Anda di halaman 1dari 21

MAJAS

PERBANDINGAN
dan parafrase puisi
Majas Perbandingan

Majas atau gaya bahasa
yang membandingkan dua
hal berdasarkan persamaan
sifatnya.
Membandingkan dapat
dilakukan dengan tiga cara

 Tidak Langsung/Asosiasi
 Langsung/Metafora
 Personifikasi
1. Cara tidak langsung  dua hal itu
dibandingkan dengan menggunakan kata
keterangan perbandingan: umpama,
seperti, ibarat, laksana, bak, bagai.
Cara tidak langsung ini disebut majas
perumpamaan atau asosiasi
Contoh:
1. Mukanya pucat bagai mayat.
2. Hatinya memang lembut
seperti sutera.
3. Anak itu kebingungan seperti
rusa masuk kampung.
4. Pendirian anak itu ibarat air
di atas daun talas.
5. Mereka bagaikan anak ayam
kehilangan induknya.
6. Pengetahuan anak itu sangat
picik seperti katak dalam tempurung.
7. Kedua orang itu sungguh serasi seperti api
dengan asap.
8. Keadaan keluarganya seperti telur di
ujung tanduk.
2. Cara langsung  dua hal itu
dibandingkan dengan tidak
menggunakan kata-kata
perbandingan seperti tersebut
di atas.
Perbandingan langsung ini
disebut metafora.
Contoh:
1. Jangan dekati buaya darat itu.
2. Si jago merah telah melalap
sebuah gedung mewah.
3. Pemuda adalah tulang punggung negara.
4. Semangatnya membaja untuk mencapai cita-cita.
5. Kuli tinta itu mengejar-ngejar tokoh
reformasi.
6. Citra menjadi anak emas guruku.
7. Mahasiswa adalah motor penggerak
reformasi.
8. Grup band Noah sedang naik daun.
3. Cara membandingkan antara
benda tak bernyawa dengan
benda bernyawa.
Cara ini disebut personifikasi
(pengorangan).
Contoh:
1. Kereta malam menjerit-jerit.
2. Padi merunduk, menghormat
petani.
3. Ombak menuju pantai.
4. Bulan bersembunyi di balik
awan.
5. Deretan pohon bambu mengalunkan
lagu alam yang merdu.
6. O, angin sampaikanlah rasa rinduku
kepadanya.
7. Mobilnya batuk-batuk sejak tadi padi.
8. Tatapan matanya menjeritkan
penderitaan.
Parafrase puisi adalah mengubah puisi
menjadi prosa.
Ada 6 langkah yang dapat dilakukan
penulis (dalam hal ini guru/siswa) dalam
membuat parafrase adalah:

1.membaca teks keseluruhan


2.menentukan pokok-pokok pikiran
wacana
3.menentukan tuturan yang hendak
menjadi variasinya
4. menyusun pokok pikiran tanpa
mengubah arti
5. menyempurnakan pokok pikiran
6. membentuk wacana sesuai keinginan
Aku’ karya Chairil Anwar.
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Bila peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

(Chairil Anwar, DCD 1959:7)


Untuk bentuk parafrasenya sebagai
berikut:

Kalau si aku meninggal, ia menginginkan jangan


ada seorangpun yang bersedih, bahkan juga
kekasih atau istrinya.
Tidak perlu juga ada sedu sedan yang meratapi
kematian si aku, sebab tidak ada gunanya. Si aku
ini adalah binatang jalang yang lepas bebas,
yang terbuang dari kelompoknya.
Ia merdeka tidak terikat oleh aturan-
aturan yang mengikat, bahkan meskipun
ia ditembak, peluru menembus kulitnya.
Si aku tetap berang dan memberontak
terhadap aturan-aturan yang mengikat
tersebut.
Segala rasa sakit dan penderitaan akan
ditanggung, ditahan, diatasi hingga rasa
sakit dan penderitaan itu pada akhirnya
akan hilang sendiri. Si aku akan makin
tidak peduli pada segala aturan dan
ikatan, halangan, serta penderitaan.
Si aku mau hidup seribu tahun lagi. Maksudnya, si
aku menginginkan semangatnya, pikirannya,
karya-karyanya akan hidup selama-lamanya.

(diparafrasekan oleh : Rachmat Djoko Pradopo).

Itulah cara sederhana mengubah puisi menjadi


prosa, dengan teknik parafrase. Selamat mencoba
dan berkarya. (*)
Adapun ciri-ciri parafrase adalah:

1.bentuk tuturan berbeda


2.makna tuturan sama
3.subtansi tidak berubah
4.bahasa/cara penyampaian berbeda

Anda mungkin juga menyukai