Anda di halaman 1dari 20

Pancasila:

dalam Arus Sejarah


Bangsa (Part I)
A . S YA H R O N D Y, S . I P. , M . I P
Outline Perkulihaan
Mengetahui tentang:
Sejarah penemuan Pancasila sebagai identitas, jiwa
bangsa, dan perjanjian luhur
Perkembangan Pancasila
Pancasila memiliki dinamika kesejarahan. Menurut beberapa tokoh, perkembangan Pancasila
secara garis besar dibagi ke dalam beberapa fase:
1. Fase pembuahan sejak 1908 - fase perumusan pada masa pergerakan nasional - fase
pengesahan pasca kemerdekaan (Yudi Latif)
2. Fase penemuan - fase perumusan - fase ideologis - fase reflektif - fase kritik - fase
revitalisasi/refungionalisasi (Pranarka & Joko Siswanto)
3. Fase pra kemerdekaan (masa purba dan kerajaan-kerajaan nusantara) dan fase saat dan
pasca kemerdekaan
Progresivitas Pancasila

Fase Pembuahan Fase Perumusan Sidang Fase Pengesahaan


Sekitar Tahun 1920 I BPUPKI 29 Mei - 1 Juni Sidang PPKI 18 Agustus
1945 1945
Muhammad Yamin membagi secara garis besar fase kesejarahan Indonesia
menjadi 3.
1. Indonesia Pertama, atau Nasionalisme Tua, pada masa pra kemerdekaan,
yaitu pada masa Sriwijaya (600-1400)
2. Indonesia Kedua, atau Nasionalisme Lama, pada masa Majapahit (1293-
1525)
3. Indonesia Ketiga (1945- ) atau Nasionalisme Modern (etat-national).

Pada masa pra-kemerdekaan, ada sekitar 300 kerajaan lokal dan 3


dinasti besar pada masa dahulu yang menjadi pewaris kearifan nilai-
nilai.
Integrasi Pancasila

Hindu Budaya
Buddha Lokal

Islam
Zaman Kerajaan
Candi Borobudur-Magelang, Jawa Tengah Candi Muara Takus – Kampar, Riau
Candi Prambanan – Sleman, Yogyakarta Candi Bajang Ratu – Mojokerto, Jawa Timur
Gerbang Masjid Gedhe Mataram Rumah Gadang- Kabupaten Tanah Datar,
-Yogyakarta Sumatera Barat
Masjid Agung Demak– Demak,Jateng Kapela Tuan Ana - Kota Larantuka, NTT
Nilai-nilai Jauh sebelum adanya Pancasila, bangsa Indonesia telah memiliki
Pancasila nilai-nilai budaya yang sedikit banyak dipengaruhi oleh aspek-aspek
dianggap telah religius: ribuan tahun pengaruh agama lokal (agama sejarah), 14
ada dalam alam abad pengaruh Hindu, 7 abad pengaruh Islam, 4 abad pengaruh
Kristen.
pikiran dan
1. Kerajaan Kutai Kertanegara: pemuliaan terhadap brahmana.
tindakan bangsa 2. Kerajaan Sriwijaya: nilai-nilai religiusitas, nilai-nilai persatuan,
Indonesia sejak nilai-nilai internasionalisme.
dahulu sehingga 3. Kerajaan Majapahit: Bhinneka Tunggal Ika Tan Hanna Dharma
dikatakan sebagai Mangrwa, Ajaran Humanisme Religius “Pancasila” (Ajaran Susila
kristalisasi nilai- yang Lima), nilai-nilai persatuan.
4. Kerajaan-kerajaan Islam: nilai-nilai religius, nilai-nilai persatuan,
nilai dan
nilai-nilai permusyawaratan (syuro).
pandangan hidup
(way of life).
Kata “Pancasila” berasal
dari bahasa India
Sansekerta

Istilah “Pancasila” pada


awalnya mengandung
muatan arti: ajaran
moral (moral teachings)
atau prinsip moral
(moral principles), yang
berasal dari tradisi kuno
yang dipengaruhi ajaran
Hindhuisme-Budhisme.
Sila
Dalam bahasa Sansekerta, kata sila memiliki dua makna:

1. “syila” (i pendek) artinya batu sendi atau alas atau dasar;


2. “syiila” (i panjang) artinya peraturan tingkah laku yang baik.
Kata sila bermakna moral ini diserap dalam bahasa Indonesia menjadi “susila”, artinya
tingkah laku yang baik.
Jadi, “panca-syila” berarti “berbatu sendi yang lima”.
Atau, “panca-syiila” berarti “5 aturan tingkah laku yang penting”. (Muhammad Yamin)
Sila = Aturan moral
Dalam tradisi BUDHISME sejak Sidharta Gautama pada sekitar 563 SM, sila artinya
aturan moral.
Dalam bahasa Pali:
1. “Dasa-sila” artinya sepuluh peraturan moral bagi golongan pendeta atau biksu
atau biksuni di wihara
2. “Panca-sila” artinya lima aturan moral bagi golongan awam bukan pendeta.
Dasa-sila:
1. Dilarang membunuh
2. Dilarang mencuri
3. Dilarang berzina
4. Dilarang berdusta
5. Dilarang minum minuman keras
6. Dilarang makan berlebih-lebihan
7. Dilarang bermewah-mewah dan pelesir
8. Dilarang memakai pakaian yang bagus, perhiasan, wangi-wangian.
9. Dilarang tidur di tempat tidur yang enak atau mewah.
10.Dilarang menerima pemberian uang atau memiliki emas dan perak.
Negarakertagama
Ajaran moral “pancasila” diserap dalam budaya dan kesusastraan Jawa Kuno sampai pada
zaman Majapahit (13-15M). Tahun 1365 M, pada masa Prabu Hayam Wuruk dan Patih Gadjah
Mada, dituangkan dalam syair pujian atau kakawin Negarakertagama berbahasa Jawa Kuno
karangan Mpu Prapanca yang waktu itu menjadi Pujangga sekaligus “Dharmadyaksa Ring
Kasogatan” atau Penghulu Urusan Agama Budha masa kerajaan Majapahit. Syair dalam sarga
53 bait ke-2 tersebut berbunyi:

Yatnanggegwani pancasyila kertasangskarabhisekakakrama


Raja menjalankan dengan setia kelima pantangan moral (pancasila) itu, begitu pula upacara-upacara
ibadat dan penobatan.
Sutasoma
Pada zaman Majapahit itu dua agama hidup berdampingan secara damai:
Hindu Siwa dan Budha Mahayana dan campurannya Tantrayana, di bawah
kebijaksanaan Mpu Prapanca sebagai Pemuka Agama. Selain Pancasila,
lahir pula prinsip penting dari kitab Sutasoma atau Purusadasanta oleh
Mpu Tantular. Di bawah kepemimpinan Raja Hayam Wuruk dan Patih
Gadjah Mada, meski terdapat berbagai macam aliran agama, khususnya
hindhuisme dan budhisme, bahkan sekte campuran Tantrayana, tetapi
Majapahit dapat disatukan di bawah satu Hukum Negara (Dharma) dan
hidup rukun (toleransi) antara sesama umat beragama. Salah satu sloka
yang mempersatukan dipetik dari Sutasoma gubahan pujangga dan tokoh
agama Mpu Tantular.
Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa
Artinya: Berbeda-beda tetapi tetap satu, tak ada kebenaran yang
mendua
Hyang Budha tan pahi Ciwa raja dewa,
(Artinya:Dewa Budha tidak berbeda dari dewa Siwa sebagai raja dewa,)
Rwaneka dhatu winuwus wara Budha wicwa,
(Artinya: Keduanya disebutkan memiliki sejumlah banyak anasir dunia, Budha yang tinggi
kedudukannya ini adalah dunia semesta alam,
Bhinneka rakwa ring apan kena parwwanosen,
(Artinya: Dapatkah keduanya mereka yang dapat diperbedakan ini dipisahkan menjadi dua?)
Mangka Yitnatwa kalawan Ciwatatwa tunggal,
(Artinya: Dzat Budha dan dzat Siwa itu hanya satu,)
Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa,
(Artinya: Itu dapat diperbedakan tetapi sesungguhnya satu, tak ada hukum agama yang mendua.)
Panca-sila dalam Akulturasi Islam-Jawa
Setelah kerajaan Majapahit runtuh dan Islam tersebar melalui kerajaan Islam Demak, sisa dari
pengaruh ajaran moral Budha, yakni Pancasila, masih terdapat juga dalam kehidupan masyarakat
Nusantara dan dikembangkan serta modifikasi oleh para Walisongo menjadi Lima Larangan
(pantangan lima, wewelar, pamali), dan isinya sering disebut dengan singkatan “ma-lima”, yakni
Lima Larangan yang dimulai dengan huruf “Ma”:
1. Mateni (membunuh)
2. Maling (mencuri)
3. Madon (berzina)
4. Mabok (mabuk)
5. Main (berjudi)
Terima kasih, Silahkan Bertanya….

Anda mungkin juga menyukai