Anda di halaman 1dari 21

DERMATOTERAP

I
Pembimbing:
dr. Afaf Agil Al Munawwar, Sp.KK

Kepaniteraan Klinik Bagian Kulit dan Kelamin


FK UPN Veteran Jakarta
RSPAD Gatot Soebroto
Tiara Josephine Gracienta
2110221082
Dermatoterapi

• Kegunaan: mengeringkan, membasahi (hidrasi), melembutkan,


lubrikasi, mendinginkan, memanaskan, dan melindungi (proteksi)
dari pengaruh buruk dari luar  homeostasis
• Penting sebagai kunci terapi: pengaplikasian, penyerapan, dan
pengikatan zat aktif ke target sel
• Proses: Stratum korneum  epidermis  papiler dermis  sistemik
(aliran darah)
• Obat terabsorbsi dipengaruhi oleh faktor: jumlah, luas permukaan,
lama, frekuensi, bahan pembawa, ketebalan dalam pengaplikasian
Bahan Dasar
(Vehikulum)
Cairan
• Terdiri atas larutan dalam air (solusio) dan larutan dalam alcoho (tingtura)
• Prinsip pengobatan: membersihkan kulit yang sakit dari debris keadaan
yang membasah menjadi kering  mikroorganisme tidak dapat tumbuh
Cara kompres terbuka
• Indikasi : dermatosis madidans, erysipelas, dan ulkus kotor yang
mengandung pus dan krusta.
• Efek pada kulit : kulit eksudatif menjadi kering, permukaan kulit menjadi
dingin, vasokonstriksi, dan berkurangnya eritema.
• Cara: menggunakan kain kasa 3 lapis (absorben dan tidak iritatif) dicelup ke
cairan kompres  peras  balutkan dan diamkan. Diulangi apabila kasa
sudah mongering.
Cara kompres tertutup (kompres impermeabel)
• Indikasi : kelainan yang dalam (misal : limfogranuloma venerium)
• Cara: menggunakan pembalut tebal dan ditutup dengan bahan
impermeable, misalnya selofan atau plastik.
Bedak
• Membuat lapisan tipis di kulit yang tidak melekat erat  penetrasinya
sedikit
• Bahan dasar: talcum venetum
• Efek: mendinginkan, antiinflamasi ringan, antipruritus lemah, mengurangi
pergeseran pada kulit intertriginosa, proteksi mekanis
• Indikasi: dermatosis yang kering dan superfisial dan mempertahankan
vesikel/bula agar tidak pecah (varisela dan herpes zoster)
• Kontraindikasi: dermatitis yang basah, terutama bila dengan infeksi sekunder
Salap
• Bahan dasar: vaselin, lanolin atau minyak
• Menghidrasi dan memiliki efek lubrikasi pada kulit
• Potensi efektivitas obat meningkat  Meningkatkan permeabilitas
• Indikasi: dermatosis yang kering dan kronik, dermatosis yang dalam
dan kronik, serta dermatitis yang bersisik dan berkrusta
• Kontraindikasi: dermatitis madidans
Lotion (Bedak kocok)
• Mengeringkan dan mendinginkan kulit yang basah dan lembab.
• Jumlah zat padat maksimal 40%  bedak tidak terlalu kental dan tidak cepat kering)
• Bahan: seng oksida, bedak, kalamin, gliserol, alcohol, dan air
• Dikocok sebelum digunakan
• Indikasi : dermatosis yang kering, superfisial, dan agak luas, keadaan subakut
• Kontraindikasi :Dermatitis madidans, daerah badan yang berambut
Krim
• Campuran W (water), O (oil), dan emulgator.
• Jenis W/O  air merupakan fase dalam dan minyak fase luar
• Jenis O/W  minyak merupakan fase dalam dan air fase luar
• Biasanya ditambah bahan pengawet, misalnya paraben dan dicampur juga dengan
parfum
• Indikasi : kosmetik, dermatosis yang subakut dan luas, yang dikehendaki ialah
penetrasi yang lebih besar daripada shake lotion. Boleh digunakan di daerah yang
berambut
• Kontraindikasi : dermatitis madidans
Pasta
• Bersifat protektif dan mengeringkan
• Seng oksida, pati, kalsium karbonat, dan talc
• Melokalisasi efek dari obat yang dapat menimbulkan iritasi (seperti
anthralin), pelindung yang impermeable yang dapat berdungsi sebagai tabir
surya
• Indikasi : dermatitis yang agak basah
• Kontraindikasi : dermatosis yang eksudatif dan daerah yang berambut. Untuk
genitalia eksterna dan lipatan-lipatan badan tidak dianjurkan karena bersifat
terlalu melekat.
Linimen
• Terdiri dari campuran cairan, bedak, dan salap
• Digunakan umumnya dengan digosokkan pada kulit.
• Indikasi: dermatosis subakut
• Kontraindikasi: dermatosis madidans
Gel
• Karbomer, metilselulosa, dan tragakan
• Gel segera mencair jika berkontak dengan kulit dan membentuk
suatu lapisan
• Absorbsi perikutan lebih baik daripada krim.
• Kadang memiliki konsistensi seperti jeli
• Gel digunakan untuk peradangan eksudatif akut
Bahan Aktif
 Aluminium asetat  larutan burowi yang mengandung aluminium asetat 5%. Efeknya
ialah astringen dan antiseptic ringan
 Asam asetat  Dipakai sebagai larutan 5% untuk kompres, bersifat antiseptic untuk
infeksi pseudomonas
 Asam benzoate  Sifat antiseptic, terutama fungisidal. Digunakan dalam salap, contoh
Whitfield 5%.
 Asam borat  Konsentrasi 3%, tidak dianjurkan untuk dipakai sebagai bedak,
kompres atau salap. Antiseptik sedikit, dapat bersifat toksik pada lesi luas
 Asam salisilat  Efeknya mengurangi proliferasi epitel dan menormalisasi keratinisasi
yang terganggu.
 Asam undersilenat  Sifat antimikotik dengan konsentrasi 5% dalam salap atau krim.
Dicampur dengan garam seng (Zn undecylenic) 20%.
 Asam vit.a (tretinoin, asam retinoat)  Memperbaiki keratinisasi menjadi normal,
meningkatkan sintesis dna dalam epitelium germinatif, meningkatkan laju mitosis,
menebalkan stratum granulosum, menormalkan parakeratosis
 Benzokain  Bersifat anesthesia. Memiliki konsentrasi ½-5%, tidak larut dalam air,
lebih larut dalam minyak (1:35), dan lebih larut lagi dalam alcohol. Dapat digunakan
dengan vehikulum yang lain. Sering menyebabkan sensitisasi
 Benzil benzoate  Cairan berkhasiat sebagai akabisid dan pedikulosid. Digunakan
sebagai emulsi dengan konsentrasi 20% atau 25%.
 Comphora  Bersifat antipruritus berdasarkan penguapan zat tersebut sehinnga terjadi
pendinginan. Dapat dimasukkan ke dalam bedak atau bedak kocok yang mengandung
alcohol agar dapat larut. Juga dapat dipakai dalam salap dan krim
 Mentol  bersifat antipruritic, pemakaian seperti comphora. Konsentrasi ¼-2%
 Podofilin  Damar podofilin digunakan dengan konsentrasi 25% sebagai tingtur
untuk kondiloma akuminatum. Setelah 4-6 jam hendaknya dicuci
 Selenium disulfide  Digunakan sebagai sampo 1%untuk dermatitis seboroik pada
kepala dan tinea versicolor. Kemungkinan terjadinya efek toksik rendah
 Sulfur  Unsur yang telah digunakan selama berabad-abad dalam dermatologi.
Bersifat antiseboroik, anti-akne, anti-skabies, antibakteri Gram positif dan antijamur
 Ter  Hasil destilasi kering batubara, kayu, dan fosil. Efek antipruritus, antiradang,
antiekzem, antiakantosis keratoplastik, dapat digunakan untuk psoriasis. Tidak boleh
dioleskan di seluruh lesi karena akan diabsorbsi dan memberi efek toksik bagi ginjal.
 Urea  Dengan konsentrasi 10% dalam krim mempunyai efek sebagai emolien, dapat
dipakai untuk iktiosis atau xerosis kutis. Pada konsentrasi 40% melarutkan protein.
 Zat antiseptic  Bersifat antiseptic atau bakteriostatik.
• Golongan alcohol : etanol 70% memiliki potensi antiseptic yang optimal
• Golongan fenol : Efek kaustik, bakteriostatik, antipruritik
• Golongan halogen : yodium. Sifat bakteriostatik.
• Zat pengoksidasi (disinfektan)  permanganas kalikus dan benzoil-peroksid
• Senyawa logam berat  merkuri dan perak
• Zat warna  efek astringen dan antiseptic (akridin, metil rosanilin klorida, gentian
violet)
Topical
Corticosteroid
Digunakan sebagai
nti inflamasi, anti
alergi, anti pruritus,
anti mitotic dan
vasokonstriksi
Efek Samping Kortikosteroid
Topikal
• Atrofi
• Strie atrofise
• Telangiektasis
• Purpura
• Dermatosis akneformis
• Dermatosis kontak alergi
• Hipertrikosis setempat
• Hipopigmentasi
• Dermatitis perioral
• Menghambat penyembuhan ulkus
• Infeksi mudah terjadi dan meluas
• Gambaran klinis penyakit infeksi menjadi kabur
Kortikosteroid
Sistemik
Indikasi
• Penyakit vesikobulosa autoimun (pemfigus, pemfigoid bulosa)
• Reaksi anafilaksis (akibat sengatan, alergi obat)
• Penyakit jaringan ikat dan gangguan vaskular autoimun (lupus eritematosus sistemik,
dermatomiositis, vaskulitis)
• Reaksi kusta tipe 1
• Urtikaria yang luas dan angioedema
• Pioderma gangrenosum, sarkoidosis, penyakit Bechet
Efek Samping
• Krisis adrenal
• Gangguan metabolisme, kardiovaskular, saluran cerna
• Gangguan tulang, sendi, otot, kulit, mata, darah
• Penurunan imunitas
• Cushing Syndrome
Nama Penyakit Kortikosteroid dan dosis per hari

Dermatitis Metilprednisolon 16-24 mg dosis terbagi

Erupsi alergi obat ringan Metilprednisolon 24-32 mg dosis terbagi

SSJ - NET Metilprednisolon1-3x 62,5 mg

Eritroderma Metilprednisolon 40 – 62,5 mg dosis


terbagi
Reaksi lepra Metilprednisolon 24-48 mg

Pemfigus vulgaris Metilprednisolon 40-125 mg dosis


terbagi
Pemfigoid bulosa Metilprednisolon 32 – 62,5 mg dosis
terbagi
Antihistamin
AH1  inverse agonists yang berikatan secara reversible dan menstabilkan
bentuk inaktif reseptor.
• AH1 generasi pertama (sedasi, klasik, tradisional)  klorfeniramin,
difenhidramin)
• AH1 generasi kedua (non sedasi, non klasik)  setirizin, loratadine,
desioratadin
AH2 bekerja secara inverse agonists  simetidin, ranitidin, famotidin,
nizatidin
Indikasi penggunaan histamin :
• Urtikaria dan angioedema  loratadin, setirizin, feksofenadin (AH1 non
sedasi). Bila tidak berhasil gunakan AH sedasi
• Dermatitis atopik (DA)  hidroksizin dan difenhidramin (AH sedasi)
• LSK (Neurodermatitis)  hidroksizin, difenhidramin, klorfeniramin (AH
Daftar Pustaka
Hamzah M. Dermato-terapi. Dalam: Menaldi SLS, Bramono K, Indriatmi W, penyunting. Ilmu
Penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;2018.h.426-435.

Coondoo A, Phiske M, Verma S, Lahiri K. Side-effect of topical steroids: A long overdue revisit.
Indian Dermatol Online J [Serial dalam internet]. 2014. [Disitasi 14 Juli 2021]. Tersdia di
https://pdfs.semanticscholar.org/3de5/f65fa2e64300e7ab00bac67fb657a0c37069.pdf?_ga=2.10638689
1.997642139.1626305522-2025697418.1609382986

Habif T P. Topical Therapy and Topical Corticosteroids. Dalam: Habif T P, Welch B, penyunting.
Clinical Dermatology A Color Guide to Diagnosis and Therapy. Edisi ke-6. Edinburgh: Elsevier; 2021.
h75-87.

Kwatra G, Mukhopadhyay S. Topical Corticosteroids: Pharmacology. A Treatise on Topical


Corticosteroids in Dermatology. Indian J Dermatol [Serial dalam internet]. 2018. [Disitasi 14 Juli
2021]. Tersedia di https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6233042/

Anda mungkin juga menyukai