Secara umum pengembangan pariwisata di Prov. Babel diarahkan agar
tercapainya pertumbuhan (growth), pemerataan (equity) dan keberlanjutan (sustainability) dimana konsep pendekatan perencanaan mengacu pada pariwisata berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, dimana manifestasi strategi implementasinya bisa ke dalam berbagai tingkatan, baik nasional, regional atau pada level kawasan. “Pembangunan pariwisata harus didasarkan pada kriteria keberlanjutan yang artinya bahwa pembangunan dapat didukung secara ekologis dalam jangka panjang sekaligus layak secara ekonomi, adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat.” (Piagam Pariwisata Berkelanjutan, 1995). 4 Prinsip Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan 3 Prinsip Dasar PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PARIWISATA Untuk mencapai pertumbuhan yang positif (positive growth) pengembangan pariwisata diarahkan agar dapat mencapai titik temu antara permintaan (demand) dan penawaran (supply). Dengan mengacu pada sisi permintaan dan penawaran yang ada, maka akan diketahui tingkat perkembangan yang telah dicapai.
Diagram kesesuaian permintaan dan penawaran
Perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan yang paling dibutuhkan dari sektor publik adalah perubahan baik dalam cara berfikir maupun bertindak, terutama dengan meninggalkan paradigma lama yang berupa suatu bangunan penyelenggaraan pemerintahan yang sentralistik, berwawasan lokus tunggal yang hanya berupa birokrasi pemerintahan (government bureaucracy) untuk menuju kepada paradigma baru yang berupa model penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance).
Secara akademis, pemahaman mengenai penyelenggaraan
pemerintahan yang baik (good governance) harus mengacu pada pemahaman bahwa: bukan hanya apa yang dilakukan oleh lembaga Pemerintah saja yang harus baik, akan tetapi keseluruhan stakeholders atau para pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan urusan yang terkait dengan masalah dan kepentingan publik harus juga mempunyai kapasitas yang memadai.
Diagram Good Tourism Governance Model
Sumber: diadaptasi dari Mahathir dan Ishihara (1995) GAMBARAN UMUM PARIWISATA BABEL ASAL WISATAWAN KE BABEL
WISATAWAN NUSANTARA WISATAWAN MANCANEGARA
• Jakarta (39%) • Australia (40%) • Bandung (14%) • Bogor, Palembang, Pangkalpinang, Tanjung • Belanda (20%) Pandan (6%) • Lainnya (40%) • Tangerang(5%) • Semarang(4%) • Yogyakarta (3%) • Lampung (2%) • Bekasi(2%) • Depok(1%) Sumber: RIPPARPROV Babel 2016-2025 PROYEKSI KUNJUNGAN WISNUS DI PULAU BANGKA
Sumber: KemenPUPR, 2021
PROYEKSI KUNJUNGAN WISMAN DI PULAU BANGKA
Sumber: KemenPUPR, 2021
PROYEKSI KUNJUNGAN WISNUS DI PULAU BELITUNG
Sumber: KemenPUPR, 2021
PROYEKSI KUNJUNGAN WISMAN DI PULAU BELITUNG
Sumber: KemenPUPR, 2021
PERWILAYAHAN DESTINASI PARIWISATA BABEL Permasalahan • Terdapat tempat-tempat yang dijadikan Destinasi wisata baru yang berada di luar rencana pada RIPPARPROV Babel • Belum adanya integrasi atau program lintas sektor yang menunjang pariwisata • Masih terbatasnya moda transportasi darat (angkutan umum) yang menghubungkan ke daya tarik wisata, khususnya di Pulau Belitung • Belum adanya pengelolaan pemasaran yang terpadu untuk pariwisata • Masih terbatasnya informasi dalam bentuk peta, brosur, atau fasilitas interpretasi di lokasi daya tarik wisata • Pengemasan daya tarik wisata yang kurang bernilai jual Inisiatif Pemda/masyarakat lokal • Melakukan pemetaan daya tarik wisata unggulan • Dukungan pemerintah dalam promosi pariwisata termasuk dalam penyelenggaraan event yang dapat meningkatkan kunjungan wisatawan • Telah terbentuk kelompok sadar wisata (pokdarwis) di beberapa kabupaten/kota • Telah terbentuk 4 (empat) asosiasi besar di bidang pariwisata di Babel, yakni Asosiasi Pelaku Pariwisata Indonesia (ASPPI), Himpuan Pramuwisata Indonesia (HPI), Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) serta Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA). • Pemerintah daerah memiliki komitmen untuk membangun kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung