Anda di halaman 1dari 19

Vaginitis atrofi

Kelompok 2
Nama Kelompompok :

Maria maiela yati. (194010027)


Margareta nilam sari. (194010030)
Talitha dwi cahyaningrum (194010033)
Lailatul badriyah (194010035)
Robiatul adawiyah. (194010037)
M. fajar ramadhana (194010050)
Definisi
Describe the topic of the section here
01

Etiologi
02 Describe the topic of the section here

Patofisiologi
Describe the topic of the section here
03

Terapi
04 Describe the topic of the section here
Hasil diskusi
Describe the topic of the section here
05

Informasi untuk pasien


06 Describe the topic of the section here
01. Definisi
Atrofi vagina adalah masalah pada organ intim
wanita yang terjadi akibat berkurangnya jumlah
hormon estrogen. Salah satu tugas hormon
estrogen adalah untuk menjaga jaringan vagina
tetap tebal, lembap, dan sehat.

Ketika kadar hormon estrogen berkurang,


dinding vagina akan menjadi lebih tipis, kering,
kurang elastis, dan rapuh.
02. Etiologi
Etiologi vaginitis dikelompokan menjadi vaginitis karena infeksi dan
bukan infeksi. Vaginitis yang disebabkan karena infeksi 90%
disebabkan oleh bakterial vaginosis, kandidiasis
vaginal/vulvovaginal, dan trikomoniasis. Sedangkan yang bukan
infeksi disebabkan oleh defisiensi estrogen (vaginitis atrofi), reaksi
alergi, atau iritasi karena kimia.

Bentuk lain dari vaginitis noninfeksi adalah vaginitis atrofi yang


disebabkan oleh penurunan hormon estrogen. Dapat disebabkan oleh
menopause, operasi pengangkatan ovarium, terapi radiasi, atau
persalinan, khususnya pada wanita menyusui.

Kekurangan hormon estrogen dapat menyebabkan jaringan vagina


kering dan tipis, hingga menyebabkan spotting.
03.
Patofisiologi
Athropic Vaginitis. Vaginitis ini terjadi akibat berkurangnya kadar serum estrogen . Reseptor
estrogen, alfa dan beta, diekspresikan di seluruh epitel skuamosa, jaringan ikat dan otot polos vulva,
vagina, uretra, dan trigonum kandung kemih dan sangat penting untuk memediasi berbagai fungsi
biokimia dan fisiologis reproduksi wanita .
Dengan hilangnya stimulasi estrogen, perubahan besar terjadi dalam mukosa vulvovaginal dan
urogenik. Hasil dari perubahan ini adalah hilangnya elastisitas mukosa keseluruhan dan penipisan sel
epitel vagina. Menipisnya lapisan pada epitel vagina menyebabkan permukaan vagina sangat rentan
terhadap infeksi sekunder patogen lain.
Terjadinya penipisan sel epitel dapat menyebabkan penurunan kadar glikogen yang kemudian
akan berakibat pada penurunan lactobacilli yang berperan sebagai mikrobiota pelindung ekosistem
vagina, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri patogen. Selain itu penurunan esterogen
juga menyebabkan vagina kehilangan rugae, terjadinya distensibilitas, dan ada pemendekan dan
penyempitan vagina. Mukosa vagina, introitus, dan labia minora menjadi tipis,pucat, dan kering.
Vaskularisasi pada daerah sekitar vagina juga dapat berkurang. Kita ketahui bahwa vagina tidak
mempunyai sel goblet dan tidak menghasilkan mucus sendiri, cairan sekresi vagina merupakan
transudat dari pembuluh darah disekitarnya, oleh karena itu apabila kadar serum esterogen menurun
jumlah dan konsistensi mukosa vagina juga ikut menurun (Stika, 2010). Vaginitis ini dapat juga
disebut sebagai vaginitis hipoestrogenik. Vaginitis ini biasanya dialami oleh wanita yang telah
mencapai fase menopause. Dapat terjadi karenaberbagai faktor seperti, ooforektomi, kontrasepsi oral,
serta obat anti estrogenik (Neal,2019).
04. Terapi
Terapi
farmakologi
Informasi Obat

- Indikasi - Kontra Indikasi


Krim ini digunakan secara topikal atau pada membran Hipersensitivitas
mukosa untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh
fungi - Efek Samping
Pemakaian obat umumnya memiliki efek samping tertentu
- Komposisi dan sesuai dengan masing-masing individu. Jika terjadi
Miconazole nitrate 2% efek samping yang berlebih dan berbahaya, harap
konsultasikan kepada tenaga medis. Efek samping yang
- Dosis mungkin terjadi dalam penggunaan obat adalah: Sensasi
Oleskan 2 kali per hari selama 2 sampai 4 minggu rasa terbakar, dermatitis kontak

- Aturan Pakai
Dioleskan dengan keadaan bersih pada area kulit yang
sakit atau terinfeksi
Terapi Non farmakologi

Rutin mengganti pembalut menggunakan pakaian


rutin mebersihkan vagina setiap setidaknya 4x sehari ketika dalam yang tidak terlalu
mandi dengan arah dari atas menstruasi, dan ketat dan usahakan berbahan
kebawah atautangan tidak menggunakan pakaian dalam dasar kapas, sehingga mudah
sampai mengenai anus, yang tidak terlalu ketat dan menyerap keringat.
usahakan berbahan dasar
kapas,

Mengeringkan daerah menggunakan pengaman Pencegahan yang dilakukan


kewanitaan dengan baik berupa kondom bila melakukan ini berupaya agar patogen
sehabis mandi atau buang air hubungan seksual, penginfeksi tidak dapat
kecil, sehingga tidak lembab, hindari seks bebas, masuk kemudian tumbuh dan
usahakan agar tetap kering. berkembang serta merusak
ekosistem vagina
05. Hasil
Diskusi
Tablet device

pasien yang mengalami vaginitis atrofi


biasanya telah mencapai fase menopause pada
kasus ini pasien mengalami menopause tetapi
pasien tetap meminum obat oral premarin
sehingga pasien mengalami kekurangan
esterogen
Maka dari itu pasien memutuskan untuk
berhenti mengonsumsi obat tersebut untuk
mengurangi tingkat keparahan pasien.
06. Informasi
untuk pasien
Berikut adalah gejala gejala yang dialami oleh pasien penderita penyakit vaginatis atrofi
Gejala atrofi vagina dapat meliputi:

-kekeringan pada vagina


-rasa terbakar dan/atau gatal pada vagina
-dispareunia (nyeri saat berhubungan seks)
-keluarnya cairan dari vagina, biasanya berwarna kuning
-bercak atau berdarah
-gatal pada vulva (pruritus)
-perasaan tertekan.

Apabila pasien mengalam gejala diatas maka segera konsultasi ke dokter untuk
pengobatannya.
Terimaka
sih

Anda mungkin juga menyukai