Disusun oleh :
dr. Yenda Cahya E. P
Pendamping :
dr. A. Hendra Setia Permana
ANGKATAN II 2020-2021
BAB I
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
No. RM 187755
Nama : Ny. S
Umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Banjar
Pekerjaan : Pedagang
Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien datang rujukan dari RS PMC dengan keluhan sulit diajak komunikasi sejak 4 hari
yang lalu.
Keluhan Tambahan
Batuk (+), sesak (+), tidak mau makan dan minum (+)
lalu dirawat dirumah sakit PMC selama 5 hari dan dilakukan Rapid Test dengan hasil (+) dan
dirujuk ke RSUD Banjar.
4 hari yang lalu keadaan pasien tidak membaik, sesak napas yang bertambah berat,
mengamuk dan mengalami penurunan kesadaran, lalu pasien dilarikan ke RS PMC dan
dilakukan rapid test dengan hasil IgM reaktiv dan dirujuk ke RSUD Banjar.
Di Ruang Isolasi RSUD Banjar pasien dilakukan swab PCR dengan hasil positif.
Riwayat Sosial
Riwayat keluar kota (-).
Riwayat kontak dengan pasien Covid-19 tidak diketahui.
Pasien bekerja di pasar Banjar, dan jarang mengenakan masker. 1 bulan yang lalu dagangan
pasien sepi sehingga pasien terlihat lebih sering murung.
Pasien tinggal serumah dengan suaminya
Riwayat Alergi
-
Pemeriksaan Fisik
Tanggal : 12 November 2020
Jam : 17.00 WIB
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Somnolen
GCS : E4 V2 M5
Tekanan darah : 147/88 mmHg
Frekuensi nadi : 52 x / menit
Suhu : 38.5°C
Frekuensi nafas : 26 x / menit
SpO2 : 99%
Pemeriksaan Sistem
Kepala : Normochepali, ubun-ubun cekung (-), pertumbuhan rambut merata.
Mata : CA -/-, SI -/-, mata cekung -/-
Hidung : Deviasi septum (-), konka tidak hiperemis, anosmia (-)
Thoraks
● Dinding thoraks : Normochest
● Paru
O Inspeksi : Pergerakan dinding thorax simetris kanan dan kiri, retraksi sela iga
(-)
O Palpasi : Vocal fremitus Ka=Ki, krepitasi (-)
O
Perkusi : Sonor Ka=Ki
O Auskultasi : Bunyi Nafas Dasar Vesikuler +/+, Ronki (+/+), Wheezing (-)
● Jantung
O Perkusi
▪ Atas : ICS II
▪ Kanan Bawah : ICS V linea parasternalis dextra
▪ Kiri Bawah : ICS V 3 jari lateral line midclavicularis sinistra
O Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
● Inspeksi : Perut tampak datar
● Auskultasi : Bising Usus (+)
● Perkusi : Timpani (+)
● Palpasi : Supel, hepatomegali (-), nyeri tekan epigastrium (-) turgor baik
Anggota gerak
● Atas : Akral hangat, CRT < 2”, edema -
● Bawah : Akral dingin, CRT < 2”, edema –
Diagnosis Kerja
COVID-19 Terkonfirmasi dengan Pneumonia dan SIRS
Terapi
•
IVFD RL 20 tpm
•
Cefotaxime IV 2x500 mg
•
Oseltamivir PO 2x75 mg
•
Omeprazole IV 1x40 mg
ELEKTROLIT
NATRIUM 144 Meq/l
KALIUM 4,4 Meq/l
KALSIUM ION 1,11 Meq/l
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
tampak
13/11/2020 Pasien tidak •
Kes. Umum : tampak sakit Covid 19 •
IVFD RL 20 tpm
Di ruang kooperatif, gaduh gelisah sedang terkonfirmasi dengan • Cefotaxime IV
ISO 2 dan mencoba mencabuti •
Kesadaran: Apatis pneumonia dan SIRS 2x500 mg (hari ke-2)
selang infusan.
•
TD : 146/91 mmHg
•
OseltamivirPO
Batuk berdahak (+) •
N : 58 x/menit 2x75 mg(hari ke-2)
Sesak nafas (+) Omeprazole IV
RR : 24 x/menit
• •
1x40 mg
S : 37,5
•
Alprazolam 1x0,5
SpO2 : 99%
Thoraks
Paru
Auskultasi: Bunyi Nafas
Tanggal S O A P
tampak
14/11/2020 Pasien tidak •
Kes. Umum : tampak sakit Covid 19 •
IVFD RL 20 tpm
Di ruang kooperatif, gaduh gelisah sedang terkonfirmasi dengan • Cefotaxime IV
ISO 2 dan mencoba mencabuti •
Kesadaran: Apatis pneumonia dan SIRS 2x500 mg (hari ke-3)
selanginfusan.Pasien •
TD : 154/65 mmHg
•
OseltamivirPO
2x75 mg(hari ke-3)
tidak tidur semalaman •
N : 75 x/menit
Batuk berdahak (+) •
Omeprazole IV
•
RR : 24 x/menit
Sesak nafas (+) 1x40 mg
•
S : 37,3
Saranapabilamasih •
Tanggal S O A P
15/11/2020Pasientampaktidak Kes. Umum : tampak sakit
• Covid 19 •
IVFD RL 20 tpm
Di ruang kooperatif, gaduh gelisah sedang terkonfirmasi dengan • Cefotaxime IV
ISO 2 dan mencoba mencabuti •
Kesadaran: Apatis pneumonia dan SIRS 2x500 mg (hari ke-4)
selanginfusan.Pasien •
TD : 125/95 mmHg
•
OseltamivirPO
tidaktidursemalaman •
N : 83 x/menit 2x75 mg(hari ke-4)
dan pasien mulai •
Omeprazole IV
•
RR : 24 x/menit
merasakan halusinasi 1x40 mg
•
S : 37,5
auditorik
SpO2 : 98%
Batuk berdahak (+)
Thoraks
Sesak nafas (+)
Paru
Saran konsul Sp.KJ
Auskultasi: Bunyi Nafas
Dasar Vesikuler +/+, Ronki
Tanggal S O A P
tampak
16/11/2020 Pasien tidak •
Covid 19 •
IVFD RL 20 tpm
Kes. Umum : tampak sakit sedang
Di ruang kooperatif, gaduh gelisah terkonfirmasi dengan • Cefotaxime IV
pneumonia dan SIRS 2x500 mg (hari ke-5)
ISO 2 dan mencoba mencabuti •
Kesadaran: Apatis
selanginfusan.Pasien •
TD : 127/86 mmHg
•
OseltamivirPO
tidaktidursemalaman •
N : 80 x/menit 2x75 mg(hari ke-5)
dan pasien mulai •
Omeprazole IV
•
RR : 24 x/menit
merasakan halusinasi 1x40 mg
•
S : 37,5
auditorik,
SpO2 : 99%
Nyeri ulu hati (+) dan
Thoraks
tidak mau makan
Batuk berdahak (+) Paru
TanggalS O A P
18/11/2020Pasientampak tidak • Kes. Umum : tampak sakit Covid 19 •
IVFD RL 20 tpm
sedang Cefixime2x200
terkonfirmasi dengan pneumonia dan SIRS mg (hari ke-2)
Di ruang kooperatif, sudah di visit •
OseltamivirPO
ISO 2 oleh dr Sp.KJ •
Kesadaran: Apatis
Batuk berdahak (+)
TD : 106/72 mmHg
•
•
1x500 mg (hari
Thoraks
ke-3)
● Paru
Omeprazole
Auskultasi: Bunyi Nafas
•
IV 1x40 mg
Dasar Vesikuler +/+, Ronki
(+/+), Wheezing (-)
Tanggal
S O A P
20/11/2020 Pasien bisa diajak• Kes. Umum : tampak sakit Covid 19 •
IVFD RL 20 tpm
sedang
Di ruang komunikasi dua arah terkonfirmasi dengan • Cefixime 2x200
pneumonia dan SIRS mg (hari ke-4)
ISO 2 Batuk berdahak (+) Kesadaran: Composmentis
Sesak nafas berkurang
•
TD : 121/66 mmHg
•
Azitromisin 1x500
Belumnafsumakan •
N : 100 x/menit F32.3 Episode depresi mg (hari ke-4)
minum •
RR : 22 x/menit berat dengan gejala •
Omeprazole IV
psikotik1x40 mg
S : 36,9
SpO2 : 98%
Thoraks
Paru
Auskultasi: Bunyi Nafas
Dasar Vesikuler +/+, Ronki
SpO2 : 97%
Thoraks
Paru
Auskultasi: Bunyi Nafas Dasar Vesikuler +/+, Ronki
(+/+), Wheezing (-)
Tanggal
S O A P
22/11/2020 Pasien bisa diajak • Kes. Umum : tampak sakit Covid 19 •
IVFD RL 20 tpm
Di ruang komunikasi dua arah sedang terkonfirmasi dengan • Cefixime2x200
ISO 2 Batuk berdahak •
Kesadaran: Composmentis pneumonia dan SIRS mg (hari ke-6)
berkurang •
TD : 107/76 mmHg
•
Azitromisin 1x500
Sesak nafas berkurang •
N : 107 x/menit F32.3 Episode depresi mg (hari ke-6)
Belumnafsumakan berat dengan gejala •
Omeprazole IV
•
RR : 22 x/menit
minum psikotik 1x40 mg
•
S : 36,4
SpO2 : 99%
Thoraks
Paru
Auskultasi: Bunyi Nafas Dasar Vesikuler +/+, Ronki
(-), Wheezing (-)
Tanggal S O A P
23/11/2020 Batuk berkurang •
Kes. Umum : tampak sakit Covid 19 •
IVFD RL 20 tpm
sedang
Di ruang Sesak (-) terkonfirmasi dengan •
Cefixime 2x200
ISO 2 pneumonia dan SIRS mg (hari ke-7)
Belum nafsu makan •
Kesadaran: Composmentis
Pegal-pegal •
TD : 100/65 mmHg
•
Azitromisin 1x500
•
N : 66 x/menit F32.3 Episode depresi mg (hari ke-7)
•
RR : 23 x/menit berat dengan gejala •
Omeprazole IV
psikotik1x40 mg
S : 36,4
SpO2 : 99%
Thoraks
Paru
Auskultasi: Bunyi Nafas Dasar Vesikuler +/+, Ronki
Tanggal S O A P
24/11/2020Batuk berkurang Kes. Umum : tampak sakit
• Covid 19 •
IVFD RL 20 tpm
Di ruang Sesak (-) sedang terkonfirmasi dengan • Omeprazole IV
ISO 2 Nyeri ulu hati (+) Kesadaran: Composmentis pneumonia dan SIRS 1x40 mg
TD : 109/73 mmHg
•
N : 89 x/menit F32.3 Episode depresi
berat dengan gejala
RR : 20 x/menit
psikotik
•
S : 36,2
SpO2 : 98%
Thoraks
Paru
Auskultasi: Bunyi Nafas Dasar Vesikuler +/+, Ronki
(-), Wheezing (-)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
COVID-19
Coronavirus
Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak
bersegmen. Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae.
Coronaviridae dibagi dua subkeluarga dibedakan berdasarkan serotipe dan karakteristik
genom. Terdapat empat genus yaitu alpha coronavirus, betacoronavirus,
deltacoronavirus dan gamma coronavirus.2,5,12
A. Karakteristik
Coronavirus bersifat sensitif terhadap panas dan secara efektif dapat diinaktifkan
oleh desinfektan mengandung klorin, pelarut lipid dengan suhu 56°C selama 30 menit,
eter, alkohol, asam perioksiasetat, detergen non-ionik, formalin, oxidizing agent dan
kloroform. Klorheksidin tidak efektif dalam menonaktifkan virus.5,13
B. Patogenesis dan Patofisiologi
dengan sistem imun lemah seperti orang tua, wanita hamil, dan kondisi lainnya,
penyakit dapat secara progresif lebih cepat dan lebih parah. Infeksi Coronavirus
menimbulkan sistem kekebalan tubuh yang lemah terhadap virus ini lagi sehingga dapat
terjadi re-infeksi.5
Pada tahun 2002-2003, terjadi kejadian luar biasa di Provinsi Guangdong,
Tiongkok yaitu kejadian SARS. Total kasus SARS sekitar 8098 tersebar di 32 negara,
total kematian 774 kasus. Agen virus Coronavirus pada kasus SARS disebut SARS-
CoV, grup 2b betacoronavirus.
Penyebaran kasus SARS sangat cepat total jumlah kasus tersebut ditemukan
dalam waktu sekitar 6 bulan. Virus SARS diduga sangat mudah dan cepat menyebar
antar manusia. Gejala yang muncul dari SARS yaitu demam, batuk, nyeri kepala, nyeri
otot, dan gejala infeksi saluran napas lain. Kebanyakan pasien sembuh sendiri, dengan
tingkat kematian sekitar 10-14% terutama pasien dengan usia lebih dari 40 tahun
dengan penyakit penyerta seperti penyakit jantung, asma, penyakit paru kronik dan
diabetes.5,12
Tahun 2012, Coronavirus jenis baru kembali ditemukan di Timur Tengah diberi
nama MERS-CoV (grup 2c β-coronavirus). Kasus pertama MERS pada tahun 2012
sampai dengan tahun 2015 ditemukan jumlah total 1143 kasus. Berbeda dengan SARS,
spesies host-nya serta penentu tropisnya.5 Pada studi SARS-CoV protein S berikatan
dengan reseptor di sel host yaitu enzim ACE-2 (angiotensinconverting enzyme 2).
ACE-2 dapat ditemukan pada mukosa oral dan nasal, nasofaring, paru, lambung, usus
halus, usus besar, kulit, timus, sumsum tulang, limpa, hati, ginjal, otak, sel epitel
alveolar paru, sel enterosit usus halus, sel endotel arteri vena, dan sel otot polos.20
Setelah berhasil masuk selanjutnya translasi replikasi gen dari RNA genom virus.
Selanjutnya replikasi dan transkripsi dimana sintesis virus RNA melalui translasi dan
perakitan dari kompleks replikasi virus. Tahap selanjutnya adalah perakitan dan rilis
virus.12 Berikut gambar siklus hidup virus (gambar 3).
Setelah terjadi transmisi, virus masuk ke saluran napas atas kemudian bereplikasi
di sel epitel saluran napas atas (melakukan siklus hidupnya). Setelah itu menyebar ke
saluran napas bawah. Pada infeksi akut terjadi peluruhan virus dari saluran napas dan
virus dapat berlanjut meluruh beberapa waktu di sel gastrointestinal setelah
penyembuhan. Masa inkubasi virus sampai muncul penyakit sekitar 3-7 hari.5,13
Studi pada SARS menunjukkan virus bereplikasi di saluran napas bawah diikuti
dengan respons sistem imun bawaan dan spesifik. Faktor virus dan sistem imun
berperan penting dalam patogenesis. Pada tahap pertama terjadi kerusakan difus
alveolar, makrofag, dan infiltrasi sel T dan proliferasi pneumosit tipe 2. Pada rontgen
toraks diawal tahap infeksi terlihat infiltrat pulmonar seperti bercak-bercak. Pada tahap
kedua, organisasi terjadi sehingga terjadi perubahan infiltrat atau konsolidasi luas di
paru. Infeksi tidak sebatas di sistem pernapasan tetapi virus juga bereplikasi di enterosit
sehingga menyebabkan diare dan luruh di feses, juga urin dan cairan tubuh lainnya.5
Studi terbaru menunjukkan peningkatan sitokin proinflamasi di serum seperti
IL1B, IL6, IL12, IFNγ, IP10, dan MCP1 dikaitkan dengan inflamasi di paru dan
kerusakan luas di jaringan paru-paru pada pasien dengan SARS. Pada infeksi MERS-
CoV dilaporkan menginduksi peningkatan konsentrasi sitokin proinflamasi seperti
Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat. Gejala
klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu >380C), batuk dan kesulitan bernapas.
Selain itu dapat disertai dengan sesak memberat, fatigue, mialgia, gejala gastrointestinal
seperti diare dan gejala saluran napas lain. Setengah dari pasien timbul sesak dalam
satu minggu. Pada kasus berat perburukan secara cepat dan progresif, seperti ARDS,
syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan perdarahan atau disfungsi
sistem koagulasi dalam beberapa hari. Pada beberapa pasien, gejala yang muncul
ringan, bahkan tidak disertai dengan demam. Kebanyakan pasien memiliki prognosis
baik, dengan sebagian kecil dalam kondisi kritis bahkan meninggal. Berikut sindrom
klinis yang dapat muncul jika terinfeksi.5,26,27
Klasifikasi Klinis
Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi.
a. Tidak berkomplikasi
Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul berupa gejala yang
tidak spesifik. Gejala utama tetap muncul seperti demam, batuk, dapat disertai dengan
nyeri tenggorok, kongesti hidung, malaise, sakit kepala, dan nyeri otot. Perlu
diperhatikan bahwa pada pasien dengan lanjut usia dan pasien immunocompromises
presentasi gejala menjadi tidak khas atau atipikal. Selain itu, pada beberapa kasus
ditemui tidak disertai dengan demam dan gejala relatif ringan. Pada kondisi ini pasien
tidak memiliki gejala komplikasi diantaranya dehidrasi, sepsis atau napas pendek.26
b. Pneumonia ringan
Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak. Namun tidak ada
tanda pneumonia berat. Pada anak-anak dengan pneumonia tidak berat ditandai dengan
batuk atau susah bernapas atau tampak sesak disertai napas cepat atau takipneu tanpa
adanya tanda pneumonia berat. 26
Definisi takipnea pada anak:
● < 2 bulan : ≥ 60x/menit
● 2-11 bulan : ≥ 50x/menit
● 1-5 tahun : ≥ 40x/menit. 26
c. Pneumonia berat
CT Scan toraks atau USG paru. Pada pemeriksaan pencitraan dapat ditemukan: opasitas
bilateral, tidak menjelaskan oleh karena efusi, lobar atau kolaps paru atau nodul.
Sumber dari edema tidak sepenuhnya dapat dijelaskan oleh gagal jantung atau
kelebihan cairan, dibutuhkan pemeriksaan objektif lain seperti ekokardiografi untuk
mengeksklusi penyebab hidrostatik penyebab edema jika tidak ada faktor risiko.
Penting dilakukan analisis gas darah untuk melihat tekanan oksigen darah dalam
menentukan tingkat keparahan ARDS serta terapi. Berikut rincian oksigenasi pada
pasien ARDS. 26
Dewasa:
●Bilevel NIV atau CPAP ≥5 cmH2O melalui masker full wajah : PaO2/FiO2 ≤
300 mmHg atau SpO2/FiO2 ≤264
●ARDS ringan (ventilasi invasif): 4 ≤ oxygenation index (OI) < 8 or 5 ≤ OSI <
7.5
●ARDS sedang (ventilasi invasif): 8 ≤ OI < 16 atau 7.5 ≤ oxygenation index
using SpO2 (OSI) < 12.3
● ARDS berat (ventilasi invasif): OI ≥ 16 atau OSI ≥ 12.326
e. Sepsis
Sepsis merupakan suatu kondisi respons disregulasi tubuh terhadap suspek infeksi
atau infeksi yang terbukti dengan disertai disfungsi organ. Tanda disfungsi organ
perubahan status mental, susah bernapas atau frekuensi napas cepat, saturasi oksigen
rendah, keluaran urin berkurang, frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, akral
dingin atau tekanan darah rendah, kulit mottling atau terdapat bukti laboratorium
koagulopati, trombositopenia, asidosis, tinggi laktat atau hiperbilirubinemia. 26
Skor SOFA dapat digunakan untuk menentukan diagnosis sepsis dari nilai 0-24
dengan menilai 6 sistem organ yaitu respirasi (hipoksemia melalui tekanan oksigen atau
Definisi syok septik yaitu hipotensi persisten setelah resusitasi volum adekuat
sehingga diperlukan vasopressor untuk mempertahankan MAP ≥ 65 mmHg dan serum
laktat > 2 mmol/L.26
Definisi syok septik pada anak yaitu hipotensi dengan tekanan sistolik < persentil
5 atau >2 SD dibawah rata rata tekanan sistolik normal berdasarkan usia atau diikuti
dengan 2-3 kondisi berikut :
● Perubahan status mental
● Bradikardia atau takikardia
- Pada balita: frekuensi nadi <90 x/menit atau >160x/menit
D. Diagnosis
Anamnesis
Pneumonia Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah peradangan pada
parenkim paru yang disebabkan oleh Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2
(SARS-CoV-2). Sindrom gejala klinis yang muncul beragam, dari mulai tidak
berkomplikasi (ringan) sampai syok septik (berat).26,27
Pada anamnesis gejala yang dapat ditemukan yaitu, tiga gejala utama: demam,
batuk kering (sebagian kecil berdahak) dan sulit bernapas atau sesak. Tapi perlu dicatat
bahwa demam dapat tidak didapatkan pada beberapa keadaan, terutama pada usia
geriatri atau pada mereka dengan imunokompromis. Gejala tambahan lainnya yaitu
nyeri kepala, nyeri otot, lemas, diare dan batuk darah. Pada beberapa kondisi dapat
terjadi tanda dan gejala infeksi saluran napas akut berat (Severe Acute Respiratory
Infection-SARI). Definisi SARI yaitu infeksi saluran napas akut dengan riwayat demam
(suhu≥ 38 C) dan batuk dengan onset dalam 10 hari terakhir serta perlu perawatan di
rumah sakit. Tidak adanya demam tidak mengeksklusikan infeksi virus. 2,26,27
Definisi kasus29
a. Pasien dalam pengawasan atau kasus suspek / possible
1) Seseorang yang mengalami:
a. Demam (≥380C) atau riwayat demam
b. Batuk atau pilek atau nyeri tenggorokan
c. Pneumonia ringan sampai berat berdasarkan klinis dan/atau gambaran
radiologis. (pada pasien immunocompromised presentasi kemungkinan
atipikal)
ATAU
2) Pasien infeksi pernapasan akut dengan tingkat keparahan ringan sampai berat
dan salah satu berikut dalam 14 hari sebelum onset gejala:
a. Kontak erat dengan pasien kasus terkonfirmasi atau probable COVID-19,
ATAU
b. Riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan sudah teridentifikasi),
ATAU
c. bekerja atau mengunjungi fasilitas layanan kesehatan dengan kasus
RI.29
Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tergantung ringan atau beratnya
manifestasi klinis.
● Tingkat kesadaran: kompos mentis atau penurunan kesadaran
● Tanda vital: frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas meningkat, tekanan darah
normal atau menurun, suhu tubuh meningkat. Saturasi oksigen dapat normal atau
turun.
● Dapat disertai retraksi otot pernapasan
● Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris statis dan dinamis,
paru atau nodul, tampilan groundglass. ada stage awal, terlihat bayangan multiple
plak kecil dengan perubahan intertisial yang jelas menunjukkan di perifer paru dan
kemudian berkembang menjadi bayangan multiple ground-glass dan infiltrate di
kedua paru. Pada kasus berat, dapat ditemukan konsolidasi paru bahkan “white-
lung” dan efusi pleura (jarang).2,5
2. Pemeriksaan PCR Swab
• Pengambilan swab di hari ke-1 dan 2 untuk penegakan diagnosis. Bila pemeriksaan
di hari pertama sudah positif, tidak perlu lagi pemeriksaan di hari kedua, Apabila
pemeriksaan di hari pertama negatif, maka diperlukan pemeriksaan di hari
berikutnya (hari kedua).
• Pada pasien yang di rawat inap, pemeriksaan PCR maksimal hanya dilakukan
partikel virus yang sudah tidak aktif. Pertimbangkan nilai Cycle Threshold (CT)
value untuk menilai infeksius atau tidaknya dengan berdiskusi antara DPJP dan
laboratorium pemeriksa PCR karena nilai cutt off berbeda-beda sesuai dengan
reagen dan alat yang digunakan.
3. Bronkoskopi
4. Pungsi pleura sesuai kondisi
5. Pemeriksaan kimia darah
● Darah perifer lengkap
Leukosit dapat ditemukan normal atau menurun; hitung jenis limfosit menurun.
Pada kebanyakan pasien LED dan CRP meningkat.
6. Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran napas (sputum, bilasan
bronkus, cairan pleura) dan darah26,27 Kultur darah untuk bakteri dilakukan,
idealnya sebelum terapi antibiotik. Namun, jangan menunda terapi antibiotik
dengan menunggu hasil kultur darah)26
7. Pemeriksaan feses dan urin (untuk investasigasi kemungkinan penularan).27
Diagnosis banding
1. Pneumonia bakterial
Gejala umum yang muncul diantaranya batuk, batuk berdahak, atau memberat
seperti muncul dahak purulen, dahak berdarah, dengan atau tanpa adanya nyeri dada.
Pada umumnya tidak bersifat infeksius, dan bukan penyakit infeksius.5
2. SARS/MERS
Jenis virus baru ini memiliki kemiripan dengan virus SARS dan MERS namun
analisis genetik menunjukkan serupa tetapi tidak sama. Virus jenis baru ini sudah
mengalami evolusi. Studi menunjukkan virus baru ini kemampuan penyebaran dan
patogenisitasnya lebih rendah daripada SARS.5
3. Pneumonia Jamur
4. Edema paru kardiogenik (gagal jantung). 27
Tatalaksana
Penatalaksanaan berdasarkan pedoman tatalaksana COVID-19 PAPDI. Dibagi
berdasarkan pasien tanpa gejala, derajat ringan, sedang, dan berat atau kritis. Sebagai
berikut :
1. TANPA GEJALA
a. Isolasi dan Pemantauan
dipersiapkan pemerintah.
• Pasien dipantau melalui telepon oleh petugas Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP)
b. Non-farmakologis
Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan (leaflet untuk dibawa ke
rumah):
Pasien :
• Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat berinteraksi dengan
anggota keluarga
• Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering
mungkin.
• Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap harinya (sebelum jam 9
pagi dan setelah jam 3 sore).
• Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan malam hari)
Lingkungan/kamar:
• Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering
mungkin.
•
Bersihkan kamar setiap hari , bisa dengan air sabun atau bahan desinfektan
lainnya
Keluarga:
c. Farmakologi
2. DERAJAT RINGAN
a. Isolasi dan Pemantauan
b. Non Farmakologis
Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan edukasi tanpa
gejala).
c. Farmakologis
Atau
O Favipiravir (Avigan) 600 mg/12 jam/oral selama 5 hari
• Klorokuin fosfat 500 mg/12 jam oral (untuk 5-7 hari) ATAU Hidroksiklorokuin
(sediaan yang ada 200 mg) dosis 400 mg/24 jam/oral (untuk 5-7 hari) dapat
dipertimbangkan apabila pasien dirawat inap di RS dan tidak ada kontraindikasi.
•
3. DERAJAT SEDANG
a. Isolasi dan Pemantauan
b. Non Farmakologis
c. Farmakologis
• Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam
diberikan secara drips Intravena (IV) selama perawatan
(sediaan yg ada 200 mg) hari pertama 400 mg/12 jam/oral, selanjutnya 400
mg/24 jam/oral (untuk 5-7 hari)
Ditambah
- Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai
alternative Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri:
dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari).
Ditambah
- Salah satu antivirus berikut :
O
Oseltamivir 75 mg/12 jam oral selama 5-7 hari
Atau
O Kombinasi Lopinavir + Ritonavir (Aluvia) 2 x 400/100mg selama 10 hari
Atau
O Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral
Atau
O Remdesivir 200 mg IV drip/3jam dilanjutkan 1x100 mg IV drip/3 jam selama
9 – 13 hari
• Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP
• n”‹»’ ;ne»IanwBb•eaiaxt¥w)
a ¿»«**hi••aa! aeeée.féa»oe /•a«7zimsc fiF3dC / Blñ’ 1
• Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam
diberikan secara drips Intravena (IV) selama perawatan
• Klorokuin fosfat, 500 mg/12 jam/oral (hari ke 1-3) dilanjutkan 250 mg/12
jam/oral (hari ke 4-10) atau Hidroksiklorokuin dosis 400 mg /24 jam/oral (untuk
5 hari), setiap 3 hari kontrol EKG
• Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai
alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri: dosis
750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari).
• Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena ko-infeksi bakteri,
pemilihan antibiotic disesuaikan dengan kondisi klinis, fokus infeksi dan faktor
risiko yang ada pada pasien. Pemeriksaan kultur darah harus dikerjakan dan
pemeriksaan kultur sputum (dengan kehati-hatian khusus) patut
dipertimbangkan.
• Antivirus :
- Oseltamivir 75 mg/12 jam oral selama 5-7 hari
Atau
- Kombinasi Lopinavir + Ritonavir (Aluvia) 2 x 400/100mg selama 10 hari
Atau
- Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari
ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
Atau
- Remdesivir 200 mg IV drip/3jam dilanjutkan 1x100 mg IV drip/3 jam selama
9 – 13 hari
• Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP
• Apabila terjadi syok, lakukan tatalaksana syok sesuai pedoman tatalaksana syok
yang sudah ada.
Hopkins CSSE). [Homepage on The Internet]. Cited Jan 28th 2020. Available on:
https://gisanddata.maps.arcgis.com/apps/opsdashboard/index.html#/bda7594740fd402
99423467b48e9ecf6. (Jan 2020)
8. Ref : Estimating the effective reproduction number of the 2019- nCoV in China -
Zhidong Cao et al., Jan. 29, 2020
9. Elsevier. Novel Coronavirus Information Center. ]. Cited Jan 26 th 2020. Available on:
https://www.elsevier.com/connect/coronavirus-informationcenter
10. Ministry Health of Singapore.[Homepage on The internet]. Cited Jan 26th 2020.
Available on: https://www.moh.gov.sg/newshighlights/details/fourth-confirmed-
imported-case-of-wuhancoronavirus-infection-in-singapore
11. The Straits Times. China reports first death in Wuhan pneumonia outbreak
[Homepage on The Internet]. Cited Jan 28th 2020.
12. Fehr AR, Perlman S. Coronavirus: An Overview of Their Replication and
Pathogenesis. Methods Mol Biol. 2015 ; 1282: 1–23.
13. Korsman SNJ, van Zyl GU, Nutt L, Andersson MI, Presier W. Viroloy. Chins:
Churchill Livingston Elsevier; 2012
14. Guan, Y. et al. Isolation and characterization of viruses related to the SARS
coronavirus from animals in southern China. Science 302, 276–278 (2003).
15. Kan, B. et al. Molecular evolution analysis and geographic investigation of severe
acute respiratory syndrome coronaviruslike virus in palm civets at an animal market
and on farms. J. Virol.79, 11892–11900 (2005).
16. Li, W. et al. Bats are natural reservoirs of SARS-like coronaviruses. Science 310, 676–
679 (2005)
17. Tu, C. et al. Antibodies to SARS coronavirus in civets. Emerg. Infect. Dis. 10, 2244–
2248 (2004).
18. Centers for Disease Control and Prevention. Human Coronavirus types. Cited Feb
13rd 2020. Available on: https://www.cdc.gov/coronavirus/types.html (Jan 10th 2020)
19. AFP, Institute Pasteur. How deadly coronavirus is transmitted from animals to
humans. [Homepage on The Internet]. cited Jan 28th 2020. Available on:
https://ewn.co.za/2020/01/23/how-thedeadly-coronavirus-is-transmitted-from-
animals-to-humans.
20. I Hamming, W Timens, ML Bulthuis, AT Lely, G Navis, Goor VH. Tissue
distribution of ACE2 protein, the functional receptor for SARS coronavirus. A first
step in understanding SARS pathogenesis.J Pathol. 2004 Jun;203(2):631-7.
21. Du L, He Y, Zhou Y, Liu S, Zheng B-J, Jiang S. The spike protein of SARS-CoV —
a target for vaccine and therapeutic development.Nature Reviews Microbiology.
7:2009.p 226–36.
22. Wan Y, Shang J, Graham R, Baris RS, Li F. Receptor recognition by novel
coronavirus from Wuhan: An analysis based on decadelong structural studies of
SARS. J. Virol.American Society for Microbiology: 2020. p 1-24.
23. GISAID. Genomic epidemiology of BetaCoV 2019-2020. [Homepage on The
2.1. Definisi
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan
oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-
lain) disebut pneumonitis. (2).
2.2. Epidemiologi
Infeksi M. Pnemonia dapat dijumpai di seluruh dunia dan bersifat endemik. Prevalensi
kasus yang paling banyak dijumpai biasanya pada musim panas sampai ke awal musim gugur
yang dapat berlangsung satu sampai dua tahun. Infeksi tersebar luas dari satu orang ke orang
lain dengan percikan air liur (droplet) sewaktu batuk. Itulah sebabnya infeksi kelihatan
menyebar lebih mudah antara populasi yang padat manusianya misalnya di sekolah, asrama,
pemukiman yang padat dan camp militer. (8)
WHO memperkirakan bahwa hingga 1 juta kematian disebabkan oleh bakteri
Streptococcus pneumoniae, dan lebih dari 90% dari kematian ini terjadi di negara-negara
berkembang. Kematian akibat pneumonia umumnya menurun dengan usia sampai dewasa
akhir. Lansia juga berada pada risiko tertentu untuk pneumonia dan kematian terkait penyakit
lainnya. Di Inggris, kejadian tahunan dari pneumonia adalah sekitar 6 kasus untuk setiap
1000 orang untuk kelompok usia 18-39. Bagi mereka 75 tahun lebih dari usia, ini meningkat
menjadi 75 kasus untuk setiap 1000 orang. Sekitar 20-40% individu yang memerlukan
kontrak pneumonia masuk rumah sakit yang antara 5-10% diterima ke Unit perawatan kritis.
Demikian pula, angka kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%. Individu-individu ini juga
lebih cenderung memiliki episode berulang dari pneumonia. Orang-orang yang dirawat di
rumah sakit untuk alasan apapun juga beresiko tinggi untuk pneumonia. (1)
2.3. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri,
virus, jamur dan protozoa. Pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar negeri
banyak disebabkan bakteri Gram Positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak
disebabkan bakteri Gram Negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh
bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa
bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah
bakteri Gram Negatif. (2)
Bakteri
Agen penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme Gram Positif atau Gram
Negatif seperti: Streptococcus pneumoniae (pnemokokus), Streptococcus piogenes,
(7)
Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumonia, Legionella, Haemophilus influenza.
Virus
Influenza virus, Parainfluenza virus, Syncytial adenovirus, chicken-pox (cacar air),
(7)
Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herpes simpleks, Hanta virus.
Fungi
(7)
Aspergilus, Fikomisetes, Blastomisetes dermatitidis, Histoplasma kapsulatum.
Aspirasi
Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing. (7)
Tabel 1. Penyebab Penemonia Dan Kenapa Bisa Terjadi. (4)
Yang paling sering adalah jamur yang terhirup dari udara luar/
lingkungan.
Pneumonia aspirasi terjadi apabila materi/ bahan-bahan dalam
Aspirasi
lambungataubendaasingterhirupmasukkesaluran
Beberapa kelompok-kelompok mempunyai faktor risiko yang lebih tinggi untuk terkena
pneumonia, yaitu antara:
1. Usia lebih dari 65 tahun.
2. Merokok.
3. Malnutrisi baik karena kurangnya asupan makan ataupun dikarenakan penyakit kronis lain.
4. Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis, asma, PPOK, dan emfisema.
5. Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk diabetes dan penyakit jantung.
6. Kelompok dengan sistem imunitas dikarenakan HIV, transplantasi organ, kemoterapi atau
penggunaan steroid lama.
7. Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena stroke, obat-obatan sedatif atau
alkohol, atau mobilitas yang terbatas.
(7)
8. Kelompok yang sedang menderita infeksi traktus respiratorius atas oleh virus
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan tindakan
yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Hasil penelitian 44-85% CAP disebabkan oleh
bakteri dan virus, dan 25-40% diantaranya disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen
Ada beberapa faktor utama pathogen tertentu pada peneumonia selain diatas (4) adalah:
Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi virus. Etiologi menurut
umur, dibagi menjadi:
1. Bayi baru lahir (neonatus – 2 bulan).
Organisme saluran genital ibu: Streptokokus grup B, Escheria coli dan kuman Gram
negatif lain, Listeria monocytogenes, Chlamydia trachomatis: tersering, Sifilis congenital
pneumonia alba. Sumber infeksi lain: Pasase transplasental, aspirasi mekonium, dan
CAP.
2. Usia > 2 – 12 bulan.
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah
yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah
menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. (3)
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula. (3)
2.5. Klasifikasi
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia/nosocomial pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised
Pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan
(2)
2.6. Diagnosa
1. Gambaran klinis
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat melebihi 40C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-
kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
Bisa juga ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang
berhubungan dengan faktor infeksi:
• Usia pasien
✓ Bayi : virus
✓ Muda : M. Pneumoniae
✓ Dewasa : S. Pneumoniae
• Awitan
✓ Cepat, akut, dengan rusty coloured sputum : S. Pneumoniae
✓ Perlahan, batuk dengan dahak sedikit : M. Pneumoniae
b. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi
dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat
mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler
sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi
ronki basah kasar pada stadium resolusi (2)
2. Pemeriksaan penunjang
a. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi
dengan "air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti.
Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris
tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan
Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas
kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus. Pada pasien yang mengalami
perbaikan klinis ulangan foto toraks dapat ditunda karena resolusi pneumonia
berlangsung 4 – 12 minggu.
b. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya
lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan
diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur
darah dapat positif pada 20- 25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik (2)
menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan. (4)
2. Atelektasis, adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan
menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung
udara dan kolaps. (4)
3. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), adalah suatu penyumbatan menetap
pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema atau bronkitis kronis. COPD
lebih sering menyerang laki-laki dan sering berakibat fatal. COPD juga lebih sering
terjadi pada suatu keluarga, sehingga diduga ada faktor yang dirurunkan. (4)
4. Bronchitis, adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-paru). Penyakit
bronchitis biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi
pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau
penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut, bronchitis bisa bersifat serius. (4)
5. Asma bronkial, adalah penyakit yang ditandai dengan penyempitan saluran pernapasan,
sehingga pasien yang mengalami keluhan sesak napas/kesulitan bernapas. Tingkat
keparahan asma ditentukan dengan mengukur kemampuan paru dalam menyimpan
oksigen. Makin sedikit oksigen yang tersimpan berarti semakin buruk kondisi asma. (9)
2.8. Penatalaksanaan
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada
penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya,
akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :
1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu (2)
resistensi maka antibiotik diberikan secara kombinasi, jika tidak ada resiko maka
diberikan monoterapi.
Modifikasi antibiotik biasanya diberikan setelah didapat hasil bakteriologik
dari bahan sputum atau darah. Respon terhadap antibiotik dievaluasi dalam 72 jam.
2.9. Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga
thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan
hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang
abses. Biasanya membaik dengan terapi antibiotik, namun meskipun jarang terkadang
2.10. Prognosis
Prognosis penyakit pneumonia secara umum baik, tergantung dari kuman penyebab dan
penggunaan antibiotika yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik serta intensif sangat
(4)
mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat.
1. Pneumonia Komunitas
Kejadian PK di USA adalah 3.4-4 juta kasus pertahun, dan 20% di antaranya perlu
dirawat di RS. Secara umum angka kematian pneumonia oleh pneumokokkus adalah
sebesar 5%, namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang buruk.
Pneumonia dengan influenza di USA merupakan penyebab kematian no. 6 dengan
kejadian sebesar 59%. Sebagian besar pada lanjut usia yaitu sebesar 89%. Mortalitas
pasien CAP yang dirawat di ICU adalah sebesar 20%. Mortalitas yang tinggi ini berkaitan
dengan faktor perubah yang ada pada pasien. (4)
2. Pneumonia nasokomial
Angka mortalitas PN dapat mencapai 33-50%, yang bisa mencapai 70% bila
termasuk yang meninggal akibat penyakit dasar yang dideritanya. Penyebab kematian
(4).
biasanya adalah akibat bakteremia terutama oleh Ps. Aeruginosa atau Acinobacter spp.
BAB III
PNEUMONIA
KOMUNITI
3.2. Etiologi
Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan bakteri Gram
positif dan dapat pula bakteri atipik. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia
menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia
komuniti adalah bakteri Gram negatif. Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa
pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, dan Makasar) dengan cara
pengambilan bahan dan metode pemeriksaan mikrobiologi yang berbeda didapatkan hasil
pemeriksaan sputum sebagai berikut (2):
➢ Klebsiella pneumoniae 45,18%
➢ Streptococcus pneumoniae 14,04%
➢ Streptococcus viridans 9,21%
➢ Staphylococcus aureus 9%
➢ Pseudomonas aeruginosa 8,56%
➢ Steptococcus hemolyticus 7,89%
➢ Enterobacter 5,26%
3.6. Penatalaksanaan
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila
keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. Juga diperhatikan
ada tidaknya factor modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan risiko infeksi dengan
mikroorganisme pathogen yang spesifik misalnya S. pneumoniae . yang resisten penisilin.
Yang termasuk dalam faktor modifikasis adalah: (2)
a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin
✓ Umur lebih dari 65 tahun
✓ Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir
✓ Pecandu alcohol
✓ Penyakit gangguan kekebalan
✓ Penyakit penyerta yang multiple
✓ Bakteri enterik Gram negative
✓ Penghuni rumah jompo
✓ Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
✓ Mempunyai kelainan penyakit yang multiple
✓ Riwayat pengobatan antibiotik
b. Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi:
a. Penderita rawat jalan
•Pengobatan suportif / simptomatik
- Istirahat di tempat tidur
- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
Pemberian antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
b. Penderita rawat inap di ruang rawat
biasa Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif
•Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
d. Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
•Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam
•Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik
Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat kegawatannya, bila
dapat distabilkan maka penderita dirawat map di ruang rawat biasa; bila terjadi respiratory
distress maka penderita dirawat di Ruang Rawat Intensif. (2)
Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan / memburuk maka
pengobatan disesuaikan dengan bakteri penyebab dan uji sensitiviti.
c. Pengobatan pneumonia atipik:
Antibiotik masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia termasuk atipik.
Antibiotik terpilih pada pneumonia atipik yang disebabkan oleh M.pneumoniae,
C.pneumoniae dan Legionella adalah golongan :
Makrolid baru (azitromisin, klaritromisin, roksitromisin)
Fluorokuinolon respiness
Doksisiklin(2)
d. Terapi Sulih (switch therapy)
Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat suntik
ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya perawatan dan
mencegah infeksi nosokomial. Perubahan obat suntik ke oral harus memperhatikan
ketersediaan antibiotik yang diberikan secara iv dan antibiotik oral yang efektivitinya mampu
mengimbangi efektiviti antibiotik iv yang telah digunakan.(2)
Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama, potensi sama), switch over
(obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah).
•Contoh terapi sekuensial: levofioksasin, moksifloksasin, gatifloksasin
•Contoh switch over: seftasidin iv ke siprofloksasin oral
• Contoh step down amoksisilin, sefuroksim, sefotaksim iv ke cefiksim oral. Obat
suntik dapat diberikan 2-3 hari, paling aman 3 hari, kemudian pada hari ke 4
diganti obat oral dan penderita dapat berobat jalan. (2)
e. Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia komuniti:
•Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi
•Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna
•Penderita sudah tidak panas ± 8 jam
•Gejala klinik membaik (mis: frekuensi pernapasan, batuk)
•Leukosit menuju normal/normal
3.8. Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri
penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan
intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Angka
kematian penderita pneumonia komuniti kurang dari 5% pada penderita rawat jalan ,
sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi 20%. Menurut Infectious Disease
Society Of America (IDSA) angka kematian pneumonia komuniti pada rawat jalan
berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1% dan kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III sebesar
2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas V 29,2%. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko
kematian penderita pneumonia komuniti dengan peningkatan risiko kelas. Di RS
Persahabatan pneumonia rawat inap angka kematian tahun 1998 adalah 13,8%, tahun 1999
adalah 21%, sedangkan di RSUD Dr. Soetomo angka kematian 20 -35%.(2)
3.9. Pencegahan
• Pola hidup sebut termasuk tidak merokok
• Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza) sampai saat ini masih perlu
dilakukan penelitian tentang efektivitinya. Pemberian vaksin tersebut diutamakan untuk
golongan risiko tinggi misalnya usia lanjut, penyakit kronik , diabetes, penyakit jantung
koroner, PPOK, HIV, dll. Vaksinasi ulang direkomendasikan setelah > 2 tahun. Efek
samping vaksinasi yang terjadi antara lain reaksi lokal dan reaksi yang jarang terjadi yaitu
hipersensitiviti tipe 3. (2)
DAFTAR PUSTAKA
28. American Thoracic Society. 2001. Guidelines for management of adults with
community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial
therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med; 163: 1730-54.
29. PDPI. 2003. Pneumonia Komuniti-Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksaan Di
Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
30. Fauci, et al,. 2009. Harrison’s Manual Of Medicine. 17 th Edition. By The Mc Graw-
Hill Companies In North America.
31. Sudoyo, 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Penerbit FK UI.
32. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Badan Litbang Depkes RI, Jakarta 2002.
33. Laporan tahunan bagian Pulmonologi FKUI, Jakarta tahun 2002.
34. Leman, 2007. Pneumonia dan Bronkopneumoia di Indonesia.
http://www.scribd.com/doc/7688175/referat-bronkopneumonia.
35. Helmi et all. 2005. Pnemonia Mikoplasma.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2033/1/anak-helmi3.pdf.
36. Kurniawan, dkk. 2009. Pneumonia Pada Dewasa. FK Universitas Riau. Pekanbaru.
http://belibis-a17.com/2009/10/11/pneumonia-pada-dewasa/.
TINJAUAN PUSTAKA
SIRS
2.1 Definisi
Bakteremia adalah kehadiran bakteri dalam aliran darah, tetapi kondisi ini tidak selalu
menyebabkan SIRS atau sepsis. Sepsis adalah respon sistemik terhadap infeksi dan
MODS adalah keadaan fisiologis derangements di mana fungsi organ tidak mampu
mempertahankan homeostasis.
Sepsis berat memenuhi kriteria tersebut dan berhubungan dengan disfungsi organ,
tekanan darah sistolik kurang dari 90 mm Hg atau penurunan lebih dari 40 mm Hg dari
baseline dalam ketiadaan penyebab lain dari hipotensi. Pasien memenuhi kriteria syok septik
jika mereka memiliki hipotensi persisten dan kelainan perfusi meskipun resusitasi cairan
yang adekuat.
Diagram Venn yang menunjukkan tumpang tindih infeksi, sepsis bakteremia,, sindrom respons inflamasi
sistemik (SIRS), dan disfungsi multiorgan.
Meskipun tidak diterima secara universal terminologi, SIRS parah dan syok SIRS
adalah istilah yang telah mengusulkan beberapa penulis. Istilah-istilah ini menunjukkan
disfungsi organ atau hipotensi refrakter yang terkait dengan proses iskemik atau inflamasi
mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu respon imun.
Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi yang mempunyai
berbagai efek yang mengarah pada syok, yaitu peningkatan permeabilitas kapiler, yang
mengarah pada perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi. Bakteri gram negatif
Endotoksin basil gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya
hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler.
cairan intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai udem. Pada syok septik hipoksia, sel
yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena
O Bakteri sepsis
O Kandidiasis
O Selulitis
O Kolesistitis
O Komunitas-acquired pneumonia
O Api luka
O Endokarditis infektif
O Influensa
O Gas gangrene
O Meningitis
O
Pneumonia nosokomial
O Pseudomembranosa kolitis
O Pielonefritis
O Septic arthritis
• Berikut ini adalah daftar sebagian dari penyebab tidak menular SIRS:
insufisiensi O
Gangguan autoimun
O Luka bakar
O Kimia aspirasi
O Sirosis
O Cutaneous vaskulitis
O Dehidrasi
O Reaksi Obat
O Listrik cedera
O Eritema multiforme
O Dengue syok
O Keganasan hematologi
O Perforasi usus
O Infark miokard
O Pankreatitis
O Penyitaan
O Bedah prosedur
O Reaksi transfusi
Vaskulitis
2.3 Patofisiologi
patofisiologi memiliki sifat yang sama, dengan perbedaan kecil dalam kaskade absurd.
Banyak terjadi sindrom mekanisme pertahanan diri. Peradangan adalah respon tubuh
terhadap penghinaan spesifik yang muncul dari rangsangan kimia, trauma, atau infeksi.
Kaskade inflamasi adalah sebuah proses kompleks yang melibatkan respons humoral dan
selular, melengkapi, dan kaskade sitokin. Berikut ini interaksi terjadinya SIRS sebagai proses
3-tahap berikut:
• Tahap I: Setelah pajanan, sitokin lokal diproduksi dengan tujuan menghasut suatu
endotel retikular.
• Tahap II: sejumlah kecil sitokin lokal yang dilepaskan ke dalam sirkulasi untuk
meningkatkan respon lokal. Hal ini menyebabkan stimulasi faktor pertumbuhan dan
keluarnya makrofag dan tombosit. Respon fase akut biasanya dikontrol dengan baik
• Tahap III: Jika homeostasis tidak dikembalikan, reaksi sistemik yang signifikan
dari hal ini adalah aktivasi kaskade banyak humoral dan aktivasi sistem endotel
Trauma, peradangan, atau infeksi menyebabkan aktivasi dari kaskade inflamasi. SIRS
dimediasi oleh pajanan menular, kaskade inflamasi sering dicetuskan oleh endotoksin atau
eksotoksin. Jaringan makrofag, monosit, sel mast, trombosit, dan sel endotel mampu
menghasilkan banyak sitokin. Nekrosis jaringan sitokin faktor-a (TNF-a) dan interleukin (IL)
-1 yang dirilis pertama dan memulai beberapa kaskade. Pelepasan IL-1 dan TNF-a (atau
nuklir. Setelah inhibitor dihapus, NF-kB dapat memulai produksi mRNA, yang menginduksi
IL-6, IL-8, dan interferon gamma adalah mediator proinflamasi primer disebabkan
oleh NF-kB. Dalam penelitian in vitro menunjukkan bahwa glukokortikoid dapat berfungsi
dengan menghambat NF-kB. TNF-a dan IL-1 telah terbukti akan dirilis dalam jumlah besar
dalam waktu 1 jam dari penghinaan dan memiliki efek baik lokal maupun sistemik. In vitro
penelitian telah menunjukkan bahwa 2 sitokin diberikan secara individual tidak menghasilkan
respon hemodinamik signifikan tetapi menyebabkan cedera paru-paru parah dan hipotensi
bila diberikan bersama-sama. TNF-a dan IL-1 bertanggung jawab untuk demam dan
aldosteron).
Sitokin lain, terutama IL-6, merangsang pelepasan reaktan fase akut seperti C-
reaktif protein (CRP) dan procalcitonin. Dari catatan, infeksi telah ditunjukkan untuk
menginduksi pelepasan TNF-lebih trauma dari, yang menginduksi pelepasan yang lebih
8. Hal ini disarankan untuk menjadi alasan demam tinggi dikaitkan dengan infeksi, bukan
trauma.
Interleukin proinflamasi baik fungsi langsung pada jaringan atau bekerja melalui
proinflamasi Banyak ditemukan dalam kaskade melengkapi. Melengkapi protein C3A dan
C5a telah menjadi yang paling banyak dipelajari dan dirasakan memberikan kontribusi
langsung kepada pelepasan sitokin tambahan dan menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah. Prostaglandin dan leukotrien menghasut kerusakan endotel,
Sel polimorfonuklear (PMN) dari pasien kritis sakit dengan SIRS telah terbukti lebih tahan
terhadap aktivasi dari PMN dari donor sehat, tetapi, jika dirangsang, menunjukkan respon
host yang telah meradang mungkin menghindari peradangan yang berlebihan, sehingga
perkembangan potensi SIRS. IL-1 dan TNF-a langsung mempengaruhi permukaan endotel,
yang mengarah ke ekspresi faktor jaringan. Faktor jaringan memulai produksi trombin,
terganggu oleh IL-1 dan TNF-produksi melalui plasminogen activator inhibitor-1. Sitokin pro
protein C (APC). Jika dicentang, ini kaskade koagulasi menyebabkan komplikasi trombosis
mikrovaskular, termasuk disfungsi organ. Sistem pelengkap juga memainkan peran dalam
kaskade koagulasi. Infeksi yang berhubungan dengan aktivitas prokoagulan umumnya lebih
Efek kumulatif dari kaskade inflamasi adalah sebuah negara tidak seimbang dengan
peradangan dan koagulasi mendominasi. Untuk menetralkan respon inflamasi akut, tubuh
dilengkapi untuk membalik proses ini melalui sindrom respon inflamasi kontra (MOBIL). IL-
4 dan IL-10 yang sitokin bertanggung jawab untuk mengurangi produksi TNF-a, IL-1, IL-6,
dan IL-8. Tanggapan fase akut juga menghasilkan antagonis TNF-a dan IL-1 reseptor. Ini
antagonis baik mengikat sitokin, dan dengan demikian tidak aktif, atau memblokir reseptor.
Komorbiditas dan faktor lainnya dapat mempengaruhi kemampuan pasien untuk merespon
dengan tepat. Saldo SIRS dan MOBIL menentukan prognosis pasien setelah sebuah
penghinaan. Beberapa peneliti percaya bahwa, karena MOBIL, banyak obat baru
merusak.
2.4 Epidemiologi
Kejadian yang sebenarnya sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS) tidak diketahui.
Namun, karena SIRS kriteria spesifik dan terjadi pada pasien yang hadir dengan kondisi yang
berkisar dari influenza runtuh kardiovaskular terkait dengan pankreatitis berat, angka
sebuah pusat perawatan tersier yang mengungkapkan 68% dari penerimaan rumah sakit
[3]
untuk unit disurvei memenuhi kriteria SIRS. Kejadian SIRS meningkat sebagai tingkat
satuan ketajaman meningkat. Perkembangan berikut pasien dengan SIRS dicatat: sepsis yang
berkembang 26%, 18% dikembangkan sepsis berat, dan 4% dikembangkan syok septik dalam
Pittet dkk melakukan survei rumah sakit SIRS yang mengungkapkan kejadian di
[4]
rumah sakit keseluruhan 542 episode per 1000 hari rumah sakit. Sebagai perbandingan,
kejadian di ICU adalah 840 episode per 1000 hari rumah sakit.
Etiologi pasien dirawat dengan sepsis berat dari departemen darurat sebuah
komunitas baru-baru ini dievaluasi oleh Heffner dkk. Lima puluh lima persen pasien memiliki
kultur negatif, sementara 18% didiagnosis dengan penyebab menular yang menyerupai
sepsis (SIRS). Banyak etiologi diperlukan terapi penyakit tidak menular yang mendesak
alternatif tertentu (misalnya, emboli paru, infark miokard, pankreatitis). Dari pasien SIRS
tanpa infeksi, karakteristik klinis mirip dengan yang dengan budaya positif. Namun, Angus
dkk menemukan kejadian SIRS berat yang berhubungan dengan infeksi menjadi 3 kasus
per
[7]
1.000 penduduk, atau 2,26 kasus per 100 buangan rumah sakit. Insiden nyata SIRS, oleh
karena itu, harus jauh lebih tinggi dan kemungkinan agak tergantung pada kekakuan dengan
[3]
(SIRS), 16% (sepsis), 20% (sepsis berat), dan 46% (syok septik). Interval waktu dari
medial SIRS sepsis berbanding terbalik dengan jumlah kriteria SIRS (2, 3, atau semua 4)
dipenuhi. Morbiditas berhubungan dengan penyebab SIRS, komplikasi kegagalan organ, dan
potensi untuk rumah sakit yang berkepanjangan. Pittet dkk menunjukkan bahwa pasien
kontrol telah tinggal di rumah sakit terpendek, sedangkan pasien dengan SIRS, sepsis, dan
sepsis berat, masing-masing, diperlukan tinggal di rumah sakit semakin lama. [4]
Pemeriksaan fisik difokuskan berdasarkan gejala pasien dalam kebanyakan situasi. Dalam
keadaan tertentu, jika tidak ada etiologi yang jelas diperoleh selama sejarah atau evaluasi
laboratorium, pemeriksaan fisik lengkap dapat diindikasikan. Pasien yang tidak dapat
memberikan riwayat apapun juga harus menjalani pemeriksaan fisik lengkap, termasuk
O Tingkat pernapasan lebih dari 20 napas per menit atau tingkat PaCO2 kurang
dari 32 mm Hg
O Sebuah jumlah sel darah abnormal putih (> 12.000 / uL atau <4.000 / uL atau>
band 10%)
• Penelaahan secara cermat tanda vital awal merupakan komponen integral untuk
membuat diagnosis. Mengulang tinjauan tanda vital secara berkala selama periode
evaluasi awal diperlukan, karena beberapa faktor lain (misalnya, stres, kecemasan,
• Kunci poin
O Ekstrim usia (baik muda dan tua) tidak dapat bermanifestasi sebagai kriteria
khas untuk SIRS, karena itu, kecurigaan klinis mungkin diperlukan untuk
cenderung mampu meningkatkan detak jantung mereka dan, oleh karena itu,
SIRS biasa kecuali pasien septik atau menderita dehidrasi parah. Hipotensi
lebih tinggi.
penyakit.
(SIRS), minimal jumlah sel darah lengkap dengan diferensial untuk mengevaluasi
leukositosis atau leukopenia. Tes laboratorium lain harus individual didasarkan pada
reaktan fase akut untuk membantu membedakan infeksi dari penyebab tidak
[9]
menular. studi observasional prospektif mereka dalam ICU anak
PCT merupakan indikator yang lebih baik komplikasi septik awal dari CRP
[10]
pada populasi kompleks seperti pasien
trauma.
O Perhatian harus digunakan dalam menafsirkan hasil PCT pada pasien usia
O PCT menjadi semakin tersedia untuk dokter sebagai tes point-of-peduli. Saat
[12]
O Selberg dkk terakhir PCT dan CRP, selain melihat IL-6 dan C3A.
Penelitian mereka menunjukkan bahwa PCT, IL-6, dan C3A sekali lagi lebih
O Pasien yang memenuhi kriteria SIRS dan telah meningkatkan tingkat IL-6 (>
O Leptin, hormon yang dihasilkan oleh sel lemak yang bertindak terpusat pada
sensitivitas 91,2% dan spesifisitas 85%. Tes ini belum tersedia untuk praktek
2.7 Penatalaksanaan
Perawatan medis awal harus mencakup inisiasi yang baik dari pengujian laboratorium
yang bersangkutan dan studi pencitraan setelah mendapat sejarah dan melakukan
respon inflamasi sistemik yang mungkin (SIRS, misalnya, perawatan yang tepat dari infark
• Antibiotika empiris tidak diindikasikan untuk semua pasien dengan SIRS. Indikasi
(1) dicurigai atau didiagnosis etiologi infeksi (misalnya, infeksi saluran kemih [ISK],
pneumonia, selulitis),
(4) asplenia (karena potensi untuk infeksi postsplenectomy besar [OPSI]). Bila
mungkin, data kebudayaan harus selalu diperoleh sebelum memulai terapi antibiotik.
Terapi antibiotik empiris harus dipandu oleh tersedia pedoman praktek dan
pengetahuan dari antibiogram lokal, serta faktor risiko pasien untuk tahan patogen
penyebab infeksi untuk SIRS adalah kekhawatiran tetapi tidak ada infeksi spesifik
didiagnosis.
harus dipertimbangkan.
wajar.
memburuknya SIRS.
atau aztreonam adalah alternatif yang masuk akal untuk gram-negatif cakupan.
flu.
yang neutropenia, pasien yang menerima nutrisi parenteral total (TPN), atau
O Data budaya yang tepat harus diperoleh sebelum setiap terapi antibiotik.
• TNF-a dan IL-1 antagonis reseptor, antibradykinin, faktor antagonis reseptor platelet-
manfaat yang signifikan secara statistik pada SIRS (dengan hasil yang variabel untuk
sepsis dan syok septik). Obat-obat ini tidak memiliki peran dalam mengobati pasien
• Drotrecogin alfa, suatu bentuk rekombinan dari APC, waran berkomentar lebih jauh.
APC mengurangi disfungsi mikrovaskuler dengan mengurangi peradangan dan
lebih lanjut telah menunjukkan bahwa yang terbaik digunakan pada pasien
dengan gram negatif syok septik. Dalam studi kecakapan, tidak ada manfaat
klinis ditemukan pada pasien dengan fisiologi akut dan evaluasi kesehatan
kronis (APACHE) skor kurang dari 25, dan penelitian lebih lanjut telah
menunjukkan hasil yang lebih buruk pada pasien dengan skor APACHE
rendah. [16]
O Oleh karena itu, APC tidak memiliki peran dalam banyak kasus kebanyakan
SIRS kecuali presentasi klinis yang konsisten dengan syok septik. APC
memiliki kriteria inklusi dan eksklusi yang ketat yang harus dipertimbangkan
pada semua pasien sebelum terapi memulai. Manfaat terbesar dari APC telah
• Steroid untuk sepsis dan syok septik telah dipelajari secara ekstensif, tetapi tidak ada
hasil yang lebih buruk ketika merawat dengan steroid dosis tinggi (natrium
O
Sebagaimana disebutkan di atas, para mediator inflamasi dan reseptor yang
terkait dengan penghinaan menular (yaitu, syok septik) adalah sama dengan
dengan hipotensi refrakter (yaitu, syok septik) meskipun resusitasi cairan yang
[17]
cukup dan administrasi vasopressor sesuai. Sebelum memulai terapi
untuk menentukan pasien yang harus menerima terapi steroid. Pasien yang
• Pasien yang hipotensi harus menerima cairan intravena, dan, jika masih hipotensi
setelah resusitasi yang memadai, agen vasopressor harus diberikan sedangkan hati-
hati pemantauan status hemodinamik. Semua pasien harus memiliki akses intravena
yang memadai dan umumnya membutuhkan 2 besar-menanggung infus atau kateter
vena sentral.
• Hiperglikemia, sebuah laboratorium umum temuan dalam SIRS, bahkan pada orang
lemak bebas beredar. Hal ini memiliki tindakan penghambatan langsung pada
sistem kekebalan tubuh. Stres oksidatif dan disfungsi sel endotel, bersama
pasien (termasuk fungsi ginjal dan gagal ginjal akut), mengurangi kebutuhan
untuk transfusi sel darah merah, mengurangi jumlah hari di ICU, menurunkan
[19]
intensif (pemeliharaan glukosa darah pada 80-110 mg / dL) sebesar 34%.
diberikan melalui hidung canula atau masker, atau, dalam situasi tertentu, dukungan
berbagai studi. Memberikan terlalu banyak oksigen pada pasien dengan penyakit berat
paru obstruktif kronik (PPOK) harus dihindari karena dapat menekan dorongan
pernapasan mereka. Pasien yang tidak merespon untuk memasok oksigen meningkat
memiliki prognosis buruk. Pasien dengan gagal pernapasan yang terkait yang
termasuk deep vein thrombosis (DVT) dan profilaksis stres ulkus harus dimulai ketika ada
indikasi klinis. Antibiotika jangka panjang, ketika terindikasi secara klinis, harus sebagai
spektrum sempit mungkin untuk membatasi potensi untuk superinfeksi (disarankan oleh
demam baru, perubahan dalam jumlah sel darah putih, atau pemburukan klinis). Kateter
pembuluh darah yang tidak perlu dan kateter Foley harus dihapus sesegera
nosokomial O DVT
O Gagal ginjal
O Intravena kateter terkait
bakteremia
O Kelainan elektrolit O Diseminata intravesicular
DAFTAR PUSTAKA
http://www.scitopics.com/Markers_for_differentiation_of_SIRS_and_sepsis.html
9. Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management