Anda di halaman 1dari 17

Materi Pertemuan 12(4)

Kimia Analisis Air Limbah

Analisis logam toksik Air Limbah


Zn dan Cu
17 November 2021
Zink (Zn)
• Penyebaran seng dalam lingkungan cukup luas dapat
ditemukan dalam air, udara dan organisme hidup
• Di alam apabila dalam keadaan terkontaminasi, Zn
hampir selalu bersama sama dengan kadmium
• Seng dalam keadaan tertentu mempunyai toksisitas
yang rendah pada manusia tetapi mempunyai
toksisitas yang tinggi pada ikan sehingga standar
suplay air untuk keperluan domestik kandungan
sengnya maksimum 5 mg/L
• Toksisitas seng sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor lingkungan, diantaranya temperatur dan tingkat
kelarutan O2
• Keberadaan logam zink (Zn) dalam air bersumber dari
penggunaan pupuk kimia yang mengandung logam
Cu dan Zn, buangan limbah rumah tangga yang
mengandung logam Zn seperti korosi pipa-pipa air
dan produk-produk konsumer (misalnya, formula
detergen) yang tidak diperhatikan sarana
pembuangannya
• Logam zink ini banyak digunakan dalam bahan
baterai.
• Zink dalam bentuk oksida digunakan untuk industri
kosmetik (mencegah kulit agar tidak kering dan tidak
terbakar sinar matahari), plastik, karet, sabun, pigmen
warna putih dalam cat dan tinta (ZnO)
• Zink dalam bentuk sulfida digunakan sebagai
pigmen fosfor serta untuk industri tabung televisi
dan lampu pendar.
• Zink dalam bentuk klorida digunakan sebagai
deodoran dan untuk pengawetan kayu
• zink sulfat untuk mordan (pewarnaan), stiptik (untuk
mencegah pendarahan), sebagai supply zink dalam
makanan hewan serta pupuk, sebagai pelapisan cat
khususnya dalam industri automobil, dan sebagai
bahan atap logam dan untuk bahan insektisida
dapur
• Zink ini tidak selamanya bersifat toksik, karena zink
dalam jumlah tertentu dibutuhkan oleh tubuh
(esensial)
• Seng mempunyai banyak fungsi karena merupakan
unsur essensial.
• Seng adalah unsur yang diperlukan oleh tubuh
manusia untuk aktivitas insulin dan bekerjanya enzim
enzim tertentu pada tubuh secara normal
• Di dalam darah zink terutama terdapat dalam sel
darah merah, sedikit ditemukan dalam sel darah putih,
trombosit dan serum.
• otot, hati, ginjal dan pankreas mengandung seng
dalam jumlah besar.
• Keracunan seng dapat mengakibatkan kerusakan
saluran cerna dan diare serta menyebabkan
kerusakan pankreas.
• Adapun gejala keracunan ini adalah demam, muntah,
lambung kejang dan diare
Metode Analisis Zn
1. Metode ditizone (Spektofotometri UV-Vis)
Prinsip dari metode ini yaitu pembentukan kompleks
berwarna zink ditizone dalam kloroform atau
CCl4 yang menyerap radiasi pada 540 nm.
Sampel cairan yang mengandung Zn ditambah
amonium sitrat kemudian ditambah ditizone
dalam kloroform dan dietilditiokarbamat sehingga
terbentuk kompleks zink ditizone.
2. Metode Zinkon (Spektrofotometri UV-Vis)
Metode ini didasarkan pada reaksi pembentukan
kompleks zink dengan zinkon (2-karboksi-2-
hidroksi-5-sulfoformazylbensena) yang stabil
pada pH 9 dan menyerap radiasi pada 620 nm
Sampel larutan yang mengandung Zn ditambah KCN
dan larutan buffer pH 9, kemudian ditambah larutan
zinkon sehingga terbentuk kompleks berwarna biru
yang menyerap radiasi pada 620 nm sesudah 2-5
menit
3. Metode tiokarbazone (Spektro UV-Vis)
Prinsip dari metode ini adalah terbentuknya
kompleks berwarna pink dari zink dengan di-β-
naptilditiokarbazone dalam kloroform yang
selanjutnya dapat ditentukan secara spektrofotometri
4. Metode AAS
Sampel cair yang mengandung Zn sesudah
diberikan perlakuan awal kemudian ditambah
beberapa teres HNO3 65% dan selanjutnya
diaspirasikan kedalam nyala udara-asetilen dari
FAAS dan diukur serapannya pada 213,9 nm
Tembaga (Cu)
• Cu merupakan elemen mikro yang sangat dibutuhkan
oleh organisme, baik darat maupun perairan, namun
dalam jumlah yang sedikit
• Keberadaan Cu di suatu perairan umum dapat berasal
dari daerah industri yang berada di sekitar perairan
tersebut
• Cu masuk ke dalam lingkungan perairan akibat dari
aktivitas manusia seperti buangan limbah industri yang
mengandung Cu, campuran bahan pengawet, industri
pengelolaan kayu, buangan rumah tangga, dan
sebagainya
• Tembaga (Cu), bila masuk ke dalam tubuh dalam
jumlah berlebihan akan menimbulkan pengaruh-
pengaruh buruk terhadap fungsi fisiologi tubuh
• Tembaga merupakan logam berat yang bersifat
racun bagi makhluk hidup.
• Logam Cu termasuk logam berat essensial, jadi
meskipun beracun tetapi sangat dibutuhkan
manusia dalam jumlah yang kecil.
• Toksisitas yang dimiliki Cu baru akan bekerja bila
telah masuk ke dalam tubuh organisme dalam
jumlah yang besar atau melebihi nilai toleransi
organisme terkait
• Cu merupakan logam essensial yang jika berada
dalam konsentrasi rendah dapat merangsang
pertumbuhan organisme sedangkan dalam
konsentrasi yang tinggi justru dapat menjadi
penghambat
• Tembaga adalah logam yang secara jelas mengalami
proses akumulasi dalam tubuh seiring dengan
pertambahan umurnya, dan ginjal merupakan bagian
tubuh yang paling banyak terdapat akumulasi Tembaga
• Paparan Tembaga dalam waktu yang lama pada
manusia akan menyebabkan terjadinya akumulasi
bahan-bahan kimia dalam tubuh yang dalam periode
waktu tertentu akan menyebabkan munculnya efek
yang merugikan kesehatan
• Gejala yang timbul pada manusia yang keracunan Cu
akut adalah:mual, muntah, sakit perut, hemolisis,
netrofisis, kejang, dan akhirnya mati.
• Pada keracunan kronis, Cu tertimbun dalam hati dan
menyebabkan hemolisis.
Metode Analisis Cu
1. Metode Ditizone (Spektro UV-Vis)
Cu ditentukan sebagai Cu(II). Metode ini didasarkan pada
pembentukan kompleks berwarna violet dari Cu-
ditizonat yang menyerap kuat radiasi pada 510 nm.
Sampel cair yang mengandung logam Cu yang sudah
dilakukan teatmen awal kemudian ditambahkan
larutan ditizone 0,001% sehingga terbentuk kompleks
Cu-ditizonat yang berwarna violet dan dapat
ditentukan secara spektrofotometri pada 510 nm
2. Metode dietilditiokarbamat (Spektro UV-Vis)
Cu ditentukan sebagai Cu(II) karena Natrium
dietilditiokarbamat (C2H5)2NCS2Na akan membentuk
kompleks berwarna kuning coklat dengan Cu (II) pada
pH 5,7-9 dan menyerap kuat radiasi pada 440 nm
Larutan sampel ditambahkan amonium sitrat 20%
dan kemudian ditambah amonia agar pH 9-9,2.
Selanjutnya ditambah larutan karbamat dan CCl4
dan dikocok sehingga terbentuk kompleks berwarna
kuning coklat yang kemudian dapat ditentukan
secara spektrofotometri pada 440 nm.
3. Metode Kuproin (2,2-diquinolil) (Spektro UV-Vis)
Pada metode ini Cu ditentukan sebagai Cu(I).
Metode ini didasarkan pada reaksi pembentukan
kompleks berwana antara Cu(I) dengan 2,2-
diquinolil (kuproin) yang menyerap radiasi pada 546
nm. Sampel larutan ditambah KOH hingga pH 4,5
kemudian ditambah Na tartrate dan hidroksilamin
HCl agar semua Cu tereduksi menjadi Cu(I)
Selanjutnya direaksikan dengan larutan cuproin 0,02%
dikocok 2 menit dan kompleks yang terjadi kemudian
ditentukan secara spektrofotometri pada 546 nm.
4. Metode Cuprizone (Spektro UV-Vis)
Metode ini didasarkan pada pembentukan senyawa
kompleks berwarna biru dari Cu(II) dengan reagen
cuprizone yang menyerap radiasi pada 600 nm.
Larutan yang mengandung Cu ditambah dengan
amonium sitrat dan amonia sehingga terbentuk warna
kuning. Kemudian ditambahkan reagen cuprizone (bis-
sikloheksanon-oksaldihidrazon) hingga terbentuk
kompleks yang berwarna biru dari Cu-Cuprizon yang
selanjutnya dapat ditentukan secara spketrofotometri
pada 600 nm
5. Metode phenantrolin (Spektro UV-Vis)
Pada metode ini Cu total ditentukan sebagai Cu(I)
yang akan membentuk kompleks berwarna kuning
dari Cu-phenantrolin yang stabil pada pH 2,3-9 dan
menyerap radiasi pada 547 nm.
Mula-mula semua Cu dalam sampel direduksi
menjadi Cu(I) dengan hidroksilamin hidroklorida.
Kemudian ditambah amonium sitrat dan amonia
pekat hingga pH 4-6. selanjutnya ditambah dengan
reagen neocuproin atau 2,9-dimetil-1,10-
phenantrolin dalam etil alkohol dan kloroform
kemudian dikocok selama 30 detik. Kompleks warna
kuning yang terjadi kemudian ditentukan secara
spektrofotometri pada 547 nm
6. Metode Bathocuproin (Spektro UV-Vis)
Pada metode ini Cu total ditentukan sebagai Cu(I).
Metode ini didasrkan pada pembentukan kompleks
antara Cu(I) dengan reagen bathocuproin (2,9-
dimetil-4,7-dipenil-1,10-phenantrolin) yang
menyerap radiasi pada 479 nm. Metode ini lebih
sensitif daripada metode cuproin dan neocuproin.
Mula-mula sampel cair yang mengandung Cu
direduksi dengan hidroksilamin hidroklorida
sehingga semua Cu menjadi Cu(I). Selanjutnya
ditambah dengan reagen bathocuproin dalam
heksanol dan digojog selama 2 menit sehingga
terbentuk senyawa kompleks yang dapat ditentukan
secara spektrofotometri pada 479 nm.
7. Metode Zinkon (Spektro UV-Vis)
Metode ini didasarkan pada pembentukan senyawa
kompleks Cu-zinkon yang stabil pada pH 5-9,5.
Sampel yang mengandung Cu ditambah larutan
buffer pH 9 kemudian ditambah reagen zinkon (2-
karboksi-2-hidroksi-5-sulfoformazilbenzena)
sehingga terbentuk senyawa kompleks berwarna
yang menyerap radiasi pada 610 nm.
8. Metode AAS
Pada analisis Cu dengan metode AAS maka semua
Cu dalam sampel berbentuk cair sesudah dilakukan
perlakuan awal kemudian diaspirasikan kedalam
atomizer dan pengukuran serapannya dilakukan
pada 324,7 nm.

Anda mungkin juga menyukai