Anda di halaman 1dari 14

Ilmi A Stialani, S.

Psi

KECERDASAN IQ, EQ DAN SQ


Intellgence Quotient (IQ)
 Kecerdasan ini ditemukan pada sekitar tahun 1912 oleh William
Stern. Digunakan sebagai pengukur kualitas seseorang pada
masanya saat itu, dan ternyata masih juga di Indonesia saat ini.
Kecerdasan ini terletak di otak bagian Cortex (kulit otak).
Kecerdasan ini adalah sebuah kecerdasan yang memberikan kita
kemampuan untuk berhitung, bernalogi, berimajinasi, dan memiliki
daya kreasi serta inovasi. Atau lebih tepatnya diungkapkan oleh para
pakar psikologis dengan “What I Think“.
 Mengukur kemampuan intelektual, analisis, logika dan rasio
seseorang. Dengan demikian, hal ini berkaitan dengan keterampilan
berbicara, kesadaran akan ruang, kesadaran akan sesuatu yang
tampak, dan penguasaan matematika.
 IQ mengukur kecepatan kita untuk mempelajari hal-hal baru,
memusatkan perhatian pada aneka tugas dan latihan, menyimpan
dan mengingat kembali informasi objektif, terlibat dalam proses
berpikir, bekerja dengan angka, berpikir abstrak dan analitis, serta
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan
IQ

 Faktor Genetik/Keturunan
Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ
dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2
anak kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi,
sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang
diadopsi, IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 – 0,50
dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10
– 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya
bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara
terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi,
walaupun mungkin mereka tidak pernah saling kenal.
 Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan (termasuk semua pengalaman dan
pendidikan yang pernah diperoleh seseorang;
terutama tahun-tahun pertama dari kehidupan
mempunyai dampak kuat terhadap kecerdasan
seseorang).
  Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi
yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan
yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga
memegang peranan yang amat penting.
Emosional Quotient (EQ)

 Mulai menjadi trend pada akhir abda 20. Kecerdasan


ini di otak berada pada otak belakang manusia.
Ditemukan pertama kali oleh Daniel Goleman.
 Kecerdasan emosional adalah kemampuan yang lebih
yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri,
ketahanan dalam menghadapi kegagalan,
mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta
mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan
emosional tersebut seseorang dapat menempatkan
emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan
dan mengatur suasana hati (Goleman).
 Mempunyai dua arah dan dua dimensi, arah ke
dalam (personal) berarti sebuah kesadaran diri
(self awareness), penerimaan diri (self
acceptance), dan hormat diri (self respect), dan
penguasaan diri (self mastery)
 Dan arah keluar (interpersonal) berarti
kemampuan memahami orang (to understand
others), menerima orang (to accept others),
mempercayai orang (to trust others), dan
mempengaruhi orang (to influence others).
Spiritual Quotient (SQ)
 Pertama kali digagas oleh Danar Zohar dan Ian Marshall, masing-
masing dari Harvard University dan Oxford University. Dikatakan
bahwa kecerdasan spiritual adalah sebagai kecerdasan untuk
menghadapi persoalan makna atau value untuk menempatkan
perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan
kaya. 
 Kecerdasan ini terletak dalam suatu titik yang disebut dengan God
Spot. Mulai populer pada awal abad 21. Melalui kepopulerannya
yang diangkat oleh Danar Zohar dalam bukunya Spiritual Capital dan
berbagai tulisan seperti The Binding Problem karya Wolf Singer.
 Kecerdasan inilah yang menurut para pakar sebagai penentu
kesuksesan seseorang. Kecerdasan ini menjawab berbagai macam
pertanyaan dasar dalam diri manusia. Kecerdasan ini menjawab dan
mengungkapkan tentang jati diri seseorang, “Who I am“. Siapa
saya? Untuk apa saya diciptakan?
 Kecerdasan SQ (Ary Ginanjar) adalah kemampuan untuk
memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku,
dan kegiatan, serta mampu menyinergikan IQ, EQ dan
SQ secara komprehensif.
 Dalam hal ini hidup bukan semata-mata untuk
memperoleh materi semata akan tetapi harus betul-
betul dihayati sebagai serangkaian amal bagi sesama
manusia dan beribadah kepada Tuhan. Sehingga tidak
cukup jika kita hanya mengandalkan kecerdasan
intelegensi dan emosional saja. Mempertebal iman dan
taqwa kita akan membangun budi dan akhlak mulia
sehingga segala sesuatu yang kita lakukan semata-mata
mohon perkenan dan ridho Tuhan, sehingga apa yang
kita kerjakan akan terasa bermakna, nikmat, dan kita
lakukan penuh dengan suka cita, tanpa keterpaksaan
belaka.
Seperti apa IQ tanpa EQ dan SQ? Coba kita
pahami melalui kisah berikut
 Seorang mahasiswa Indonesia yang belajar di Singapura, nekat menikam dosen
pembimbingnya. Mahasiswa yang bernama David Hartanto Wijaya kemudian nekat
bunuh diri. David dikenal sebagai mahasiswa yang cemerlang, dia pernah
mewakili Indonesiadalam ajang Olympiade Matematika di Mexiko tahun 2005.
 Tugas akhir David masuk dalam peringkat ketiga terbaik di kampusnya, namun
tugas tersebut membutuhkan kemampuan matematika yang kuat. Diduga David
nekat menyerang dan bunuh diri karena tertekan akibat mengerjakan tugas akhir
yang berat.
 Motif bunuh diri yang dilakukan mahasiswa Nanyang Technological University
(NTU) Singapura asal Indonesia, David Hartanto Widjaja, diduga terkait beasiswa
yang dia terima. David diketahui telah tiga kali mendapat peringatan tertulis
mengenai masa depan beasiswanya dari pihak kampus. Dalam peringatan yang
diberikan tahun lalu itu, pihak kampus menuntut David berusaha memperbaiki nilai
akademiknya yang menurun jika tidak ingin kehilangan beasiswa. Seperti yang
dilaporkan The New Paper, semua salinan suratperingatan itu dikirim ke orangtua
David di Jakarta. Kemudian, dua pekan lalu David akhirnya kehilangan beasiswa
ASEAN
  David Pologruto di Florida Amerika Serikat. Bedanya David Hartanto
menusuk dosen pembimbingnya, sedangkan David Pologruto (seorang
guru) yang ditusuk oleh siswanya. Cerita faktual ini dikemukakan oleh
Daniel Goleman, dalam bukunya "Working with Emotional
Intellegence (1999).“
 Sebuah nasib tragis guru Fisika yang bernama David Pologruto di
SMU Coral SpringsFlorida Amerika Serikat. Ia ditusuk dengan sebilah pisau
dapur oleh salah seorang siswa yang terpandai di kelasnya. Ceritanya,
Jason, siswa terpandai yang biasanya selalu mendapatkan nilai A, bercita-
cita masuk fakultas kedokteran, bahkan ia memimpikan Harvad. Tapi guru
Fisikanya, David, memberi Jason nilai 80 pada sebuah tes. Karena yakin
bahwa nilai itu yang hanya B akan menghalang-halangi cita-citanya, Jason
membawa sebilah pisau dapur ke sekolah dan dalam suatu pertengkaran
dengan gurunya di laboratorium Fisika, ia menusuk gurunya di tulang
selangka, dan gurunya tewas seketika.
 EQ ini tidak sekedar dikenali, tapi lebih lanjut perlu disadari
eksistensinya dalam mempengaruhi kehidupan emosional
kita. Dengan menyadarinya, kita tak lagi dikuasai atau
diperbudak emosi, tapi justru sebaliknya, kita dapat
menguasai emosi.
 Keampuhan EQ akan lemah dengan sendirinya dan tanpa
berarti apa-apa tanpa adanya dorongan dan kekuatan
kecerdasan yang lain yang paling utama, yaitu Spiritual
Quotient (SQ). Seorang David Hartanto dan Jason yang
otaknya 'encer', akan selalu berada pada tataran pengendalian
diri yang stabil dan penghayatan religius yang mantap, apabila
eksistensi kesadaran diri dan kedekatannya dengan Ilahi
(Tuhan) muncul.
 Jika manusia memiliki kepercayaan dan kedekatan terhadap Tuhan dengan
baik dan kuat, tidaklah mungkin mereka melakukan perbuatan yang tidak
terpuji. Tidak mungkin mereka akan bunuh diri, stress, putus asa,
merampok, korupsi, mencopet, mencuri, berzina, dan sebagainya.
Kedekatan dengan Tuhan akan membawa manusia pada ketenangan dan
kedamaian hatinya. ”Ingatlah, hanya dengan berdzikir kepada Allah hati
menjadi tenang” (Ar-Ra’d: 28).
 "SQ is the necessary foundation for the effective functioning of both IQ and
EQ. It is our ultimate intelligence", kata Danah Zohar dan Ian Marshall dalam
bukunya 'Spiritual Intellegence, The Ultimate Intellegence (2000)'.
Bayangkan, SQ adalah puncak kecerdasan. Hakikat sejati SQ disandarkan
pada the soul's intelligence. Kecerdasan jiwa, hati, yang menjadi intisari SQ.
Karena itu pekik SQ adalah suara hati (conscience. SQ hanya berada pada
prototype manusia yang bersih secara spiritual. Kodrat SQ adalah in its
self (fitrah). Dalam terminologi agama, disebut Nafsu Muthmainnah, jiwa
yang damai dan tenang, yang bisa menjalin kontak spiritual dengan Tuhan.
Kecerdasan ESQ
(Pahami kisah berikut ini)

 Erwyn bekerja diperusahaan otomotif sebagai seorang


buruh. Tugasnya memasang dan mengencangkan baut
pada jok pengemudi. Itulah tugas rutin yg dikerjkan selama
hampir 10 tahun.karena pendidikannya yang hanya SLTP
sulit membuatnya meraih prestasi puncak. Saya pernah
bertanya kepada Erwin “bukankah itu suatu pekerjaan yg
sangat membosankan?” kemudian ia menjawab dengan
tersenyum “tidakkah ini pekerjaan yg mulia, saya telah
menyelamatkan ribuan orang yg mengemudikan mobil2
ini. Saya mengencang kuatkan seluruh kursi pengemudi yg
mereka duduki, sehingga mereka sekeluarga selamat,
termasuk kursi mobil yg anda duduki itu”
 Esok harinya saya mendatangi Erwyn lagi. Saya bertanya
lagi: “Mengapa anda bekerja begitu giat, upah anda kan
tidak besar? Mengapa anda tidak melakukan mogok
kerja seperti yg lainnya untuk menuntut kenaikan upah?”
Ia memandangi mata saya , masih dengan senyum dan
menjawab: “saya memang senang dengan kenaikan
upah, tp sayapun memahami bahwa keadaan ekonomi
memang sedang sulit dan perusahaanpun terkena
imbasnya. Saya memahami keadaan pimpinan
perusahaan jg jg tentu sedang dalam kesulitan. Jadi,
kalau saya mogok kerja, maka itu akan memperberat
masalah mereka, masalah saya juga.” Lalu ia
melanjutkan pembicaraan sambil tersenyum “saya
bekerja , karena prinsip saya ‘memberi’, bukan untuk
perusahaan namun lebih kepada pengabdian bagi Tuhan
saya”

Anda mungkin juga menyukai