Eva Syarifah
Nina Herliandari
Ranty Ranadhany
TERAPI ARV
Antiretroviral (ARV) adalah obat
yang menghambat replikasi Human
Immnodeficiency Virus (HIV).

Terapi dengan ARV adalah strategi


yang secara klinis paling berhasil
hingga saat ini.
01
Penghambat Reverse Trancriptase Inhibitor (RTI)
1. Analog nukleosida (NRTI), bertugas menganggu
kemampuan virus untuk memperbanyak diri dalam
tubuh. NRTI bekerja dengan cara menghalangi enzim
HIV bereplikasi.

2. Integrase Strand Transfer Inhibitors (INSTIs), adalah


obat yang menghentikan aksi integrase. Integrase
adalah enzim virus HIV yang digunakan untuk
menginfeksi sel T dengan memasukkan DNA HIV ke
dalam DNA manusia.

3. Cytochrome P4503A (CYP3A) Inhibitors, adalah


enzim dalam organ hati yang membantu beberapa
fungsi tubuh. Enzim ini dapat memecah obat-obatan
yang masuk ke dalam tubuh. Alhasil, efek pengobatan
pun lebih manjur untuk mengoptimalkan kondisi
kesehatan pasien.

PENGGOLONGAN
ARV
02
Entry Inhibitors (Penghambat Masuknya Virus)
bekerja dengan cara menghalangi virus HIV
dan AIDS memasuki sel T yang sehat.

03
Protease Inhibitor (PI)
Bekerja dengan cara mengikat enzim protease.
Untuk bisa menyalin virus di dalam tubuh, HIV
membutuhkan enzim protease.

Jadi, ketika protease diikat oleh obat protease


inhibitor, virus HIV tidak akan bisa membuat
salinan virus baru. Hal ini berguna untuk
mengurangi jumlah virus HIV yang bisa
menginfeksi lebih banyak sel sehat.
PENGGOLONGAN
ARV
TUJUAN ARV

1. Mengurangi laju penularan HIV di masyarakat


2. Memulihkan atau memelihara fungsi imunologis
3. Menurunkan komplikasi akibat HIV
4. Menekan replikasi virus secara maksimal dan
secara terus-menerus
5. Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang
berhubungan dengan HIV.
MANFAAT ARV

1. Menurunkan morbiditas dan mortalitas


2. Pasien yang ARV tetap produktif
3. Memulihkan sistem kekebalan tubuh sehingga kebutuhan
profilaksis infeksi oportunistik berkurang atau tidak perlu
lagi
4. Mengurangi penularan karena viral load menjadi rendah
atau tidak terdeteksi.
5. Mengurangi biaya rawat inap dan terjadinya yatim piatu
6. Mendorong ODHA untuk meminta tes HIV atau
mengungkapkan status HIV nya secara sukarela.
PMTCT
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA)
atau Prevention of Mother-to Child Transmission
(PMTCT) merupakan bagian dari upaya
penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia serta
Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

Layanan PPIA diintegrasikan dengan paket layanan


KIA, KB, kesehatan reproduksi, dan kesehatan
remaja di setiap jenjang pelayanan kesehatan dalam
strategi Layanan Komprehensif Berkesinambungan
(LKB) HIV dan AIDS.
 
KEBIJAKAN PROGRAM NASIONAL PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

DILAKSANAKAN OLEH SELURUH DIPRIORITASKAN PADA DAERAH


01 FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN 02 DENGAN EPIDEMI HIV MELUAS DAN
TERKONSENTRASI

Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak diprioritaskan pada
dilaksanakan oleh seluruh fasilitas pelayanan kesehatan daerah dengan epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi,
sedangkan upaya pencegahan IMS dapat dilaksanakan di seluruh
baik pemerintah maupun swasta sebagai bagian dari
fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan tanpa melihat
LKB dan menitikberatkan pada upaya promotif dan tingkat epidemi HIV.
preventif.
MEMAKSIMALKAN KESEMPATAN TES
PENDEKATAN INTERVENSI
03 HIV DAN IMS BAGI PEREMPUAN USIA 04 STRUKTURAL
REPRODUKSI

Memaksimalkan kesempatan tes HIV dan IMS bagi perempuan Pendekatan intervensi struktural, dengan melibatkan
usia reproduksi (seksual aktif), ibu hamil dan pasangannya dengan masyarakat dan pemangku kepentingan dalam bentuk
penyediaan tes diagnosis cepat HIV dan IMS; memperkuat jejaring
advokasi sektor terkait untuk peningkatan kapasitas dan
rujukan layanan HIV dan IMS (termasuk akses pengobatan ARV);
dan pengintegrasian kegiatan PPIA ke layanan KIA, KB, pengembangan kebijakan yang mendukung pelaksanaan
kesehatan reproduksi, dan kesehatan remaja. program.
 
TUJUAN PMTCT

• Mengembangkan dan melaksanakan


kegiatan Pencegahan Penularan HIV dari
Ibu ke Anak.
 
• Mengembangkan kapasitas sumber daya
dan tenaga pelaksana di pusat dan daerah.

• Sebagai sarana untuk memobilisasi dan


meningkatkan komitmen dari berbagai pihak
dan masyarakat agar tercipta lingkungan
yang kondusif untuk pelaksanaan PPIA.
SASARAN PMTCT
• Tenaga kesehatan, yaitu dokter, dokter spesialis, bidan,
perawat dan tenaga terkait lainnya yang bertugas di
layanan kesehatan dasar dan rujukan, fasilitas
pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta.
 
• Pengelola program dan petugas pencatatan-pelaporan di
layanan dasar dan rujukan, terutama layanan HIV dan
AIDS, layanan KIA, KB, kesehatan reproduksi,
kesehatan remaja, baik di fasilitas pelayanan kesehatan
milik pemerintah maupun swasta.
 
• Pemangku kepentingan (stakeholder) baik Pemerintah
maupun Non Pemerintah, yang terkait dengan
penyediaan layanan HIV dan AIDS.
 
• Kelompok profesi dan kelompok seminat bidang
keschatan terkait layanan kesehatan bagi ODHA,
layanan KIA, KB, kesehatan reproduksi, kesehatan
remaja, IMS, dan layanan lainnya.
 
VCT HIV
Tes HIV atau juga sering disebut dengan VCT
(Voluntary Counseling and Testing) adalah tes yang
dilakukan untuk mengetahui status HIV dan
dilakukan secara sukarela serta melalui proses
konseling terlebih dahulu.

Tes ini dilakukan secara sukarela, artinya keinginan


untuk melakukan tes HIV harus datang dari
kesadaran diri sendiri bukan karena paksaan dari
orang lain.
Berdasarkan tabel 4.2, dukungan bidan Merupakan salah satu
karakteristik dan variabel dalam penelitian di mana dukungan
bidan baik lebih tinggi di dapatkan oleh responden ibu hamil
dengan jumlah 19 orang (51,4%).

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar ibu hamil lebih


banyak mendapatkan dukungan bidan baik mengenai
pemeriksaan VCT. Di mana dukungan itu sendiri sangat penting
karena dibutuhkan secara personal oleh setiap individu.

Dukungan biasanya berbentuk informasi atau nasihat verbal atau


nonverbal, bantuan nyata yang diberikan oleh keakraban dan
didapat atas kehadiran orang sekitar yang mempunyai manfaat
secara emosional dan berefek pada perilaku positif bagi pihak
penerima (Nursalam,2007, hlm 28)
 
Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar
ibu hamil melakukan pemeriksaan VCT. Hal
ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu
hamil telah mengetahui pentingnya
pemeriksaan VCT. Pemeriksaan VCT penting
untuk mengetahui status HIV pada seorang ibu
hamil. Di mana penularan HIV salah satunya
dapat ditularkan melalui perinatal dengan
risiko penularan sebesar 5- 10%

Pada masa kehamilan, sirkulasi darah janin dan sirkulasi darah ibu dipisahkan oleh beberapa lapis sel yang terdapat di
plasenta. Hanya oksigen, zat makanan, antibodi, dan obat-obatan yang dapat menembus plasenta, namun HIV tidak dapat
menembusnya.

Plasenta justru melindungi janin dari infeksi HIV. Tetapi, jika terjadi peradangan, infeksi ataupun kerusakan pada plasenta,
maka HIV bisa menembus plasenta, sehingga terjadi penularan HIV dari ibu ke anak. Oleh karena itu pentingnya
pemeriksaan pada ibu hamil yang merupakan salah satu upaya preventif penularan HIV dari ibu ke bayi
PITC HIV
Provider Initiated Testing and Counseling (PITC)
merupakan salah satu strategi penting dalam
meningkatkan cakupan layanan tes HIV dan
menghubungkan klien ke layanan lanjutan.

PITC juga dikenal sebagai ‘tes rutin’ atau ‘tes


konseling HIV terintegrasi di sarana kesehatan’
dimana berbeda dengan pendekatan tes HIV yang
diprakarsai oleh klien, dalam PITC tes HIV
ditawarkan oleh petugas di fasilitas layanan
kesehatan secara rutin.
PRINSIP PITC HIV

1 2 3
Counselling   Consent   Confidentiality  

Konseling dalam PITC bertujuan Consent atau persetujuan Prinsip Confidentiality menyatakan
memberikan informasi dan untuk bertujuan untuk menghormati bahwa kerahasiaan hasil tes dan
menentukan diagnosis dan otonomi pasien sehingga pasien identitas tidak akan diungkapkan
intervensi yang tepat untuk pasien. dapat menerima atau menolak kepada orang lain yang tidak terkait
Selain itu juga menyediakan dilakukan tes. Tindakan tes HIV dan tanpa seizin pasien.
dukungan sosial dan psikologis merupakan tindakan sensitif
pada orang dengan HIV/AIDS dan sehingga memerlukan informed Rekam medis dan hasil tes hanya
keluarga. Konseling diharapkan consent dari pasien. Pasien boleh diketahui oleh petugas yang
dapat menurunkan penularan yang tidak ingin melakukan tes merawat.
infeksi diberi kesempatan untuk
menolak.
KEBIJAKAN HIV
Kebijakan tentang HIV/AIDS mencakup serangkaian
keputusan dan aksi yang mempengaruhi lembaga,
organisasi, dan system penyedia layanan dan
pendanaan terkait dengan HIV/AIDS.
PERIODE 1987-1996
Tahun 1988 Pemerintah Indonesia mulai mempunyai
inisitatif untuk melakukan respon terhadap HIV AIDS
dengan mengeluarkan beberapa kebijakan terkait dengan
isu HIV/AIDS yang diantaranya adalah SK Menkes No.
339/IV/1988 mengenai Pembentukan Panitia
Penanggulangan HIV AIDS.

Kemudian disusul dengan SK Menkes No.


301/IV/1989 mengenai Penyempurnaan Panitia
Penanggulangan HIV AIDS. Instruksi Menkes No.
72/ii/1988 mengenai kewajiban melaporkan penderita
gejala AIDS, serta Surat Keputusan Dirjen PPM & PLP
Dep-Kes RI 2/6/1988 mengenai Juklak Kewajiban
Melaporkan Penderita dengan gejala AIDS.
PERIODE 1997-2006
Respon pemerintah pada saat tanggal 28 Maret 2002 dan
November, mengadakan Sidang Kabinet khusus HIV dan
AIDS yang memutuskan beberapa hal penting, yaitu:

• Departemen/lembaga harus memberikan komitmen


dan respns yang kuat untuk menghambat lajunya
epidemic HIV/AIDS.
• Ada gerakan Nasional Penanggulangan HIV/AIDS.
• Menetapkan penanggulangan HIV/AIDS sebagai
prioritas pembangunan nasional dan dicantumkan
dalam Perencanaan Strategis Pembangunan masing-
masing Departemen/Lembaga terkait.
• Menetapkan ketersediaan dana nasional Gerakan
Nasional Stop HIV/AIDS setiap tahun.
• Menetapkan dan memperkuat organisasi KPA untuk
mengkoordinasi upaya penanggulangan HIV/AIDS.
PERIODE 2007 – 2013
Strategi yang dikembangkan pada periode ini adalah sebagai
berikut:

• Meningkatkan dan memperluas upaya pencegahan yang nyata


efektif dan menguji coba cara-cara baru.
• Meningkatkan dan memperkuat sistem pelayanan kesehatan
dasar dan rujukan  untuk mengantisipasi peningkatan jumlah
ODHA yang memerlukan akses perawatan dan pengobatan.
• Meningkatkan kemampuan dan memberdayakan mereka yang
terlibat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan
AIDS di pusat dan di daerah melalui pendidikan dan pelatihan
yang berkesinambungan.
• Meningkatkan survei dan penelitian untuk memperoleh data bagi
pengembangan program penanggulangan HIV dan AIDS.
• Memberdayakan individu, keluarga dan komunitas dalam
pencegahan HIV dilingkungannya.
• Meningkatkan kapasitas nasional untuk menyelenggarakan
monitoring dan evaluasi penanggulangan HIV dan AIDS.
• Memobilisasi sumber daya serta turut serta dalam
mengharmonisasikan  pemamfaatannya disemua tingkat..
TERIMA KASIH
Jika ada pertanyaan dipersilakan 

Anda mungkin juga menyukai