Anda di halaman 1dari 102

Drs. H.R.

Tomtom Utama, GS,


MSi
MENGAPA KITA MEMPELAJARI
ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

analisis mengenai kebijakan (analysis of policy) dan

analisis untuk pembuatan kebijakan (analysis for policy)


(untuk ini lihat : Gordon, Lewis dan Young, 1977).

Pembagian seperti itu penting terutama kalau kita


memusatkan perhatian pada analisis kebijakan sebagai
kegiatan akademik yang bertalian langsung dengan masalah
peningkatan taraf pemahaman kita mengenai masalah-
masalah kebijakan (policy problems), dan analisis kebijakan
sebagai kegiatan terapan yang inti kegiatannya tidak lain
dimaksudkan guna membantu memecahkan masalah-
masalah sosial.(problem solving)
Kebijakan mempunyai dimensi instrumental dalam
menghasilkan keputusan, program dan basil lainnya
dengan nilai-nilai yang diyakini oleh para aktor
pengambil kebijakan, adanya seperangkat hubungan
dalam kebijakan yang merupakan jalur komunikasi
norina-norma etika dan moral, proses membangun
jalinan kepercayaan (trust) dan solidaritas antar aktor.
kebijakan dapat menghasilkan "nilai-nilai" yang anti-nilai
seperti dominasi dan proses non-developmental.
Setidaknya itu yang diutarakan oleh Mark Considine
dalam bukunya Public Policy, A Critical Approach
(1994).
PENTINGNYA KEBIJAKAN PUBLIK
THOMAS R. DYE (1995)

1. pertimbangan atau alasan ilmiah scientific reasons).


Kebijakan publik dipelajari dalam rangka untuk
menambah pengetahuan yang lebih mendalam. Mulai
dan asaInva, prosesnya, perkembangannya
serta akibat-akibat yang ditimbulkannya bagi
masyarakat.

2. pertimbangan atau alasan profesional (profesional


reasons). Don K. Price (1965:122-135) memberikan
pemisahan antara scientific-estate yang hanya
mencari untuk kepentingan ilmu pengetahuan untuk
pemecahan masalah dengan profesional-estate yang
berusaha menerapkan ilmu pengetahuan untuk
memecahkan masalah sosial secara praktis.
3. pertimbangan atau alasan politis (political
reason). Kebijakan publik dipelajari pada
dasarnya agar setiap perundangan dan
reguiasi vang dihasilkan dapat tepat guna
mencapai tujuan vang sesuai target.
DEFINI
1. ROBERT EVESTONE SI
hubungan antara unit pemerintah dengan lingkungannya
2. HEINZ EULAU & KENNETH PREWITT
keputusan tetap, yang dicirikan dengan konsistensi dan pengulangan
(repitisi) tingkahlaku mereka yang mernbuat dan dari mereka yang
mematuhi keputusan tersebut
3. DYE
kebijakan publik, adalah apa dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan
atau tidak dikerjakan
4. RICHARD ROSE
sebuah rangkaian panjang dari banyak atau sedikit kegiatan yang saling
berhubungan dan memiliki konsekuensi bagi yang berkepentingan.
sebagai keputusan yang berlainan
5. CARL FRIEDRICH
serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh seseorang,
kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu,
dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-
kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-
kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar
berguna dalam mengatasinya untuk mencapal tujuan yang
dimaksud
6. JAMES ANDERSON
serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud/tujuan tertentu
yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau
sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu masalah atau
suatu hal yang diperhatikan
7. DAVID EASTON
sebagai "otoritas" dalam sistem pohtik-, yaitu: "para senior,
kepala tertinggi, eksckutif legislatif para hakim, administrator,
penasehat, para raja, dan sebagainya
KESIMPULAN

1. pada umumnya kebijakan publik perhatiannya ditujukan


pada tindakan yang mempunyai maksud atau tujuan
tertentu dari perilaku yang berubah atau acak
2. kebijakan publik pada dasarnya mengandung bagian
atau pola kegiatan yang dilakukan oleh pejabat
pemerintah dari keputusan yang terpisah-
misalnya, suatu kebijakan pisah. tidak hanya, meliputi
keputusan untuk mengeluarkan peraturan tertentu
tetapi juga keputusan berikutnya yang berhubungan
dengan penerapan dan pelaksanaannya
3. kebijakan publik merupakan apa yang sesungguhnya
dikerjakan oleh pemerintah dalam mengatur
perdagangan, mengontrol inflasi, atau menawarkan
perumahan rakyat,
4. kebijakan publik dapat berbentuk positif maupun negatif
secara positif, kebijakan melibatkan beberapa tindakan
pemerintah yang jelas dalam menangani suatu
masalah; secara negatif, kebijakan publik dapat
melibatkan suatu kepuyusan pejabat pemerintah untuk
tidak melakukan suatu tindakan atau tidak mengerjakan
apapun padahal dalam konteks tersebut keterlibatan
pemerintah amat diperlukan

5. kebijakan publik, paling tidak secara positif, didasarkan


pada hukurn dan merupakan tindakan yang bersifat
memerintah
KATEGORI KEBIJAKAN PUBLIK

1. policy demands
Permintaan kebijakan, merupakan
permintaan/kebutuhan/klaim yang dibuat oleh warga
masyarakat secara pribadi/kelotnpok dcngar, resmi
dalam sistem politik oleh karena adanya masalah yang
mereka rasakan
2. policy decisions
putusan kebijakan, adalah putusan yang dibuat pejabat
publik yang mememntahkan untuk memberi arahan
kegiatan-kegiatan kebijakan
3. policy statements
pernyataan kebijakan. adalah ungkapan secara formal
atau artikulasi dari keputusan politik yang telah
ditetapkan
4. policy outputs
hasil kebijakan adalah “ perwujudan nyata" dari
kebijakan publik, atau sesuatu yang sesungguhnya
dikerjakan menurut keputusan dan pernyataan
kebijakan, atau apa yang dikerjakan pemerintah
5. policy outcomes.
akibat dari kebijakan adalah konsekuensi kebijakan
yang diterima masyarakat, balk yang diinginkan atau
yang tidak diinginkan, yang berasal dari apa yang
dikerjakan atau yang tidak dikerlakan oleh pemerintah
TEORI PEMBUATAN KEPUTUSAN
1. TEORI RASIONAL-KOMPREHENSIF
(THE RATIONAL-
COMPREHENSIVE THEORY)
2. TEORI INKREMENTAL (THE
INCREMENTAL THEORY)
3. TEORI PENGAMATAN
TERPADU
(MIXED-SCANNING
THEORY)
TEORI RASIONAL-KOMPREHENSIF
(THE RATIONAL-COMPREHENSIVE THEORY)
Pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang
dapat dipisahkan dari masalah-masalah lainnya atau paling tidak
dipertimbangkan secara mendalam kalau dibandingkan dengan
masalah lainnya.
Tujuan-tujuan, nilai-nilai, atau sasaran yang menjadi pedoman
pengambil keputusan dijelaskan dan diranking menurut
kepentingannya.
Bermacam-macam alternatif yang berhubungan dengan
masalahnya diteliti secara seksama.
Konsekuensi (biaya dan manfaataya) yang akan ditimbulkan oleh
setiap alternatif diteliti.
Masing-masing alternatif dan akibat yang menyertainya
dibandingkan dengan alternatif lainnya.
Pembuat keputusan akan memilih alternatif, dan konsekuensinya
yang mendorong pencapaian tujuan, nilai atau objeknya.
TEORI INKREMENTAL
(THE INCREMENTAL THEORY)
Pemilihan tujuan atau sasaran dan analisis empiris dari tindakan yang
diperlukan untuk mencapainya lebih bersifat saling menjalin daripada
terpisah-pisah satu dengan lainnya.
Pembuat keputusan hanya mempertirnbangkan beberapa alternatif yang
berhubungan dengan masalahnya, dan hal ini akan dibedakan hanya yang
bersifat menambah dari kebijakan yang ada.
Untuk masing-masing alternatif hanya akibat (konsekuensi) yang penting
yang akan dievaluasi.
Masalah yang dihadapi pembuat keputusan secara kontinvu didefinisikan
kembali.
Tidak akan terdapat keputusan tunggal atau pemecahan yang benar untuk
suatu masalah. Tes pada keputusan yang baik adalah bahwa bermacam-
macam analisis ternyata langsung menyetujuinya, tanpa menyetujui bahwa
keputusan merupakan alat yang paling cocok pada suatu objek yang telah
disetujui.
Pembuatan keputusan yang bersifat menambahkan sesungguhnya
merupakan perbaikan dan lebih sesuai untuk kemajuan saat ini, lebih
menunjukkan ketidaksempurnaan sosial yang konkret daripada untuk
peningkatan tujuan sosial dimasa mendatang.
MIXED-SCANNING THEORY
Amitai Etzioni

Suatu pendekatan untuk membuat keputusan yang relatif berbeda dengan


teori-teori pembuatan keputusan sebelumnya.
Mixed-Scanning Theory memperhitungkan baik keputusan fundamental
(Teori Rasional-Komprehensif) maupun Teori Inkremental.
Dalam Mixed-Scanning Theory, pembuat keputusan dimungkinkan
menggunakan baik teori rasional-komprehensif maupun teori inkremental
dalam keadaan yang berbeda.
Mixed-Scanning Theory memperhitungkan kemampuan pembuat keputusan
yang berbeda-beda, semakin tinggi kemampuan pembuat keputusan dalam
memberikan kekuasaan untuk melaksanakan keputusannya, maka semakin
banyak scanning yang secara realistis diikutsertakan, dan semaik banyak
cakupan yang di scanning, maka keputusan akan semaik efektif.
Mixed-Scanning Theory merupakan pendekatan kompromi yang
menggunakan kombinasi dari incrementalisme dan rasionalisme.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PEMBUAT KEPUTUSAN
(James Anderson; 1984)
1. POLITICAL VALUES
nilai-nilai atau standar-standar politik. Pembuat keputusan dapat mengevaluasi
alternatif kebijakan untuk kepentingan partai politiknya atau kelompoknya, maka
hal ini menggambarkan bagaimana nilai-nilai politis dapat merangsek masuk
dalam setiap pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pengambil keputusan.

2. ORGANIZATION VALUES
nilai-nilai atau standar-standar organisasional. Pembuat keputusan, khususnya
birokrat, seringkali juga dipengaruhi oleh nilai organisasional.

3. PERSONAL VALUES
nilai-nilai personal. Urgensi untuk melindungi atau mempromosikan keadaan
fisik atau keuangan seseorang yang baik, reputasi, atau posisi historis
seseorang dapat juga dijadikan sebagai kriteria keputusan.
4. POLICY VALUES
nilai-nilai atau standar-standar kebijakan yang berwarna kepentingan publik.
Baik diskusi ataupun sinisme dalam masalah ini tidak harus membuat kita
menyimpulkan bahwa pembuat keputusan politik hanya dipengaruhi oleh
pertimbangan politik, organisasi, atau kepentingan pribadi. Pembuat
keputusan dapat bertindak dengan baik berdasarkan persepsi mereka
mengenai kepentingan publik atau kepercapan pada kebijakan publik yang
secara moral benar atau pantas.

5. IDEOLOGICAL VALUES
nilai-nilai atau standar-standar ideologis. ldeologi adalah sekumpulan
kepercayaan dan nilai yang berhubungan secara logis yang memberikan
gambaran sederhana mengenai dunia dan cara bertindak sebagai
petunjuk bagi seseorang untuk berperilaku.
PENDEKATAN DALAM ANALISIS
KEBIJAKAN PUBLIK
TEORI SISTEM (SYSTEM THEORY)

1. Kebijakan publik dapat dipandang sebagai reaksi sistem politik


untuk kebutuhan yang timbul dari lingkungan sekitarnya.
2. Sistem Politik (David Raston, 1965) terdiri dari kegiatan dan
lembaga yang dapat diidentifikasikan dan saling berhubungan
dalam masyarakat yang dapat membuat keputusan berdasarkan
wewenang (atau penempatan nilai) yang mengikat
dimasyarakat.
3. Kegunaan teori sistem untuk studi kebijakan publik dibatasi oleh
sifatnya yang sangat umum. Lebih-lebih, hal tersebut dikatakan
tidak banyak memperhatikan bagaimana keputusan dibuat dan
bagaimana kebijakan dikembangkan dalani "kotak hitam”
(black box)
TEORI SISTEM KEBIJAKAN PUBLIK
The Intra-Social
Environtment

1.Sistem Ekologi
2.Sistem Sosial SISTEM
3.Sistem Budaya POLITIK
4.Sistem Ekonomi
dll DEMANDS
I

The Extra-Social N OUTPUT


Environtment FORMULASI
P
1.Sistem Sosial SUPPORT
Internasional KEBIJAKAN
2.Sistem Budaya U PUBLIK
Internasional
3.Sistem Politik T
Internasional
4.dll

UMPAN BALIK
1. LOKASI DAN POSISI GEOGRAFIS
LINGKUNGAN PISIK 2. KEADAAN DAN KEKAYAAN ALAM TRI GATRA LINGKUNGAN
3. KEMAMPUAN PENDUDUK

MASUKAN PROSES KONVERSI KELUARAN

1. TUNTUTAN-
TUNTUTAN
UNIT ADMINISTRATIF
/KEINGINAN- 1. STRUKTUR BARANG-BARANG
KEINGINAN PUBLIK DAN JASA-JASA
2. PROSEDUR PENGAMBILAN
2. SUMBER-SUMBER KEPUTUSAN (PELAYANAN) BAGI
DANA DAN DAYA PEMENUHAN
3. PENGALAMAN DAN KEBUTUHAN
3. DUKUNGAN ATAU KEADAAN PRIBADI PUBLIK
TANTANGAN DARI PEMEGANG KEKUASAAN
MASYARAKAT DAN
PEJABAT- 4. PROSEDUR KONTROL
PEJABAT TINGKAT
ATAS

UMPAN BALIK
1. IDEOLOGI
2. POLITIK
LINGKUNGAN SOSIAL 3. EKONOMI PANCA GATRA LINGKUNGAN
4. SOSIAL BUDAYA
5. HANKAM
TUNTUTAN-TUNTUTAN, KEINGINAN-KEINGINAN
PUBLIK
Dimaksud tuntutan di sini adalah hak, balk hak-hak bawaan (asasi) alau
yang disebut juga hak- konstitusional, constitutional rights, maupun hak-hak
berian, hak-hak yang terkait dengan suatu kewajiban atau kesepakatan.
Secara substansial, hak asasi adalah hak yang tidak dikaitkan dengan suatu
kewajiban pun dari subjek yang sama dan yang wajib (harus) dipenuhi atau
dilindungi , oleh institusi yang berkewjiban untuk itu.
Dalam Hukum Pemerintahan, setiap hak ditegakkan, dipenuhi melalui, dan
dilindungi oleh hukum.
Tuntutan adalah tingkat tertinggi realiasi penegakan, pemenuhan, dan
perlindungan itu. Dimulai dari harapan bahwa hak itu dapat terpenuhi
dengan sendirinya atas kesadaran dan kesediaan pihak-pihak terkait yang
berkewajiban memenuhinya. Kemudian jika hal itu tidak berjalan,
permohonan (tanpa ancaman: "jika tidak"), jika masih tidak dipenuhi juga,
permintaan (dengan ancaman "sekali lancung ke ujian seumur hidup orang
tk percaya"). Tuntutan adalah permintaan disertai ancaman nyata, yaitu
tindkan berupa tekanan sosial, tindakan hukum, pembangkangan sosial
(civil, sampai pada revolusi.
KEBUTUHAN MANUSIA
Keinginan (want) yang terarah pada alat-alait yang dianggap dapat
mendukung kehidupan disebut (need).
Van Poelje mengungkapkan kebutuhan manusia pada zamanya
sebagai kebahagiaan lahir dan kebahagiaan hatin. Kebutuhan
manusia dewasa ini tetap sama, namun alat untuk memenuhi dan
mengejarnya sudah berkembang.
Menurut Abraham Maslow, A Theory of Human Motivation,
dalam Psychological Review (Vol. 50, 1943) dan Motivation and
Personality (1954), skala kebutuhan bersifat hierarki, mulai dari
yang paling diprioritaskan yaitu basic physical needs sampai pada
self-actualization and fulfillment, yaitu yang paling tinggi nilainya,
sebagai berikut.
1. Basic physical needs (kebutuhan pokok).
2. Safety and security (keselamatan dan keamanan).
3. Belonging and social needs (kebutuhan sosial).
4. Esteem and status (penghargaan dan kedudukan).
5. Self-actualization and fulfillment (aktualisasi diri).
Untuk memenuhi kebutuhan itu diperlukan alai yang dalam Ilmu Ekonomi disebut
barang (goods) dan jasa (services). Alat-alat itu juga adalah kebutuhan. Dewasa im
kebutuhan manusia semakin jelas dan beragam.
Jasa dibedakan dengan layanan, sementara itu kepedulian yang terdiri darti
kepedulian terhadap sesama dan kepedulian terhadap lingkungan dipandang
sebagai kebutuhan yang semakin penting.
Jasa dalam bahasa Indonesia adalah merit (claim to commendation; excellence,
something that entitles a person to a reward) dalam bahasa Inggris, sedangkan
layanan dalam bahasa Indonesia setara dengan service (to serve berarti to act as a
servant, service disebut juga ministry) dalam bahasa Inggris. Namun demikian,
dalam bahasa seharl-hart, service diartikan sebagai jasa atau layanan.
Dalam bahasa Indonesia, jasa dapat diartikan sebagai service, dan dapat diartikan
sebagai merit. Layanan itu sendiri amat bergantung pada dan disesuaikan dengan
kondisi dan situasi orang yang-dilayani. Jasa sebaliknya, orang atau masyarakat
yang mengalami (menerima) jasa menyesuaikan dirinya dengan, menentukan pilihan
terhadap, dan membubuhkan nilai atas, jasa yang ditawarkan. Jasa itu dapat dirinci
menjadi jasa-pasar (rewarded by, according to the market) dan jasa-publik
(rewarded by the public), sementara layanan dibagi menjadi layanan-publik dan
layanan-civil.
Jasa-pUblik identik dengan layanan-publik, sehingga dengan demikian, tinggal lima
macam kebutuhan: barang, jasa-pasar, jasa-publik, layanan civil, dan kepedulian
sosial. Setiap kebutuhan dapat dipelajari dengan menggunakan lima dimensi, yaitu
sifat, produksi, dan pemasaran, tampilan, penyedia (provider), dan
pertanggungjawaban
TEORI KELOMPOK (GROUP THEORY)
Sesuai dengan kelompok teori sistem, kebijakan publik merupakan hasil perjuangan
kelompok-kelompok.
"Apa yang disebut kebijakan publik adalah keseimbangan yang dicapal oleh
perjuangan kelompok dalam suatu kejadian dan hal tersebut memberikan
keseirnbangan dimana golongan atau kelompok yang bertentangan selalu berusaha
memberi bobot pada keinginannya“ (Earl Latham, 1965).
Teori kelompok mempunyal anggapan bahwa interteraksi dan perjuangan diantara
kelompok merupakan kenyataan dari kehidupan politik. Kelompok adalah sekumpulan
individu yang berdasarkan kepentingan atau sikap yang membuat klaim pada kelompok
lain di masyarakat Dan, kelompok ini dapat menjadi kelompok yang mempunyai
kepentingan politik "apabila membuat klaim kepada lembaga-lembaga pemermiitah"
(David Truman, 1951).
Legislatif memisahkan kelompok yang berjuang, memisahkan kemenangan kelompok
yang menang, dan mencalat ketentuan penyerahan, kompromi, dan penaklukan dalam
bentuk undang-undang. Setiap UU cenderung memberikan kompromi karena proses
konflik kelompok yang berkepentingan merupakan suatu pertimbangan dan
persetujuan. Dalam mengambil suara untuk berbagai persoalan legislasi, legislatif
cenderung menampilkan komposisi kekuatan, yaitu: keseimbangan kekuatan diantara
kelompok yang bertentangan pada saat pengambilan suara.... Instansi administrasi
yang memberikan peraturan didirikan untuk mengeluarkan ketentuan perjanjian yang
telah dinegosiasi dan disahkan legislatif... Pengadilan, semacam birokrasi sipil,
merupakan salah satu alat untuk mengatur peraturan yang disetujui. (Latham, 1965:38-
39).
TEORI ELITE (ELITE THEORY)
Kebijakan publik dapat dianggap sebagai nilai dan pilihan elite pemerm itah semata,
yaitu bahwa kebijakan publik tidak ditentukan oleh “massa” melalui permintaan dan
tindakan mereka tetapi kebijakan publik diputuskan oleh suatu elite yang mengatur
dan dipengaruhi oleh instansi pejabat publik.

Thomas Dye dan Harmaon Zeigler dalam bukunya The Irony of Democracy (1970)
memberikan ringkasan mengenai teori elite, sebagai berikut:
1. Masyarakat dapat dibagi menjadi dua. Pertama, mereka-mereka yang sedikit
mempunyai kekuasaan dan, kedua, mereka-mereka yang banyak tidak mempunyal
kekuasaan. Hanya beberapa orang yang memberikan nilai untuk masyarakat dan
massa tidak memutuskan kebijakan publik.
2. Sedikit orang yang memerintah tidak sama dengan massa yang diperintah. Elite
secara tidak proporsional diambil dari masyarakat dengan tingkat sosial-ekonomi
yang lebih tinggi.
3. Pergerakan dari non-elite ke posisi elite harus kontinyu agar terpelihara stabilitas dan
menghindari perubahan secara besar-besaran. Hanya non-elite yang telah diterima
dalam kesepakatan elite dasar dapat diijinkan masuk dalam lingkaran pemerintah.
4. elite mernbuat kesepakatan berdasarkan sistem-nilai-sosial, dan pemeliharaan
sistem.
5. Kebijakan publik tidak mencerminkan kebutuhan massa tetapi lebih
mencerminkan nilai-nilai dan kebutuhan elite. Perubahan dalam
kebijakan publik lebih merupakan penambahan daripada
perombakan(penambahan memungkinkan respon untuk kejadian yang
mengancam sistem sosial dengan perubahan atau perpindahan
sistem yang minimum)
6. Elite yang aktif merupakan subjek pengaruh langsung dari massa yang
apatis yang relatif kecil. Elite lebih banyak mempengaruhi massa
daripada massa yang mempengaruhi elite.

Teori elite merupakan teori kebijakan yang agak provokatif. Kebijakan


merupakan hasil keluaran elite yang mencerminkan nilai mereka
dengan tujuan melayani mereka, salah satu yang mungkin merupakan
keinginan publik adalah visi kesejahteraan-massa secara imaginer.
Kebijakan publik klasik/tradislonal memang meminggirkan kepentingan
publik. la menjadi alat kekuasaan yang manipulatif, oleh karma itu,
konsepsi kebijakan publik yang berwarna seperti yang terungkap
dalam teori elite ini dan diistilahan dengan iron cage atau iron triange
(Wayne Parson, 2005).
Thomas R. Dye berpendapat bahwa kebijakan publik sebelum tahun 1960-
an di Amerika lebih merupakan: "suatu tanggapan dari elite nasional pada
kondisi yang menimpa sebagian kecil minoritas Amerika daripada suatu
tanggapan pada pendapat yang mayoritas".
Misalnya, penghapusan diskriminasi legal dan jaminan kesempatan yang sama
dalam Undang-undang Hak Sipil pada. tahun 1964 dicapai secara luas
melalui daya tarik dramatik dari pemimpin kulit hitam yang berasal dari kelas
menengah pada kesadaran elite kulit putih (1975).

Teori Elite memusatkan perhatian pada tugas elite dalam pembentukan


kebijakan dan pada kenyataannya bahwa dalam sistem politik orang yang
memerintah jauh lebih sedikit daripada orang yang diperintah. Ahli politik,
Robert Dahl (dalam Anderson, 1985), bahkan jauh-jauh hari mengatakan
bahwa teori elite lebih mempunyai kegunaan untuk analisis dan
menjelaskan mengenai pembentukan kebijakan dalam beberapa sistem
politilk saja, khususnya seperti di negara-negara berkembang atau negara-
negara komunis, ketimbang dari yang lainnya seperti demokrasi pluralis di
Amerika Serikat, Kanada, dan Eropa Barat.
TEORI PROSES FUNGSIONAL
(FUNCTIONAL PROCESS THEORY)
Harold Lasswell (1956) memberikan skema yang melibatkan tujuh kategori
analisis fungsional yang akan bertindak sebagai dasar pembahasan di sini.
1. Intelegensi, yaitu informasi kebijakan yang menjadi perhatian dari pernbuat
kebijakan dikumpulkan dan diproses;
2. Rekomendasi, yaitu bagaimana rekomendasi (atau alternatif) yang sesuai
dengan masalah dibuat dan ditawarkan;
3. Preskripsi, yaitu bagaimana aturan umum dipakai atau diumumkan, dan
digunakan oleh siapa?;
4. Invokasi, yaitu siapa yang menentukan apakah perilaku yang ada
bertentangan dengan peraturan atau hukum;
5. Aplikasi, yaitu bagaimana hukum atau peraturan !, sesunggguhnya
dilaksanakan atau diterapkan;
6. Penghargaan, yaitu bagaimana pelaksanaan kebijakan, keberhasilan, atau
kegagalannya diukur;
7. Penghentian, yaitu bagaimana peraturan atau hukum dihentikan atau
diteruskan dengan bentuk yang diubah atau diperbaiki
TEORI KELEMBAGAAN
(INSTITUTIONALISM THEORY)
Studi kelembagaan pemerintah merupakan salah satu perhatian ilmu politik
yang tertua. Kehidupan politik umumnya berkisar pada lembaga pemerintah
seperti: legislatif, eksekutif, pengadilan, dan partai politik; lebih jauh lagi
kebijakan publik awalnya berdasarkan kewenangannya ditentukan dan
dilaksanakan oleh lembaga pemenntah. Tidak mengherankan kemudian bila
ilmuwan politik banyak mencurahkan perhatian pada pendekatan
kelembagaan ini.
Secara tradisional, pendekatan kelembagaan menitik-beratkan pada
penjelasan lembaga pemerintah dengan aspek yang lebih formal dan legal
yang meliputi organisasi formal, kekuasaan legal, aturan prosedural, dan
fungsi atau aktivitasnya. Hubungan formal dengan lembaga lainnya juga
menjadi titik berat pendekatan kelembagaan. Biasanya sedikit yang
dikerjakan untuk menjelaskan bagaimana lembaga-lembaga tersebut
sesungguhnya beroperasi, lepas dari bagaimana mereka seharusnya
beroperasi.
Studi kelembagaar, mehhat bahwa ilmuwan politik mengalihkan perhatian
mereka dalam mengajar dan meneliti dari proses politik dalam lembaga politik
atau pemerintah menuju pada perilaku peserta dalam proses dan dalam
reality politik daripada formalitas.
Kelembagaan, dengan tekanannya pada aspek kelembagaan formal atau
struktural dapat dipakai dalam analisis kebijakan publik. Suatu lembaga
merupakan sekumpulan pola perilaku manusia yang diatur dan berlangsung
sepanjang waktu (beberapa orang, tentu saja yang tidak sempurna, berusaha
menyamakan lembaga-lembaga dengan struktur fisik dimana dia berada).
Hal ini merupakan sekumpulan pola perilaku mereka yang berbeda yang
sungguh-sungguh membedakan pengadilan dari legislatif, dari instansi
administrasi, dan sebagainya. Pola perilaku yang diatur ini, yang sering
disebut aturan, struktur, dan seterusnya, dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan dan isi kebijakan publik. Penyusunan struktur dan aturan biasanya
pengaruhnya tidak netral, lagipula mereka cenderung untuk memilih beberapa
kepentingan dalam masyarakat, juga memilih beberapa hasil kebijakan
daripada lainnya.
 Meskipun ilmuwan politik sendiri sering mermilih pendekatan terori yang lain,
sungguh tidak bertanggungjawab bila mengatakan yang mana yang paling
bagus atau yang paling memuaskan. Masing-masing teori menitikberatkan
pada aspek politik dan pembuatan kebijakan yang berbeda dan dirasakan
lebih bermanfaat untuk tujuan atau situasi tertentu.
Proses Kebijakan Publik
Stella Theodoulou

'the public policy process is essentially the movement


from the emergence of a problem, to it being placed on to
the Policy agenda, and finally, to its enactment and
reflection on its effectiveness'

1. Problem recognition
2. Agenda setting
3. Policy formulation
4. Policy adoption
5. Policy Implementation
6. Policy analysis and evaluation
Peter Bridgman and Glyn Davis

1. Issue identification,
2. Policy analysis,
3. Policy instrument development,
4. Consultation,
5. Coordination,
6. Decision, Harold Lasswell
7. Implementation,
8. Evaluation. 1.Intelligence,
2.Promotion,
3.Prescription,
4.Invocation,
5.Application,
6.Termination,
7.Appraisal.
Garry D. Brewer
1.Invention / Initiation,
2.Estimation,
3.Selection,
4.Implementation,
5.Evaluation, Michael Howler and
6.Termination. M. Rameshke

1.agenda setting
2.policy formulation
3.decision making
4.policy implementation
5.policy evaluation
William N. Dunn
a series of intellectual activites carried out within a process of
activities that are essentialy political (serangkaian kegiatan
aktivitas intelektual yang dilakukan dalam kegiatan yang
bersifat politis)
Aktivitas politis dapat digambarkan sebagai proses pengambilan
keputusan yang saling berkaitan, yang mencakup kegiatan
1.penyusunan agenda (agenda setting),
2.perumusan kebijakan (Policy formulation),
3.adopsi kebijakan (policy adoption),
4.pelaksanaan kebijakan (Policy implementation),
5.penilaian kebijakan (policy assessment).
Sedangkan aktivitas
1.perumusan masalah (problem structuring),
2.perkiraan (forecasting),
3.rekomendasi
(recommendation), 4.monitoring
(monitoring), 5.evaluasi
(evaluation)
a
PROSES KEBIJAKAN
problem agenda
I structuring
setting
N Policy
forecasting formulation
P
T
O
policy
E recommendation
adoption L
L I
monitoring Policy
implementation
E T
I
policy
K evaluation assessment
S
T
APAK Are
A H the
G ARhorizontal
I H O Rline
RS I Oparallel?
S NTA L
A r e ht e ho r zi o n at l l ni
PA AR A LE E L??
e p a a
r l el ?l
ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK
Nagel, Stuart S.
`determining which of various alternative policies will most
achieve agiven set of goals in light of the relations between
the policies and the goals'.
(Analisis kebijakan merupakan proses
menentukan kebijakan yang cocokpaling
untuk mencapai
alternatif
tujuan yang ditetapkan)

Menurut Harold D. Lasswell


Policy analysis is the activity of creating knowledge of and
in the policy making proces'.
(Untuk mendapatkan informasi dalam proses penetapan
kebijakan, maka para, analis kebijakan melakukan
penelitian penyebab, konsekuensi, dan kinerja program dan
kebijakan publik)
E.S. Quade
Any type of analysis that generates and presents information in
such a way as to improve the basis for policy makers to exercise
their judgment .... In policy analysis, the world analysis is used in its
most general sense; it implies the use of intuition and judgment and
encompasses not only the examination of policy by decomposition
into its components but also the design and synthesis of new
alternatives. The activitis involved may range from research to illu­
minate or provide insight into an anticipated issue or problem to
evaluation of a completed program. Some policy analyses are in­
formal , involving nothing more than hard and careful thinking
whereas others require extensive data gathering and elaborate
calculation employing sophisticated mathematical process.

Definisi ini menyatakan bahwa analisis kebijakan publik


terdiri dari beberapa jenis analisis dengan menggunakan
berbagai metode
Walter Williams
a means of zynthesizing information including research
result to produce a format for policy decision (the laying out
of alternative choices) and of determining needs for policy
relevant information.

(analisis kebijakan merupakan suatu untuk


cara menyelaraskan informasi guna
menghasilkan
keputusan kebijakan. Selain itu, analisis kebijakan format
juga
digunakan untuk menetapkan kebutuhan yang akan datang
akan informasi yang berkaitan dengan kebijakan)

Analisis kebijakan tidak hanya terbatas pada pengembangan dan pengujian


teori-teori umum, seperd teori politik dan sosiologi kelompok elit pembuat
kebijakan atau teon ekonomi tentang faktor penentu belanja publik, tetapi juga
penjelasan aturan secara empiris dengan metode dari berbagai disiplin ilmu,
serta memberikan informasi yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah dalam kondisi tertentu.
KESIMPULAN

Analisis kebijakan memerlukan kerangka


konseptual dan teori yang jelas untuk memetakan
masalah, terlepas dari berbagai kepentingan.
Masalah yang berpijak pada teori adalah masalah
yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Pemecahan masalah yang salah merupakan
pilihan yang sama sekali tidak efektif.
merupakan sebagian besar dari keberhasilan
Sebaliknyadalam
kebijakan
 perumusan masalahdan
menjawab yangmemecahkan
benar
masalah.
William Dunn
1.Analisis Kebijakan Prospektif (Prospective analysis)

Analisis ini dilakuan untuk mendapatkan dan


mentransformasikan informasi sebelum suatu kebijakan
diimplementasikan. Tujuannya adalah untuk
memproyeksikan dan memprediksi kondisi di masa yang
akan datang dengan diterapkannya suatu kebijakan dan
merekomendasikan suatu tindakan yang akan
memberikan dampak tertentu.
Analisis seperti ini biasanya digunakan oleh ahli ekonomi,
analis sistem dan para peneliti. Dalam analisis seperti ini
diperlukan kemampuan untuk melakukan proyeksi dan
prediksi.
2. Analisis Kebijakan Retrospektif (retrospective policy
analysis)

Analisis ini dilakuan untuk


mentransformasikan mendapatkan dan informasi setelah
diimplementasikan. suatu kebijakan
Tujuan analisis ini adalah untuk menjelaskan apa yang terjadi
dengan kebijakan yang sudah diimplementasikan dan apakah tujuan
dari kebijakan tersebut tercapai.
Analisis seperti ini biasanya digunakan oleh para analis yang
berorientasi pada disiplin ilmu, masalah dan aplikasi.

3. Analisis Kebijakan Terpadu (integrated analysis)

Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan dan


mentransformasikan informasi balk sebelum maupun sesudah suatu
kebijakan diimplementasikan.
Bentuk analisis seperd ini mengharuskan para
analisis untuk mendapatkan informasi yang setiap saat dibutuhkan.
Monitoring dan evaluasi yang terus menerus
diperlukan dalam analisis terpadu ini.
Pendekatan dalam Analisis Kebijakan Publik

Tiga pendekatan umum dalam analisis kebijakan


yang dikemukakan Bührs, Ton and Bartlett, Robert V
adalah:

1.Pendekatan Analisentris (analycentric approach)

Pendekatan ini memfokuskan pada masalah


individu dan solusinya. Cakupannya berskala kecil, dan
interpretasi permasalahannya bersifat teknis.
Tujuan utamanya adalah untuk mengidentifikasi
solusi yang paling efektif dan efisien dalam kerangka
teknis dan ekonomis (contohnya pengalokasian sumber-
sumber yang paling efektif)
2. Pendekatan Proses Kebijakan (the policy process approach)

Pendekatan ini memfokuskan pada proses politik dan para pelaku


yang terlibat di dalamnya. Cakupannya berskala menengah dan
interpretasi masalahnya biasanya bersifat politis. Tujuannya adalah
untuk menetapkan proses dan cara apa yang digunakan dan
mencoba menjelaskan peran dan pengaruh para pihak terkait dalam
proses kebijakan dengan merubah kekuasaan dan pengaruh
kelompok tertentu (misalnya peningkatan peran serta dan konsultasi
publik), dan solusi masalahnya mungkin teridentifikasi.

3. Pendekatan Meta Kebijakan (meta-policy approach)

Pendekatan meta kebijakan merupakan pendekatan sistem dan


konteks, yang Cakupannya berskala besar dan interpretasi
masalahnya bersifat struktural. Tujuannya adalah menjelaskan faktor
kontekstual proses kebijakan, yaitu apa pengaruh faktor politik,
ekonomi dan sosial budaya terhadap proses kebijakan. Karena
masalah yang muncul disebabkan faktor struktural, misalnya sistem
ekonomi atau lembaga politik tertentu, maka pemecahannya juga
mencakup perubahan struktur itu sendiri.
SAMAKAH PUSAT LINGKARAN DI TENGAH ?
Model-Model dalam Analisis Kebijakan Publik

Model merupakan representasi yang disederhanakan dari berbagai


aspek dalam kehidupan nyata atau abstraksi dari kenyataan.

Model bisa berupa representasi fisik, misalnya model pesawat terbang,


dapat juga berbentuk diagram, misalnya peta jalan.

Penggunaan model untuk mengkaji kebijakan publik akan sangat besar


sekali manfaatnya. Mengingat kebijakan publik merupakan proses yang
kompleks, maka sifat model yang menyederhanakan realitas akan
sangat membantu dalam memahami realitas yang kompleks tersebut.
Dengan adanya model-model analisis kebijakan publik, seperti misalnya
model implementasi kebijakan, maka kita akan lebih mudah untuk
memilah-milah proses-proses implementasi kebijakan kedalam elemen-
elemen implementasi yang lebih sederhana. Hal ini akan sangat
berguna untuk melihat variabel-variabel apa saja yang berpengaruh
dalam proses implementasi kebijakan tersebut.
Menurut Dye, dalam studi kebijakan, model yang digunakan
adalah model konseptual (conceptual models).

Tujuan dari mempelajari model disini adalah untuk:


1. Menyederhanakan dan memperjelas pemahaman tentang politik dan
kebijakan publik;
2. Mengidendfikasi aspek-aspek penting dalam masalah kebijakan;
3. Membantu kita berkomunikasi dengan pihak lain mengenai hal-hal
penting dalam kehidupan politik;
4. Mengarahkan upaya kita untuk lebih memahami kebijakan publik
dengan mengenali apa yang penting dan yang tidak penting;
5. Memberikan penjelasan mengenai kebijakan publik dan memprediksi
konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan.

Model-model analisis kebijakan yang dikembangkan Dye terdiri dari:


institutional model, process model, group model, elite model, rational
model, incremental model, game theory model, dan systems model.
1. Model Kelembagaan (institutional model)
Menurut model ini kebijakan merupakan output dari lembaga. Kebijakan publik
ditentukan oleh lembaga-lembaga politik. Pemerintah menetapkan kebijakan
secara seragam kepada warga masyarakat dan mempunyai kewenangan
memaksa untuk mematuhi kebijakan tersebut. Hubungan antara kebijakan publik
dan lembaga pemerintah sangat erat. Suatu kebijakan tidak akan dianggap
kebijakan publik jika kebijakan tersebut tidak ditetapkan dan diselenggarakan
oleh lembaga pemerintah. Pemerintah memberikan tiga karakteristik kebijakan
publik
a. Pemerintah memberikan legitimasi terhadap kebijakan publik.
Kebijakan yang ditetapkan pemerintah berdampak pada kewaj'lban
hukum bagi warga masyarakat untuk mematuhinya.
b. Kebijakan pemerintah bersifat seragam (universality),
artinya kebijakan pemerintah berlaku bagi semua kalangan.
c. Kebijakan pemerintah mempunyai kewenangan untuk
memaksa
(coercion), artinya hanya pemerintah yang mempunyai kewenangan
menerapkan sanksi, menghukum, memenjarakan mereka yang
tidak mematuhl kebijakan yang ditetapkan. Walaupun ada sanksi di
masyarakat atau organisasi lain terhadap anggotanya, namun itu
sifatnya terbatas.
2. Model Proses (process model)
Model ini memandang kebijakan sebagai kegiatan politis. Proses dan perilaku
politis telah menjadi focus utama ilmu politik selama beberapa dekade. Para
ahli ilmu politik mencoba mengelompokan kegiatan-kegiatan
dalam kaltannya dengan kebijakan publik. Hasilnya adalah
serangkaian proses
kebijakan yang biasanya bentuk umumnya sebagai berikut
Identifikasi Menyampalkan tuntutan atau permintaan akan adanya tindakan
Masalah pemerintah

Perumusan Menetapkan agenda untuk diskusi publik.


usulan kebijakan Membuat usulan program untuk memecahkan masalah.

Penetapan Memilih usulan.


Kebijakan Memberi dukungan politis untuk usulan tersebut.
Mengundangkan usulan tersebut.
Pelaksanaan Mengorganisasian birokrasi.
Menyediakan pembayaran atau servis
kebijakan Melakukan pemungutan pajak

Evaluasi Mengkaji program.


Kebijakan Melaporkan output (keluaran) program-program pemerintah.
Mengvaluasi dampak program terhadap kelompok
sasaran maupun non kelompok sasaran di masyarakat.
Menyarankan perubahan dan penyesuaian
3. Model Kelompok (group theory model)

Model ini memandang kebijakan sebagai


keseimbangan (equilibrium) kelompok. Peran individu akan
menjadi penting dalam kancah politik, hanya jika individu
tersebut merupakan bagian dari, atau bertindak atas nama
kelompok. Kelompok disini berperan sebagai jembatan
antara individu dan pemerintah. Peran dari sistem politik
disini adalah untuk mengatasi konflik dalam kelompok
melalui
1) membuat aturan main di kelompok;
2) menyusun upaya kompromi dan menyeimbangan
kepentingan;
3) menerapkan kompromi dalam kebijakan publik,
dan
4) melaksanakan upaya kompromi dalam kebijakan
publik.
Model Kelompok

Pengaruh tambahan Pengaruh


Kelompok A

Pengaruh
Kelompok B

Kebijakan
Publik

Alternatif Perubahan
Kedudukan kebijakan
kebijakan

Keseimbangan
Sumber : Dye
Menurut para ahli teori kelompok, kebijakan publik
merupakan keseimbangan (equilibrium) yang dicapai
dalam perjuangan kelompok.
Keseimbangan ini ditentukan oleh pengaruh
kelompok-kelompok kepentingan.

Perubahan dalam pengaruh kelompok kepentingan


diharapkan menghasilkan perubahan dalam
kebijakan publik.
Kebijakan akan bergerak ke arah yang diinginkan
kelompok yang memenangkan pengaruh, dan
menjauh dari kelompok yang kehilangan pengaruh.
4. Model Elite (elite theory model)
Menurut Thomas Dye dan Harmon dalam The Irony.
of Democracy (1981), model elite memandang
kebijakan publik sebagai pilihan-pilihan dan nilai-nilai
dari elite yang memerintah. Menurut model ini,
"rakyat" tidak peduli dan tidak tahu tentang kebijakan
publik, dan kelompok elite lah yang sebenarnya
membentuk opini massa mengenai persoalan
kebijakan, bukan massayang membentuk opini
kelompok elite. Kebijakan publik adalah pilihan yang
ditentukan kelompok elite. Pejabat-pejabat publik dan
badan­badan pemerintah hanyalah melaksanakan
keputusan tersebut. Alur kebijakan mengalir kelompok
elite ke massa, dan bukan berasal dari keiinginan
yang muncul di kalangan massa
MODEL ELITE

ELITE

PEJABAT &
ADMINISTRATOR

MASSA
Model elite dapat diringkas sebagai berikut:

1.Masyarakat terbagi, dalam suatu kelompok kecil yang


mempunyal kekuasaan dan sebagian besar tidak
mempunyai kekuasaan. Hanya sekelompok kecil saja orang
yang mengalokasikan nilai-nilai untuk masyarakat
sementara massa tidak memutuskan kebijakan publik.
2.Kelompok kecil yang memerintah itu bukan tipe massa
yang dipengaruhi. Para elit ini biasanya berasal dari lapisan
masyarakat yang memiliki strata sosial ekonomi tinggi, di
masyarakat.
3.Perpindahan dari posisi non-elite ke posisi elite harus
pelan-pelan dan berkesinambungan untuk menjaga
stabilitas dan menghindari revolusi. Hanya golongan non-
elite yang telah menerimakonsensus elite yang
mendasarlah yang dapat diterima ke dalarn lingkaran
kelompok yang memerintah.
4. Kelompok elite memberikan konsensus pada nilai­
nilai dasar sistem sosial dan pemeliharaan sistem.
Misalnya, di Amerika Serikat, dasar konsensus elite
adalah kepemilikan pribadi, pemerintahan terbatas
dan kebebasan individu.

5. Kebijakan publik tidak merefleksikan tuntutan­


tuntutan massa, tetapi nilai-nilai elite yang yang
berlaku. Perubahan-perubahan dalam kebijakan
publik lebih bersifat inkremental dibandingkan
revolusioner.

6. Para elite yang aktif memperoleh pengaruh


langsung yang relatif kecil dari massa yang apatis.
Para elit mempengaruhi massa yang lebih besar.
5. Model Rasional (rational model)

Menurut model ini, kebijakan dimaksudkan untuk


mendapatkan keuntungan sosial yang maksimal.
Kebijakan yang dapat memberikan manfaat yang besar
dengan meminimalisasi biaya adalah kebijakan yang baik
dan rasional. Maka, dalam hal ini pemerintah harus
memilih kebijakan yang dapat memberikan manfaat sosial
yang lebih besar daripada biaya yang
Kebijakan yang dikeluarkan. biaya
menimbulkanharus dihindari.
manfaatnya, lebih besar dari
Untuk memilih kebijakan yang rasional, maka
para pembuat kebijakan harus:

1)mengenal pilihan semua pilihan nilai masyarakat


dan mengetahui bobot relatifnya;
2)mengentahui semua alternatif kebijakan yang ada;
3)mengetahui konsekuensi dari masing-masing alternatif;
4)menghitung rasio manfaat dan biaya untuk
masing- masing kebijakan; dan
5)memilih alternatif yang paling efisien.

Dalam memilih model ini, kita harus memahami dengan


baik nilai-nilai sosial yang ada, agar dapat mengetahui
pilihan nilai masyarakat dan bobotnya. Model ini juga dapat
digunakan untuk menentukan ukuran lembaga
optimal pemerintahan, untuk mengurangi
pengeluaran-
pengeluaran yang tidak perlu.
Kendala model rasional
A.Tidak ada manfaat sosial yang secara umum dapat disepakati, yang
ada hanya manfaat bagi beberapa kelompok dan individu tertentu,
yang seringkall saling bertentangan.
B.Banyak manfaat dan biaya yang dipertentangkan tidak dapat
dibandingkan atau diukur. Misalnya, tidak mungkin membandingkan
atau mengukur nilai martabat individu dengan peningkatan pajak.
C.Para pembuat keputusan fidak mempunyai motivasi untuk
menetapkan keputusan-keputusan berdasarkan tujuan-tujuan
masyarakat. Mereka sebaliknya mencoba memaksimalkan imbalan
untuk mereka sendiri, seperti misalnya kekuasaan, kedudukan,
motivasi agar dipilih kembali pads pemilu yang akan datang, uang dan
sebagainya
D.Para pembuat keputusan tidak mempunyai motivasi untuk
memaksimalkan manfaat sosial, tetapi hanya sekedar untuk memenuhi
tuntutan. Mereka tidak berusaha mencari cars yang terbaik, namun
hanya cukup berhend ketika mereka menemukan alternatif yang bisa
diterapkan.
E. Investasi-investasi yang besar program-program dan
kebijakan
dalam pembuat keputusan tidak lag,
menyebabkan
mempertimbangkan alternadf yang telah ditetapkan
keputusan sebelumnya. oleh
F. Kapasitas prediktif ilmu pengetahuan sosial dan perilaku serta
kapasistas prediktif ilmu fisik dan biologi tidak cukup mampu
membuat para pembuat kebijakan memahami manfaat atau biaya
keseluruhan dari masing-masing alternatif kebijakan.
G. Sekalipun para pembuat kebijakan memanfaatkan teknik-teknik
analisis komputer yang paling canggih, mereka tidak cukup mampu
untuk menghitung rasio biaya dan keuntungan secara tepat jika
sejumlah besar nilai yang berbeda-beda, seperti politik, ekonomi,
sosial, budaya yang menjadi taruhannya.
H. Ketidakpastian konsekuensi dari alternatif kebijakan
berbagai
membuat para pembuat kebijakan terpaksa menggunakan
kebijakan sebelumnya untuk mengurangi kemungkinan gejolak,
dan konsekuensi yang tidak diperkirakan.
I. Sifat pembuatan kebijakan yang terpecah-pecah dalam lingkup
birokrasi yang besar mempersulit koordinasi pengambilan
keputusan.
6. Model Inkremental
(Incremental model)

Model inkremental atau model penambahan


memandang kebijakan publik sebagai
kelanjutan dari kegiatan pemerintah terdahulu
dengan hanya melakukan beberapa
penambahan. Para pembuat kebijakan
biasanya menerima legitimasi program yang
dibuat dan diarn-diam menyetujui untuk
melanjutkan kebijakan sebelumnya.
Mereka melakukan ini karena,
1.Mereka tidak punya cukup waktu, informasi dan dana untuk meneliti
semua alternatif kebijakan yang ada.
2. pembuat kebijakan menerima legitimasi kebijakan sebelumnya
dikarenakan ketidakpastian konsekuensi dari kebijakan yang benar-
benar barn atau berbeda.
3.Mungkin investasi pada program yang ada sangat besar, sehingga
perubahan radikal tidak dianggap perlu dilakukan.
4.Inkrementalisme berguna secara politis. Kesepakatan akan mudah
dicapai dalam pengambilan keputusan jika hal yang dipertentangkan
hanyalah menambah atau mengurangi anggaran, atau memodifikasi
program yang ada. Konflik akan muncul pada saat memutuskan
kebijakan­kebijakan besar. Inkrementalisme disini berguna untuk
menurunkan tingkat konflik, mempertahanakan stablitas,dan
memelihara sistem politik itu sendiri.
5.Dengan tidak adanya tujuan atau nilai-nilai sosial yang disepakati,
maka akan lebih mudah bagi pemerintah di masyarakat yang
majemuk untuk melanjutkan program yang sudah ada, daripada
merancang program-program tertentu.
7. Model Permainan (game model)

Menurut model ini, kebijakan merupakan pilihan


rasional dalam situasi yang kompetitif Model
permainan diterapkan dalam pembuatan
kebijakan yang melibatkan beberapa pilihan
yang saling berkaitan. Konsep utama dalam
model permainan ini adalah strategi, yang
mengacu pada pembuatan keputusan yang
rasional dimana serangkaian tindakan dirancang
untuk mendapatkan hasil yang optimal dengan
mempertimbangkan pilihan-pilihan kebijakan di
tengah situasi yang rumit
8. Model Sistem (system model)

Menurut model sistem, kebijakan pohtik dipandang


sebagai dari suatu sistem politik
tanggapan
kekuatan-kekuatan yang ttmbul dari hngkungan
terhadap
(environment). Kekuatan-kekuatan yang muncul dari
lingkungan itu disebut input. Lingkungan adalah
kondisi yang didefinisikan sebagai eksternal batas sistem suatu
politik. Sedangkan sistem politik itu sendiri merupakan
sekelompok struktur dan proses yang saling berkaitan yang
berfungsi untuk mengalokasikan nilai-nilai bagi masyarakat.
Keluaran (output) dari sistem politik adalah alokasi niliai
otoritatif dari sistem tersebut, dan alokasi­alokasi inilah yang
dimaksud dengan kebijakan publik .
MODEL SISTEM

LINGKUNGAN LINGKUNGAN

O
I KEPUTUSAN
TUNTUTAN
N SISTEM POLITIK
U
TINDAKAN
DUKUNGAN
P
T
U
P
T LINGKUNGAN LINGKUNGAN U

T
Dari gambar tersebut dapat dipahami bahwa proses formulasi
kebijakan publik berada dalam sistem politik dengan
mengandalkan masukan (input) yang terdiri atas dua hal, yaitu
tuntutan (demand) dan dukungan (support).
Kriteria untuk melihat kegunaan suatu model
(Thomas R. Dye)
1.Kegunaan suatu model tergantung dari kemampuan model itu
sendiri untuk dapat menyusun dan menyederhanakan kehidupan politik
sehingga kita dapat memahami hubungan-hubungan tersebut dalam
kehidupan nyata. Akan tetapi, terlalu sederhana juga tidak baik, karena
akan menyebabkan ketidak akuratan dalam memahami realitas, dan
menjelaskan kebijakan publik. Jika terlalu rumit, maka akan membuat
kita bingung, sehingga model menjadi tidak terlalu berguna dalam
membantu menjelaskan kebijakan publik. Dengan demikian, kriteria
pertama yang harus dipenuhi oleh sebuah model adalah bahwa model
tidak boleh terlalu sederhana namun juga ddak boleh terlalu kompleks.

2.Model harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek penting


kebijakan publik. Model harus fokus pada penyebab utama dan
konsekuensi penting kebijakan publik.
3. Model harus sesuai dengan realitas. Kita akan kesulitan jika model
tersebut mengidentifikasi proses yang tidak benar-benar terjadi,
atau model tersebut merupakan simbolisasi fenomena yang tidak
ada dalam kenyataannya.
4. Model harus dapat mengkomunikasikan sesuatu yang bermakna
yang bisa diterima dan dipahami oleh sebagian besar orang. Jika
model mengkomunikasikan konsep yang tidak dapat dipahami
bersama, maka model tersebut ddak akan banyak membantu kita
didalam memahami fenomena.
5. Model harus dapat membantu dalam menyelidiki dan meneliti
kebijakan publik. Artinya konsep model harus bersifat operasional,
yaitu langsung mengacu pada fenomena yang dapat diobservasi,
diukur dan diverifikasi. Suatu model tidak akan banyak berguna
bila tidak mempunyai proposisi yang berasal dari realitas.
6. Model harus memberikan penjelasan mengenai kebijakan publik
melalui hipotesa-hipotesa mengenai penyebab dan konsekuensi
dari kebijakan publik, dan hipotesa tersebut dapat diuji dan
berkaitan dengan kehidupan nyata.
Proses Analisis Kebijakan Publik

Peter W House dalam The Art of Public Policy


Anaylsis: The Area of Regulations and Resources
(1982) menyatakan bahwa analisis kebijakan
merupakan seni, keterampilan, kompromi, dan kegiatan
yang sangat tergantung pada skil, penilaian dan intuisi
dari analis.

E.S. Quade mengemukakan lima unsur yang paling pokok


dalam proses analsis kebijakan, yaitu perumusan masalah,
pencarian alternatif, perkiraan lingkungan masa datang,
penerapan alternatif, dan evaluasi alternatif.
Quade, analisis kebijakan merupakan proses Menurut
masalah dirumuskan ulang begitu tujuan jelas, alternatif
dimana
dirancang dan dievaluasi, dan model alternatif lebih baik
dikembangkan.
Stokey dan Aeckhauser dalam A Primer for Policy
Analysis (1978) menyampaikan proses lima tahap
analisis kebijakan, yaitu penetapan masalah dan
tujuan yang akan dicapai, penetapan alternatif
yang mungkin diambil, perkiraan konsekuensi
masing-masing alternatif, penetapan kriteria untuk
mengukur pencapaian alternatif, dan memilih
tindakan yang akan dilakukan.
Mereka menyadari bahwa dalam prakteknya para
analis mungkin tidak bekerja sesuai urutan dari
langkah satu ke langkah berikutnya. Ada
kemungkinan mereka harus melangkah mundur
dan maju. Namun, kelima unsur tersebut harus ada
dalam suatu proses analisis.
Patton dan Sawicki mencoba merangkum
pendapat dari para analis, dan menyodorkan
konsep proses analisis kebijakan dikenal
dengan enam langkah analisis kebijakan dasar.
Keenam langkah tersebut adalah:

perumusan masalah,
penetapan kriteria evaluasi,
identifikasi alternatif,

evaluasi masing-masing alternatif,

perbandingan alternatif, dan

penilaian hasil.
PROSES ANALISIS KEBIJAKAN
1
VERIFIKASI,
PENDEFINISIAN &
PERINCIAN
MASALAH

6
2
MONITORING PENETAPA
HASIL N
KEBIJAKAN KRITERIA
EVALUASI

5 3
PEMILIHAN IDENTIFIKASI
ALTERNATI ALTERNATIF
F KEBIJAKAN
KEBIJAKAN
4
EVALUASI
ALTERNATI
F Sumber: (Patton & Sawicki, 1986)
KEBIJAKAN
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK
Eugene Berdach

It's hard enough to design public policies and programs that look
good on paper, it's harder still to formulate them in words and
slogans that resonate pleasingly in the ears of political leaders and
the constituences to which they are responsive. And it's
excruciatingly hard to implement them in a way that pleases anyone
at all, including the supposed beneficiaries or clients.

Rein and
Rabinovitz

The process (implementation) is not one graceful one dimensional


transition from legislation, to guidelines, and then to auditing and
evaluation. It is instead circular or looping. No one participation in the
process ever really is willing to stop intervening in the other parts of
process just because his stage has passed.
Peter S. Cleaves

"a process of moving toward a policy objective by means of


administrative and political steps.

Van Meter dan Van Horn

tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (atau kelompok-


kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan
sebelumnya.

Jeffry L. Presman dan Aaron B. Wildaysky

The most pressing implementation problem is that of moving from a


decision to operations in such a way that what is put into place bears a
reasonable resemblance the decision and is functioning well in its
institutional environment. The past contains few clearer messages than
that of the difficultly of bridging the gap between policy decisions and
workable field operations
Masalah yang paling penting dalam implementasi menurut
Walter William dalam Jones, adalah proses memindahkan
suatu keputusan ke dalam kegiatan atau operasional
dengan cara tertentu.
Tindakan proses keputusan ke dalam
memindahkan kegiatan,usaha-usaha untuk mengubah
keputusan-keputusan
mencakup menjadi tindakan-tindakan
operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam
rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai
perubahan besar dan kecil ditetapkan
yang keputusan kebijakan. oleh

Implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan dan


sasaran ditetapkan atau diidentifikasi oleh keputusan­keputusan
kebijakan. Tahap implementasi terjadi hanya setelah undang-
undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai
implementasi kebijakan tersebut.
Implementasi dapat dipandang sebagai proses interaksi antara suatu
perangkat tujuan dengan tindakan yang mampu untuk
hubungan lebih lanjut dalam rangkaian sebab-akibat
membentuk
yang menghubungkan dengan tujuan.

Implementasi kebijakan menurut Lester dan Joseph Steward


dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan alat
hukum di berbagai sektor:
administrasi prosedur, dan yang
organisasi,
bekerja bersama-sama untuk kebijakan
teknik
guna meraih
menjalankan
dampak atau tujuan yang diinginkan.

Definisi implementasi kebijakan menurut George Ed­ward III


"...is a stage of policy making between the establishment of policy such as
the passage of a legislative act, the issuing of executive order, the bandling
down of judicial decision, or promulgation of regulatory rule and the
consequences for the people whom it affects".
Implementasi menurut Edward III, diartikan sebagai tahapan dalam proses
kebijakan yang berada di antara tahapan penyusunan kebijakan dan hasil atau
konsekuensi­konsekuensi yang ditimbulkan kebijakan itu (output, outcome).
Cakupan aktivitas implementasi menurut Edward III (1980), adalah
perencanaan, pendanaan, pengorganisasian, pengang­katan dan pemecatan
karyawan, negosiasi, dan lain-lain.
Kebijakan publik pada umumnya
masih berupa pernyataan-pernyataan
umum berisikan tujuan, sasaran dan
berbagai macam saran, diterjemahkan
ke dalam program-program yang lebih
operasional (program aksi), dan dirinci
lebih lanjut ke dalam bentuk proyek-
proyek yang akan dilaksanakan,
proyek-proyek ini adalah instrument
yang lazim digunakan untuk
mengimplementasikan kebijakan.
Realitas Implementasi Kebijakan

Michael Howler dan M. Ramesh dalam Studying


Public Policy: Policy cycles and Policy Subsytems
(1995) menyebutkan bahwa :

menterjemahkan program-progam ke dalam praktek


kegiatan bukanlah sesuatu yang mudah. Hal ini
dipengaruhi banyak faktor, diantaranya sifat dari
masalah itu sendiri, lingkungan sekitar, dan program
yang dilaksanakan tidak sesuai dengan yang
diharapkan.
HAL-HAL YANG MEMPENGARUHI IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN

1. Keputusan kebijakan mencakup tingkat kesulitan teknis


berbeda
yang pada saat implementasi, dimana beberapa diantaranya
lebih rumit dibanding lainnya (Mazmanian dan
yang
Beberapa masalah lebih Sabatier)
ditangani karena sifatnya
sulit
kompleks dan tidak berdiri sendiri,
yang
serta melibatkan tidak hanya
satu keputusan melainkan beberapa keputusan untuk dapat
melaksanakan suatu kebijakan.

2. Perbedaan masalah yang ditargetkan suatu program


pemerintah membuat implementasi menjadisulit.
kekerasan
Masalah atau rendahnya
publik seperti capaian pendidikan dari
berakar
berbagai penyebab, sehingga program yang dirancang
mengatasi
untuk penyebabnya hasilnya tidak begitu mengembirakan.
3. Besar kecilnya kelompok sasaran juga bisa menjadi
faktor yang mempengaruhi implementasi. Semakin
besar dan beragam suatu kelompok sasaran, maka
akan semakin sulit untuk mempengaruhi perilaku
mereka dengan cara yang diinginkan.

4. Tingkat perubahan perilakudiinginkan suatu


yang kebijakan juga menentukan kesulitan
tingkat
implementasi kebijakan tersebut.
Contohnya, kebijakan untuk merubah suatu kebiasaan
yang sudah berakar dan menjadi budaya
dimasyarakat, misalnya masalah tradisi
akan jauh lebih sulit dibanding kebijakan kesukuan
untuk
meningkatkan pasokan minyak tanah atau listrik yang
hanya menuntut sedikit perubahan dari pola perilaku
konsumen.
5. Perubahan kondisi sosial dapat mempengaruhi
interpretasi dan selanjutnya
masalah implementasi
mempengaruhi
Misalnya, cara bantuan langsung
pemberian kebijakan.
tunai
kepada masyarakat miskin harus
mempertimbangkan proporsi peningkatan jumlah
juga
masyarakat miskin dan pengangguran.

6. Perubahan kondisi ekonomi berdampak pada


implementasi kebijakan. Misalnya, program yang
ditargetkan untuk mengatasi kemiskinan dan
pengangguran akan mengalami perubahan
seiring dengan naik turunnya kondisi ekonomi.
7. Perkembangan teknologi modern juga dapat
menyebabkan perubahan dalam implementasi
kebijakan. Kebijakan dalam hal pengendalian
polusi, misalnya seringkah mengalami
perubahan dalam implementasinya setelah
teknologi yang lebih murah efektif
dan ditemukan.

8. Perubahan situasi politik berdampak pada


implementasi Perubahan
kebijakan. struktur akan menyebabkan
dalam
pemerintahan
perubahan dalam cara implementasi suatu
kebijakan, sekalipun kebijakan tersebut tidak
berubah.
Dalam rangka memperbaiki desain kebijakan untuk
memudahkan implementasi kebijakan, maka para pembuat
kebijakan harus mempertimbangkan hal-hal berikut:
1.Para pembuat kebijakan harus menetapkan tujuan
kebijakan berikut rankingnya sejelas mungkin.
2.Kebijakan harus didukung baik secara implisit maupun
eksplisit oleh teori sebab akibat yang memadai mengenai
mengapa langkah yang ditetapkan dapat mengatasi
masalah.
3.Kebijakan harus memiliki alokasi dana yang cukup agar
berhasil dalam pelaksanaannya.
4.Kebijakan harus menetapkan prosedur yang jelas yang
harus dipatuhi oleh pelaksana kebijakan.
5.Pelaksanaan kebijakan harus diserahkan pada lembaga
yang memang memiliki pengetahuan dan pengalaman
relevan serta komitmen yang tinggi.
Faktor-faktor Penentu Keberhasilan
Implementasi Kebijakan

Ripley dan Franklin


1.Keberhasilan suatu implementasi, seharusnya diukur dari
tingkat kepatuhan (compliance) pada bagian birokrasi terhadap
birokrasi superior atau dengan kata lain, dengan tingkat birokrasi
pada umumnya dalam suatu mandat khusus yang diatur dalam
undang­undang. Perspektif kepatuhan ini semata-mata hanya
membicarakan masalah-masalah perilaku birokrasi.
2.Bahwa keberhasilan implementasi ditandai dengan lancarnya
rutinitas fungsi dan tidak adanya masalah­-masalah yang dihadapi.
3.Bahwa keberhasilan suatu implementasi mengacu dan
mengarah pada implementasi dan dampaknya yang dikehendaki
dari semua program-program yang dikehendaki.
Donald Warwick

Keberhasilan implementasi kebijakan dipengaruhi

1.Faktor pendorong

a.Komitmen politik, terutama komitmen pimpinan


pemerintah;
b.Kemempuan organisasi, yaitu kemampuan teknis,
kemampuan hubungan kerja, pengembangan
standard operational procedure (SOP):
c.Komitmen para pelaksana dan dukungan dari
kelompok kepentingan.
2. Faktor Penghambat

a. Masalah-masalah yang timbul karena


kebutuhan operasional yang melekat
program itu sendiri; dalam
b. Masalah yang terkait dengan sumber days
yang digunakan untuk melaksanakan; dan
c. Masalah yang timbul karena terkait
dengan organisasi atau birokrasi lainnya.
Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier mengindentifikasi beberapa
variabel yang berpengaruh terhadap tercapainya tujuan-tujuan formal
pada keseluruhan proses implementasi, yaitu ;

1.Variabel mudah tidaknya masalah yang akan dikendalikan, yang dapat


diperinci dalam empat komponen, yakni:
a.kesukaran-kesukaran teknis;
b.keragarnan perilaku kelompok sasaran;
c.persentase kelompok sasaran dengan jumlah penduduk;
d.ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan.
2. Variabel kemampuan keputusan kebijakan untuk menstrukturkan
secara cepat tepat proses implementasi, yang dapat diperinci
menjadi tujuh komponen, yakni:
a. kejelasan dan konsistensi sasaran;
b. hubungan teoritik yang memadai;
c. ketetapan alokasi sumber dana;
d. keterpaduan hirarkhi di dalam atau di luar organisasi;
e. keputusan aturan main dari badan pelaksana;
f. seleksi pejabat pelaksana; dan
g. akses formal pihak luar;
3. Variabel pengaruh langsung per bagian variabel politik
terhadap keseimbangan dukungan bagi tujuan yang
termuat dalam keputusan kebijakan, dapat diperinci
dalam lima komponen, yakni:

a. kondisi sosial-ekonomi dan teknologi;


b. dukungan publik;
c. sikap dan sumber yang dimiliki kelompok;
d. dukungan dari pejabat atasan dan;
e. komitmen, kemampuan kepemimpinan pejabat
pelaksana.
Ripley dan Franklin menyampaikan beberapa usulan
alternatif sebagai usaha menuju implementasi yang efektif, yaitu:

1. Better Management
Masalah implementasi dapat diatasi dengan penguasaan
manajemen yang baik (better management). Demikian pula
dalam beberapa kasus masalah khusus implementasi
dapat diatasi dengan manajemen yang baik.

2. Smaller Government dan Deregulation


Dalam hal ini terdapat suatu asumsi bahwa tidak semua usaha
pemerintah adalah superior terhadap usaha yang dilakukan oleh
pihak swasta atau dengan deregulasi/ penghilangan aktivitas dalam
beberapa bidang justru dapat terjamin. Dengan kata lain, bahwa
asumsi tersebut dapat dinyatakan bahwa dalam kaitannya dengan
implementasi tindakan pemerintah selalu lebih baik daripada tindakan
yang dilakukan oleh swasta.
3. Block Grants – Let The Locals do it
Bahwa salah satu bentuk pengurangan peranan dan
hadirnya pemerintah pusat adalah sementara dengan
meningkatkan peranan pemerintah daerah (lokal).

4. Coordination of existing programs.


Dengan mengadakan koordinasi terhadap program-
program adalah merupakan salah satu cara untuk
mengatasi adanya program yang saling tumpang tindih
dan membingungkan. Demikian juga para aktornya,
diminta untuk bekerjasama.

5. Network at the local Level


Bahxva perbaikan implementasi dapat dilakukan dengan
melibatkan secara sungguh-sungguh pemerintah lokal
dalam penyusunan dan pemeliharaan jaringan kerja para
penduduknya (dan secara bersama-sama menetralisir
masalah-masalah pelaku utama) pada level lokal.
6. Refinement of program design and expectation

Suatu preskripsi yang jarang dibuat oleh para aktor dan


justru bersifat sangat sensitif untuk menaruh perhadan
lebih adalah terutama dalam merangsang program-
program secara berhati-hati dan mengadakan penilaian
terhadap program-program tersebut pada
dirangsang agar dapat saat dan
diimplementasikan
setelah diimplementasikan dan masalah-masalahbukan
muncul
baru dimulai.
Enam usulan vaniabel yang membentuk pertalian antara
kebijakan dan hasil kerja disampaikan Donald S van Meter
dan. Carl E van Horn (1975: 73). Keenam variabel tersebut
adalah:
1. Standar dan tujuan kebijakan. (policy standard objective)
2. Somber days kebijakan (policy resources)
3. Aktifitas penguatan dan komunikasi inter organisasional
(interorganizational)
4.Karakteristik pelaksana (the characteristics of the
implementing agencies)
5.Kondisi ekonomi, social dan. politik (economic, social and
political condition)
6. Disposisi pelaksana (The dispotition of implementors)
Sehubungan dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut,
Edward III 148) mengusulkanempat variabel
(1980: (faktor)
yang sangat mempengaruhi efektivitas
implementasi kebijakan, yaitu:

Pertama, komunikasi (communication): bahwa


komunikasi merupakan salah satu
menentukan efektivit implementasi
variabel kebijakan.
yang
Komunikasi merupakan
as sarana untuk menyebarluaskan
informasi, baik dari atas ke bawah maupun dari bawah ke
atas. Untuk menghindari terjadinya distorsi miformasi yang
disampaikan atasan kepada bawahan, perlu adanya
ketetapan waktu dalam penyampaian informasi: harus jelas
informasi yang disampaikan, serta memerlukan ketelitian
dan konsistensi dalam menyampaikan informasi;
Ketiga, sikap disposisi atau si ap (disposition or attitude):

dalam hal ini, yang terpenting adalah sikap mendukung


dari para implementor terhadap implementasi kebijakan.
Artinya, para implementor bersedia untuk mengambil
inisiatif dalam rangka melaksanakan kebijakan, justru
sangat tergantung pada sejauhmana wewenang yang
ada padanya.
Keempat, struktur birokrasi (bureaucracy structure):

bahwa pada dasarnya suatu kebijakan, Bering kali


melibatkan beberapa lembaga atau organisasi dalam
proses implementasinya, sehingga diperlihatkan adanya
koordinasi yang efektif diatara lembaga-
lembaga/organisasi-organisasi yang
terhbat
birokrasi yang bagaimanapun sangat memerlukan struktur
koordinasi, tanpa adanya, koordinasi yang efektif tidak
mungkin diharapkan implementasi kebijakan berhasil
dengan balk.
1. Judul
Elemen pertama dari sebuah policy paper adalah judul. Pembuatan judul
seringkali kurang mendapat perhatian. Padahal komponen ini sangat
penting, mengingat judul adalah bagian pertama yang dilihat oleh
pembaca. Judul harus menarik perhatian pembaca. Sebuah judul yang
efektif merupakan kombinasi dari hal-hal berikut ini:
• Bersifat deskriptif: menjelaskan subjek dan masalah yang dibahas
•Jelas
•Ringkas dan tegas
•Menarik pembaca
Beberapa prinsip judul adalah:
•Sebagian besar judul tidak terdiri dari kalimat-kalimat penuh
•Kata-kata kunci merupakan dasar sebuah judul
•Beberapa penulis membagi judul ke dalam dua bagian dengan
menggunakan colon. Misalnya: "Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi
Anak: Dari Residual ke Institusional“
•Beberapa penulis mengindikasikan beberapa penemuan utama dalam
judul policy paper
•Hurup kapital biasanya digunakan untuk keseluruhan kalimat, kecuali
kata sambung (dan), conjunction (tetapi), preposition (dari), pronoun
(kita).
2. Daftar Isi
Format naskah kebijakan sangat berpengaruh dalam
memberi gambaran mengenai suatu laporan dan
daftar isi merupakan salah satu format strukturalyang
penting bagi sebuah policy paper. Daftar isi
menggambarkan organisasi dan pengorganisasian
sebuah paper. Daftar isi merupakan kerangka atau
pengantaryang menggambarkan struktur policy paper.
Ia terdiri dari system heading dan sub-heading yang
menunjukkan bukan saja organisasi keseluruhan dari
sebuah paper, melainkan pula mengilustrasikan
bagian-bagian utama beserta sub-sub bagiannya dari
sebuah policy paper.
Daftar isi dalam sebuah policy paper
membantu pembaca dalam beberapa .hal:
•Daftar isi berperan sebagai pembimbing yang
membantu pembaca memahami keseluruhan paper.
•Daftar isi membantu pembaca yang berminat
mengetahui bagian-bagian tertentu. (saja) dari sebuah
paper.
•Sistem penomoran dalam daftar isi dapat
membedakan bagian-bagian dan sub-subnya dari suatu
paper.
Sistem
menjelaskan
penomoran
bagian-bagian
jugs sangat
dan umum
hubungan
digunakan
antar bagian
dalam kaitannya
sebuah teks.
dengan
Fungsi
heading
lain
sebagai
dari daftar
alas atau sarana
adalah
dalam
isi
penggunaan nomor-nomor halaman yang berhubungan
langsung dengan lokasi bagian-bagian khusus dalam tubuh
utama sebuah paper.
3. Abstrak atau Executive Summary

Abstrak dan executive summary (ringkasan eksekutif) adalah


dua hal yang sangat berkaitan, meskipun keduanya memiliki
struktur dan fungsi yang berbeda. Persamaan antara abstrak
dan executive sum­mag dapat dilihat pads ilustrasi berikut ini

•Abstrak secara ringkas menggambarkan sebuah paper,


sedangkan executive summary memberikan synopsis yang
lebih detail mengenai keseluruhan paper.
•Tampilan antara abstrak dan executive summary seringkali
serupa, namun fokus dan skopenya berbeda. Sebuah
executive summag memuat diskusi yang lebih detail daripada
abstrak.
•Pendahuluan

Pendahuluan dalam sebuah policy paper


menjelaskan dan menegaskan isi atau kajian
utama yang akan dijelaskan dalam pembahasan
berikutnya. Karenanya, pendahuluan, harus
mampu membuka pa-per dan menarik perhatian
pembaca dengan menyajikan konteks dan
hakekat masalah kebijakan Berta latar belakang
dari studi yang dilakukan. Pendahuluan pada
umumnya memuat: konteks masalah kebijakan,
definisi masalah kebijakan, pernyataan tujuan,
metodologi dan keterbatasan studi, alur atau
ringkasan isi paper.
•Deskripsi Masalah
Deskripsi masalah memuat dua hal penting: (a) latar belakang masalah dan (b)
masalah dalam konteks kebijakan saat ini. Deskripsi masalah dalam sebuah
policy paper harus mampu:
•Menjelaskan masalah yang menjadi fokus analisis kebijakan. Bisa dimulai
dengan mendiskusikan beberapa isu atau masalah sosial yang `serumpun'
atau berkaitan. Kemudian menyatakan satu isu atau masalah kebijakan yang
dipilih.
•0 Meyakinkan pembaca bahwa isu yang diangkat memerlukan perhatian
audien kebijakan (pemerintah, LSM atau analis kebijakan yang lain).
Karenanya, isu yang diangkat hendaknya lebih dari sekadar asumsi, hipotesis
dan apalagi gossip. Sebaiknya diback-up oleh data hasil penelitian kita
mapun penelitian orang lain (boleh jugs mengemukakan informasi dari ahli,
media massa, pejabat pemerintah sebagai pendukung data).
•Memfokuskan dan menggarisbawahi masalah dalam konteksnya, secara
spesifik, termasuk di dalamnya mendiskusikan sebab-sebab dan akibat-akibat
dari masalah tersebut.
•Membangun kerangka, dengan mana pilihan-pilihan kebijakan memiliki dasar
argumen secara komprehensif.
6. Pilihan-pilihan Kebijakan
Bagian ini mendiskusikan beberapa alternatif kebijakan (biasanya
antara 5 sd 7 opsi). Kemudian diikuti dengan alternatif kebijakan
yang dipilih (bisanya antara 2 sd 3 opsi). Pilihan-pilihan kebijakan
(atau alternatif kebijakan yang dipilih) terdiri dari dua elemen
penting: (a) kerangka analisis, dan (b) evaluasi alternatif-alternatif
kebijakan. Pilihan-pilihan kebijakan bersandar pada kaidah-kaidah
sebagai berikut:
•Menggarisbawahi, mengevaluasi dan membandingkan alternatif-
alternatif kebijakan yang mungkin.
•Memberikan argumen meyakinkan bagi alternatif kebijakan yang
piling bank.
•Memfokuskan pada sebuah keputusan yang dibuat.
•Menjelaskan strategi atau cara-cara tertentu yang
akan memudahkan audien menerapkan opsi kebijakan tersebut.
•Membangun kaftan yang jelas dan koheren dengan kesimpulan-
kesimpulan dan rekomendasi-rekomendasi pada policy paper.
7. Kesimpulan dan Rekomendasi

Ada tiga elemen penting yang harus termuat


dalam kesimpulan dan rekomendasi:

•Sintesis temuan-temuan utama (synthesis of


major finding)
•Seperangkat rekomendasi-rekomendasi
kebijakan (set of policy recommendations).
•Kalimat atau pernyataan penutup (concluding
remarks).

Anda mungkin juga menyukai