Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH INFLASI TERHADAP PENGANGGURAN

KELOMPOK 6 :
• HARFIYAH ADELIANA (1119210034)
• NURUL FAUZIAH ANNISA (1119210049)
• SALSABILAHANA (1119210150)
• ERTA PUTRI SIHURA (1119210180)
• SHELLA FEBRIYANTI (1119210054)
• ROSA AMELIA (1119210044)
Pengaruh inflasi terhadap pengangguran secara tradisional merupakan korelasi terbalik. Akan tetapi,
hubungan tersebut lebih rumit dibandingkan apa yang terlihat, bahkan telah rusak dalam beberapa
kesempatan selama 45 tahun terakhir. Karena inflasi dan pengangguran merupakan dua indikator ekonomi
yang paling sering dipantau, maka kita harus tahu seperti apa pengaruh yang ditimbulkan dan bagaimana
keduanya dapat mempengaruhi perekonomian.
 Ketersediaan Tenaga Kerja dan Permintaan

Jika menggunakan inflasi upah, atau tingkat perubahan upah, sebagai proksi inflasi dalam perekonomian.
Di saat pengangguran meningkat, jumlah pencari kerja dapat melebihi jumlah pekerjaan yang tersedia secara
signifikan. Dengan kata lain, ketersediaan tenaga kerja lebih besar dari jumlah pekerjaan yang ada.

Dengan banyaknya jumlah pekerjaan, maka ada sedikit pekerja yang membutuhkan pekerjaan maka
pemilik usaha pun akan membayar upah yang jauh lebih tinggi kepada mereka. Namun di saat tingkat
pengangguran meningkat, biasanya upah akan tetap stagnan, bahkan inflasi upah (atau kenaikan upah) hampir
tidak ada.

Di saat pengangguran rendah, maka permintaan tenaga kerja (oleh pemilik usaha) akan meningkat
melebihi jumlah yang ada. Dalam bursa tenaga kerja yang biasanya begitu ketat, pengusaha umumnya bahkan
perlu membayar upah dengan nilai yang lebih tinggi agar bisa menarik karyawan. Hal inilah yang akhirnya
menyebabkan kenaikan inflasi upah.
 Kurva Phillips
A.W. Phillips merupakan salah seorang ekonom pertama yang menyajikan bukti kuat tentang adanya
keterkaitan hubungan terbalik antara pengangguran dan inflasi. Phillips bahkan serius mempelajari pengaruh dari
inflasi terhadap pengangguran yang terjadi di Inggris selama hampir satu abad lamanya. Ia pun mengemukakan
bahwa yang dapat dijelaskan dalam kurva, (a) tingkat pengangguran dan ( b) tingkat perubahan pengangguran.
Phillips berpendapat bahwa di saat permintaan tenaga kerja meningkat dan ada beberapa pekerja yang
menganggur, pengusaha dapat diharapkan untuk memberikan upah dengan cukup cepat. Namun, ketika permintaan
tenaga kerja rendah, dan pengangguran tinggi, pekerja enggan menerima upah lebih rendah dari tingkat yang
berlaku, hasilnya pun tingkat upah turun cukup lambat.
Faktor kedua yang dapat mempengaruhi perubahan tingkat upah ialah tingkat perubahan pengangguran. Jika
bisnis sedang booming, pengusaha akan mengajukan penawaran dengan lebih giat untuk pekerja. Hal ini berarti
bahwa permintaan akan tenaga kerja juga meningkat dengan cepat, yang membuat persentase pengangguran turut
berkurang dengan cepat). Dibandingkan dengan permintaan tenaga kerja yang tak ada peingkatan.
Karena upah dan gaji merupakan biaya utama bagi sebuah perusahaan, maka kenaikan upah harus mengarah
pada harga yang lebih tinggi untuk produk dan jasa dalam suatu ekonomi. Hal ini yang kemudian akhirnya
mendorong membuat inflasi keseluruhan meningkat secara signifikan. Hal tersebut mendorong Phillips untuk
kemudian membuat grafik yang menggambarkan adanya hubungan antara inflasi harga secara umum dan
pengangguran, bukannya inflasi upah. Grafik tersebut kini dikenal dengan sebutan Kurva Phillips.
Pengaruh Inflasi terhadap Pengangguran dalam Jangka Pendek
Meskipun tingkat pengangguran berfluktuasi, namun cenderung menuju tingkat keseimbangan yang alami. Hal ini dikenal dengan tingkat
pengangguran alamiah, yang mana tingkat pengangguran tersebut akan tetap berlaku disaat belum adanya perubahan terbaru dalam
kebijakan moneter, ketika output ekonomi sudah optimal.
Tingkat pengangguran alamiah ini termasuk juga didalamnya pengangguran friksional, yakni pengangguran yang dihasilkan karena perlu
waktu untuk bisa menemukan pekerjaan lain atau pekerjaan baru, dan juga pengangguran struktural, yang dihasilkan karena adanya
ketidakcocokan skill yang disediakan oleh angkatan kerja dengan tuntutan pasar. Komponen lain dari pengangguran ialah pengangguran
siklis, yakni pengangguran yang terjadi akibat berkurangnya lapangan pekerjaan dibandingkan pencari kerja.
Meskipun tingkat pengangguran alami tidak dapat diturunkan begitu saja melalui kebijakan moneter dalam jangka panjang. Namun
pengangguran siklus ini masih bisa dikurangi, setidaknya untuk sementara waktu melalui kebijakan moneter yang tepat.
Milton Friedman dan Edmund Phelps menunjukkan jika teori Phillips yang menyebutkan bahwa pengaruh infalsi terhadap pengangguran
bisa saja berlaku dalam jangka pendek namun tidak dalam jangka panjang. Dalam jangka panjang, tingkat pengangguran alam tak akan
terpengaruh soal harga. Hal ini sesuai dengan teori prinsip netralitas moneter, yang secara sederhana menyebutkan jika jumlah nominal,
seperti harga, tak dapat memengaruhi variabel nyata, seperti output dan kesempatan kerja. Namun jika harga naik,  pendapatan biasanya
juga bertambah mengikuti kondisi tersebut.
Oleh karena itu, dalam kurva Phillips jangka panjang digambarkan dengan garis vertikal, yang menandakan bahwa tingkat pengangguran
tidak bergantung dengan adanya pertumbuhan uang ataupun inflasi dalam jangka panjang. Sebaliknya, hal tersebut tergantung pada tingkat
pengangguran alami, yang dengan sendirinya, bisa berubah seiring waktu karena adanya berbagai perubahan dalam undang-undang.
Misalnya tentang upah minimum, perundingan bersama, asuransi pengangguran, program pelatihan kerja, hingga perubahan teknologi.
Grafik kurva Phillips jangka pendek dan jangka panjang, yang menunjukkan hubungan antara tingkat
inflasi dan tingkat pengangguran.
Inflasi ekspektasi bisa menyebabkan orang menuntut upah yang lebih besar sehingga pendapatan
mereka dapatkan bisa sejalan dengan inflasi yang terjadi. Dengan meningkatkan upah tenaga kerja,
peningkatan pekerjaan jangka pendek akan mengembalikan tingkat pengangguran alamiah. Hubungan ini
dirangkum dalam tingkat hipotesis alamiah, yang menyatakan bahwa pengangguran pada akhirnya kembali
ke tingkat normalnya, atau alami, tanpa terpengaruh adanya tingkat inflasi.
Tingkat pengangguran jangka pendek dapat diperkirakan dengan persamaan berikut, di mana p sama
dengan parameter pengubah:
Tingkat Pengangguran = Tingkat Pengangguran Alami – p × (Inflasi Aktual – Inflasi Ekspektasi)
Menurut Friedman, jika tingkat inflasi aktual stabil, maka inflasi ekspektasi akan sama dengan nilai
inflasi aktual. Dalam hal ini, periode ke-2 dari persamaan di atas menjadi 0, sehingga jumlah tingkat
pengangguran akan sama dengan tingkat pengangguran alami.
 Tingkat Pengangguran = Tingkat Pengangguran Alamiah
Terkadang kenaikan harga terjadi karena adanya peningkatan dari biaya untuk produksi,
atau yang kerap disebut dengan guncangan pasokan. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan
bahan baku produksi yang diiringi dengan pembatasan pasokan sehingga pasokan di lapangan
menjadi langka.
Hal ini membuat pengangguran meningkat karena adanya pengurangan pasokan, dan
karenanya permintaan tenaga kerja berkurang. Di saat harga naik karena biaya yang
meningkat maupun karena berbagai macam faktor-faktor produksi, hal tersebut kadang
disebut juga dengan stagflasi, atau inflasi yang didorong karena munculnya biaya, karena ada
inflasi meskipun output ekonomi turun.
Harga yang lebih tinggi menyebabkan permintaan agregat menurun, sehingga
menyebabkan penawaran agregat menurun dan mengurangi permintaan tenaga kerja. Karena
inflasi disebabkan oleh penurunan penawaran agregat dibandingkan peningkatan permintaan
agregat, baik pengangguran dan inflasi tinggi dalam stagflasi. Meskipun demikian, tingkat
pengangguran alamiah akan berlaku dari waktu ke waktu, di bawah stagflasi dan inflasi
permintaan.
Bantahan
 Monetaris
Tahun 1960-an menjadi bukti kuat soal validitas Kurva Phillips, sehingga tingkat pengangguran yang lebih rendah dapat
dipertahankan tanpa batasan waktu selama tingkat inflasi yang lebih tinggi dapat ditoleransi. Akan tetapi, sekitar 1960-an akhir,
kalangan monetaris yang dipimpin oleh Milton Friedman dan Edmund Phelps, berpendapat jika Kurva Phillips tak berlaku dalam
jangka panjang. Mereka berpendapat jika dalam jangka panjang, ekonomi cenderung kembali ke tingkat pengangguran alami karena
menyesuaikan dengan tingkat inflasi yang ada.
Tingkat alami merupakan tingkat pengangguran jangka panjang yang diamati setelah munculnya efek dari faktor siklus jangka pendek
telah menghilang dan upah telah disesuaikan ke tingkat di mana jumlah dan permintaan dalam bursa tenaga kerja seimbang. Jika
pekerja mengharapkan harga naik, mereka akan menuntut upah yang lebih tinggi sehingga upah riil mereka (setelah [enyesuaian
inflasi) menjadi konstan.
Dalam skenario di mana kebijakan moneter atau fiskal diadopsi untuk menurunkan jumlah pengangguran agar berada di bawah
tingkat alami-nya. Maka peningkatan permintaan yang dihasilkan akan mendorong perusahaan dan produsen untuk menaikkan harga
lebih cepat.
Ketika inflasi meningkat, pelaku usaha dapat memasok tenaga kerja dalam jangka pendek karena upah yang yang jauh lebih tinggi,
hal ini menyebabkan penurunan tingkat pengangguran. Namun, dalam jangka panjang, ketika para pekerja sepenuhnya menyadari
hilangnya daya beli mereka dalam lingkungan inflasi. Maka akan membuat kesediaan mereka untuk memasok tenaga kerja berkurang
dan tingkat pengangguran naik ke tingkat alami. Namun, inflasi upah dan inflasi harga umum terus meningkat.
Karenanya, dalam jangka panjang, meningkatnya inflasi tak akan membuat ekonomi diuntungkan karena tingkat pengangguran yang
menurun. Dengan demikian, tingkat inflasi yang lebih rendah seharusnya juga tidak dapat berpengaruh pada biaya ekonomi disaat
tingkat pengangguran meningkat. Karena inflasi tak berdampak langsung pada tingkat pengangguran dalam jangka panjang, dan
kurva Phillips dalam jangka panjang berubah jadi garis vertikal pada tingkat pengangguran alami.
Temuan Friedman dan Phelps memunculkan adanya perbedaan antara kurva Phillips dalam jangka pendek dan jangka panjang. Kurva
Phillips jangka pendek termasuk inflasi ekspektasi menjadi penentu tingkat inflasi saat ini.
 Rasio Pengorbanan
Sekitar awal 1980-an, Paul Volcker, yang merupakan ketua Federal Reserve,
memutuskan untuk mengurangi jumlah peredaran uang untuk menekan adanya inflasi.
Selain itu juga untuk mengejar kebijakan disinflasi yang merupakan pengurangan tingkat
inflasi.  Namun, ia belum yakin tentang adanya konsekuensi terhadap pengangguran.
Banyak ekonom yang percaya jika harus ada pengangguran agar bisa mengurangi
inflasi. Jumlah poin persentase dari output tahunan akan hilang saat mengurangi inflasi
sekitar 1%, kemudian hal tersebut dikenal sebagai rasio pengorbanan.
Rasio Pengorbanan = Pengurangan Persentase dalam Output Ekonomi Per 1%
Penurunan Tingkat Inflasi
Banyak ekonom percaya jika angka pengangguran harus naik 1% agar bisa mengurangi
inflasi sebesar 1%. Jadi, menurut hukum Okun, tingkat pengangguran yang meningkat 1%
bisa menurunkan output ekonomi sebesar 2%. Dengan demikian, rasio pengorbanan harus
minimal 2.
Hipotesis Ekspektasi Rasional dan Kritik Lucas
Ada banyak ekonom, seperti Robert Lucas, Thomas Sargent, dan Robert Barro, yang percaya bahwa rasio
pengorbanan tidak akan setinggi itu karena orang memiliki harapan rasional. Hal tersebut dapat dimodifikasi oleh
pemerintah sehingga memiliki pertukaran jangka pendek antara pengangguran dan inflasi yang tak akan terlalu parah.
Hipotesis harapan rasional hanya menyatakan bahwa orang akan menggunakan semua informasi yang mereka
miliki, termasuk informasi tentang kebijakan pemerintah, ketika meramalkan masa depan. Rumah tangga,
perusahaan, dan organisasi lain membuat keputusan berdasarkan harapan ekonomi mereka di masa depan. Akibatnya,
seberapa cepat tingkat pengangguran akan kembali ke tingkat alaminya akan tergantung pada seberapa cepat orang
memodifikasi ekspektasi mereka terhadap inflasi di masa depan.
Model statistik yang digunakan untuk memperkirakan dampak perubahan kebijakan moneter juga harus
dimodifikasi. Karena setiap orang sangat bergantung pada data historis yang cuma memasukkan bagaimana ekonomi
merespons perubahan kebijakan moneter di masa lalu. Hal tersebut  sebagai kritik Lucas, yang memasukkan
informasi historis tentang perubahan kebijakan moneter dan pengaruhnya tak cukup untuk memprediksi konsekuensi
perubahan terhadap kebijakan moneter saat ini.
Model ekonometrik harus memasukkan perubahan dalam perilaku dan harapan pelaku ekonomi, yaitu konsumen
dan bisnis, untuk perubahan dalam kebijakan moneter. Akibatnya, selama tahun 1970-an, Lucas menerapkan hipotesis
ekspektasi rasional terhadap ekonometrika, yang merupakan analisis statistik kebijakan ekonomi, untuk lebih akurat
memprediksi respons ekonomi terhadap perubahan kebijakan moneter.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai