Anda di halaman 1dari 30

Aspek Emosi dan Psikososial

Postpartum Dini
Kelompok 3

1. Linda Alifia
2. Lisa Meitia
3. Natasya Vidia (P05140319017)
4. Naurah Khansa
5. Nur Annisa
Putri Tuti
● Masa nifas merupakan masa penting bagi ibu maupun bayi baru
lahir karena dalam masa ini, perubahan besar terjadi dari sisi
perubahan fisik, emosi, dan kondisi psikiologi ibu.

● Menurut Bahiyyatun (2009), adaptasi psikologi pada periode


postpartum merupakan penyebab stressemosional terhadap ibu
baru, bahkan menyulitkan bila terjadi perubahan fisik yang hebat.
A.

Aspek Emosi
Perubahan emosi dan psikologis ibu nifas terjadi
akibat perubahan tugas dan peran menjadi orang
tua. Ibu akan merasa memiliki tanggung jawab
untuk merawat bayinya. Dalam periode masa nifas
akan muncul beberapa perubahan-perubahan
perilaku pada ibu (Astuti, 2015).
Dalam adaptasi psikologis setelah melahirkan
terjadi 3 penyesuaian yaitu :
1. Penyesuaian ibu (Maternal Adjustment)
2. Penyesuaian Ayah (Paternal Adjustment)
3. Responsitivity
Periode tersebut diuraikan oleh Yanti & Sundawati
(2011) menjadi 3 tahap, yaitu :
1. Fase taking in
2. Fase taking hold
3. Fase letting go
Perubahan emosi ibu postpartum menurut Whibley
(2006) dalam Yusdiana (2009) secara umum antara
lain adalah:

1. Thrilled dan excaited


Ibu merasakan bahwa persalinan merupakan
peristiwa besar dalam hidup.
2. Overwhelmed
Merupakan masa kritis bagi ibu dalam 24 jam
pertama untuk merawat bayinya. Ibu mulai
melakukan tugas- tugas baru.

3. Let down
Status emosi ibu berubah-ubah, merasa sedikit
kecewa khususnya dengan perubahan fisik dan
perubahan peran.
4. Weepy
Ibu mengalami baby blues postpartum karena
perubahan yang tiba-tiba dalam kehidupannya,
merasa cemas dan takut dengan ketidakmampuan
merawat bayinya dan merasa bersalah.

5. Feeling beat up
Merupakan masa kerja keras fisik dalam hidup
dan akhirnya merasa kelelahan.
B.

Faktor Psikososial
Istilah psikososial berarti menyinggung relasi
social yang mencakup faktor-faktor psikologis
(Chaplin, 2011).

1. Coping Stress
Seorang ibu membutuhkan kesiapan yang
matang untuk mengantisipasi ciri-ciri dari
munculnya kondisi tegang yang bisa berakibat
pada tingkat stress. Kemampuan ibu untuk
mengatasi stressor ini disebut dengan coping
stress.
Folkman dan Lazarus (dalam Sarafino, 1994)
membedakan bentuk dan fungsi coping ke
dalam dua jenis yaitu ;

a. Problem focused coping (PFC)


b. Emotion focused coping (EFC),
2. Penyesuaian diri
Menurut Schneiders (1955) penyesuaian diri
seseorang dapat dilihat dari aspek-aspeknya, yaitu :
a. Penyesuaian pribadi
b. Penyesuaian sosial
3. Dukungan social
Dukungan sosial ini memiliki klasifikasi di
dalamnya, seperti disampaikan oleh Cohen dan
Syme (1985), yaitu;
a. Dukungan informasi
b. Dukungan emosional,
c. Dukungan instrumental
d. Dukungan appraisal
4. Dukungan Keluarga
Suhita (2005) berpendapat bahwa ada empat
aspek dukungan keluarga, yaitu:
a. Emosional
b. Instrumen
c. Informative
d. Penghargaan
C.

Gangguan-Gangguan
Psikologis Postpartum Dini
1. Postpartum Blues

Postpartum blues adalah perubahan mood pada ibu


postpartum yang terjadi setiap waktu setelah ibu
melahirkan tetapi seringkali terjadi pada hari ketiga atau
keempat postpartum dan memuncak antara hari kelima
dan ke-14 postpartum
2. Depresi Postpartum

Depresi postpartum adalah perasaan sedih akibat


berkurangnya kebebasan bagi ibu, penurunan estetika
dan perubahan tubuh, berkurangnya interaksi sosial dan
kemandirian
3. Postpartum Psikosis

Mengalami depresi berat seperti gangguan yang dialami


penderita depresi postpartum ditambah adanya gejala
proses pikir (delusion, hallucinations and inchorence of
association) yang dapat mengancam dan membahayakan
keselamatan jiwa ibu dan bayinya
D.

Dampak Gangguan
Psikologis Postpartum Dini
Jika kondisi gangguan psikologis pada ibu
postpartum tidak disikapi dengan benar, bisa
berdampak pada hubungan ibu dengan bayinya,
bahkan anggota keluarga yang lain juga merasakan
dampak dari gangguan psikologis tersebut.
1. Pada ibu :
a. Menyalahkan kehamilannya
b. Sering menangis
c. Mudah tersinggung
d. Sering terganggu dalam waktu istirahat atau
insomnia berat
e. Hilang percaya diri mengurus bayi, merasa takut
dirinya tidak bisa memberikan ASI bahkan takut
apabila bayinya meninggal
2. Pada anak :
a. Masalah perilaku : termasuk masalah tidur, tantrum,
agresif, dan hiperaktif.
b. Perkembangan kognitif terganggu : anak nantinya
mengalami keterlambatan dalam berbicara dan
berjalan
c. Sulit bersosialisasi : kesulitan membangun hubungan
dengan orang lain atau cenderung bertindak kasar.
d. Masalah emosional :cenderung merasa rendah diri,
lebih sering merasa cemas dan takut, lebih pasif, dan
kurang independen.
3. Pada suami
suami cenderung akan menganggap si ibu tidak
becus mengurus anaknya bahkan dalam melakukan
hubungan suami istri biasanya mereka merasa takut
seperti takut mengganggu bayinya.
E.

Penatalaksanaan
• Para ibu yang mengalami postpartum blues membutuhkan
dukungan psikologis seperti kebutuhan fisik lainnya yang
harus juga dipenuhi.

• membutuhkan pengobatan atau istirahat, dan seringkali akan


merasa gembira mendapat pertolongan yang praktis

• Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin


perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin
sehari-hari, atau mungkin menghilangkan beberapa kegiatan,

• Bila memang diperlukan, dapat diberikan pertolongan dari


para ahli (Murtiningsih, 2012).
Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri,
yaitu dokter dan bidan/perawat sangat diperlukan,
misalnya dengan cara memberikan informasi yang
memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan
persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin
timbul dalam masa-masa tersebut serta penanganannya
(Murtiningsih, 2012).
Gangguan psikologis postpartum juga dapat dikurangi
dengan cara belajar tenang dengan menarik nafas panjang
dan meditasi, tidur ketika bayi tidur, berolahraga ringan,
iklas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu,
membicarakan rasa cemas dan mengkomunikasikannya,
bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok ibu-ibu
baru (Murtiningsih, 2012).
Dalam penanganan dibutuhkan pendekatan
menyeluruh/ holistik. Secara garis besar dapat dikatakan
bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku
emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara
bersama- sama, dengan melibatkan lingkungan suami,
keluarga dan juga teman dekat (Murtiningsih, 2012).
Thanks

Anda mungkin juga menyukai