Oleh: Eri Hariyanto, Widyaiswara Ahli Madya Pusdiklat Keuangan Umum BPPK
1. Memahami Pengangguran
Pengangguran atau tunakarya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama
sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang
yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Setiap pemerintahan dari suatu
negara pasti menginginkan agar jumlah pengangguran di negaranya dapat ditekan seminimal
mungkin. Bahkan jika memungkinkan, negara tersebut dapat mencapai penggunaan tenaga
kerja secara penuh (full employment), yaitu kondisi pengangguran yang jumlahnya cukup
sedikit pada kisaran 4% dari jumlah angkatan kerja. Indonesia termasuk negara yang
menginginkan agar pengangguran dapat ditekan serendah mungkin. Tetapi perlu diingat,
pengangguran tidak mungkin dihapuskan sama sekali karena adanya waktu yang dibutuhkan
para pencari kerja untuk mencari pekerjaan baru atau pindah dari pekerjaan lama sehingga
para pekerja harus menganggur untuk sementara waktu.
Hubungan negatif (trade off) antara penganguran dan inflasi disebut dengan Kurva
Phillips. Semakin tinggi tingkat pengangguran, semakin rendah tingkat inflasi upah. Dalam hal
ini, pengangguran dipandang sebagai output dan menerjemahkan inflasi sebagai perubahan
harga. Kondisi dimana terjadi tingkat pengangguran tinggi secara simultan dan diikuti inflasi
yang tinggi disebut sebagai stagflasi.
Siklus ekonomi yang terus terjadi terkadang menjurus munculnya perubahan secara
drastis atas faktor-faktor ekonomi makro yang mengarah kepada krisis ekonomi. Sepanjang
abad 20 telah terjadi lebih dari 20 kali krisis besar yang melanda banyak negara. Fakta ini
menunjukkan bahwa secara rata-rata setiap 5 tahun terjadi krisis keuangan hebat yang
mengakibatkan penderitaan bagi ratusan juta umat manusia. Krisis keuangan yang masih
sering terjadi mengindikasikan bahwa penyelesaian belum menyentuh dasar dari krisis
tersebut. Pengulangan krisis juga menunjukkan rentang waktu yang semakin pendek
sehingga krisis semakin sering terjadi. Apabila akar permasalahan belum ditangani secara
tuntas, dikhawatirkan krisis yang timbul akan semakin berat dengan dampak yang semakin
kompleks (Hariyanto, 2018).
Masyarakat umum biasanya menjadi pihak yang paling menderita dalam merasakan
dampak krisis ekonomi. Turunnya pertumbuhan ekonomi menyebabkan dampak lanjutan
seperti turunnya daya beli masyarakat, pengangguran, turunnya kualitas gizi dan kesehatan,
bahkan dapat berujung pada masalah sosial dan kriminal.
Indonesia telah mengalami beberapa krisis besar setelah kemerdekaanya tahun 1945.
Krisis tersebut menyebabkan peningkatan pengangguran dan kesmiskinan. Akhir
pemerintahan presiden pertama, Sukarno, diwarnai dengan krisis ekonomi pada kisaran
tahun 1960-an. Krisis tersebut disebabkan oleh tingkat inflasi yang sangat tinggi dan
menyebabkan jatuhnya daya beli masyarakat serta meningkatnya kemiskinan. Demikian
halnya dengan presiden kedua, Suharto. Akhir masa kepemimpinannya juga diwarnai dengan
krisis ekonomi. Masyarakat mengalami nasib serupa yaitu kondisi di mana terjadi peningkatan
jumlah pengangguran dan kemiskinan serta kehidupan ekonomi yang cukup berat.
Melalui grafik di atas dapat kita lihat bahwa setiap krisis yang terjadi diikuti oleh
pengangguran yang meningkat tajam. Misalnya pada krisis tahun 1998, terlihat pada tahun-
tahun berikutnya pengangguran mengalami peningkatan yang cukup tinggi dan memerlukan
waktu yang cukup panjang untuk menurunkannya. Demikian halnya dengan krisis pada tahun
2008, 2010, dan 2013.
Pada tahun 2020 ini dunia kembali mengalami krisis yang disebabkan oleh pandemi.
Negara-negara di dunia berusaha menyelamatkan masyarakatnya dengan mengurangi
berbagai aktivitas sosial maupun ekonomi. Akibatnya, sektor ekonomi menjadi terpuruk
karena berkurangnya permintaan barang dan jasa dari masyarakat. Sektor riil adalah sektor
yang pertama kali terhantam oleh krisis ini. Penutupan aktivitas ekonomi telah menyebabkan
meningkatnya pengangguran dan kemiskinan.
Para ekonom memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebelum pandemi
berada di angka 5,3%. Setelah terjadi pandemi, proyeksi itu ada di angka 2,3% untuk skenario
berat dan -0,4% untuk skenario sangat berat. Demikian pula dengan pertumbuhan ekonomi
yang juga diperkirakan akan turun drastis. Hal ini menjadi penyebab pemutusan hubungan
kerja besar-besaran dan meningkatnya jumlah pengangguran. Dampaknya, jumlah
masyarakat miskin semakin bertambah. Diperkirakan jumlah kemiskinan akan bertambah
sebesar 1,89 juta orang pada skenario berat dan 4,86 juta orang pada skenario sangat berat.
Jumlah penganguran pun akan naik sebesar 2,92 juta orang pada skenario berat dan 5,23
juta orang pada skenario sangat berat.
3. Respon Kebijakan
Dalam situasi krisis, pemerintah dituntut untuk merumuskan kebijakan yang tepat agar
krisis dapat ditanggulangi dengan baik. Kebijakan penanggulangan krisis pada tahun 2020 ini
ditekankan pada upaya penyelamatan masyarakat dari pandemi Virus COVID-19. Fokus lain
yang menjadi perhatian pemerintah adalah penyelamatan ekonomi nasional. Pada sisi
ekonomi, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk
Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Adanya Perpu tersebut
menjadi jalan bagi pemerintah selaku pembuat kebijakan dalam melakukan langkah
extraordinary menangani pandemi ini. Pemerintah menyiapkan dana sebesar Rp 405,1 triliun
yang dilokasikan untuk mengatasi pandemi. Dana tersebut didistribusikan melalui kebijakan
kesehatan, social safety net, dukungan industri, dan Program Pemulihan Ekonomi (PEN).
Dana yang sangat besar tersebut, selain untuk menanggulangi pandemi dari sisi
kesehatan, juga merupakan stimulus perekonomian. Pandemi telah menyebabkan lambatnya
roda perekonomian. Permintaan (demand) akan barang jasa berkurang sangat drastis. Hal itu
berdampak terhadap berkurangnya aktivitas produksi hingga bertambahnya pemutusan
hubungan kerja dan pengangguran. Pemerintah melalui kebijakan fiskalnya dapat bertindak
sebagai “the last demand creator” yaitu menciptakan demand dari belanja pemerintah. Dana
Social safety net yang dibagikan kepada masyarakat terdampak pandemi merupakan stimulus
agar permintaan (daya beli masyarakat) terbantu. Sehingga menjaga keberlangsungan
permintaan barang dan jasa. Sedangkan stimulus dana PEN digunakan untuk menjaga agar
krisis tidak merembet ke sektor keuangan dan perekonomian segera tumbuh kembali.
Dampak yang diharapkan adalah terciptanya kembali lapangan kerja sehingga mampu
mengurangi pengangguran.
Dornbusch, Fisher, Startz. 2008. Makroekonomi. McGraw-hill Companies, Inc. America, New
York
Hariyanto, Eri. 2018., Mewaspadai Terulangnya Krisis Ekonomi dan Upaya Pencegahannya.
Trustco, Jakarta