Anda di halaman 1dari 26

HIV DALAM KEHAMILAN

MAILINDA PURWANTI, STr.Keb.,MKM


APA ITU HIV ????
HIV adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh human
immunodeficiency virus. Virus ini menyerang sel T (sel CD4) dalam sistem
imun yang tugas utamanya adalah melawan infeksi. HIV adalah virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia
Mengacu pada surat edaran Direktorat Jendral Pencegahan dan pengendalian
penyakit (P2P), dari awal tahun 2017 sampai per Juni 2019 ada 11.958 ibu
hamil di Indonesia yang dinyatakan positif HIV setelah menjalani tes. HIV pada
ibu hamil bukanlah persoalan kecil yang bisa diabaikan. Pasalnya, ibu hamil
yang positif terinfeksi HIV berpeluang besar menularkan mereka kepada
bayinya sejak masih dalam kandungan
Risiko penularan HIV dari ibu ke bayi

Periode transmisi Risiko


•Kehamilan 5 - 10 %
•Persalinan 15 - 20 %
•Menyusui Mazami Enterprise © 2009
10 - 15 %
Total 25 - 45 %

Perlu antisipasi dini


Pemeriksaan yang rutin pada ibu hamil
untuk melakukan test HIV
Halaman
Modul 9,
3
Sumber: de Cock dkk, 2000
Mazami Enterprise © 2009
Tansisi Vertikal dari Ibu Kejanin
Transisi HIV dari ibu dengan HIV positif ke bayi disebut transisi vertikal
dapat terjadi melalui plasenta pada waktu hamil (intrauterin), waktu bersalin
(intrapartum) dan post partum melalui air susu ibu (ASI).
Risiko transisi vertikal Risiko transmisi vertikal bergantung pada beberapa
factor:
• Usia kehamilan, Transisi vertikal jarang terjadi pada waktu ibu hamil muda,
karena plasenta merupakan barier yang dapat melindungi janin dari infeksi
pada ibu. Trasisi terbesar terjadi pada waktu hamil tua dan waktu persalinan.
• Beban virus di dalam darah
• Kondisi kesehatan ibu . Stadium dan progresivitas penyaklit ibu, ada tidaknya
komplikasi, kebiasaan merokok, penggunaan obat-obat terlarang dan defisiensi
vitamin A.
• Faktor yang berhubungan dengan persalinan; seperti lamanya ketuban pecah,
dan cara persalinan bayi baru lahir
• Pemberian obat antiretroviral
• Pemberian ASI

Pencegahan Transisi Vertikal


1.Pencegahan Primer
Pendekatan yang paling efektif untuk mencegah transisi vertikal adalah
pencegahan pada wanita usia subur, Konseling sukarela, rahasia, dan pemeriksaan
darah adalah cara mendeteksi pengidap HIV secara dini.
2. Pencegahan Skunder
a. Pemberian antiretrovirus (ARV)
Pemberian obat antiretrovirus diberikan sejak usia kehamilan 14 minggu.
Kombinasi dua obat antiretroviral atau lebih ternyata sangat mengurangi transisi
vertikal apalagi bila dikombinasi dengan persalinan melalui seksio sesaria serta
tidak memberikan ASI
b. Pertolongan Persalinan Oleh Petugas Terampil
Pertolongan persalinan sebaiknya oleh tenaga kesehatan yang terampil dengan
meminimalkan prosedur yang invasif untuk mencegah transisi HIV
c. Pembersihan Jalan Lahir
Pembersihan jalan lahir dengan menggunakan chlorhexidine dengan konsentrasi
cukup pada saat intrapartum diusulkan sebagai salah satu cara yang dapat
menurunkan insidens transisi HIV intrapartum antara ibu ke anak. Selain
menurunkan transisi vertikal HIV tindakan membersihkan jalan lahir ini dapat
menurunkan morbiditas (kesakitan) ibu dan bayi serta mortalitas(kematian) bayi.
d. Persalinan Secara Sectio Caesarea
Sebuah penelitian klinik yang dilakukan dengan randomisasi membuktikan bahwa
pada bayi yang dilahirkan dengan cara seksio sesaria transisi vertikal HIV adalah
1.8% sedangkan yang lahir per vaginam transmisi vertikal adalah 10,6 %.18
e. Menjaga kesehatan ibu
Makanan ibu penting. Gangguan gizi ibu dapat merusak integritas mukosa usus
dan memudahkan transisi. Selain vit. A, riboflavin(vit.B2) dan mikronutrien lain
dapat mempertahankan integritas mukosa usus.

Tata laksana Bayi dari ibu HIV positif


Pertolongan persalinan pada bayi baru lahir dari ibu yang mengidap HIV seperti
pada pertolongan persalinan normal dengan menerapkan pengendalian infeksi. Bila
obat antiretroviral tersedia dapat diberikan kepada bayi. Saat ini obat yang
dianjurkan untuk mengurangi transisi vertikal pada neonatus adalah Zidovudine
selama 6 minggu atau Niverapine sebanyak satu kali pemberian.
PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE BAYI
Strategi untuk mencegah penularan vertikal dari ibu hamil ke janin yang dikandungnya
(masa antenatal) adalah dengan memberikan antiretroviral (ARV) dan memperbaiki faktor
risiko. Tujuan perawatan saat kehamilan adalah untuk mempertahan kesehatan dan status
nutrisi ibu, serta mengobati ibu agar jumlah viral load (tes untuk mengukur jumlah virus
HIV dalam darah) tetap rendah sampai pada tingkat yang tidak dapat dideteksi
Tatalaksana untuk mengurangi penularan vertikal dari ibu hamil dengan HIV ke bayi pada
masa antenatal (hamil) adalah sebagai berikut:
a. Konseling dan Tes Antibodi HIV terhadap Ibu
 Petugas yang melakukan perawatan antenatal di puskesmas maupun di tempat perawatan
antenatal lain sebaiknya mulai mengadakan pengamatan tentang kemungkinan adanya
ibu hamil yang berisiko untuk menularkan penyakit HIV kepada bayinya. Anamnesis
yang dapat dilakukan antara lain dengan menanyakan apakah ibu pemakai obat
terlarang, perokok, mengadakan hubungan seks bebas, dan lain-lainnya. Bila ditemukan
kasus tersebut di atas, harus dilakukan tindakan lebih lanjut.
b. Pencatatan dan pemantauan ibu hamil
 Banyak ibu terinfeksi HIV hamil tanpa rencana. Ibu hamil sangat jarang
melakukan perawatan prenatal. Di samping itu, ibu-ibu ini sering terlambat
untuk melakukan perawatan prenatal. Kelompok ibu-ibu ini juga sangat jarang
melakukan konseling dan tes HIV pada waktu prenatal, sehingga mereka tidak
dapat dicatat dan dipantau dengan baik. Cara pemantauan ibu hamil terinfeksi
HIV sama dengan pemantauan ibu terinfeksi HIV tidak hamil. Pemeriksaan
jumlah sel T CD4+ dan kadar RNA HIV-1 harus dilakukan setiap trimester
(yaitu, setiap 3 - 4 bulan) yang berguna untuk menentukan pemberian ARV
dalam pengobatan penyakit HIV pada ibu. Bila fasilitas pemeriksaan sel T CD4+
dan kadar HIV-1 tidak ada maka dapat ditentukan berdasarkan kriteria gejala
klinis yang muncul.
c. Pengobatan dan profilaksis antiretrovirus pada ibu terinfeksi HIV
 Untuk mencegah penularan vertikal dari ibu ke bayi, maka ibu hamil terinfeksi
HIV harus mendapat pengobatan atau profilaksis antiretrovirus (ARV). Tujuan
pemberian ARV pada ibu hamil, di samping untuk mengobati ibu, juga untuk
mengurangi risiko penularan perinatal kepada janin atau neonatus. Ternyata ibu
dengan jumlah virus sedikit di dalam plasma (<1000 salinan RNA/ml), akan
menularkan HIV ke bayi hanya 22%, sedangkan ibu dengan jumlah muatan
virus banyak menularkan infeksi HIV pada bayi sebanyak 60%. Jumlah virus
dalam plasma ibu masih merupakan faktor prediktor bebas yang paling kuat
terjadinya penularan perenatal. Karena itu, semua wanita hamil yang terinfeksi
HIV harus diberi pengobatan antiretrovirus (ARV) untuk mengurangi jumlah
muatan virus
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2012) dalam Pedoman Nasional
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak , tujuan pemberian ARV adalah
sebagai berikut:
1) Mengurangi laju penularan HIV di masyarakat.
2) Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan HIV.
3) Memperbaiki kualitas hidup ODHA.
4) Memulihkan dan memelihara fungsi kekebalan tubuh.
5) Menekan replikasi virus secara maksimal.
Protokol PMTCT
( Prevention Mother To Child
Trasmission)
Pemberian terapi anti virus

 Hanya dilakukan oleh yang telah mendapat pelatihan (kompeten)


 Mampu melakukan pengawasan dan mensuport pasien untuk patuh
minum obat
 Menyiapkan ketersediaan obat
Penapisan HIV bagi ibu hamil risiko tinggi, al:
PMS
Pasangan seks risiko tinggi
Pasangan seks > 1
Narkoba

Konseling sebelum dan sesudah tes

Ibu hamil HIV (+)

Pemeriksaan fisik
Lab : DPL, SGOT, SGPT, GDS, Ureum,
Kreatinin, VDRL, TPHA, Anti VHC, HbsAg,
CD4, viral load
Asuhan antenatal : Tidak mampu periksa CD4, VL.
Frekuensi sesuai usia kehamilan Kepatuhan diragukan
Konseling : motivasi, pemberian Terapi
antiretroviral (TAR), coitus
Evaluasi status HIV, PMS, inf.
Oportunistik
TAR: ZDV + 3TC + Nevirapine
mulai usia kehamilan 14 minggu
Evaluasi fungsi hati, CD4, VL setiap 6
bulan

Usia kehamilan 36 minggu

VL tak terdeteksi VL  1000 kopi/ml

Persalinan pervaginam SC elektif pada usia kehamilan 38 minggu


Pemberian ART intrapartum :
ZDV iv 2 mg/kgBB sebagai dosis inisial diberikan selama 1 jam dilanjutkan 1
mg/kgBB/jam sampai melahirkan. Pemberian minimal 3 jam sebelum partus
atau niverapin 200 mg dosis tunggal

Post Partum :
ZDV oral sirup 2 mg/kgBB/dosis setiap 6 jam selama seminggu mulai saat
usia 8-12 jam. Dosis ZDV iv untuk bayi yang tidak toleransi terhadap
pemberian oral adalah 1,5 mg/kgBB setiap 6 jam ( lihat prosedur bagian
anak)
Monitor status HIV : CD4, VL
Bayi diberikan PASI
Konseling: emosi, alat kontrasepsi, perawatan bayi

Syarat utama kelahiran pervaginam bila RS tsb. Telah


melaksanakan progam pencegahan infeksi
Perawatan Post Natal
 Penggunaan kontrasepsi ganda (Barrier & alat kontrasepsi lain)
 Perawatan lanjutan
 Dukungan dan konseling
 Perawatan neonatus,(ASI ekslusif selama 3/12 bulan atau pemberian
PASI
Simpulan
 Transmisi ibu ke anak dapat dikurangi hingga 50 %
 Konseling yang efektif, dukungan, terapi infeksi
oportunis dan terapi antiretroviral dapat
memperbaiki kualitas hidup
Pemberian Obat
Antiretrovirus

Halaman
Modul 9,
19
ARV untuk PMTCT
• Bertujuan untuk menurunkan kadar HIV serendah
mungkin sehingga mengurangi risiko penularan.
• Diberikan kepada SEMUA perempuan HIV positif
yang hamil, tanpa harus memeriksakan kadar
CD4 nya dahulu.

Halaman
Modul 9,
20
PERSALINAN
YANG AMAN

Halaman
Modul 9,
21
Persalinan yang aman

• Ibu, pasangan dan keluarga perlu dikonseling sehubungan


dengan keputusan cara persalinan (seksio sesarea/
pervaginam)
• Penatalaksanaan persalinan HARUS memperhatikan
kondisi fisik ibu berdasarkan penilaian oleh tenaga
kesehatan
Halaman
Modul 9,
22
Persalinan yang aman
Mazami Enterprise © 2006

• Seksio sesarea berencana akan menghindari kontak


bayi dengan darah dan lendir genitalia ibu dalam
waktu lama.
• Beberapa penelitian menyimpulkan seksio sesarea
dapat mengurangi risiko penularan sebesar 50-66%
• Bila akan partus SECARA NORMAL (pervaginam),
hindari trauma kepada ibu & janin
Halaman
Modul 9,
23
PENULARAN HIV melalui ASI
Penulara melalui ASI 5-20% WHO

Tingkat penularan meningkat seiring lamanya laktasi


Ghent, 2002

Umur (bulan) Kumulatif


1-6 4% 4%
7-12 5% 9%
13-24 7% 16%

Meta analisis: Transmisi kumulatif sebesar 9.3%


pada usia 18 bulan (dengan persentase menyusu
8,9% per tahun)
Late postnatal transmission of HIV-1 in breast-fed children: an individual patient data meta-
analysis. Coutsoudis A, Dabis F. J Infect Dis. 2004Halaman
Jun 15;189(12):2154-66.
Modul 5,
24
Transmisi HIV melalui ASI
45
40
35
Menyusui campur
30
ASI eksklusif
25
Susu formula
20
15
10
5
0

Menyusui campur akan meningkatkan kemungkinan


bayi terinfeksi HIV pada masa laktasi
Halaman
Modul 5,
25
Sumber: Coutsoudis et al. AIDS 2001, 15:379-87
Terima
kasih

Halaman
Modul 9,
26
Perlindungan menyeluruh dan dinamis terhadap penularan HIV dari ibu ke bayi

Anda mungkin juga menyukai