KECERDASAN SPIRITUAL
(SQ)
Di susunOleh:
Epan Sopyan
Farid A.M
M. Jalaludin
Siti Nurbaety
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pada awal abad ke 20, IQ pernah menjadi isu besar. Kecerdasan intelektual atau
rasional adalah kecerdasan yang digunakan untuk memecahkan masalah logika maupun
strategis. Para psikolog menyusun berbagai test untuk mengukurnya, dan test-test ini menjadi
alat memilah manusia ke dalam berbagai tingkatan kecerdasan, yang kemudian lebih dikenal
dengan istilah IQ (Intelligence Quotient), yang pada hasil test tersebut dapat menunjukkan
kemampuan mereka. Menurut Teori ini, semakin tinggi IQ seseorang, semakin tinggi pula
kecerdasannya.
Pada pertengahan 1990-an, Daniel Goleman mempopulerkan penelitian dari beberapa
neurolog dan psikolog yang menunjukkan bahwa kecerdasan emosional sama pentingnya
dengan kecerdasan intelektual. Kecerdasan emosional memberikan kita kesadaran mengenai
perasaan milik diri sendiri dan juga perasaan milik orang lain. Kecerdasan emosional
memberikan kita rasa empati, cinta, motivasi, dan kemampuan untuk menanggapi kesedihan
atau kegembiraan secara tepat. Seperti dinyatakan Goleman Kecerdasan emosional
merupakan persyaratan dasar untuk menggunakan IQ secara efektif. Jika bagian-bagian otak
untuk telah rusak, kita tidak dapat berpikir efektif.
Kecerdasan Spiritual adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan
EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita. Menurut Howard
Gardner dan Harvard menyatakan bahwa sedikitnya ada 8 kecerdasan yang dapat
dihubungkan dengan salah satu dari ketiga sistem syaraf dasar yang terdapat dalam otak.
Bahkan, semua jenis kecerdasan yang disebutkan oleh Gardner pada hakikatnya adalah varian
dari ketiga kecerdasan utama, IQ, EQ dan SQ serta pengaturan syaraf ketiganya.
Pada dasarnya manusia adalah makhluk spiritual karena selalu terdorong oleh
kebutuhan untuk mengajukan pertanyaan pokok atau mendasar. Mengapa saya dilahirkan ?
Apakah makna hidup saya ? Buat apa saya melanjutkan hidup saat saya lelah, depresi, atau
merasa terkalahkan ? Apakah yang dapat membuat semua itu berharga ?
Kita diarahkan, bahkan ditentukan oleh suatu kerinduan yang sangat manusiawi untuk
menemukan makna dan nilai dari apa yang kita perbuat dan alami. Kita merasakan suatu
kerinduan untuk melihat hidup kita dalam konteks yang lebih lapang dan bermakna, baik
dalam keluarga dan masyarakat. Kita merasakan kerinduan akan sesuatu yang bisa kita capai,
sesuatu yang membawa kita melampaui diri kita dan keadaan saat ini, sesuatu yang membuat
kita dan prilaku kita bermakna.
Kecerdasan spiritual memungkinkan manusia menjadi kreatif, mengubah aturan dan
sitausi. Kecerdasan spiritual memungkinkan kita untuk bermain dengan batasan. Kecerdasan
spiritual memberi kita kemampuan membedakan. Kecerdasan spiritual memberi kita rasa
moral, kemampuan menyesuaikan aturan yang kaku dibarengi dengan pemahaman dan cinta
serta kemampuan setara untuk melihat kapan cinta dan pemahaman sampai pada batasannya.
Kita menggunakan kecerdasan spiritual untuk bergulat dengan ihwal baik dan jahat, serta
untuk membayangkan kemungkinan yang belum terwujud. Untuk bermimpi, bercita-cita dan
mengangkat diri kita dari kerendahan.
Perbedaan penting antara Kecerdasan emosional dan Kecerdasan spiritual terletak
pada daya ubahnya. Seperti dijelaskan oleh Danniel Goleman, kecerdasan emosional
memungkinkan saya untuk memutuskan dalam situasi apa saya berada lalu bersikap secara
tepat didalamnya. Akan tetapi Kecerdasan spiritual memungkinkan saya bertanya apakah
saya memang ingin berada pada situasi tersebut. Apakah saya lebih suka mengubah situasi
tersebut, memperbaikinya ?
Secara harfiah Kecerdasan spiritual beroperasi dari pusat otak yaitu dari fungsi-fungsi
penyatu otak. Kecerdasan spiritual mengintegrasikan semua kecerdasan kita. Kecerdasan
spiritual menjadikan kita makhluk yang benar-benar utuh secara intelektual, emosional dan
spiritual.
Idealnya ketiga kecerdasan dasar kita tersebut bekerja sama dan saling mendukung.
Otak kita dirancang agar mampu melakukan hal ini. Meskipun demikian IQ, EQ dan SQ
memiliki wilayah kekuatan tersendiri dan berfungsi secara terpisah. Oleh karena itu, ketiga
tingkat kecerdasan kita belum tentu sama-sama tinggi atau rendah. Seseorang tidak harus
tinggi dalam IQ atau SQ, agar tinggi dalam EQ. Karena seseorang mungkin tinggi IQ nya
tetapi rendah EQ dan SQ nya.
Banyak bukti ilmiah mengenai kecerdasan spiritual sebenarnya ada dalam telaahtelaah neurologi, psikologi, dan antropologi masa kini tentang kecerdasan manusia,
pemikirannya dan proses-proses linguistik. Para ilmuan telah melakukan penelitian dasar
yang mengungkapkan adanya fondasi- fondasi syaraf bagi kecerdasan spiritual di dalam otak,
namun dominasi paradigm IQ telah menutup penelitian lebih jauh tentang data-datanya.
Pertama penelitian yang dilakukan oleh neuropsikolog Michael Persinger di awal
tahun 1990-an, dan adalah penelitian yang lebih baru pada 1997 oleh neurology V.S.
Ramachandran bersama timnya di Universitas California mengenai adanya titik Tuhan
(God Spot) dalam otak manusia. Pusat spiritual yang terpasang ini terletak di antara
hubungan-hubungan syaraf dalam cuping-cuping temporal otak. Melalui pengamatan
terhadap otak dengan topografi emisi positron, area-area syaraf tersebut akan bersinar makala
subjek penelitian diarahkan untuk mendiskusikan topic spiritual atau agama. Reaksinya
berbeda-beda sesuai dengan budaya masing-masing, yaitu orang barat menanggapi
penyebutan TUHAN, orang Budha dan masyarakat lainnya menanggapi apa yang
bermakna bagi mereka. Aktivitas cuping temporal tersebut selama beberapa tahun telah
dikaitkan dengan penampakan-penampakan mistis para penderita eplilepsi.
Penelitian Ramachandran adalah penelitian yang pertama kali menunjukkan bahwa
cuping itu juga aktif pada orang normal. Titik Tuhan tidak membuktikan adnya Tuhan,
tetapi menunjukkan bahwa otak telah berkembang untuk menanyakan pertanyaanpertanyaan pokok, untuk memiliki dan menggunakan kepekaan terhadap makna dan nilai
yang lebih luas.
Kedua penelitian Neurolog Austria Wolf Singer di tahun 1990-an tentang problem
ikatan membuktikan adanya proses syaraf dalam otak yang dicurahkan untuk menyatukan
dan memberikan makna pada pengalaman kita. Semacam proses syaraf yang benar-benar
mengikat pengalaman kita. Sebelum adanya penelitian Singer tentang penyatuan dan
keharmonisan osilasi syaraf di dalam otak, para neurology dan ilmuwan kognitif hanya
mengakui dua bentuk organisasi syaraf otak.
Salah satu bentuk tersebut, yaitu hubungan syaraf serial, adalah dasar IQ kita. Sistemsistem syaraf yang terhubungkan secara serial tersebut memungkinkan otak untuk mengikuti
aturan, berpikir logis dan rasional secara bertahap. Dalam bentuk kedua, yaitu organisasi
jaringan syaraf, ikatan-ikatan sekitar seratus ribu neuron dihubungkan dalam bentuk yang
tidak beraturan dengan ikatan-ikatan lain yang sangat banyak. Jaringan-jaringan syaraf
tersebut adalah dasar bagi kecerdasan emosional. Kecerdasan yang diarahkan oleh emosi,
untuk mengenali pola dan membentuk kebiasaan.
perbatasan antara keteraturan dan kekacauan, antara mengetahu diri kita atau sama sekali
kehilangan jati diri. Ujung adalah suatu tempat bagi kita dapat menjadi sangat kreatif.
Kecerdasan spiritual adalah hati nurani kita (dalam bahasa Ibrani, kata hati nurani pedoman
atau tersembunyi, kebenaran bathin yang tersembunyi dalam jiwa)
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini yakni mengenai
definisi kecerdasan spiritual, ciri-ciri kecerdasan spiritual dan tanda-tanda orang yang
memiliki kecerdasan spiritual. Materi ini akan dikembangkan pada Bab Pembahasan.
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah agar para pembaca dapat memahami materi
yang dikaji oleh penulis. Serta dapat mengetahui mengenai kecerdasan spiritual yang sangat
mempengaruhi kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
mempunyai arti kecerdasan jiwa yang membantu seseorang untuk mengembangkan dirinya
secara utuh melalui penciptaan kemungkinan untuk menerapkan nilai-nilai positif.
Kecerdasan spritual tersusun dalam dua kata yaitu kecerdasan dan spiritual.
Kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapinya,
terutama masalah yang menuntut kemampuan fikiran. Berbagai batasan-batasan yang
dikemukakan oleh para ahli didasarkan pada teorinya masing-masing. (Munandir,
Ensiklopedia Pendidikan, (Malang: UM Press, 2001), hal 122). Intelegence dapat pula
diartikan sebagai kemampuan yang berhubungan dengan abstraksi-abstraksi, kemampuan
mempelajari sesuatu, kemampuan menangani situasi-situasi baru. ( Kartini Kartono, & Dali
Gulo, Kamus Psikologi (Bandung: Pioner Jaya, 2000), hal 233).
Menurut Para Ahli, spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral,
dan rasa memiliki. Ia memberi arah dan arti bagi kehidupan kita tentang kepercayaan
mengenai adanya kekuatan non fisik yang lebih besar dari pada kekuatan diri kita; Suatu
kesadaran yang menghubungkan kita langsung dengan Tuhan, atau apa pun yang kita
namakan sebagai sumber keberadaan kita. ( Mimi Doe & Marsha Walch, 10 Prinsip Spiritual
Parenting: Bagaimana Menumbuhkan dan Merawat Sukma Anak Anda. (Bandung: Kaifa,
2001), hal 20) Spiritual juga berarti kejiwaan, rohani, batin, mental, moral. ( Tim Penyusun
Kamus,
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia,
(Jakarta:
Departemen
Pendidikan
dan
kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna
dari pada yang lain. (Danah Zohar dan Ian Marshal,. SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spritual
dalam BerfikirIntegralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. (Bandung: Mizan,
2001), hal 4).
Khalil A Khavari medefinisikan kecerdasan spiritual sebagai fakultas dimensi nonmaterial kita atau jiwa manusia. Ia menyebutnya sebagai intan yang belum terasah dan
dimiliki oleh setiap insan. Kita harus mengenali seperti adanya, menggosoknya sehingga
mengkilap dengan tekat yang besar, menggunakannya menuju kearifan, dan untuk mencapai
kebahagiaan yang abadi. (Sukidi. Rahasia Sukses Hidup Bahagia, Mengapa SQ Lebih
Penting dari pada IQ dan EQ. (Jakarta: Gramedia, 2004), hal 77). Sedangkan menurut
Stephen R. Covey mengenai kecerdasan spiritual adalah pusat paling mendasar di antara
kecerdasan yang lain, karena dia menjadi sumber bimbingan bagi kecerdasan lainnya.
Kecerdasan spiritual mewakili kerinduan akan makna dan hubungan dengan yang tak
terbatas. (Stephen R. Covey, The8th Habit: Melampaui Efektifitas, Menggapai Keagungan,
(Jakarta: PT Gramedia pustaka utama. 2005), hal 79). Pernyataan tersebut diperkuat oleh
Tony Buzan yang mengemukakan kecerdasan spiritual adalah yang berkaitan dengan menjadi
bagian dari rancangan segala sesuatu yang lebih besar, meliputi melihat suatu gambaran
secara menyeluruh.( Tony Buzan, Head First, 10 Cara Memanfaatkan 99% Dari Kehebatan
Otak Anda Yang Selama Ini Belum Pernah Anda Gunakan,(Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2003), hal 80).
Berdasarkan dari definisi-definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas
maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan potensial
setiap manusia yang menjadikan ia dapat menyadari dan menentukan makna, nilai,
moral, serta cinta terhadap kekuatan yang lebih besar dan sesama makhluk hidup,
karena merasa sebagai bagian dari keseluruhan. Sehingga membuat manusia dapat
menempatkan diri dan hidup lebih positif dengan penuh kebijaksanaan, kedamaian,
dan kebahagiaan yang hakiki.
B.
Ada lima karakteristik orang yang cerdas secara spiritual menurut Roberts A. Emmons
(dalam Juita), The Psychology of Ultimate Concerns:
1.
2.
3.
4.
5.
spiritual. Anak yang merasakan kehadiran Tuhan atau makhluk ruhaniyah di sekitarnya
mengalami transendensifisikal dan material. Ia memasuki dunia spiritual. Ia mencapai
kesadaran kosmis yang menggabungkan dia dengan seluruh alam semesta. Ia merasa bahwa
alamnya tidak terbatas pada apa yang disaksikan dengan alat-alat indrianya.
Ciri yang ketiga yaitu sanktifikasi pengalaman sehari-hari akan terjadi ketika kita
meletakkan pekerjaan biasa dalam tujuan yang agung. Misalnya: Seorang wartawan bertemu
dengan dua orang pekerja yang sedang mengangkut batu-bata. Salah seorang di antara
mereka bekerja dengan muka cemberut, masam, dan tampak kelelahan. Kawannya justru
bekerja dengan ceria, gembira, penuh semangat. Ia tampak tidak kecapaian. Kepada
keduanya ditanyakan pertanyaan yang sama, Apa yang sedang Anda kerjakan? Yang
cemberut menjawab, Saya sedang menumpuk batu.Yang ceria berkata, Saya sedang
membangun katedral! Yang kedua telah mengangkat pekerjaan menumpuk bata pada
dataran makna yang lebih luhur. Ia telah melakukan sanktifikasi.
Orang yang cerdas secara spiritual tidak memecahkan persoalan hidup hanya secara
rasional atau emosional saja. Ia menghubungkannya dengan makna kehidupan secara
spiritual yaitu melakukan hubungan dengan pengatur kehidupan. Contoh: Seorang anak
diberitahu bahwa orang tuanya tidak akan sanggup menyekolahkannya ke Jerman, ia tidak
putus asa. Ia yakin bahwa kalau orang itu bersungguh-sungguh dan minta pertolongan
kepada Tuhan, ia akan diberi jalan. Bukankah Tuhan berfirman, Orang-orang yang
bersungguh-sungguh dijalan Kami, Kami akan berikan kepadanya jalan-jalan Kami? anak
tersebut memiliki karakteristik yang keempat.
Tetapi anak tersebut juga menampakkan karakteristik yang ke lima memiliki rasa kasih
yang tinggi pada sesama makhluk Tuhan. Memberi maaf, bersyukur atau mengungkapkan
terimakasih, bersikap rendah hati, menunjukkan kasih sayang dan kearifan, hanyalah
sebagian dari kebajikan. Karakteristik terakhir ini mungkin disimpulkan Muhammad saw,
Amal paling utama ialah engkau masukkan rasa bahagia pada sesama manusia.
(LenyJuwita, Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak, (online), ( www.mailarchive.com/airputih@yahoogroup.com, artikel lepas Yayasan Muthahari, Akses 21:99 Kamis
14 Desember 2006).
C.
Zohar & Marshaall mengindikasikan tanda dari SQ yang telah berkembang dengan baik
mencangkup hal berikut :
1. Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif).
2. Tingkat kesadaran yang tinggi.
3. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan.
4. Kemanpuan untuk menghadapi dan melampui rasa sakit.
5. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai.
6. Keengganan untuk untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu.
7. Kecenderungan untuk melihat ketertarikan antara berbagai hal (holistik view).
8. Kecenderungan untuk bertanya untuk mencari jawaban yang mendasar.
9. Bertanggung jawab untuk membawakan visi dan dan nilai yang lebih tinggi pada
orang lain.
Seorang yang tinggi SQ-nya cenderung menjadi menjadi seorang pemimpin yang
penuh pengabdian yaitu seorang yang bertanggung jawab untuk membawakan visi dan nilai
yang lebih tinggi terhadap orang lain, ia dapat memberikan inspirasi terhadap orang lain. (
Danah Zohar Dan Ian Marshal, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spritual., hal, 14)
Sejalan dengan Covey yang menerangkan bahwa setiap pribadi yang menjadi mandiri,
proaktif,
berpusat pada prinsip yang benar, digerakkan oleh nilai dan mampu mengaplikasikan dengan
integritas, maka ia pun dapat membangun hungungan saling tergantung, kaya, langgeng, dan
sangat produktif dengan orang lain. (Stephen R. Covey,.the 7 Habit of Highly Effective
People (Jakarta: Binapura Aksara, 1997), hal 180-181).
Ada 3 (tiga) sebab yang membuat seseorang dapat terhambat secara spiritual yaitu :
1. Tidak mengembangkan beberapa bagian dari dirinya sama sekali
2. Telah mengembangkan beberapa bagian, namun tidak proporsional atau dengan cara yang
negatif dan destruktif
3. Bertentangannya atau buruknya hubungan antara bagian-bagian.
o
o
o
o
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Bimbingan adalah proses membantu individu untuk mencapai perkembangan optimal.
Makna dari sebuah bimbingan adalah sebagai suatu proses, bimbingan adalah bantuan,
bimbingan diberikan kepada individu, serta tujuan dari bimbingan adalah perkembangan
optimal yang sesuai dengan potensi dan sistem nilai tentang kehidupan yang baik dan benar.
Pendekatan perkembangan yang sehat akan berlangsung dalam interaksi antar siswa
dengan lingkungannya. Petugas bimbingan atau guru di sekolah perlu memiliki kerangka
berpikir dan keterampilan yang memadai untuk memahami perkembangan peserta didik
sebagai dasar perumusan tujuan dan isi bimbingan di sekolah.
3.2 Saran
Perluasan program pendidikan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencapai
tingkat pendidikan setinggi mungkin sesuai dengan kemampuannya. Arah ini menimbulkan
kebutuhan akan bimbingan. Yaitu dalam memilih kelanjutan sekolah yang paling tepat untuk
siswa. Serta menilai kemampuan siswa yang bersangkutan, mungkinkah dia melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Oleh sebab itu, diperlukan bimbingan yang efektif
oleh seorang guru kepada siswanya dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal
lingkungan dan merencanakan masa depannya.
Daftar Pustaka
Drs. Hidayat, dkk. 2006. Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung : UPI Press
Danah Zohar dan Ian Marshall. SQ. kecerdasan Spiritual. Bandung : Penerbit Mizan