Anda di halaman 1dari 17

Hukum Pelanggaran Adat :

Soepomo
Pelanggaran Adat adalah segala perbuatan atau
kejadian yg :
 mengganggu kekuatan batin masyarakat,
 mencemarkan suasana batin,
 menentang kesucian masyarakat,
merupakan delik thd masyarakat seluruhnya
Van Vollenhoven

Pelanggaran adat adalah perbuatan yg tdk


boleh dilakukan walaupun pd
kenyataannya peristiwa atau perbuatan
itu hanya kesalahan kecil saja
Sifat pelanggaran adat (bandingkan
dgn KUH Pidana)
1. Sistem pemidanaan bersifat terbuka (delik
adalah setiap perbuatan yg
mengakibatkan keseimbangan masyarakat
terganggu)
2. Makna perbuatan salah (melihat hasil
atau akibat dr perbuatan yg dilakukan)
3. Pertanggungjawaban kesalahan
(kesalahan bukan hanya dibebankan
kepada pelaku), tetapi juga kpd org tua,
saudara atau masyarakat hukum adatnya
4. Ketentuan menghakimi sendiri (keluarga yg
merasa dirugikan akibat suatu perbuatan dpt
menuntut sendiri ganti rugi)
5. Kriteria pelaku : pelaku, percobaan atau
pembantu pelaku atau pembujuk dipandang
merupakan satu kesatuan.
6. Kesalahan berulang (residive) :
memperhitungkan keseluruhan kesalahan
yg dilakukan
7. Berat ringan hukuman :
mempertimbangkan permintaan maaf &
pengakuan atas kesalahan adat yg
dilakukan si pelaku
8. Hak mendapat perlindungan : seseorang
yg bersalah dpt dilindungi dr ancaman
pihak lain bila ia berlindung kpd kepala
adat.
9. Kategori kesalahan & kejahatan tdk
dibedakan
Timbulnya Pelanggaran Adat
1. Tata tertib adat dilanggar
2. Keseimbangan masyarakat terganggu
Yurisprudensi MA No.854 K/Pid/1983 tgl 30
Oktober 1984

 Menurut Yurisprudensi MA, seorang laki-laki


yg terbukti tidur bersama dgn seorang
perempuan dlm 1 kamar & pd 1 tempat tidur,
merupakan bukti petunjuk bhw laki-laki tsb
tlh bersetubu dgn wanita itu
 Hukum Adat Pidana Logika Sanggraha di
Bali Peswara Bali, merupakan suatu tindak
pdn seorang pria yg memiliki unsur-unsur :
- bersetubuh dgn seorang gadis
- gadis tsb menjadi hamil
karenanya
- pria tsb tdk bersedia
mengawini gadis tsb
Putusan PN Mataram No.051/Pid.Rin/1998
tgl 23 Maret 1998
 Bhw tujuan perkawinan menurut H. Adat,
bukan saja mempertemukan kedua calon
mempelai sbg suami isteri, melainkan juga
mempertautkan ke-2 kerabat calon s-i tsb;
 Bhw dgn ingkarnya si pria membatalkan
niatnya mengawini
gadis tsb mk masy. Adat desa ybs menjadi
malu & direndahkan harga diri
&martabatnya. Sehingga tetua adat & masy.
Adat ybs menilai perbuatan terdkw ini sbg
perbuatan yg melanggar H. Adat yg disbt
“Nambarayang” & u/ pelanggaran adat ini
ada sanksi adatnya
 Bhw menurut Tetua Adat, unsur-unsur yg
terkandung dlm H. Adat delik
“Nambarayang” adalah : “setiap sikap-
tindakan-kata kata yg bersifat menyepelekan,
mengenyampingkan, atau meniadakan kaidah
Adat istiadat yg dpt menimbulkan keonaran,
kekacauan & keresahan masy. (ngorayang)”;
 Bhw terdkw dgn sadar telah melanggar
H.Adat & sadar pula akan akibat yg timbul
dgn adanya pelanggaran adat tsb yaitu aib &
malu bagi si gadis serta kaum kerabatnya
serta membuat aib pula masy. Adat yg
melindungi gadis yg disembunyikan itu;
 Bhw validitas berlakunya H. Adat sbg H.
Positif di negara kita sampai saat ini masih
diakui oleh masyarakat Indonesia serta
diberikan dasar hukum Pasal 5 (3) sub b UU
Darurat No.1/1951 jo. Pasal 29 UU
No.14/1970
 Bhw hakim berpendapat bhw tdkw telah
terbukti melanggar Hukum Adat Delik
Nambarayang sbg yg didkwkan

Anda mungkin juga menyukai