Anda di halaman 1dari 11

KELOMPOK 1

1. A.N Pratama
2. Jeni Arnila
3. Vina Damayanti Sukmaja
4. Elva Fitralia
5. Jeremy
6. Faza Khafiyan
7. Ahmad Riva
KASUS KETAHANAN
PANGAN BANDA
ACEH
Selama lebih dari satu dasawarsa terakhir, Provinsi Aceh termasuk dalam sepuluh besar provinsi termiskin di Indonesia.
Peningkatan kemiskinan yang cukup besar akibat konflik Aceh dan krisis ekonomi hingga saat ini belum mampu dikurangi
sampai ke angka sebelum krisis, yaitu 12,72% pada tahun 1996 (BPS 2015). Kemiskinan erat kaitannya dengan
kerawanan pangan. Dalam UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan dijelaskan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi
terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. FAO (1996),
Barret (2010), Suryana (2014), dan Moeke et al. (2015) mengemukakan bahwa ketahanan pangan adalah keterkaitan
antara tiga unsur, yaitu (a) ketersediaan dan stabilitas pangan (food availability and stability); (b) kemudahan memperoleh
pangan (food accessibility), baik secara fisik maupun secara ekonomi; (c) pemanfaatan pangan (food utilization).
Pengertian Ketahanan Pangan
◦ UU No 7 Tahun 1996
Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga, yang tercemin dari tersedianya pangan yang
cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.
◦ FAO (1997)
Situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses bagik fisik maupun eknomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh
anggota keluarganya, dimana rumah tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut.
Keadaan Ketahanan Pangan Banda Aceh
◦ 2012-2017
sejak Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) telah berupaya untuk meningkatkan
ketahanan pangan dengan menjadikan ketahanan pangan sebagai salah satu prioritas utama dalam RPJMA
◦ 2017-2022
Upaya mendorong peningkatan produksi komoditas pangan terus belanjut untuk menjamin ketersedian
pangan bagi seluruh masyarakat Aceh dengan harga terjangkau dan stabil.
◦ 2020
Aceh Besar berhasil meraih peringkat pertama Indeks Ketahanan Pangan (IKP) se-Kabupaten di Provinsi
Aceh.
Aspek keberhasilan meraih IKP tersebut antara lain berdasarkan kemampuan dalam sistem kewaspadaan
pangan dan gizi dengan berdasarkan tiga aspek penting yaitu:

◦ aspek ketersediaan
◦ aspek keterjangkauan, dan
◦ aspek pemanfaatan
Upaya Peningkatan Ketahanan Pangan
Dapat ditempuh pada ketersediaan pangan, yaitu dengan
◦ memberdayakan petani baik sebagai produsen maupun konsumen,
◦ melalui subsidi input,
◦ peningkatan infrastruktur,
◦ pencetakan lahan sawah baru,
◦ perbaikan sistem dan sumber daya penyuluh/pendamping,
◦ kerja sama dengan perguruan tinggi dalam menghasilkan inovasi, dan
◦ menghidupkan kembali lumbung pangan di setiap rumah tangga.
Upaya Peningkatan Ketahanan Pangan
Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah terus menguatkan program ketahanan pangan di masa pandemi COVID-19 dengan salah
satunya mendorong pemanfaatan pekarangan rumah untuk bercocok tanam. Hal itu akan terus didorong melalui program
Pekarangan Pangan Lestari (P2L) dan Kawasan Mandiri Pangan (KMP). Selain untuk penguatan ketahanan pangan daerah,
program P2L dan KMP juga sekaligus untuk mendukung program Pemerintah Aceh mewujudkan Gerakan Aceh Mandiri Pangan
(GAMPANG).
Apa sih itu GAMPANG???
Gerakan Aceh Mandiri Pangan
(GAMPANG)
merupakan program nasional yang didengungkan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pertanian RI. Program ini sudah
ada sejak beberapa waktu lalu, dengan maksud menggerakkan kaum hawa untuk memanfaatkan lahan perkarangan rumah
menghasilkan pangan yang berkualitas. GAMPANG merupakan hal yang harus dipenuhi dan dicapai semaksimal mungkin.
Terlebih, Pandemi Covid-19 yang telah dialami, membuat sebahagian wilayah Indonesia diprediksi akan mengalami krisis
pangan. Sehingga menurutnya, Program ini dirasa sangat tepat membantu masyarakat dalam mengatasi krisis pangan dengan
memberdayakan pemanfaatan lahan perkarangan rumah menjadi lahan pangan yang bisa mencukupi kebutuhan dan kecukupan
gizi keluarga. GAMPANG harus menjadi suatu gerakan untuk semua pihak. Bukan hanya menjadi tanggung jawab individu,
melainkan seluruh komponen masyarakat. Harapannya gerakan ini tidak bersifat parsial apalagi proyek. Untuk menyukseskan
program GAMPANG tersebut pihak daerah juga harus merawat sarana dan prasarana seperti merawat irigasi, menjaga
ketersedian pupuk subsidi melalui pengawasan ke produsen, melaksanakan operasi pasar dan agen, memberdayakan penggunaan
dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan terutama bidang non Sumber Daya Alam, memfasilitasi kegiatan paska
panen produk pertanian untuk ketersediaan stok cadangan pangan di tingkat kabupaten/kota, dan membentuk Forum Gampang di
kabupaten/kota.
Program GAMPANG fokus pada pengembangan sektor pertanian dan perkebunan, peternakan, hortikultura dengan
memanfaatkan pekarangan rumah tangga, serta perikanan.
Dengan adanya gerakan ini diharapkan Aceh bisa memproduksi dan menjaga rantai pasokan pangan dari ancaman krisis pangan
khususnya di masa wabah. Setidaknya, ada sebelas komoditas pangan yang harus dijaga. Di antaranya beras, jagung, lele,
sayuran, ayam, bawang merah, bawang putih, dan minyak goreng. Khusus untuk program GAMPANG yang dikordinasikan
oleh SKPA, hanya menyasar lima komoditas pangan, yaitu padi, jagung, sayur, telur, dan ikan lele. Selain itu, pada tahun 2021
ini, program nasional untuk Aceh akan dilakukan peningkatan produksi ubi kayu. Tidak hanya itu, pemerintah juga telah
memverifikasi pengembangan pangan lokal di Aceh seperti sagu, talas, dan ketela.

Anda mungkin juga menyukai