Anda di halaman 1dari 17

BAGIAN 11

RISIKO KECURANGAN (FRAUD)

1
KECURANGAN (FRAUD)

• Tujuan audit adalah memastikan bahwa laporan


keuangan bebas dari salah saji material, baik
karena kesalahan yang tidak disengaja (error)
maupun karena kesalahan yang disengaja (fraud).
• Fraud dapat dilakukan dalam dua bentuk, yaitu:
1. Menyajikan laporan keuangan yang
menyesatkan (fraudulent financial reporting),
dengan cara memanipulasi pelaporan aset,
pendapatan, dan beban.
2. Penyalahgunaan assets (misappropriation of
assets).
3. Korupsi (Corruption)
2
FAKTOR PEMICU FRAUD

• Faktor-faktor yang mendorong praktik curang


(fraud) adalah:
1. Menguntungkan/tekanan (insentives/pressures),
curang dilakukan karena menguntungkan atau
bisa juga karena tekanan.
2. Peluang (opportunities), curang dilakukan
karena terbuka kesempatan untuk berbuat
curang.
3. Mentalitas/rasionalisasi, curang dilakukan
karena faktor mentalitas atau pembenaran atas
tindakan yang salah.

3
ASESMEN FRAUD

• Potensi risiko fraud diukur melalui:


1. Menerapkan prinsip skeptisme
profesional (professional skepticism) atau
sikap selalu mempertanyakan
(questioning mind).
2. Melakukan evaluasi kritis terhadap bukti
audit.
• Sumber informasi asesmen risiko fraud:
1. Hasil diskusi dengan tim audit
2. Hasil wawancara dengan manajemen

4
ASESMEN FRAUD

3. Hasil identifikasi faktor-faktor pemicu


fraud.
4. Hasil uji analitis terhadap data dan
informasi yang tersedia.
5. Sumber informasi lain.

Auditor harus mendokumentasikan


prosedur, data, dan informasi yang
digunakan untuk melakukan asesmen
terhadap potensi fraud.
5
ASESMEN FRAUD

• AICPA memberikan tiga pedoman untuk mencegah


dan mendeteksi fraud:
1. Mengembangkan budaya kejujuran dan etika yang
tinggi.
2. Manajemen bertanggungjawab dalam
mengevaluasi risiko kecurangan.
3. Pemantauan oleh komite audit.
• Budaya kejujuran dan etika dikembangkan melalui:
1. Contoh perilaku dari top menajemen.
2. Menciptakan lingkungan kerja yang positif.
3. Merekrut dan mempromosikan SDM secara tepat.

6
ASESMEN FRAUD

4. Pelatihan, untuk memahamkan ekspektasi


manajemen.
5. Konfirmasi, konfirmasi dari SDM tentang
pelaksanaan tanggungjawab masalah kejujuran
dan etika.
6. Penanaman disiplin
• Tanggungjawab manajemen terhadap risiko fraud
1. Mengidentifikasi dan mengukur potensi fraud.
2. Mencegah risiko fraud.
3. Memonitor program pencegahan dan
pengendalian fraud.

7
ASESMEN FRAUD

• Pengawasan fraud oleh komite audit,


mencakup:
1. Pelaporan langsung ke komite audit
atas temuan penting dalam internal
audit.
2. Laporan periodik oleh divisi etika
tentang whistleblowing, yaitu “peluit”
untuk fraud.
3. Laporan lain tentang pelanggaran
etika atau tersangka fraud.
8
RESPON ATAS RISIKO FRAUD
Respon auditor atas risiko fraud mencakup:
1. Perubahan keseluruhan prosedur audit.
2. Perancangan dan penerapan prosedur audit
untuk mendeteksi risiko fraud.
3. Perancangan dan penerapan prosedur audit
untuk mendeteksi pelanggaran prosedur
pengendalian oleh manajemen, yang mencakup:
 Pemeriksaan jurnal dan penyesuaian
sebagai bukti potensi salah saji karena fraud.

9
RESPON ATAS RISIKO FRAUD
 Evaluasi terhadap transaksi tidak lazim
yang signifikan.
Area Khusus Risiko Fraud
1. Risiko pelaporan pendapatan yang
menyesatkan, yang bisa mencakup:
a. Pelaporan pendapatan fiktif.
b. Mempercepat pelaporan pendapatan,
dengan menggeser ke depan pisah batas
transaksi.
c. Manipulasi penyesuaian pendapatan.
10
RESPON ATAS RISIKO FRAUD
2. Sinyal fraud pada pendapatan
a. Dari prosedur analitis, adanya persentase
laba kotor (gross margin) dan perputaran
piutang yang menyimpang jauh dari data
pembanding.
b. Ketidaklengkapan dokumen
(documentary discrepancies).
c. Penyalahgunaan penerimaan kas dari
pendapatan.
d. Penyimpangan pencatatan penjualan.
11
RESPON ATAS RISIKO FRAUD
3. Area fraud yang lain:
 Risiko fraud pada persediaan, misalnya
pelaporan persediaan fiktif, terutama
pada saat persediaan disimpan di
gudang yang lokasinya tersebar.
 Risiko fraud pada pembelian dan utang
dagang.
 Risiko fraud pada aset tetap.
 Risiko fraud pada penggajian.

12
RESPON ATAS RISIKO FRAUD
Tanggungjawab pada saat ditemukan dugaan pelaku
fraud:
1. Melakukan wawancara kritis dan analitis, yang
mencakup:
 Wawancara informasi (informational inquiry),
dengan tujuan hanya mengumpulkan fakta.
 Wawancara asesmen (assessment inquiry),
yaitu wawancara yang bersifat analitis dengan
cara mengkontraskan berbagai informasi yang
telah didapat.
 Wawancara introgasi (interrogative inquiry)
13
RESPON ATAS RISIKO FRAUD
2. Evaluasi hasil wawancara
3. Menerapkan teknik mendengar (listening
skill) disepanjang proses wawancara.
4. Melakukan observasi perilaku terduga pelaku
fraud (observing behavioral cues).
5. Memberdayakan software untuk analisis
data.
6. Memperluas pengujian substantif.

14
KASUS ENRON
Pernyataan Palsu (Fraudulent Statement)

Enron Corporation adalah sebuah perusahaan energi Amerika yang berbasis di Houston, Texas,


Amerika Serikat. Sebelum bangkrutnya pada akhir 2001, Enron mempekerjakan sekitar 21.000
orang pegawai dan merupakan salah satu perusahaan terkemuka di dunia dalam bidang listrik,
gas alam, bubur kertas dan kertas, dan komunikasi. Enron mengaku penghasilannya pada tahun
2000 berjumlah $101 miliar. Fortune menamakan Enron "Perusahaan Amerika yang Paling
Inovatif" selama enam tahun berturut-turut. Enron menjadi sorotan masyarakat luas pada akhir
2001, ketika terungkapkan bahwa kondisi keuangan yang dilaporkannya didukung terutama
oleh penipuan akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif.
Operasinya di Eropa melaporkan kebangkrutannya pada 30 November 2001, dan dua hari
kemudian, pada 2 Desember, di AS Enron mengajukan permohonan perlindungan Chapter 11.
Saat itu, kasus itu merupakan kebangkrutan terbesar dalam sejarah AS dan menyebabkan 4.000
pegawai kehilangan pekerjaan mereka.
Tuntutan hukum terhadap para direktur Enron, setelah skandal tersebut, sangat menonjol karena
para direkturnya menyelesaikan tuntutan tersebut dengan membayar sejumlah uang yang sangat
besar secara pribadi. Selain itu, skandal tersebut menyebabkan dibubarkannya perusahaan
akuntansi Arthur Andersen, yang akibatnya dirasakan di kalangan dunia bisnis yang lebih luas,
seperti yang digambarkan secara lebih terinci di bawah. Sejak itu, Enron menjadi lambang
populer dari penipuan dan korupsi korporasi yang dilakukan secara sengaja. (dikutip dari
Wikipedia)

Chapter 11 adalah Bab 11 Undang-Undang Kepailitan Amerika Serikat atau populer dengan


sebutan Chapter 11 adalah salah satu bab dalam Undang-Undang Kepailitan tentang reorganisasi sesuai
hukum kepailitan Amerika Serikat. 15
PT BATARA INDONESIA
Fraud asset misappropriation

Salah satu kasus fraud asset misappropriation yang menimpa BUMN di Indonesia
adalah kasus yang menimpa PT Barata Indonesia (Persero).Kasus ini dilakukan oleh
Mahyudin Harahap (Direktur Pemberdayaan Keuangan dan SDM PT Barata Indonesia)
yang diduga menjual aset negara berupa tanah bersama dengan Ir Harsusanto (Dirut
PT Barata Indonesia) dan Shindo Sumidomo.Penjualan aset ini terjadi pada tahun
2003-2005 lalu.

Penjualan tersebut dinilai bertentangan dengan, di antaranya, UU RI No 19 Tahun


2003 tentang BUMN dan Kepmen Keuangan Nomor 89/KMK.013/1991 tentang
Pemindahan 4 Aktiva Tetap BUMN. KPK memaparkan, tindak pidana korupsi kasus ini
dilakukan dengan dengan cara menurunkan Nilai Jual Objek Pajak tanah milik PT
Barata yang berlaku tahun 2004. Tanah yang dijual berlokasi di Surabaya, Jawa Timur.
Diungkapkan, harga tanah yang seharusnya mencapai Rp 132 miliar kemudian dijual
kepada swasta dengan harga hanya sekitar Rp 82 miliar. Perbuatan ini dinilai
memperkaya pihak tim taksasi penjualan aset sebesar Rp 894 juta lebih dan Shindo
Sumidomo dari PT Cahaya Surya Unggul Tama sebesar Rp 21,770 miliar. Negara pun
dirugikan hingga Rp 22,690 miliar lebih. (www.merdeka.com).

16
KORUPSI PAJAK
TEMPO.CO, Jakarta 
Skandal suap pejabat pajak tengah menjadi sorotan. Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK bersama
Kementerian Keuangan sedang menyelidiki kasus dugaan suap di Direktorat Jenderal Pajak.
Tunjangan yang mencapai hingga Rp 152 juta untuk pejabat pajak, rupanya tak mempan membuat
mereka untuk setop berpraktik korupsi. Sumber Tempo menyebutkan sebuah perusahaan tambang
batu bara yang beroperasi di Indonesia seharusnya memiliki jumlah kurang bayar pajak sebesar Rp 91
miliar pada 2016. Akan tetapi, nilai Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang diterbitkan untuk perusahaan
tersebut hanya Rp 70 miliar.
Di tahun 2017, perusahaan ini juga memiliki lebih bayar pajak sebesar Rp 27 miliar. Tapi, nilai SKP yang
diterbitkan malah lebih besar, yaitu Rp 59 miliar. Sumber itu mengatakan jumlah uang suap yang diduga
bermain untuk mengurus kedua hal ini mencapai Rp 30 miliar.
Ini hanyalah satu dari sejumlah perusahaan yang terlibat dalam skandal suap terbaru yang
diumumkan KPK. Sejumlah pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan diduga telah
menerima duit haram ini untuk mengurus rekayasa tersebut.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan suap pajak ini salah satunya memang berkaitan
mengurangi nilai pajak yang harus dibayarkan. “Menyangkut perpajakan itu ada kepentingan PT dengan
pejabat pajak, kalau mau pajaknya rendah ada upahnya, tentu semuanya itu melanggar ketentuan
peraturan di bidang perpajakan,” kata Alex di kantornya, Jakarta, Selasa, 2 Maret 2021.
KPK sudah menetapkan pejabat Ditjen Pajak dan konsultan sebagai tersangka. "Kebijakan KPK saat ini,
pengumuman tersangka setelah dilakukan upaya paksa baik itu penangkapan maupun penahanan,"
kata Pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri, Rabu, 3 Maret 2021.

17

Anda mungkin juga menyukai