Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Sektor pariwisata secara riil merupakan salah satu sektor strategis
penggerak pembangunan perekonomian daerah, pengembangan wilayah,
serta pemberdayaan masyarakat. Pengembangan sektor pariwisata yang
dilakukan dengan baik dan maksimal akan mampu menarik wisatawan
domestik maupun wisatawan asing untuk datang dan membelanjakan
uangnya dalam kegiatan berwisatanya. Dari transaksi itulah masyarakat
daerah wisata akan terangkat taraf hidupnya serta negara akan mendapat
devisa dari wisatawan asing yang menukar mata uang negaranya dengan
rupiah.
Pariwisata juga dapat mempengaruhi kegiatan-kegiatan sosial,
ekonomi dan budaya. Dari segi sosial, pariwisata akan memperluas
kesempatan tenaga kerja baik dari kegiatan pembangunan sarana dan
prasarana maupun dari berbagai kegiatan usaha yang langsung maupun yang
tidak langsung berkaitan dengan kepariwisataan. Kaitannya dengan kegiatan
para wisatawan dalam negeri, pariwisata dapat menumbuhkan sikap cinta
tanah air dengan mengenal berbagai produk wisata dari masing-masing
daerah tujuan wisata. Dari segi ekonomi, pariwisata dapat memberikan
sumbangan terhadap penerimaan daerah yang bersumber dari pajak hotel,
pajak restoran, pajak hiburan, retribusi penginapan/vila serta retribusi

tempat rekreasi atau dapat mendatangkan devisa dari para wisatawan


mancanegara yang berkunjung. Di samping itu, multiplier effect dari
kegiatan berwisata dapat menumbuhkan kegiatan usaha ekonomi yang
saling terkait sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Dari
segi budaya, pariwisata merupakan sarana untuk memperkenalkan alam dan
kebudayaan daerah tujuan wisata. Hal ini dapat mendorong kreativitas
masyarakat dalam menggali dan meningkatkan serta melestarikan seni
budaya daerahnya.
Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 dinyatakan bahwa
bahwa Penyelenggaraan Kepariwisataan ditujukan untuk meningkatkan
pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat, memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha
dan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan dan
mendayagunakan obyek dan daya tarik wisata di Indonesia serta memupuk
rasa cinta tanah air dan mempererat persahabatan antar bangsa.
Majunya industri pariwisata suatu daerah sangat bergantung kepada
jumlah wisatawan yang datang, karena itu harus ditunjang dengan
peningkatan pemanfaatan Daerah Tujuan Wisata (DTW) sehingga industri
pariwisata akan berkembang dengan baik.
Di Kabupaten Banjarnegara terdapat obyek wisata yang menjadi
andalan, seperti obyek wisata potensi alam, potensi non alam, potensi minat
khusus, atraksi wisata dan budaya. Dengan segala potensi yang dimilikinya
seperti debit air yang besar, udara yang sejuk dan pemandangan yang indah,

area sumber air dapat dikembangkan menjadi suatu obyek wisata alam
maupun budaya. Namun, pemerintah Kabupaten Banjarnegara hanya
mengelola 2 (dua) obyek wisata, yaitu Taman Rekreasi Marga Satwa
Serulingmas dan Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng. Padahal masih
banyak obyek wisata potensial yang tidak kalah bagusnya dengan obyek
wisata yang lain, seperti Arung Jeram Sungai Serayu, Curug Pitu di
Kecamatan Sigaluh, Curug Sikopel di Kecamatan Pagentan, Waduk Mrica
di antara Kecamatan Bawang dan Wanadadi, Desa Wisata Gumelem dengan
daya tarik bangunan kuno dan batik yang khas.
Tabel 1.1
Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Objek Wisata
di Kabupaten Banjarnegara
Jenis Wisatawan
Asing

Domestik

(Orang)

(orang)

2013

6.116

56.176

62.292

2014

7.360

739.475

746.835

Tahun

Jumlah

Sumber: Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Banjarnegara

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa jumlah kunjungan


wisatawan mancanegara maupun domestik pada tahun 2014 mengalami
peningkatan yang sangat signifikan, namun persebaran kunjungan
wisatawan, terutama wisatawan mancanegara masih terpusat pada satu
obyek wisata, yaitu Kawasan Dataran Tinggi Dieng yang dikelola bersama
dengan Pemerintah Kabupaten Wonosobo. Sarana dan prasarana menuju

Kawasan Dataran Tinggi Dieng jika melalui jalur Banjarnegara juga masih
sangat memprihatinkan, jalanan rusak, sepi, dan minim penerangan. Tak
heran jika wisatawan lebih nyaman berkunjung ke Dataran Tinggi Dieng
melalui jalur Wonosobo.
Meskipun Kabupaten Banjarnegara terletak di daerah yang strategis,
karena berada di jalan Propinsi Jawa Tengah dan memiliki sejumlah potensi
wisata yang dapat diandalkan, namun sebagian besar obyek wisata belum
tergarap secara maksimal karena terbentur dengan masalah modal untuk
pembangunan. Buruknya pengelolaan wisata di Kabupaten Banjarnegara
dapat dilihat dari keadaan sarana dan prasarana obyek wisata yang masih
belum lengkap dan tidak terawat sehingga kurang menarik bagi wisatawan
maupun investor.
Selain peran pemerintah, peran masyarakat sekitar juga sangat
dibutuhkan untuk mengembangkan obyek wisata. Jika pemerintah
kabupaten dan masyarakat tidak mampu mengembangkan obyek wisata
yang potensial, sudah seharusnya Pemerintah Kabupaten untuk mencari dan
membujuk para investor supaya bersedia berinvestasi di sektor pariwisata di
Kabupaten Banjarnegara, mengingat potensi yang dimiliki Kabupaten
Banjarnegara di sektor pariwisata yang sangat menjanjikan.
Potensi kepariwisataan di daerah Banjarnegara belum memiliki daya
tarik yang cukup kuat bagi wisatawan maupun bagi para investor,
dikarenakan Pemerintah Kabupaten Banjarnegara masih kurang
mempromosikan obyek wisata yang masih belum dikenal masyarakat. Hal

ini seharusnya mampu menjadi bahan pembuatan kebijakan Pemerintah


Kabupaten Banjarnegara untuk lebih mempromosikan obyek wisata di
Banjarnegara serta dapat menarik para investor di sektor pariwisata agar
melakukan investasi di Kabupaten Banjarnegara supaya sarana dan
prasarana dapat diperbaiki dan menjadikan sektor pariwisata di
Banjarnegara lebih baik.
Kepariwisataan tidak saja bergantung atas potensi dan objek wisata
yang erat hubungannya dengan motif-motif kunjungan wisata, melainkan
juga tergantung atas peranan manajemen pemasaran serta investasi di dalam
meraih suatu kesempatan atau peluang yang ada. Dengan adanya iklim
investasi yang kondusif, tentunya akan memberikan potensi dan peluang
yang menggairahkan bagi para investor untuk menanamkan modalnya
dalam usaha pengembangan sektor pariwisata di Kabupaten Banjarnegara.
Potensi investasi yang dapat ditawarkan oleh Kabupaten Banjarnegara
cukup beragam, namun hingga kini belum dapat termanfaatkan secara
optimal dan belum terkelola melalui sebuah manajemen yang baik. Ada
beberapa penyebabnya, antara lain baik karena imbas kebijakan investasi
nasional maupun akibat masih rendahnya kemampuan daerah dalam
menarik investor ke wilayahnya. Oleh karena itu, untuk menggali,
mengoptimalkan, dan mengelola potensi-potensi yang ada, maka salah satu
langkah penting yang bisa ditempuh adalah dengan mengembangkan
potensi-potensi yang tersedia melalui serangkaian kebijakan dan
perencanaan pengembangan investasi.

Pentingnya peluang investasi sebagai salah satu modal sehingga


Pemerintah Kabupaten Banjarnegara tidak terlalu berat untuk
mengembangkan potensi kepariwisataannya. Pemerintah harus aktif mencari
investor untuk berinvestasi di Kabupaten Banjarnegara khususnya di sektor
pariwisata.
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul POTENSI WISATA
DAN KEBIJAKAN INVESTASI PEMERINTAH KABUPATEN
BANJARNEGARA TAHUN 2013-2014
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis merumuskan
permasalahannya menjadi:
a. Bagaimanakah kebijakan investasi Pemerintah Kabupaten
Banjarnegara dalam mengaktualisasi potensi pariwisatanya?
b. Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penghambat dalam proses
aktualisasi potensi pariwisata di Kabupaten Banjarnegara?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk:
a. Meninjau kembali tentang kebijakan investasi Pemerintah
Kabupaten Banjarnegara dalam mengaktualisasi potensi pariwisata.
b. Mengetahui faktor-faktor apa yang menghambat proses aktualisasi
potensi pariwisata di Kabupaten Banjarnegara.
1.4 Manfaat Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah


dikemukakan, kegunaan penelitian ini dapat sebagai masukan yang
bermanfaat:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan
pertimbangan dalam pengambilan kebijakan tentang investasi untuk
mengaktualkan potensi wisata di Kabupaten Banjarnegara.

1.5 Kerangka Pemikiran Teoritis


Dalam melakukan penelitian ini, penulis akan mengajukan landasan
teoritis yang didasarkan kepada teori dan konsep yang relevan sebagai
landasan dalam melakukan analisis, kajian serta pembahasan yang sesuai
dengan judul dan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Dalam
penelitian ini akan membahas tentang potensi wisata dan kebijakan investasi
Pemerintah Kabupaten Banjarnegara tahun 2013-2014.
1.5.1 Teori Evaluasi Kebijakan
1.5.2.1
Evaluasi Kebijakan
Evaluasi merupakan salah satu tingkatan di dalam
proses kebijakan, evaluasi adalah suatu cara untuk menilai
apakah suatu kebijakan atau program itu berjalan dengan baik
atau tidak. Evaluasi mempunyai definisi yang beragam.
Dunn, memberikan arti pada istilah evaluasi bahwa:

Secara umum istilah evaluaasi dapat disamakan


dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating) dan
penilaian (assessment), kata-kata yang menyatakan usaha
untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan
nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan
dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil
kebijakan.1
Pengertian di atas menjelaskan bahwa evaluasi
kebijakan merupakan hasil kebijakan pada kenyataannya
mempunyai tujuan atau sasaran kebijakan. Bagian akhir dari
suatu proses kebijakan adalah evaluasi kebijakan. Menurut
Lester dan Stewart yang dikutip oleh Leo Agustino dalam
bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Kebijakan Publik
bahwa evaluasi ditujukan untuk melihat sebagian-sebagian
kegagalan suatu kebijakan dan untuk mengetahui apakah
kebijakan telah dirumuskan dan dilaksanakan dapat
menghasilkan dampak yang diinginkan.2 Jadi, evaluasi
dilakukan karena tidak semua program kebijakan dapat
meraih hasil yang diinginkan. Kesimpulannya adalah
perbandingan antara tujuan yang hendak dicapai dalam
penyelesaian masalah dengan kejadian yang sebenarnya,

1 Riant Nugroho. Public Policy: Dinamika Kebijakan Analisis


Kebijakan Manajemen Kebijakan. PT Elex Media Computindo. Jakarta.
2011, hal 636
2 Leo Agustino. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. CV. Alfabeta.
Bandung. 2006, hal 186

sehingga dapat disimpulkan dengan analisa akhir apakah


suatu kebijakan harus direvisi atau dilanjutkan.
1.5.2.2

Fungsi dan Karakteristik Evaluasi Kebijakan


Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam

analisis kebijakan. Menurut William N. Dunn fungsi evaluasi


yaitu:3
Pertama, dan yang paling penting, evaluasi memberi
informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja
kebijakan. Kedua, evaluasi memberi sumbangan pada
klarifikasi dan kritik terhadap nilai-bilai yang mendasari
pemilihan tujuan dan target. Ketiga, evaluasi memberi
sumbangan pada palikasi metode-metode analisis kebijakan
lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi.
Berdasarkan pendapat Dunn di atas dapat disimpulkan
bahwa evaluasi merupakan suatu proses kebijakan yang
paling penting karena dengan evaluasi kita dapat menilai
seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan dengan
melalui tindakan publik, di mana tujuan-tujuan tertentu dapat
dicapai. Sehingga kepantasan dari kebijakan dapat dipastikan
dengan alternatif kebijakan yang baru atau merevisi
kebijakan.
Evaluasi mempunyai karakteristik yang
membedakannya dari metode-metode analisis kebijakan
a.

lainnya, yaitu:4
Fokus Nilai. Evaluasi berbeda dengan pemantauan,
dipusatkan pada penilaian menyangkut keperluan atau
nilai dari sesuatu kebijakan dan program.

3 Riant Nugroho. Op.Cit, hal 609-610


4 Ibid, hal 608-609

10

b.

Interdependensi Fakta-Nilai. Tuntutan evaluasi tergantung

c.

baik fakta maupun nilai.


Orientasi Masa Kini dan Masa Lampau. Tuntutan
evaluatif, berbeda dengan tuntutan-tuntutan advokat,
diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu, ketimbang

d.

hasil di masa depan.


Dualisme Nilai. Nilai-nilai yang mendasari tuntutan
evaluasi mempunyai kualitas ganda, karena mereka
dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara.
Berdasarkan penjelasan di atas, karakteristik evaluasi
terdiri dari empat karakter. Yang pertama yaitu fokus nilai,
karena evaluasi adalah penilaian dari suatu kebijakan dalam
ketepatan pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan. Kedua
yaitu interdependensi fakta-nilai, karena untuk menentukan
nilai dari suatu kebijakan bukan hanya dilihat dari tingkat
kinerja tetapi juga dilihat dari bukti atau fakta bahwa
kebijakan dapat memecahkan masalah tertentu. Ketiga yaitu
orientasi masa kini dan masa lampau, karena tuntutan
evaluatif diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu
sehingga hasil evaluasi dapat dibandingkan nilai dari
kebijakan tersebut. Keempat yaitu dualitas nilai, karena nilainilai dari evaluasi mempunyai arti ganda baik rekomendasi
sejauh berkenan dengan nilai yang ada maupun nilai yang

11

diperlukan dalam mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan


lain.

1.5.2 Teori Investasi


1.5.3.1
Investasi
Investasi berarti setiap kegiatan yang meningkatkan
kemampuan ekonomi untuk memproduksi output di masa
yang akan datang. Secara umum investasi dapat diartikan
sebagai pengeluaran untuk membeli barang, modal, dan
perlengkapan produksi guna menambah kemampuan
produksi barang dan jasa dalam perekonomian. Pertambahan
jumlah barang modal memungkinkan perekonomian tersebut
menghasilkan lebih banyak barang dan jasa di masa yang
akan datang.
Investasi merupakan faktor yang penting dalam proses
pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya kegiatan investasi di
suatu daerah tentunya akan mendorong peningkatan capital
per tenaga kerja (perkapita) sehingga akan meningkatkan
pendapatan nasional, sehingga meningkatkan investasi.
1.5.3.2
Tujuan Investasi
Investor memiliki tujuan investasi yang mungkin berbeda
satu dengan yang lainnya. Beberapa alasan investor

12

melakukan investasi baik pada investasi riil maupun investasi


keuangan,5 yaitu:
a. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di masa depan.
b. Memperoleh imbalan yang lebih baik atas kekayaan yang
dimiliki.
c. Mengurangi tekanan inflasi.
d. Untuk menghindari pajak yang perlu dibayarkan.
1.5.3.3
Konsep Daya Saing Investasi
Daya Saing (Competiveness) merupakan salah satu kata
kunci yang lekat dengan pembangunan ekonomi lokal/daerah.
Camagni (2002) mengungkapkan bahwa daya saing daerah
kini merupakan salah satu isu sentral, terutama dalam rangka
mengamankan stabilitas ketenagakerjaan, dan memanfaatkan
integrasi eksternal (kecenderungan global), serta
keberlanjutan pertumbuhan kesejahteraan dan kemakmuran
lokal/daerah. Berikut adalah beberapa definisi tentang daya
saing daerah:
- Daya saing tempat (lokalitas dan daerah) merupakan
kemampuan ekonomi dan masyarakat lokal untuk
memberikan peningkatan standar hidup bagi warga
-

atau penduduknya (Malecki, 1999)


Daya saing daerah dapat didefinisikan sebagai
kemampuan para anggota konstituen dari suatu daerah
untuk melakukan tindakan dalam memastikan bahwa
bisnis yang berbasis di daerah tersebut menjual
tingkat nilai tambah yang tinggi dalam persaingan

5 Alteza, Muniya. M.Si. 2010. Diktat Manajemen Investasi UNY.


Hal 7

13

terbuka terhadap persaingan eksternal (European


-

Commision, 1999)
Daya saing daerah dapat didefinisikan sebagai
kemampuan para anggota konstituen dari suatu daerah
untuk melakukan tindakan dalam memastikan bahwa
bisnis yang berbasis di daerah tersebut menjuual
tingkat nilai tambah yang tinggi dalam persaingan
internasional, dapat dipertahankan oleh aset dan
institusi di daerah tersebut, dan karenanya
menyumbang pada peningkatan PDB dan distribusi
kesejahteraan lebih luas dalam masyarakat,
menghasilkan standar hidup yang tinggi, serta
virtuous cycle dampak pembelajaran (Charles dan

Benneworth, 2000)
Daya saing perkotaan (urban Competiveness)
merupakan kemampuan suatu daerah perkotaan untuk
memproduksi dan memasarkan produk-produknya
yang serupa dengan produk dari daerah perkotaan

lainnya (World Bank ; dan Webster dan Muller 2000).


Daya saing daerah adalah kemampuan perekonomian
daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat
kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan
tetap terbuka pada persaingan domestic dan
internasional. (Abdullah, et, al, 2002)

14

Daerah merupakan suatu entitas ekonomi dan sebagai


bagian integral dari suatu negara. Karena itu dengan analogi
terhadap negara, maka daya saing daerah, hingga batas
tertentu, pada dasarnya akan memiliki keserupaan fitur
dengan daya saing negara.
1.5.3.4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing
Investasi
a. Faktor Kelembagaan. Mencakup kapasitas pemerintah
dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan dalam
hal perumusan kebijakan, pelayanan publik, kepastian
dan penegakan hukum, serta pembangunan daerah
b. Faktor Sosial Politik. Yang dimaksud dengan kondisi
sosial politik daerah adalah berbagai dampak atau akibat
dari hubungan timbal balik antara segi kehidupan
ekonomi dengan segi kehidupan politik, antara segi
hukum dan segi kehidupan agama, segi kehidupan politik
dan keamanan dan sebagainya.
c. Faktor Ekonomi Daerah. Merupakan ukuran kinerja
sistem ekonomi daerah secara makro. Perekonomian
daerah mencakup beberapa hal, antara lain variabel
utama makro ekonomi (seperti total output/PDRB,
tingkat harga dan kesempatan kerja) yang membentuk
struktur ekonomi daerah. Perekonomian daerah
digunakan untuk mengukur daya dukung potensi
ekonomi.

15

d. Faktor Tenaga Kerja. Faktor produksi yang sangat


penting dalam pembentukan nilai tambah suatu kegiatan
ekonomi. Selain itu pekerja yang merupakan sumber
daya manusia adalah komponen utama dari
pembangunan karena pelaku utama pembangunan adalah
manusia.
e. Faktor Infrastruktur Fisik. Berbagai instalasi dan
kemudahan dasar yang diperlukan masyarakat dalam
melakukan aktivitas perdagangan dan kelancaran
pergerakan barang dari satu daerah ke daerah lain atau
juga dari satu negara ke negara lain.

1.7 Metode Penelitian


1.7.1 Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif
kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian
yang merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan
perilaku yang diamati. Dengan demikian untuk memperoleh data,
peneliti turun ke lapangan untuk melakukan wawancara terhadap
aktivitas dari objek yang diteliti serta dokumentasi-dokumentasi yang
ada sebagai pelengkap data yang dibutuhkan. Penelitian ini
dimaksudkan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah Kabupaten

16

Banjarnegara supaya investor menanamkan modalnya di sektor


pariwisata di wilayah Banjarnegara.
Penelitian deskriptif biasanya ditempuh dengan cara
memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada. Mula-mula data
disusun dan dikumpulkan, dijelaskan, kemudian dianalisis6. Metode
ini juga menggunakan langkah kerja untuk mendeskripsikan suatu
objek, fenomena, atau setting sosial terjewantah dalam suatu tulisan
yang bersifat naratif. Artinya, data, fakta yang dihimpun berbentuk
kata atau gambar daripada angka-angka.

1.7.2 Situs Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Banjarnegara.
1.7.3 Subjek Penelitian
Penulis mencari informasi / data terkait dari Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kabupaten Banjarnegara.

1.7.4 Jenis Data


Dalam penelitian ini, jenis data yang digunakan adalah data
yang berupa dokumen, arsip, dan data yang berupa perilaku manusia
beserta ciri-cirinya, yang mencakup perilaku verbal, yaitu perilaku
yang disampaikan secara lisan dan kemudian dicatat. Hal ini
dilakukan dengan mencatat hasil wawancara terhadap para responden,
6Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta:
Rajawali,1996

17

melihat perilaku nyata dan ciri-cirinya yang dapat diamati, serta


pencatatan frekuansi perbuatan-perbuatan tertentu.

1.7.5 Sumber Data


a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan
langsung dari sumber utama, yaitu instansi Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Banjarnegara dan Investor.
b. Data Sekunder
Data yang diperoleh oleh peneliti secara tidak langsung dari
obyek-obyek penelitian, seperti dari berbagai buku, laporan, jurnal,
internet, media massa cetak dan elektronik yang berhubungan
dengan topik yang dibahas dalam penelitian ini.

1.7.6 Teknik Pengumpulan Data


a. Metode Lapangan
Dengan menggunakan metode ini peneliti akan terjun
langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data yang diperlukan
dengan menggunakan metode wawancara langsung dengan pihakpihak terkait. Wawancara dilakukan dengan cara terpimpin, yaitu
metode wawancara dengan menggunakan catatan-catatan pokok.
b. Metode Kepustakaan
Metode Kepustakaan digunakan untuk melengkapi data
primer, yaitu suatu bentuk pengumpulan data lewat membaca buku

18

literatur, hasil penelitian terdahulu, dan membaca dokumen yang


berhubungan dengan obyek penelitian.

1.7.7 Analisis dan Interpretasi Data


Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis kualitatif
mengingat data yang terkumpul sebagaian besar merupakan data
kualitatif. Teknik ini tepat digunakan bagi penelitian yang
menghasilkan data kualitatif, yaitu data yang tidak bisa dikategorikan
secara statistik. Dalam penggunaan analisis kualitatif ini, maka
pengintepretasian terhadap apa yang ditemukan dan pengambilan
kesimpulan akhir menggunakan logika atau penalaran sistematis.
Model analisis kualitatif yang digunakan adalah model analisis
interaktif, yaitu model analisis yang memerlukan tiga komponen
berupa reduksi data, sajian data, serta penarikan kesimpulan/verifikasi
dengan menggunakan proses siklus7. Ada tiga komponen pokok dalam
tahapan analisis data yaitu :
a. Data Reduction merupakan proses seleksi, pemfokusan,
penyederhanaan dan abstraksi data kasar yang ada dalam field
note. Reduksi data dilakukan selama penelitian berlangsung,
hasilnya data dapat disederhanakan dan ditransformasikan melalui
seleksi ketat, ringkasan serta penggolongan dalam suatu pola.
b. Data Display adalah rakitan organisasi informasi yang
memungkinkan kesimpulan riset yang dilakukan, sehingga peneliti

7Sutopo, HB. Metode Penelitian Kualitatif Bagian II, Surakarta:


UNS, 1990. Hal. 48.

19

akan mudah memahami apa yang terjadi dan apa yang harus
dilakukan.
c. Conclution Drawing yang berarti bahwa dari awal pengumpulan
data peneliti harus mengerti apa arti dari hal-hal yang ditelitinya,
dengan cara pencatatan peraturan, pola-pola, pernyataan
konfigurasi yang mapan dan arahan sebab akibat sehingga
memudahkan dalam pengambilan kesimpulan.
Tiga komponen analisis data di atas membentuk interaksi dengan
proses pengumpulan yang berbentuk siklus8. Adapun siklus analisis
data sebagai berikut :
Siklus Analisis Data
Pengumpulan
data
Data

Data Display

Reduction

Untuk menguji validitas


data, maka peneliti menggunakan
Conclusion
Drawing

teknik trianggulasi. Teknik trianggulasi adalah teknik pemeriksaan


validitas data yang memanfaatkan sesuatu yang berada di luar data itu
untuk keperluan pengecekan atau pembandingan terhadap data yang
sama dari sumber yang lain. Trianggulasi dapat dicapai dengan jalan
membandingkan data hasil wawancara dengan isi suatu dokumen.

1.7.8 Kualitas Data

8Sutopo, HB. Metode Penelitian Kualitatif Bagian II, Surakarta:


UNS, 1990. Hal. 37.

20

Kualitas data dalam penilitian ini diperoleh melalui analisis


terhadap pelaksanaan kebijakan Pemerintah Kabupaten Banjarnegara
tentang Potensi Investasi di Sektor Pariwisata. Dalam hal ini,
Pemerintah Kabupaten Banjarnegara berarti Bupati Banjarnegara dan
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banjarnegara.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber dari buku:

21

Agustino, Leo. 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. CV. Alfabeta. Bandung.


2006.
Budi, Winarno. 2005. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media
Press.
Riant, Nugroho. 2011. Public Policy: Dinamika Kebijakan Analisis Kebijakan
Manajemen Kebijakan. Jakarta: PT Elex Media Computindo.
Riant, Nugroho. 2004. Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan Evaluasi.
Jakarta: PT Gramedia.
Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali,1996
Sutopo, HB. Metode Penelitian Kualitatif Bagian II, Surakarta: UNS, 1990.

Alteza, Muniya, M.Si. 2010. Diktat Manajemen Investasi UNY.


Undang-undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
Sumber dari internet:
http://banjarnegarakab.go.id/v3/index.php/investasi
http://budparbanjarnegara.com/
Diunduh Tanggal 20 Desember 2014 Pukul 19:53 WIB

Anda mungkin juga menyukai