Supervisior Pembimbing
dr.Muhammad Yunus Amran,Ph.D.,Sp.S.,FIPM,FINR,FINA
Residen Pembimbing
dr.Anita Amir
Identitas Pasien
Nama : Ibu X
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 71 tahun
Anamnesis Terpimpin: Seorang wanita umur 71 tahun datang ke Gawat Darurat dengan
timbulnya status mental yang berubah secara bertahap,sakit kepala, mual muntah selama 4-5 hari.
Pasien menyangkal berpergian dan kontak dengan orang pasien tidak merokok, konsumsi alcohol,
atau mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Pengobatan rumah metoprolol, levothyroxine,
enalapril, simvastatin, pantoprazole, metoclopramide, dan insulin aspart tanpa alergi obat yang
diketahui. Tidak ada inkontinensia urin. Kondisi pasien tetap stabil tanpa adanya perubahan atau
kemerosotan selama 5 hari pertama rawat inap, dan berangsur-angsur membaik. Pemeriksaan
neurologis harian normal sampai hari ke-8 ketika dia berkembang ringan tetapi terlihat saraf wajah
palsy di sisi kanan yang secara progresif memburuk dan menjadi jelas pada hari ke-10 .
ANAMNESIS
• Riwayat penyakit :demensia ringan, obesitas,
hipertensi, gangguan tiroid, dan DM tipe 2
• gluscocorticoid
• prednisone oral 60 mg setiap hari selama 10 hari
dosis tapering off prednison selama 10 hari ke
depan.
• Acyclovir intravena perhitungan dosis per BB
DISKUSI
• Terdapat 2 hipotesis penyebab bells palsy pada pasien
1. Keadaan hipotiroid pasien dimana autoimun memicu akumulasi cairan dalam jaringan
dan terjadi pembengkakan dapat menyebabkan jebakan saraf kranial . Pada bebebrapa
kasus banyak terjadi dan setelah pemberian levothyroxine bells palsy dapat
diselesaikan tapi pada kasus ini tidak terdapat perbaikan
2. Efek samping obat-obat ang dapat menjadi faktor penyebab seperti pentoprazole
3. Namun pada pasien ini yang menjadi penyebab bells palsy adalah karena WNV sebagai
agen penyebab neuropati
• Pada kasus pasien dengan ensefalitis WNV rawat inap dan perawatan suportif dengan
hidrrasi intravena ,menajemen sistemik dan respon inflamasi dengan steroid diperlukan ,
dan bells palsy dapat diberikan glucocorticoid oral 60-80mg/hr setidaknya selama 1 mgg
• Dalam kunjungan lanjutan pasien tidak ditemukan droop wajah dan tidak ada defisit
neurologis
Kesimpulan
Pada kasus ini menunjukkan bahwa infeksi virus dapat
menjadi gangguan jangka panjang meskipun neuroinvasif
serius jarang terjadi. Tanpa adanya vaksin serta perawatan
yang terbatas pada WNV menjadi kekhawatiran kesehatan
masyarakat di Amerika
Tinjauan Pustaka
Definisi
Paralisis Nervus Fasialis perifer (Bell’s Palsy) adalah lesi
idiopatik nervus cranialis VII yang menyebabkan
gangguan pada otot-otot wajah. Onset cepat dan
unilateral.
Bell’s palsy pertama kali diperkenalkan pada tahun 1812
oleh Sir Charles Bell, seorang peneliti Scotlandia, yang
mempelajari mengenai persarafan otot-otot wajah.
Warner, MJ. Hutchinson, J. Varacallo M. Bell’s Palsy. 2020. Retrieved from : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482290/
Kartadinata dan Tjandra R. Rehabilitasi Medik Bell’s palsy. Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Dr. Kariadi Semarang. 2011
Epidemiologi
Warner, MJ. Hutchinson, J. Varacallo M. Bell’s Palsy. 2020. Retrieved from : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482290/
ETIOLOGI 4 TEORI
Adam OM. 2019. Bell’s Palsy. FK Universitas Hang Tuah. Surabaya: Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 8(1) : 137-149
PATOFISIOLOGI
Lokasi kerusakan saraf facialis diduga
dekat atau di ganglion geniculatum.
Adam OM. 2019. Bell’s Palsy. FK Universitas Hang Tuah. Surabaya: Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 8(1) : 137-149
MANIFESTASI
KLINIS
Pada awalnya, penderita merasakan ada kelainan di mulut pada saat:
bangun tidur
menggosok gigi atau berkumur
Minum
Berbicara
Selanjutnya gejala dan tanda klinis lainnya tergantung tinggi lokasi lesinya
GEJALA KLINIS
1. Lesi di foramen stylomastoid dapat menyebabkan kelumpuhan di seluruh otot
ekspresi wajah.
Adam OM. 2019. Bell’s Palsy. FK Universitas Hang Tuah. Surabaya: Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 8(1) : 137-149
Moch B. Bell’s Palsy (BP). Saintika Medika. 2017;7(2). .
GEJALA KLINIS
4. Lesi di tempat yang lebih tinggi (melibatkan Ganglion genikulatum)
Gejala (1), (2), (3) disertai dengan nyeri di belakang dan di dalam liang telinga dan mungkin produks
air mata dan air liur berkurang.
Adam OM. 2019. Bell’s Palsy. FK Universitas Hang Tuah. Surabaya: Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 8(1) : 137-149
Moch B. Bell’s Palsy (BP). Saintika Medika. 2017;7(2).
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN
ANAMNESIS FISIK PENUNJANG
Adam OM. 2019. Bell’s Palsy. FK Universitas Hang Tuah. Surabaya: Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 8(1) : 137-149
PEMERIKSAAN
DIAGNOSIS FISIK
1. Nervus fasialis
a) Inspeksi b) Motorik
Kerutan dahi Mengangkat alis dan mengerutkan dahi
Pejaman mata Memejamkan mata
Lipatan nasolabialis Menyeringai (menunjukkan geligi)
Sudut mulut Mencucurkan bibir
Menggembungkan pipi
Adam OM. 2019. Bell’s Palsy. FK Universitas Hang Tuah. Surabaya: Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 8(1) : 137-149
PEMERIKSAAN
DIAGNOSIS FISIK
c) Sensorik
Pengecapan 2/3 anterior
Schirmer test lidah Refleks stapedius
Adam OM. 2019. Bell’s Palsy. FK Universitas Hang Tuah. Surabaya: Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 8(1) : 137-149
HOUSE BRACKMANN GRADING
DIAGNOSIS BANDING
Kondisi lain yang dapat menyebabkan
kelumpuhan nervus fasialis diantaranya
• Tumor
• infeksi herpes zoster pada ganglion
genikulatum (Ramsay Hunt
syndrom), penyakit Lyme
• AIDS
• Warner, MJ. Hutchinson, J. Varacallo M. Bell’s Palsy. 2020. Retrieved from : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482290/
• Mahardani O, Adam. 2019. Bell’s Palsy. Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 8(1) : 137-149
TATALAKSANA
talaksanaan
1. Istirahat terutama pada keadaan akut
2. Medikamentosa
a. Kortikosteroid memiliki efek anti-inflamasi yang kuat yang akan meminimalkan kerusakan saraf
(mengurangi peradangan dan edema nervus fasialis)
Dosis prednisolon yang digunakan adalah 60 mg per hari selama 5 hari kemudian dikurangi 10 mg per
hari (untuk total waktu pengobatan 10 hari)
b. Dikarenakan adanya kemungkinan keterlibatan HSV-1 di Bell’s palsy, maka telah diteliti pengaruh dari
Valacyclovir (1000 mg per hari, diberikan antara 5-7 hari) dan Acyclovir (400 mg 5 kali sehari, diberikan 10
hari)
3. Fisioterapi
Fisioterapi dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian kortikosteroid.
Tujuan fisioterapi adalah untuk mempertahankan tonus otot yang lumpuh.
4. Operatif
Tindakan operatif dilakukan apabila :
– Tidak terdapat penyembuhan spontan
– Tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednisone
– Pada pemeriksaan elektrik terdapat denervasi total.
NINDS. Bell’s palsy Fact Sheet. 2014. Retrieved from : http://www.ninds.nih.gov/disord ers/bells/detail_bells.htm
Sumber : Somasundara D, dan F Sullivan. Management of Bell’s Palsy. Australian Prescribe. June 2017; 40(3): 94-7 pp.
Terima Kasih