Anda di halaman 1dari 41

Laporan Kasus

Tetanus Generalisata

Patricia Tedja Hermanto


Outline
• Laporan Kasus
• Pembahasan
Identitas Pasien
• Nama : Tn. M
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Umur : 51 tahun
• Status : Menikah
• Suku : Jawa
• Pekerjaan : Wiraswasta
• Nomor RM : 03.79.67
• Tanggal Ranap : 23 Agustus 2021
Anamnesis
• Keluhan utama : Tidak dapat membuka mulut
Pasien mengeluh tidak dapat membuka mulut karena rahang kaku disertai dengan sulit
menelan sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan kaku pada seluruh tubuh,
perut, punggung, dan leher belakang.
• Keluhan lain:
Pasien riwayat demam 1 minggu yang lalu, membaik 2 hari yang lalu. Pasien juga
mengeluhkan luka di jari ke 2 kaki kanan yang mulai kehitaman. Pasien mengaku sudah
berobat ke poli bedah RSUP Sanglah dan direncanakan operasi. Pasien sulit untuk
makan dan minum. Gigi berlubang (+)
Timeline Keluhan Pasien

1 bulan 10 hari lalu 3 hari lalu


7 hari lalu
- Jari kaki kanan - Gigi - Rahang kaku
- Demam
kehitaman berlubang - Badan kaku
• Riwayat Pengobatan :
• Riwayat Penyakit Dahulu :
 Candesartan 2x16 mg po
Hipertensi (+) Diabetes Mellitus (+) sejak 20 tahun yang lalu,
Gagal ginjal dan rutin cuci darah sejak 5 bulan terakhir  Adalat oras 3x8 mg po
 V Block 1x1 tab po
• Riwayat Penyakit Keluarga :  Novorapid 3x12 IU SC
Tidak ada • Riwayat Pengobatan di RS BalJim :
 Tetagam 1000 IU IM
• Riwayat Penyakit Sosial :  Diazepam 1 amp IV bolus IV
Menikah  Diazepam 1 amp drip dlm NS 50 cc IV
Wiraswasta  Methylprednisolone 125 mg IV
Pendidikan SMA  Dexketoprofen 1 amp IV
Merokok (-) Alkohol (-)  Ranitidine 1 amp IV
 Omeprazole 40 mg IV
Pemeriksaan Fisik
• Tanda Vital
• Tekanan darah kanan kiri : 169/91 mmHg
• Nadi : 88 x/mnt, irreguler
• Respirasi : 20 x/mnt
• Suhu axilla : 36,5 C
• Saturasi Oksigen : 99% room air
• NRS : 2/10 di rahang bawah
• Pemeriksaan Fisik : Gangren digiti 2 pedis dextra
• Status neurologis • Rigiditas +/+
• GCS E4V5M6 • Opistotonus (-)
• Tanda rangsang meningeal (-) • Perut Papan (+)
• Trismus 1 jari • Refleks spasme (-)
• Spatula test (+) • Motorik normal
• Risus sardonicus (-)
• Dysfagia (+)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium tgl 23/8/2021
• WBC : 6.56 x 103/mm3 • PCT : 0.26
• Hb : 11.2 g/dL ng/mL
• HCT : 34.7 %
• PLT : 298 x 103/uL
• Antigen SARS COV 2 :
• GDS : 243 mg/dL
Negative
• BUN : 49 mg/dL • AGD :
• SC : 11.1 mg/dL pH 7.43/pCO2 41/pO2 92/HCO3
• Na : 147.64 mmol/L 28/SaO2 98
• K : 5.04 mmol/L
Pemeriksaan EKG
• Kesan :
Sinus Normal
Pemeriksaan Radiologi
• Thorax • Temuan :
Tidak tampak gambaran pneumonia
Tidak tampak abnormalitas signifikan
pada pemeriksaan radiografik ini.
• Pedis Dextra • Kesan :
Gambaran osteomyelitis di phalang
distal digiti II pedis kanan dengan soft
tissue swelling dan emfisema subkutis
di digiti II pedis kanan
Calcaneal spur pedis kanan
Assesment
• Tetanus Generalisata (Abblet score 1)
• Gangren digiti II pedis dextra
• DM tipe II
• Hipertensi stage II
• CKD on HD
Planning
• Diagnostik : Konsul TS Bedah dan Interna • Monitoring :
• Terapi :
• Rawat ruang ranap sendiri dengan minimal pencahayaan Spasme, tanda-tanda gagal napas, tanda
• Diet cair ~ TS interna, Pasang NGT disotonom (takikardia, hipertensi)
• IVFD 2 line :
• NaCl 0.9 % 20 tpm
• Diazepam drip 50 mg dalam 500 mL D5 % (8tpm) dikocok
tiap 15 menit)
• Ceftriaxone 2x1 gram IV
• Metronidazole 4x500 mg IV
• Ketorolac 3x30 mg IV
• Omperazole 2x40 mg IV
Jawaban TS Interna
• Assesment :
Tetanus Generalisata (Abblet score 1), Gangren digiti II pedis dextra, DM tipe II, Hipertensi stage II, CKD on HD

• Terapi :
• Novorapid 3x12 IU SC
• Candesartan 1x16 mg po
• Amlodipin 1x10 mg po
• Bisoprolol 1x2,5 mg po
• Saran konsul TS Bedah
• Penggantian cairan CAPD sesuai jadwal
• Cek BSN 2JPP tiap hari
• Diet cair 6x100 cc rendah garam
Follow Up
S O A P
• Pkl 23.49 TD : 145/90 mmHg • Tetanus Diagnostik : -
N : 90 x/menit Generalisata
Keluarga pasien R : 20 x/menit (Abblet score 1) Terapi :
mengatakan bahwa S : 36,5 C • Gangren digiti II Bolus pelan diazepam
pasien mengalami SpO2 : 94 % RA pedis dextra 5-10 mg diencerkan
kejang beberapa NPRS : 0/10 • DM tipe II dalam NS 10 cc
kali namun kejang • Hipertensi stage II Drip Diazepam 50 mg
berlangsung cepat • Terpasang penyangga di • CKD on HD dalam D5 500 cc 8tpm
tidak seperti awal mulut pasien dilanjutkan
mengalami kejang, • Tubuh pasien tampak kaku
kejang < 5 detik • Setelah kejang pasien Monitoring : Spasme,
sempat merespon jika tanda-tanda gagal
diajak berkomunikasi napas, tanda disotonom
(takikardia, hipertensi)
Follow Up
S O A P
• Pkl 00.50 TD : 160/90 mmHg • Tetanus Diagnostik : -
N : 80 x/menit Generalisata
Keluarga R : 20 x/menit (Abblet score Terapi :
pasien S : 36,5 C 1) • O2 4 lpm NC
mengatakan SpO2 : 99 % RA • Gangren digiti • Mematikan semua lampu  ruangan gelap
bahwa pasien NPRS : 0/10 II pedis dextra • Drip diazepam dilanjutkan (sisa 100 cc)
mengalami • DM tipe II • Bolus diazepam 5 mg IV dengan kecepatan
kejang pada • GCS E4M6V5 • Hipertensi 2 mg/menit
bibir, tubuh • Trismus (+) stage II • KIE keluarga
kaku. • CKD on HD • Jika kejang berulang, bolus diazepam 5-10
mg IV dengan kecepatan 2 mg/menit

Monitoring : Spasme, tanda-tanda gagal


napas, tanda disotonom (takikardia,
hipertensi)
Spasme, tanda-tanda gagal napas, tanda
disotonom (takikardia, hipertensi)
Follow Up
S O A P
• Pkl 03.17 TD : tidak terukur • Cardiac Arrest Diagnostik : -
N : tidak teraba • Tetanus
Keluarga R : tidak ada napas Generalisata Terapi :
pasien spontan (Abblet score • Bagging
mengatakan SpO2 : tidak 1) • RJP dengan pola 30:2
bahwa pasien terukur • Gangren digiti • Epinefrin 1 amp IV
tidak ada II pedis dextra
respon setelah • GCS E1M1V1 • DM tipe II Setelah RJP dan pemberian epinefrin 3 amp
kejang dengan • Hipertensi IV, pasien tidak ada respon dengan EKG
kedua tangan stage II asistol  pasien dinyatakan meninggal pukul
kaku dan mulut • CKD on HD 03.40 WITA
kaku. Saat
perawat
datang, pasien
sudah tidak ada
nadi
Pembahasan
TETANUS
• Penyakit yang disebabkan oleh neurotoksin poten yang dihasilkan dari
bakteri pembentuk spora Clostridium tetani
• Spora ini dapat mengkontaminasi luka, abrasi kulit, tali pusat pada
neonatus
• Pada keadaan anaerob, spora C. tetani memproduksi bakteri vegetatif
yang menghasilkan toksin
• Dapat dicegah dengan vaksinasi
Epidemiologi
• Secara global selama tahun 2011-2016 laporan kasus tetanus selalu kurang dari 20.000 kasus per
tahun
• Di US :
• 500-600 kasus sebelum vaksin (1900-1940)
• Sejak pertengahan 1950-1970  50-100 kasus
• Tahun 2018  23 kasus dilaporkan tanpa adanya kematian
• Di tahun 2017, WHO melaporkan insidensi tetanus neonatorum di Indonesia sebanyak 25 kasus,
dan insidensi tetanus secara keseluruhan adalah 506 kasus.
• Pada negara dengan pendapatan tinggi, kasus tetanus jarang, lebih sering pada orang tua (≥ 60 th),
atau pengguna obat-obat injeksi
Faktor Risiko
• Belum/tidak vaksin
• Penggunaan obat injeksi ilegal
• Diabetes mellitus
• Bencana alam
Patofisiologi
• Tetanus disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani

• Berada di lingkungan (tanah) dalam bentuk bersporulasi

• C. tetani didapatkan pada feses manusia dan hewan

• Spora C.tetani bisa masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka/abrasi ringan dan pada kondisi
anaerobik yang tepat dapat berkembang menjadi bakteri vegetatif

• Genom C.tetani mengandung kromosom (2.799.250 pasang basa) dan plasmid (74.082 pasang basa)
• Kromosom  sejumlah besar gen untuk adhesi dan degradasi lipid atau asam amino (tetanolysin atau haemolysin)

• Plasmid  mengkode toksin tetanus


• Lepasnya toksin tetanus diatur oleh suatu sistem kompleks yang melibatkan sinyal dari
lingkungan dan faktor intrinsik seperti tetracycline repressor (TetR) proteins (alternative RNA σ
factors)
• Faktor lingkungan dan nutrisi  nitrogen, karbon, peptida
• Toksin tetanus  neurotoksin poten kuat
• Protein rantai tunggal 150 kDa  Rantai berat dan rantai ringan yang dihubungkan oleh ikatan
disulfide
• Rantai berat  C-terminal (berfungsi untuk melekatkan ke reseptor) dan N-terminal (translokasi rantai ringan
ke dalam sitosol)
• Rantai ringan  mengandung 50 kDa N-terminal metalloprotease yang bertanggungjawab dalam aksi toksin
• Toksin tetanus berikatan dengan membrane presinaps pada neuromuscular junction  diinternalisasi dan
ditransportasikan secara retrograde pada motor neuron melalui jalur endogenous microtubule-based axonal
• Toksin mengalami transitosis  diambil oleh neuron inhibisi presinaps  rantai ringan dilepaskan ke sitosol
• Substrat dari toksin adalah vesicle-associated membrane protein 2 (VAMP2 atau synaptobrevin-2)  bagian
dari soluble NSF attachment protein receptor (SNARE) complex
• SNARE compleks  penting untuk pelepasan vesikel neurotransmiter sinaps
• Pemotongan ikatan peptide spesifik dari SNARE compleks  mencegah eksositosis  inhibisi motorik
menurun  spasme pada tetanus
• Toksin tetanus juga dapat berikatan dengan neuron adrenergik simpatis  disregulasi otonom
Manifestasi Klinis
• Periode inkubasi : waktu antara terjadinya infeksi (luka) hingga munculnya
gejala pertama kali
• Periode onset : waktu antara munculnya gejala pertama dengan gejala
spasme yang pertama
• Prognosis buruk bila periode inkubasi < 7 hari dan periode onset ≤ 48 jam
• Waktu antara munculnya gejala pertama hingga saat dirawat di RS dan
adanya spasme saat dirawat inap di RS memiliki arti prognostik yang besar
Ablett Classification
Gejala Klinis
• Tetanus generalisata  lebih sering terjadi daripada tetanus lokal, mengenai
seluruh otot
• Awalnya terjadi kekakuan otot  Diikuti dengan spasme otot yang nyeri dan
memanjang
• Spasme otot ekstensor  spasme paling kuat, dapat menyebabkan
opistotonus
• Rigiditas otot abdomen  gejala klinis khas, peningkatan tonus otot
abdomen yang menetap diantara spasme
Tetanus yang berat
• Gejala otonom yang sering terjadi : hipertensi dan takikardi
• Dapat diselingi dengan fluktuasi tekanan darah yang cepat atau
bradikardi
• Gangguan BAB dan BAK
• Peningkatan sekret saluran pernapasan
Diagnosis
• Diagnosis tetanus didasarkan pada gejala dan tanda klinis
• Clostridium tetani dapat dikultur dari luka pasien yang tidak menunjukkan
gejala tetanus  hanya sebagai penunjang diagnosis
• Diagnosis banding bila gejala hanya trismus  kelainan lokal pada
mandibular, faring, dan mulut
• Diagnosis banding untuk tetanus generalisata  keracunan strychnine
(pestisida), reaksi dystonia akibat obat (seperti fenotiazine dan metoclopramide)
Penatalaksanaan
Prinsip Penanganan
• Mencegah penyebaran toksin
• Mengontrol spasme otot
• Perawatan suportif
Mencegah Penyebaran Toksin
• Pembersihan dan debridemen luka dengan teliti
• Pemberian antibiotik dan antitoksin
Antibiotik
• Penelitian pada 173 pasien di Indonesia yang secara random diberikan 1,5 juta unit
procaine benzylpenicillin tiap 8 jam IM, metronidazole 500 mg tiap 6 jam oral atau
1000 mg tiap 8 jam per rektal selama 7-10 hari  24% kematian (18 dari 78 pasien) pada
pemberian procaine benzylpenicillin dibandingkan 7% kematian (7 of 97 pasien) pada
pemberian metronidazole

• Penelitian yang membandingkan pemberian 1,2 juta unit benzathine benzylpenicillin


dosis tunggal IM, 2 juta unit benzylpenicillin tiap 4 jam IV, dan 600 gram
metronidazole tiap 6 jam per enteral  46% kematian (26 dari 56 pasien) pada
pemberian benzathine benzylpenicillin, 35% kematian (19 dari 55 pasien) pada pemberian
metronidazole, dan 44% kematian (22 dari 50 pasien ) pada pemberian benzylpenicillin
Antitoksin
• Ada 2 jenis :
• Equine heterologous immunoglobulin  kuda hiperimun
• Human tetanus immune globulin  donor darah manusia yang
memiliki imunitas terhadap tetanus (tetanus hyperimmune immune
globulin)
Mengontrol spasme
• Bensodiazepine  γ-aminobutyric-acid type A receptor agonists dan terapi
lini pertama pada banyak negara
• Kekurangan : half-life yang panjang  paralisis dan kebutuhan penggunaan alat bantu
ventilasi mekanik

• Baclofen  γ-aminobutyric-acid type B receptor agonists


• Efek samping : depresi napas, bradikardia, meningitis

• Magnesium sulfat  calcium antagonist


Perawatan Supportif

• Ketersediaan ventilasi mekanik memperbaiki luaran tetanus, spasme bisa


dikontrol dengan agen penghambat neuromuscular atau sedative dosis tinggi

• Trakeostomi digunakan pada spasme laring, mengurangi risiko stenosis trakea


setelah penggunaan ventilasi mekanik yang lama (median durasi 3-5 minggu)

 Ventilator-associated pneumonia sering terjadi  meningkatkan lama rawat


di ICU dan di RS, serta meningkatkan biaya RS
Daftar Pustaka
• WHO. WHO vaccine-preventable disease monitoring system global
summary.http://apps.who.int/immunization_monitoring/globalsummary/
incidences?c=IDN
• CDC. Tetanus.
https://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/tetanus.html#epidemiology
• Yen LM, Thwaites CL. Tetanus. Lancet. 2019 Apr 20;393(10181):1657-
1668. doi: 10.1016/S0140-6736(18)33131-3. Epub 2019 Mar 29. Erratum
in: Lancet. 2019 Apr 27;393(10182):1698. PMID: 30935736.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai