Journal Reading 2-8-2021 DIH
Journal Reading 2-8-2021 DIH
02 Methods
07 Recommmendations regarding TB
DILI
03 The Liver: Structure and
Function 08 Priorities for Research of
Hepatotoxicity in Treatment of
04 Drug-Induced Liver LTBI and of TB Disease
Injury: General Concepts
09 Conclusion
05 Hepatotoxicity During
Treatment of TB Disease
Abstrak
• Drug-Induce Liver Injury (DILI) adalah masalah dari infeksi tuberculosis dengan peningkatan
yang signifikan, namun telah mendapat perhatian yang cukup lama dalam pengobatan infeksi
tuberkulosis (TB).
• Penelitian ini menyajikan data mengenai:
- Pathogenesis dan tipe DILI terkait adaptasi organ hati hingga cedera hepatoseluler.
- Pengetahuan tentang metabolisme obat anti-TB dan mekanisme TB DILI tidak lengkap.
- Pemahaman tentang TB DILI yang mengalami hambatan sebab perbedaan populasi dalam
penelitian, definisi hepatotoksisitas, dan praktik pemantauan serta pelaporan
- Data kejadian dan tingkat keparahan TB DILI secara keseluruhan pada kelompok demografis
tertentu, dan pada pasien yang koinfeksi dengan HIV atau virus hepatitis B atau C.
- langkah-langkah pencegahan dan pengelolaan secara sistematis terhadap TB DILI.
- Beberapa ahli merekomendasikan pemantauan biokimia untuk pasien yang berusia lebih dari 35
tahun.
- Pengobatan harus dihentikan dan, umumnya, rejimen yang dimodifikasi atau alternatif yang
digunakan untuk mereka dengan peningkatan ALT lebih dari tiga kali batas atas normal (ULN)
dengan adanya gejala hepatitis dan/atau penyakit jaundice, atau lima kali ULN tanpa adanya
gejala.
Metode
Definisi
• Drug-Induce Liver Injury (DILI) merupakan diagnosis klinis
eksklusi.
• Onset cedera hati akut terjadi dalam beberapa bulan setelah
memulai pengobatan.
• Pengulangan pemberian obat dengan peningkatan serum alanine
aminotransferase (ALT) lebih dari dua kali lipat, dan
penghentian obat yang menyebabkan penurunan ALT, adalah
diagnosis konfirmasi yang paling kuat.
Drug-Induced Liver Injury: Konsep Umum
Pemantauan Laboratorium
•
Nonalcoholic fatty liver disease. Steatosis, atau perlemakan hati sederhana,
paling sering disebabkan oleh obesitas, resistensi insulin, dan mungkin
perubahan dalam metabolisme trigliserida. Etanol, steroid, dan highly active
antiretroviral therapy (HAART) terkait dengan perkembangan dan eksaserbasi
penyakit hati berlemak non alkohol. Sebagian besar kasus yang diinduksi obat
steatosis bersifat reversibel, jika penyebab dihentikan. Cedera steatotik yang
menetap dapat berkembang menjadi steatohepatitis, yang secara histopatologis
ditandai dengan inflamasi hati dan perlemakan hati. infiltrasi, dan dengan risiko
sirosis yang lebih tinggi.
Tipe Drug-Induce Liver Injury (DILI)
• Drug-induced liver injury (DILI) dapat terjadi pada semua rejimen yang
saat ini direkomendasikan untuk pengobatan infeksi TB laten (LTB)
termasuk isoniazid selama 6 – 9 bulan, rifampisin selama 4 bulan, atau
isoniazid dan rifampisin selama 4 bulan.
• Hal tersebut juga terjadi pada rejimen dua obat yaitu pirazinamid dan
etambutol atau fluoroquinolone yang digunakan untuk mengobati
kontak kasus TB resisten terhadap banyak obat (multidrug-
resistant/MDR).
• Reaksi metabolik idiosinkratik bertanggung jawab terhadap sebagian
besar DILI dari obat anti-TB pilihan pertama dan fluoroquinolone.
Isoniazid
Metabolisme
• Isoniazid dibersihkan sebagian besar oleh hati, terutama oleh asetilasi
N-asetil transferase 2 (NAT-2).
• Asetil-isoniazid dimetabolisme terutama menjadi mono-asetil hidrazine
(MAH) dan menjadi diasetil hidrazine yang non-toxic, serta metabolit
minor lainnya.
• Perbedaan antar individu dalam waktu paruh (t ½) eliminasi plasma,
dosis obat bebas, dan konsentrasi, dipertimbangkan.
• Polimorfisme genetik NAT-2 berkorelasi dengan fenotip asetilasi cepat,
lambat, dan sedang.
• Enzim mikrosomal (misalnya sitokrom P450 2E1), selanjutnya
memetabolisme perantara isoniazid melalui jalur fase 1.
Isoniazid
Status asetilator
• Pada asetilator cepat, lebih dari 90% obat dieksresikan sebagai asetil-isoniazid,
sedangkan pada asetilator lambat, 67% obat dieksresikan sebagai asetil-isoniazid
dan persentase yang lebih besar dari isoniazid dieksresikan sebagai obat yang
tidak berubah ke dalam urin.
• Pengaruh laju asetilasi pada hepatotoksisitas isoniazid masih kontroversial.
• Penelitian awal menunjukkan bahwa asetilator cepat berisiko lebih tinggi untuk
cedera hati karena menghasilkan lebih banyak asetil-isoniazid, yang selanjutnya
dapat dimetabolisme menjadi perantara toksik lainnya.
• Asetilator cepat membersihkan mono-asetil hidrazine (MAH) lebih cepat.
• Genotip NAT-2 oleh reaksi berantai polimerase menunjukkan bahwa asetilator
lambat mengalami peningkatan transaminase lebih dari tiga kali batas atas normal
(ULN) lebih sering daripada asetilator cepat (26% : 11%).
• Asetilator lambat juga memiliki puncak ALT yang lebih tinggi daripada asetilator
cepat, ketika diberikan lagi isoniazid terjadi peningkatan transaminase yang lebih
sering setidaknya tiga kali batas atas normal (ULN).
Isoniazid
Mekanisme cedera
• Metabolit reaktif mono-asetil hidrazine (MAH) yang mungkin beracun
bagi jaringan melalui pembentukan radikal bebas.
• Pada tikus, radikal bebas scavenger glutathion terkait tiol, dan
antioksidan glutathion peroksidase dan aktivitas katalase, berkurang
oleh isoniazid, meskipun aktivitas reduktase meningkat.
• Antioksidan N-asetil-sistein, suatu substrat untuk sintesis glutathion,
menghambat cedera hati yang diinduksi isoniazid pada tikus namun
belum diketahui kaitannya pada manusia.
Histopatologi
• Perubahan nonspesifik mirip hepatitis virus dengan nekrosis nonzonal
pada 10% kasus berat.
• Nekrosis hati subakut terjadi pada 30% kasus.
Isoniazid
Interaksi obat
• Isoniazid menghambat aktivitas beberapa enzim sitokrom P450 2E dan
2C, yang berpotensi meningkatkan konsentrasi plasma obat lain yang
berpotensi hepatotoksik, seperti fenitoin dan karbamazepin.
• Rifampisin tampaknya meningkatkan metabolik hepatoseluler reaksi
idiosinkratik pada pasien yang menerima isoniazid, kemungkinan
dengan menaikkan pembentukan metabolik toksik isoniazid.
Adaptasi hepatik
• Hingga 20% individu yang diobati hanya dengan isoniazid untuk infeksi
TB laten mengalami penurunan sementara peningkatan transaminase
asimptomatik yang sebagian besar menunjukkan adaptasi hepatik.
Isoniazid
Laporan klinis dari hepatotoksisitas
• Beberapa individu mungkin asimptomatik, sedangkan individu yang lainnya
mungkin mengalami hepatotoksisitas yang simptomatik pada berbagai
konsentrasi serum transaminase.
• Gejala umum dapat terlihat pada awal hepatotoksisitas berat, dan mungkin
berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu.
• Mual, muntah, dan sakit perut terjadi pada 50-70% pasien dengan penyakit berat,
sedangkan demam terjadi pada 10% pasien dan ruam terjadi pada 5% pasien.
• Jaundice (penyakit kuning), urin yang berwarna gelap, dan tinja yang berwarna
pucat seperti tanah liat merupakan tanda akhir dari perburukan klinis.
• Koagulopati, hipoalbuminemia, dan hipoglikemia menandakan disfungsi hati
yang dapat mengancam nyawa.
• Pemulihan dari hepatotoksisitas isoniazid biasanya membutuhkan waktu
beberapa minggu.
• Perbaikan sempurna terjadi pada sebagian besar individu setelah penghentian
isoniazid.
Isoniazid
Tingkat hepatotoksisitas secara keseluruhan
• Pada akhir 1960-an, kemampuan isoniazid untuk menyebabkan
peningkatan asimptomatik pada transaminase hepatik dan hepatitis yang
signifikan secara klinis telah diakui.
• Pada 1970, 19 dari 2.321 pekerja Capitol Hill yang diobati dengan
isoniazid menunjukkan tanda-tanda klinis penyakit hati dan 2 dari 19
pekerja meninggal akibat komplikasi.
• Penelitian dari 3.788 pasien yang dirawat karena infeksi TB laten
dengan isoniazid di San Diego, California, melaporkan bahwa
peningkatan transaminase tiga kali batas atas normal (ULN) pada
individu yang simptomatik dan lima kali batas atas normal (ULN) pada
individu yang asimptomatik terjadi pada 0,3% kasus.
Isoniazid
Waktu
• Umumnya hepatotoksisitas terjadi dalam waktu beberapa minggu
hingga beberapa bulan dari onset dengan reaksi hipersensitivitas.
• Sekitar 60% dari kejadian hepatotoksisitas pada penelitian USPHS
terjadi dalam 3 bulan pertama pengobatan dan 80% dari kejadian
tersebut terjadi dalam 6 bulan pertama.
• Berdasarkan kasus fatality retrospektif menemukan bahwa jarak rata-
rata dari pengobatan awal sampai terjadinya onset gejala berlangsung
selama 16 minggu.
Isoniazid
Usia
• Sebagian besar hepatotoksisitas terkait isoniazid berhubungan dengan
usia.
• Penelitian di Seattle mengenai peningkatan transaminase yang
simptomatik menunjukkan 0% pada individu yang berusia lebih muda
dari 14 tahun hingga 0,28% pada individu yang berusia lebih tua dari 65
tahun.
• Penelitian di San Diego melaporkan kecenderungan hepatotoksisitas
yang berkaitan dengan usia pada 15% dari populasi penelitian berusia
35 tahun atau lebih.
• Tingkat keparahan hepatitis terkait isoniazid juga telah dilaporkan
meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dengan mortalitas yang
tinggi pada individu yang berusia lebih dari 50 tahun.
Isoniazid
Perbedaan ras
• Dalam penelitian USPHS, pria ras Afrika-Amerika tampaknya memiliki
risiko drug-induced liver injury (DILI) yang lebih kecil dibandingkan
dengan pria berkulit putih, sedangkan pada wanita tidak terdapat
perbedaan dari ras apapun.
• Pria ras Asia tampaknya memiliki kemungkinan hepatitis isoniazid
hampir 2 kali lipat dibandingkan dengan pria berkulit putih dan hampir
14 kali lipat dari pria berkulit hitam.
• Pada penelitian di Tennesse, tidak ditemukan hubungan antara
kelompok ras atau subkelompok demografis dan hepatotoksisitas.
• Tampaknya tidak ada risiko berdasarkan ras yang konsisten untuk
hepatotoksisitas derajat tinggi.
Isoniazid
Jenis kelamin
• Saat ini tidak ada bukti yang jelas untuk menunjukkan perbedaan terkait
dengan jenis kelamin dalam kejadian hepatotoksisitas.
• Wanita hamil pada trimester ketiga dan dalam 3 bulan pertama
postpartum mungkin lebih berisiko tinggi terkena hepatitis.
• Dalam penelitian USPHS, tidak terdapat perbedaan secara keseluruhan
antara wanita dan pria dalam kemungkinan hepatotoksisitas isoniazid.
• Penelitian di Seattle, menemukan kecenderungan yang tidak signifikan
terhadap hepatotoksisitas terkait isoniazid yang lebih tinggi pada wanita
dibandingkan dengan pria, meskipun kejadian hepatotoksisitas berat
relatif rendah pada pria dan wanita.
• Penelitian di Memphis dan San Diego, menemukan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dan hepatotoksisitas.
Isoniazid
Kematian
• Beberapa penelitian retrospektif dan tinjauan dengan keterbatasan
metodologis menunjukkan bahwa keparahan dari hepatotoksisitas yang
diinduksi isoniazid, jika terjadi mungkin lebih buruk pada wanita.
• Dalam penelitian USPHS, terdapat 8 kematian diantara 13.838 subjek
yang terdaftar (0,57 per 1.000 yang diobati), 5 diantaranya adalah
wanita Afrika-Amerika, dengan 7 dari 8 kematian terjadi di Baltimore,
Maryland.
• Sebagian besar dari mereka yang meninggal memiliki potensi kofaktor
untuk hepatotoksisitas, termasuk alkoholisme yang berat atau konsumsi
obat-obatan hepatotoksik lainnya.
• Tinjauan lain dari kasus-kasus fatality juga menunjukkan bahwa wanita
mungkin berisiko lebih tinggi terhadap kematian akibat hepatitis yang
berkaitan dengan isoniazid.
Isoniazid
Kofaktor
• Dalam penelitian surveilans USPHS, konsumsi alkohol tampaknya 2
kali lipat meningkatkan kemungkinan hepatitis isoniazid, dengan
konsumsi harian yang meningkat lebih dari 4 kali.
• Dalam beberapa kasus, peningkatan transaminase mungkin berkaitan
dengan penggunaan etanol yang kronis.
• Hepatotoksisitas selama pemberian obat hepatotoksik lainnya, seperti
acetaminophen, methotrexate, sulfasalazine, atau carbamazepin, serta
yang lainnya, juga telah dilaporkan.
Isoniazid
Individu yang terinfeksi HIV
• Individu yang terinfeksi HIV tampaknya mengalami hepatotoksisitas terkait isoniazid dalam
kisaran yang sama dengan penderita HIV, meskipun tidak ada perbandingan langsung
melalui uji klinis.
Hepatitis B
• Pada penelitian terhadap imigran Vietnam yang dirawat karena infeksi TB laten dengan
isoniazid di Iowa dan Illinois dibedakan antara karier hepatitis B dan hepatitis B tanpa
antigen “e” (HBeAg), penanda replikasi virus hepatitis B aktif dan peradangan hati.
• Tiga dari 21 individu (14%) degan HBeAg mengalami peningkatan transaminase
simptomatik lebih dari 5 kali batas atas normal (ULN) saat menggunakan isoniazid,
sedangkan tidak satupun dari 121 tanpa HBeAg mengalami peningkatan risiko hampir 8 kali
lipat.
• Meskipun dibutuhkan data tambahan, penelitian tersebut menunjukkan bahwa hepatitis
dapat menjadi faktor risiko meningkatnya kejadian hepatotoksisitas isoniazid.
Isoniazid
Hepatitis C
• Dua penelitian menunjukkan tidak terdapat risiko yang tidak bergantung pada
hepatotoksisitas isoniazid yang berhubungan dengan infeksi hepatitis C.
• Pada penelitian kohort di Baltimore, Maryland, dari 146 pengguna injeksi obat
positif uji kulit tuberkulin, 95% diantaranya terinfeksi hepatitis C, dengan
konsentrasi serum transaminase awal kurang dari 3 kali batas atas normal (ULN)
dan 25% diantaranya terinfeksi HIV, menerima isoniazid untuk infeksi TB laten.
• Diamati dengan tes darah bulanan, 32 pasien (22%) mengalami peningkatan
konsentrasi transaminase hingga lebih dari 5 kali batas atas normal (ULN). Hasil
abnormal dihubungkan dengan penggunaan alkohol, bukan karena ras, usia,
infeksi hepatitis B kronis, atau infeksi HIV.
• Penelitian di Spanyol menemukan bahwa hanya konsumsi alkohol yang
berlebihan dan konsentrasi ALT awal yang tinggi berhubungan dengan
hepatotoksisitas isoniazid.
Isoniazid
Peningkatan transaminase dasar
• Penelitian retrospektif Tennessee, menemukan bahwa AST awal lebih
besar daripada batas atas normal (ULN) merupakan faktor risiko untuk
mengembangkan peningkatan transaminase lebih besar dari lima kali
batas atas normal (ULN), seperti yang dilakukan penelitian lain diantara
pengguna obat intravena.
Interaksi obat
• Rifampisin mengaktifkan reseptor X hepatotocyte pregnane, yang
menyebabkan induksi sitokrom.
• Rifampisin juga menginduksi uridine diphosphate-glucuronosyl-
transferases dan P-glycoprotein transport, yang terlibat dalam
metabolisme obat-obatan lainnya.
• Rifampisin berinteraksi dengan banyak obat yang dimetabolisme oleh
enzim tersebut dan enzim hati lainnya, termasuk warfarin, prednison,
digitoxin, quinidine, ketoconazole, itraconazole, propanolol, clofibrate,
sulfonilurea, fenitoin, HIV protease inhibitors, dan HIV non-nucleoside
reverse transcriptase inhibitors
Rifampisin
Interaksi obat
• Allopurinol saja atau dengan pirazinamid dapat menjadi hepatotoksik.
• Allopurinol menghambat xantin oksidase, yang memetabolisme
pirazinamid, menurunkan klirens.
Rifampisin & Pirazinamid
• Rejimen rifampisin dan pirazinamid selama 2 bulan tidak lagi direkomendasikan
karena hepatotoksisitasnya.
Populasi HIV
• Beberapa penelitian pada pasien dengan infeksi HIV menunjukkan bahwa rifampisin
dan isoniazid memiliki hepatotoksisitas yang kurang atau sama dengan isoniazid.
• Sebuah uji coba dilaporkan hepatotoksisitas yang kurang mengancam nyawa dan
pembatasan pengobatan diantara subjek penelitian yang menggunakan rifampisin
dan pirazinamid dibandingkan dengan subjek yang menggunakan isoniazid selama 12
bulan, dan tidak ada perbedaan dalam kejadian peningkatan AST yang signifikan.
• Rifampisin dan pirazinamid dua kali seminggu ditoleransi dengan baik seperti
isoniazid pada 2 penelitian di Haiti dan Zambia.
• Dua kematian terkait rifampisin dan pirazinamid dilaporkan diantara individu yang
terinfeksi HIV di Centers for Disease Control and Prevention (CDC) pengamatan
retrospektif.
Rifampisin & Pirazinamid
Populasi Non-HIV
• Dalam sebuah penelitian terhadap 168 narapidana pria yang sebgaian besar diobati dengan
rifampisin dan pirazinamid, sebagian besar menoleransi rejimen dengan baik, tetapi dua (1,2%)
mengalami peningkatan serum enzim hati setidaknya 5 kali batas atas normal (ULN).
• Diantara 589 pasien yang diobati dengan rifampisin dan pirazinamid atau isoniazid, 7,8% pasien
dengan rifampisin dan pirazinamid memiliki peningkatan transaminase tingkat tinggi
dibandingkan 1% dari pasien yang diobati dengan isoniazid selama 6 bulan.
• Di North Carolina, 7,3% pasien dari 110 orang dewasa diobati dengan rifampisin dan
pirazinamid mengalami peningkatan transaminase yang signifikan, sedangkan tidak satupun dari
114 yang diobati dengan isoniazid mengalami peningkatan transaminase yang signifikan.
• Dua tinjauan retrospektif tambahan, menemukan bahwa rifampisin dan pirazinamid lebih sering
menyebabkan hepatotoksisitas yang berat daripada isoniazid.
• Kesimpulannya, sebagian besar penelitian menunjukkan tingkat hepatotoksisitas sedang hingga
berat dengan dosis harian rifampisin dan pirazinamid.
• Tingkat hepatotoksisitas rifampisin dan pirazinamid untuk pasien yang tidak terinfeksi HIV
mungkin lebih besar daripada pasien yang terinfeksi HIV, tetapi perbedaan alasan tersebut tidak
ditentukan.
• CDC dan American Thoracic Society (ATS) telah merekomendasikan bahwa rifampisin dan
pirazinamid tidak boleh diberikan secara umum untuk pengobatan infeksi TB laten.
Rifabutin
Anak-anak
● Pada suatu penelitian retrospektif, TB DILI berat terdiagnosis pada 8% pasien
pediatri, dan berhubungan dengan umur yang lebih muda yaitu < 5 tahun, TB
ekstrapulmonal, dan penggunaan pirazinamid.
● Pada penelitian lain, pasien anak yang rata-rata berumur 4.5 tahun yang sedang
dalam pengobatan isoniazid dan rifampin sebanyak 82% mengalami
peningkatan ALT >100 IU/L dan sebanyak > 40% mengalami hepatitis disertai
gejala kuning.
● Beberapa data menunjukkan dosis isoniazid lebih dari 15-20 mg/kg dapat
meningkatkan resiko terjadinya hepatotoksisitas.
Jenis Kelamin
Pada wanita, beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat
peningkatan resiko terjadinya hepatotoksisitas. Satu penelitian
menunjukkan resiko terjadinya hepatotoksisitas meningkat sebanyak 4 kali
namun dengan keseluruhan insiden hanya 2%. Dua penelitian lain tidak
menunjukkan adanya peningkatan resiko pada wanita.
Ko-faktor
Beberapa penelitian mengindikasikan penggunaan alkohol merupakan
prediktor signifikan terhadap TB DILI.
Regimen
● Pada meta-analisis, penggunaan rifampin pada pengobatan regimen
meningkatkan insidensi yang signifikan pada pasien dewasa yaitu dari 1.6
sampai 2.55% dan pada pasien anak yaitu dari 1.0 sampai 6.9%.
● Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan pirazinamid pada TB DILI hanya
sedikit atau tidak ada sama sekali menyebabkan peningkatan resiko
hepatotoksisitas.
Individu dengan Infeksi HIV
● Uji klinis di Eropa yang mendaftarkan pasien dengan TB-AIDS dari
tahun 1989 hingga 1994 dengan penggunaan obat intravena
menunjukkan bahwa sebanyak 13-15% pasien mengalami peningkatan
kadar transaminase 3 kali lipat dari kadar normal dalam 2 bulan
pertama.
● Hepatotoksisitas dikaitkan dengan penggunaan isoniazid pada 55%
penderita hepatitis. Dalam uji klinis di AS pada tahun 1993-1997,
pasien dengan TB-AIDS yang dalam pengobatan regimen yang
mengandung isoniazid, rifampisin,dan pirazinamid memiliki tingkat
klinis sekitar 4.4% yang menunjukkan hepatotoksisitas signifikan.
● Pada penelitian retrospektif pasien dengan TB-AIDS yang dalam
pengobatan TB pada 6 kota di US pada tahun 1989-2000 terdapat
peningkatan kadar transaminase 5-10 kali lipat dari kadar normal pada
5-13% pasien. Sekitar 2% pasien mengalami penyakit kuning.
● Sebaliknya, pada penelitian mengenai HIV, hepatitis C, dan pengobatan
TB, infeksi HIV sendiri dapat menyebabkan peningkatan serum
transaminase 4 kali lipat (120 IU/L) atau bilirubin total minimal 1,5
mg/dL. Sekitar 27% orang yang terinfeksi HIV mengembangkan
hepatotoksisitas dibandingkan dengan 12% orang yang tidak terinfeksi
HIV.
● Hubungan dari keseluruhan infeksi HIV dengan TB DILI sulit untuk
dinilai namun pada satu studi terdapat pengecualian yaitu didapatkan
penyebab lain dari hepatotoksisitas seperti penggunaan narkotika
injeksi, alkohol, HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy), dan
virus hepatitis.
Hepatitis B
● Di Taiwan, sebnayak 42 pasien (2,4%) dari 1.783 pasien TB yang
diobati dengan isoniazid, rifampisin, dan ethambutol menyebabkan
gejala hepatitis. Lima belas pasien merupakan hepatitis carrier dan 7
dari 15 pasien tersebut meninggal karena gagal hati. Tingkat
keparahan hipertoksisitas tampaknya meningkat pada populasi
hepatitis B carrier.
● Dalam sebuah penelitian di Hong Kong, sebanyak 16% pasien TB
dengan hepatitis B carrier mengembangkan gejala hepatitis
dibandingkan dengan pasien TB tanpa infeksi hepatitis B (4.7%).
Pasien dengan hepatitis B carrier juga beresiko kegagalan fungsi hati
yang lebih parah dan penghentian pengobatan secara permanen.
● Sebuah studi case-control di Seoul, Korea dari 110 pasien dengan
hepatitis B carrier ditemukan kecenderungan peningkatan kadar
transaminase 5 kali lipat dari kadar normal dibandingkan dengan
kelompok kontrol.
Hepatitis C
Satu penelitian telah mengevaluasi dampak infeksi HCV terhadap kejadian
DILI selama pengobatan TB pada 128 pasien rawat inap di florida. Selama 5 hari,
seluruh pasien menerima isoniazid, rifampisin atau rifabutin, pirazinamid, dan
tidak dibawah pengaruh obat-obatan ataupun alkohol minimal 10 hari sebelum
mulai terapi OAT. Sekitar 30% dari individu yang terinfeksi hepatitis C
meningkatkan resiko hepatotoksisitas dibandingkan dengan 11% individu yang
tidak terinfeksi hepatitis C. infeksi hepatitis C dapat meningkatkan resiko
peningkatan transaminase setidaknya 5 kali lipat atau serum bilirubin minimal 1,5
mg/dL. Koinfeksi antara hepatitis C dan HIV dapat meningkatkan resiko
hepatotoksisitas sebanyak 14 kali lipat.