Anda di halaman 1dari 14

Konsep Islam Tentang

Ilmu dan Profesi


Kelompok 4:

Aprilia Andini Puteri


Alief Syaifudin Noer
Elvi Rusli
Hendra Jaya
Muhammad Dicky Sabila
Konsep Islam Tentang Ilmu Pengetahuan
Landasan Ilmu Pengetahuan
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘ilm (‘alima-ya’lamu-‘ilm), yang berarti
pengetahuan (al-ma’rifah) kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang
hakikat sesuatu yang dipahami secara mendalam.Dari asal kata ‘ilm ini selanjutnya
di-Indonesia-kan menjadi ‘ilmu’ atau ‘ilmu pengetahuan. Dalam perspektif Islam,
ilmu merupakan pengetahuan mendalam hasil usaha yang sungguh-sungguh (ijtihad)
dari para ilmuwan muslim (‘ulama /mujtahid) atas persoalan-persoalan duniawi dan
ukhrawi dengan bersumber kepada wahyu Allah.

Al-Qur’an dan al-Hadits merupakan wahyu Allah yang berfungsi sebagai petunjuk
(hudan) bagi umat manusia, termasuk dalam hal ini adalah petunjuk tentang ilmu
dan aktivitas ilmiah. Al-Qur’an memberikan perhatian yang sangat istimewa
terhadap aktivitas ilmiah. Terbukti, ayat yang pertama kali turun berbunyi:
“Bacalah, dengan [menyebut] nama Tuhanmu yang telah menciptakan”.
Membaca, dalam artinya yang luas, merupakan aktivitas utama dalam kegiatan ilmiah.
Di samping itu, kata ilmu yang telah menjadi bahasa Indonesia bukan sekedar berasal
dari bahasa Arab, tetapi juga tercantum dalam al-Qur’an. Kata ilmu disebut sebanyak
105 kali dalam al-Qur’an. Sedangkan kata jadiannya disebut sebanyak 744 kali. Kata
jadian yang dimaksud adalah; ‘alima (35 kali), ya’lamu (215 kali), i’lām (31
kali),Yu’lamu (1 kali), ‘alīm (18 kali), ma’lūm (13 kali), ‘ālamīn (73 kali), ‘alam (3 kali),
‘a’lam (49 kali), ‘alīm atau ‘ulamā’ (163 kali), ‘allām (4 kali), ‘allama (12 kali), yu’limu
(16 kali), ‘ulima (3 kali), mu’allām (1 kali), dan ta’allama (2 kali).

Selain kata ‘ilmu, dalam al-Qur’ān juga banyak disebut ayat-ayat yang, secara langsung
atau tidak, mengarah pada aktivitas ilmiah dan pengembangan ilmu, seperti perintah
untuk berpikir, merenung, menalar, dan semacamnya.
Misalnya, perkataan ‘aql (akal) dalam alQur’ān disebut sebanyak 49 kali, sekali dalam
bentuk kata kerja lampau, dan 48 kali dalam bentuk kata kerja sekarang. Salah satunya
adalah :”Sesungguhnya seburuk-buruk makhluk melata di sisi Allah
adalah mereka (manusia) yang tuli dan bisu, yang tidak menggunakan akalnya”.
Kata fikr (pikiran) disebut sebanyak 18 kali dalam alQur’ān, sekali dalam bentuk kata
kerja lampau dan 17 kali dalam bentuk kata kerja sekarang. Salah satunya adalah; “…
mereka yang selalu mengingat Allah pada saat berdiri, duduk maupun berbaring,
serta memikirkan kejadian langit dan bumi”. Tentang posisi ilmuwan, al-Qur’ān
menyebutkan: “Allah akan meninggikan derajat orang-orang beriman dan berilmu
beberapa derajat”.
Di samping al-Qur’ān, dalam Hadīts Nabi banyak disebut tentang aktivitas ilmiah,
keutamaan penuntut ilmu/ilmuwan, dan etika dalam menuntut ilmu. Misalnya, hadits-
hadits yang berbunyi; “Menuntut ilmu merupakan kewajiban setiap muslim dan
muslimah” (HR. Bukhari-Muslim).
“Barang siapa keluar rumah dalam rangka menuntut ilmu, malaikat akan melindungi
dengan kedua sayapnya” (HR. Turmudzi).
“Barang siapa keluar rumah dalam rangka menuntut ilmu, maka ia selalu dalam jalan
Allah sampai ia kembali” (HR. Muslim).
“Barang siapa menuntut ilmu untuk tujuan menjaga jarak dari orang-orang
bodoh, atau untuk tujuan menyombongkan diri dari para ilmuwan, atau
agar dihargai oleh manusia, maka Allah akan memasukkan orang
tersebut ke dalam neraka” (HR. Turmudzi).
Konsep Islam Tentang Etos Kerja dan Profesi
Dalam Islam, etos kerja (semangat/motivasi kerja) dilandasi oleh semangat beribadah
kepada Allah SWT. Jadi kerja tidak sekedar memenuhi kebutuhan duniawi melainkan
juga sebagai pengabdian kepada Allah SWT. Sehingga dalam Islam, semangat kerja tidak
hanya untuk meraih harta tetapi juga meraih ridha Allah Swt.
Pengertian Etos Kerja adalah semangat kerja yg menjadi ciri khas dan keyakinan
seseorang atau suatu kelompok. Etos Kerja menurut Islam didefenisikan sebagai sikap
kepribadian yang melahirkan keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu
bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiaannya, melainkan juga
sebagai suatu manifestasi dari amal saleh.
Sehingga bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman bukan saja menunjukkan
fitrah seorang muslim, melainkan sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai
hamba Allah yang didera kerinduan untuk menjadikan dirinya sebagai sosok yang dapat
dipercaya, menampilkan dirinya sebagai manusia yang amanah, menunjukkan sikap
pengabdian sebagaimana firman Allah SWT :

َ ‫ت ْال ِج َّن َواِإْل ْن‬


‫س ِإاَّل لِيَ ْعبُ ُدون‬ ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬

“Dan tidak Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”, 
(QS. adz-Dzaariyat : 56).
Seorang muslim yang memiliki etos kerja adalah
mereka yang selalu obsesif atau ingin berbuat sesuatu
yang penuh manfaat yang pekerjaan merupakan
bagian amanah dari Allah. Sehingga dalam Islam,
semangat kerja tidak hanya untuk meraih harta tetapi
juga meraih ridha Allah SWT.
Yang membedakan semangat kerja dalam Islam
adalah kaitannya dengan nilai serta cara meraih
tujuannya. Bagi seorang muslim bekerja merupakan
kewajiban yang hakiki dalam rangka menggapai ridha
Allah SWT.
Urgensi Softskill dalam Dunia Kerja
Soft skill merupakan bagian keterampilan dari seseorang yang lebih bersifat
pada kehalusan atau sensitifitas perasaan seseorang terhadap lingkungan di
sekitarnya. Soft skill menjadi suatu hal yang sangat penting karena kesuksesan
seseorang tidak hanya ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard
skill) saja, tetapi yang lebih utama didukung oleh kemampuan mengelola diri dan
orang lain (soft skill). Adapun soft skill yang berbasis nilai-nilai keislaman merujuk
pada aktivitas
sebagai jalan menuju Tuhannya yaitu kepercayaan dan tanggung jawab yang besar.
Menurut nilai-nilai Islam, orang yang bertanggung jawab atas itu harus orang yang
saleh dan yang adil. Itu merupakan prinsip kedua yang menekankan bahwa seseorang
dipilih berdasarkan prestasi dan kompetensinya. Nilai-nilai dan etika Islam
didasarkan pada pernyataan dalam al-Qur’an dan hadis yang dapat dikutip di lain
pikiran agama tetapi pandangan tauhid dapat membedakan antara Muslim dan
penganut lainnya.
Pembentukan Soft skill Berbasis Nilai-Nilai Keislaman
Jika kita kembali kepada al-Qur’an surat al-Hadid ayat 4 Allah berfirman yang artinya
“.......Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada”. Ayat tersebut menerangkan
bahwa siapakah yang menjadi tolak ukur tempat belajar soft skill yakni tidak lain adalah
Nabi Muhammad SAW. Rasulullah adalah sosok yang memiliki ciri Siddiq (Benar), Amanah
(Dapat Dipercaya),
Tabligh (Menyampaikan), dan Fathanah (Cerdas). Dari risalah dan bacaan Rasulullah
sebagai guru, memang menggunakan hati dan perasaan yang tulus ketika berhadapan
dengan orang lain. Rasulullah menjadikan segala waktu menjadikan waktu tanpa
mendidik orang lain, dengan hati dan ikhlas

Ada empat cara yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Sama dalam menerapkan Soft skill,
yaitu:
1. Rasulullah dalam mendidik yakni mengajar di setiap tempat dan Kesempatan yang
tepat, serta mengajar berbagai kalangan.
2. Rasulullah dalam berkomunikasi yakni menyuruh lawan bicara mendekat, memandang
lawan bicara, memanggil lawan bicara dengan namanya, julukan atau gelar, jelas atau
pelan ketika
bicara, menggunakan isyarat, mengajar dengan praktek mulai dari global, terperincid
metode dengan komparatif, dan tidak malu dalam mengajarkan sesuatu.
3. Rasulullah dalam bersikap diri yakni rendah hati, lemah lembut dalam
mengajar, marah karena kesalahan yang beliau tidak duga,
mendahulukan
orang fakir dan miskin.
4. Rasulullah dalam memotivasi yakni menganjurkan untuk mempelajari
yang mudah dari al-Qur’an, memotivasi orang yang lemah bacaannya
untuk melanjutkan belajarnya.
Aspek-aspek Pembentukan Soft Skill, yaitu:
1. Kecakapan mengenal diri yang biasa disebut kemampuan personal.
Kecakapan ini meliputi: penghayatan diri sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa,
Anggota maKecakapan dan warga jnegara, menyadari dan mensyukuri kelebihan dan
Kekurangan kecakapan yang dimiliki. Sekaligus menjadikannya sebagai modal dalam
Meningkatkan dirinya sebagai individu yang bermanfaat bagi sendiri dan
lingkungannya.
2. Kecakapan berpikir rasional. Kecakapan ini meliputi:
Kecakapan menggali dan menemukan informasi, kecakapan mengolah informasi dan
mengambil keputusan, serta kecakapan memecahkan masalah secara kreatif.
3. Kecakapan sosial. Kecakapan ini meliputi; kecakapan komunikasi dengan
empati,kecakapan bekerjasama, kecakapan kepemimpinan; dan kecakapan
memberikan pengaruh.
• Konsep Kepimpinan Islam dalam Dunia Kerja
Kepemimpinan Islam, sudah merupakan fitrah bagian setiap manusia yang
sekaligus memotivasi kepemimpinan yang Islami. Manusia diamanahi Allah
untuk menjadi khalifah Allah (wakil Allah) di muka bumi (QS. Al-Baqarah: 30).
Khalifah bertugas merealisasikan misi sucinya sebagai pembawa rahmat bagi
alam semesta. Sekaligus sebagai abdullah [hamba Allah] yang senantiasa patuh
dan terpanggil untuk mengabdikan segenap dedikasinya di jalan Allah. Sabda
Rasulullah: “Setiap kamu adalah pemimpin dan tiap-tiap pemimpin dimintai
pertanggungjawabannya”. Manusia yang diberi amanah dapat memelihara
amanah tersebut dan Allah telah melengkapi manusia dengan kemampuan
konsepsional. Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-
orang yang benar" (QS. al-Baqarah: 31), serta kehendak bebas untuk
menggunakan dan memaksimal potensi yang dimilikinya.
Kepemimpinan yang dikonsepsikan Alqur’an merupakan suatu hal yang sangat mendasar,
untuk mengelola hubungan sesama manusia maupun alam lingkungannya.
Tipe leadership yang dikemukan Alqur’an bukan semata-mata hanya mengenai urusan
ukhrawi, akan tetapi berkaitan pula dengan urusan duniawi, seperti tijarah,
atau perdagangan perindustrian, perniagaan, pemerintah, organisasi sampai terhadap
kelompok bahkan lebih jauh lagi yaitu terhadap diri sendiri atau memanage diri

Asas-asas Alqur’an yang memberikan dasar dalam konsep kepemimpinan adalah:


a. Beriman
Diterangkan dalam surat Ali Imran ayat 28 yang berarti : “Janganlah orang-orang
mengambil (memilih) orang-orang kafir menjadi wali (Pemimpin) dengan meninggalkan
orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, lepaslah ia dari pertolongan
Allah”.
b. Bertaqwa
Diterangkan dalam surat An-Naba’ ayat 31 yang berarti : “Sesungguhnya orang-orang
yang bertaqwa, mendapat kemenangan.”
c. Azas Keseimbangan dan Keadilan
Menurut Nuruddin (1995), keadilan dan keseimbangan adalah suatu
konsep yang luas berkaitan hampir dengan seluruh aspek kehidupan sosial, politik
terutama ekonomi. Dalam Alqur’an kata adil disebut sebanyak
tiga puluh satu kali.
d. Musyawarah
Diterangkan dalam surat As-Syu’ara 38 yang berarti :“….. Sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka.”

Sifat-sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin dalam manajemen adalah :


a. Berpengetahuan luas, kreatif, inisiatif, peka, lapang dada, dan selalu tanggap
dalam hal apapun. Hal ini diterangkan dalam surat Al Mujadilah ayat 11.
b. Bertindak adil, jujur dan konsekuen. Diterangkan dalam surat An Nisa ayat 58.
c. Bertanggung jawab. Diterangkan dalam surat Al An’am ayat 164.
d. Selektif dalam memilih informasi. Diterangkan dalam surat Al Hujurat ayat 6.
e. Memberikan peringatan. Diterangkan dalam surat Adz-Dzariyat ayat 55.
f. Memberikan petunjuk dan pengarahan. ( QS As-Sajdah : 24 ).

Hal yang paling penting dalam manajemen menurut perspektif Islam


adalah adanya sifat ri’ayah atau jiwa kepemimpinan. Hal ini merupakan faktor
yang paling utama dalam konsep manajemen. Watak dasar ini merupakan bagian
penting dari manusia sebagai khalifah di muka bumi. Perbuatan yang baik dan
memperhatikan apa yang akan diperbuatnya pada hari esok dimaksudkan dengan
adanya perencanaan yang tersusun rapi dan teratur untuk memulai suatu
tindakan atau aktivitas pada masa yang akan datang, hal inilah yang seharusnya
tertanam pada kita sebagai calon seorang pemimpin.

Anda mungkin juga menyukai