Anda di halaman 1dari 80

LAPORAN KASUS

PNEUMONIA COVID-19 dengan SIRS

Disusun oleh :
dr. Yenda Cahya E. P

Pendamping :
dr. A. Hendra Setia Permana

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PPSDM KESEHATAN

ANGKATAN II 2020-2021
BAB I
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
No. RM 187755

Nama : Ny. S
Umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Banjar
Pekerjaan : Pedagang

Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada keluarga pasien di Ruang Isolasi


COVID RSUD Banjar pada tanggal 12 November 2020

Keluhan Utama
Pasien datang rujukan dari RS PMC dengan keluhan sulit diajak komunikasi sejak 4 hari
yang lalu.

Keluhan Tambahan
Batuk (+), sesak (+), tidak mau makan dan minum (+)

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang rujukan dari RS PMC dengan keluhan sulit diajak komunikasi sejak 4
hari yang lalu.
Dua minggu yang lalu juga pasien mengalami batuk-batuk, batuk berdahak berwarna
kekuningan disertai dengan sesak nafas saat istirahat.
Satu minggu yang lalu pasien mengalami demam tinggi yang tidak diukur dan tidak
diobati, demam muncul mendadak tidak lalu hilang, saat ini keluarga pasien mengeluhkan
pasien sulit diajak komunikasi dan tidak mau makan maupun minum sejak 4 hari yang lalu,

lalu dirawat dirumah sakit PMC selama 5 hari dan dilakukan Rapid Test dengan hasil (+) dan
dirujuk ke RSUD Banjar.
4 hari yang lalu keadaan pasien tidak membaik, sesak napas yang bertambah berat,
mengamuk dan mengalami penurunan kesadaran, lalu pasien dilarikan ke RS PMC dan
dilakukan rapid test dengan hasil IgM reaktiv dan dirujuk ke RSUD Banjar.
Di Ruang Isolasi RSUD Banjar pasien dilakukan swab PCR dengan hasil positif.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mempunyai riwayat DM yang dialami sejak 10 tahun terakhir, tidak terkontrol.

Riwayat Penyakit Keluarga


Di dalam keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.

Riwayat Sosial
Riwayat keluar kota (-).
Riwayat kontak dengan pasien Covid-19 tidak diketahui.

Pasien bekerja di pasar Banjar, dan jarang mengenakan masker. 1 bulan yang lalu dagangan
pasien sepi sehingga pasien terlihat lebih sering murung.
Pasien tinggal serumah dengan suaminya

Riwayat Alergi
-

Pemeriksaan Fisik
Tanggal : 12 November 2020
Jam : 17.00 WIB

Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Somnolen
GCS : E4 V2 M5
Tekanan darah : 147/88 mmHg
Frekuensi nadi : 52 x / menit
Suhu : 38.5°C
Frekuensi nafas : 26 x / menit
SpO2 : 99%
Pemeriksaan Sistem
Kepala : Normochepali, ubun-ubun cekung (-), pertumbuhan rambut merata.
Mata : CA -/-, SI -/-, mata cekung -/-
Hidung : Deviasi septum (-), konka tidak hiperemis, anosmia (-)

Mulut : Bibir sianosis (-)


Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks
● Dinding thoraks : Normochest
● Paru

O Inspeksi : Pergerakan dinding thorax simetris kanan dan kiri, retraksi sela iga

(-)
O Palpasi : Vocal fremitus Ka=Ki, krepitasi (-)

O
Perkusi : Sonor Ka=Ki
O Auskultasi : Bunyi Nafas Dasar Vesikuler +/+, Ronki (+/+), Wheezing (-)

● Jantung

O Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat

O Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicular sinistra

O Perkusi

▪ Atas : ICS II
▪ Kanan Bawah : ICS V linea parasternalis dextra
▪ Kiri Bawah : ICS V 3 jari lateral line midclavicularis sinistra
O Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
● Inspeksi : Perut tampak datar
● Auskultasi : Bising Usus (+)
● Perkusi : Timpani (+)
● Palpasi : Supel, hepatomegali (-), nyeri tekan epigastrium (-) turgor baik
Anggota gerak
● Atas : Akral hangat, CRT < 2”, edema -
● Bawah : Akral dingin, CRT < 2”, edema –
Diagnosis Kerja
COVID-19 Terkonfirmasi dengan Pneumonia dan SIRS

Terapi


IVFD RL 20 tpm

Cefotaxime IV 2x500 mg

Oseltamivir PO 2x75 mg

Omeprazole IV 1x40 mg

Laboratorium ( 20 November 2020 )


HEMATOLOGI LENGKAP
HEMOGLOBIN 9.9 g/dl
HEMATOKRIT 28,9 %
ERITROSIT 3.1 x106/µL
LEUKOSIT 12.000 /µL
TROMBOSIT 289.000 /µL
MCV 85
MCH 29
MCHC 34
DARAH PERIFER LENGKAP
BASOFIL 0%
EOSINOPHIL 1%
NEUTROFIL 81 %
LIMFOSIT 135 %
MONOSIT 5%
SEL BLAST -
DIABETES/GULA DARAH
GULA DARAH SEWAKTU 78

ELEKTROLIT
NATRIUM 144 Meq/l
KALIUM 4,4 Meq/l
KALSIUM ION 1,11 Meq/l

Radiologi : Rontgen Thorax ( 17 November 2020 )


Kesan Rontgen Thorax : Bronkopneumonia bilateral dd/ Tb paru

EKG( 13 November 2020 )

Kesan EKG: EKG dalam batas normal

FOLLOW UP
Tanggal S O A P
tampak
13/11/2020 Pasien tidak •
Kes. Umum : tampak sakit Covid 19 •
IVFD RL 20 tpm
Di ruang kooperatif, gaduh gelisah sedang terkonfirmasi dengan • Cefotaxime IV
ISO 2 dan mencoba mencabuti •
Kesadaran: Apatis pneumonia dan SIRS 2x500 mg (hari ke-2)
selang infusan.

TD : 146/91 mmHg

OseltamivirPO
Batuk berdahak (+) •
N : 58 x/menit 2x75 mg(hari ke-2)
Sesak nafas (+) Omeprazole IV
RR : 24 x/menit
• •

1x40 mg
S : 37,5

Alprazolam 1x0,5
SpO2 : 99%
Thoraks
Paru
Auskultasi: Bunyi Nafas

Dasar Vesikuler +/+, Ronki


(+/+), Wheezing (-)

Tanggal S O A P
tampak
14/11/2020 Pasien tidak •
Kes. Umum : tampak sakit Covid 19 •
IVFD RL 20 tpm
Di ruang kooperatif, gaduh gelisah sedang terkonfirmasi dengan • Cefotaxime IV
ISO 2 dan mencoba mencabuti •
Kesadaran: Apatis pneumonia dan SIRS 2x500 mg (hari ke-3)
selanginfusan.Pasien •
TD : 154/65 mmHg

OseltamivirPO
2x75 mg(hari ke-3)
tidak tidur semalaman •
N : 75 x/menit
Batuk berdahak (+) •
Omeprazole IV

RR : 24 x/menit
Sesak nafas (+) 1x40 mg

S : 37,3
Saranapabilamasih •

gaduhgelisahuntuk SpO2 : 99%


Thoraks
diberikanterapi
Paru
Alprazolam 1x0,5
Auskultasi: Bunyi Nafas
Dasar Vesikuler +/+, Ronki
(+/+), Wheezing (-)

Tanggal S O A P
15/11/2020Pasientampaktidak Kes. Umum : tampak sakit
• Covid 19 •
IVFD RL 20 tpm
Di ruang kooperatif, gaduh gelisah sedang terkonfirmasi dengan • Cefotaxime IV
ISO 2 dan mencoba mencabuti •
Kesadaran: Apatis pneumonia dan SIRS 2x500 mg (hari ke-4)
selanginfusan.Pasien •
TD : 125/95 mmHg

OseltamivirPO
tidaktidursemalaman •
N : 83 x/menit 2x75 mg(hari ke-4)
dan pasien mulai •
Omeprazole IV

RR : 24 x/menit
merasakan halusinasi 1x40 mg

S : 37,5
auditorik
SpO2 : 98%
Batuk berdahak (+)
Thoraks
Sesak nafas (+)
Paru
Saran konsul Sp.KJ
Auskultasi: Bunyi Nafas
Dasar Vesikuler +/+, Ronki

(+/+), Wheezing (-)

Tanggal S O A P
tampak
16/11/2020 Pasien tidak •
Covid 19 •
IVFD RL 20 tpm
Kes. Umum : tampak sakit sedang
Di ruang kooperatif, gaduh gelisah terkonfirmasi dengan • Cefotaxime IV
pneumonia dan SIRS 2x500 mg (hari ke-5)
ISO 2 dan mencoba mencabuti •
Kesadaran: Apatis
selanginfusan.Pasien •
TD : 127/86 mmHg

OseltamivirPO
tidaktidursemalaman •
N : 80 x/menit 2x75 mg(hari ke-5)
dan pasien mulai •
Omeprazole IV

RR : 24 x/menit
merasakan halusinasi 1x40 mg

S : 37,5
auditorik,
SpO2 : 99%
Nyeri ulu hati (+) dan
Thoraks
tidak mau makan
Batuk berdahak (+) Paru

Sesak nafas (+) Auskultasi: Bunyi Nafas


Saran konsul Sp.KJ Dasar Vesikuler +/+, Ronki
(+/+), Wheezing (-)
Tanggal S O A P
tampak
17/11/2020 Pasien tidak •
Kes. Umum : tampak sakit Covid 19 •
IVFD RL 20 tpm
Di ruang kooperatif, gaduh gelisah sedang terkonfirmasi dengan • Cefixime2x200
ISO 2 dan mencoba mencabuti •
Kesadaran: Apatis pneumonia dan SIRS mg (hari ke-1)
selanginfusan.Pasien •
TD : 127/81 mmHg

OseltamivirPO
tidaktidursemalaman •
N : 85 x/menit 2x75 mg(hari ke-6)
dan pasien mulai •
Azitromisin 1x500

RR : 24 x/menit
merasakan halusinasi mg(hari ke-1)

S : 36,5
auditorik, Nyeri ulu •
Omeprazole IV

SpO2 : 99% 1x40 mg
hati (+) dan
Thoraks
tidak mau makan
Paru
Batuk berdahak (+)
Auskultasi: Bunyi Nafas
Sesak nafas (+)
Dasar Vesikuler +/+, Ronki
Acc konsul Sp.KJ
(+/+), Wheezing (-)

TanggalS O A P
18/11/2020Pasientampak tidak • Kes. Umum : tampak sakit Covid 19 •
IVFD RL 20 tpm
sedang Cefixime2x200
terkonfirmasi dengan pneumonia dan SIRS mg (hari ke-2)
Di ruang kooperatif, sudah di visit •
OseltamivirPO
ISO 2 oleh dr Sp.KJ •
Kesadaran: Apatis
Batuk berdahak (+)
TD : 106/72 mmHg

Sesak nafas (+) •


N : 81 x/menit F32.3 Episode depresi 2x75 mg(hari ke-7)
berat dengan gejala •
Azitromisin 1x500

RR : 24 x/menit
psikotikmg (hari ke-2)
S : 37,2

Omeprazole IV

SpO2 : 98%
1x40 mg
Thoraks

Haloperidol
Paru
Auskultasi: Bunyi Nafas 1x0,75 mg
Dasar Vesikuler +/+, Ronki (+/+), Wheezing (-) •
Clobazam 1x5 mg
Tanggal S O A P
19/11/2020 Pasien sudah tampak • Kes. Umum : tampak sakit Covid 19 • IVFD RL 20 tpm
Di ruang kooperatif, sudah dapat sedang terkonfirmasi dengan • Cefixime 2x200
ISO 2 tidur • Kesadaran: Composmentis pneumonia dan SIRS mg (hari ke-3)
Batuk berdahak (+)
• TD : 96/72 mmHg
Sesak nafas berkurang F32.3 Episode
• N : 84 x/menit
depresi berat dengan
• RR : 22 x/menit
gejala psikotik
• S : 36,5
zitromisin
SpO2 : 98%

1x500 mg (hari
Thoraks
ke-3)
● Paru
Omeprazole
Auskultasi: Bunyi Nafas

IV 1x40 mg
Dasar Vesikuler +/+, Ronki
(+/+), Wheezing (-)

Tanggal
S O A P
20/11/2020 Pasien bisa diajak• Kes. Umum : tampak sakit Covid 19 •
IVFD RL 20 tpm
sedang
Di ruang komunikasi dua arah terkonfirmasi dengan • Cefixime 2x200
pneumonia dan SIRS mg (hari ke-4)
ISO 2 Batuk berdahak (+) Kesadaran: Composmentis
Sesak nafas berkurang

TD : 121/66 mmHg

Azitromisin 1x500
Belumnafsumakan •
N : 100 x/menit F32.3 Episode depresi mg (hari ke-4)
minum •
RR : 22 x/menit berat dengan gejala •
Omeprazole IV
psikotik1x40 mg
S : 36,9
SpO2 : 98%
Thoraks

Paru
Auskultasi: Bunyi Nafas
Dasar Vesikuler +/+, Ronki

(+/+), Wheezing (-)


Tanggal S O A P
bisa
21/11/2020 Pasien diajak •
Kes. Umum : tampak sakit Covid 19 •
IVFD RL 20 tpm
Di ruang komunikasi dua arah sedang terkonfirmasi dengan • Cefixime2x200
ISO 2 Batuk berdahak •
Kesadaran: Composmentis pneumonia dan SIRS mg (hari ke-5)
berkurang •
TD : 98/78 mmHg

Azitromisin 1x500
Sesak nafas berkurang mg (hari ke-5)

N : 90 x/menit F32.3 Episode depresi
Belumnafsumakan berat dengan gejala •
Omeprazole IV

RR : 22 x/menit
minumpsikotik1x40 mg •
S : 36,3

SpO2 : 97%
Thoraks
Paru
Auskultasi: Bunyi Nafas Dasar Vesikuler +/+, Ronki
(+/+), Wheezing (-)

Tanggal
S O A P
22/11/2020 Pasien bisa diajak • Kes. Umum : tampak sakit Covid 19 •
IVFD RL 20 tpm
Di ruang komunikasi dua arah sedang terkonfirmasi dengan • Cefixime2x200
ISO 2 Batuk berdahak •
Kesadaran: Composmentis pneumonia dan SIRS mg (hari ke-6)
berkurang •
TD : 107/76 mmHg

Azitromisin 1x500
Sesak nafas berkurang •
N : 107 x/menit F32.3 Episode depresi mg (hari ke-6)
Belumnafsumakan berat dengan gejala •
Omeprazole IV

RR : 22 x/menit
minum psikotik 1x40 mg

S : 36,4

SpO2 : 99%
Thoraks

Paru
Auskultasi: Bunyi Nafas Dasar Vesikuler +/+, Ronki
(-), Wheezing (-)
Tanggal S O A P
23/11/2020 Batuk berkurang •
Kes. Umum : tampak sakit Covid 19 •
IVFD RL 20 tpm
sedang
Di ruang Sesak (-) terkonfirmasi dengan •
Cefixime 2x200
ISO 2 pneumonia dan SIRS mg (hari ke-7)
Belum nafsu makan •
Kesadaran: Composmentis
Pegal-pegal •
TD : 100/65 mmHg

Azitromisin 1x500

N : 66 x/menit F32.3 Episode depresi mg (hari ke-7)


RR : 23 x/menit berat dengan gejala •
Omeprazole IV
psikotik1x40 mg
S : 36,4
SpO2 : 99%
Thoraks
Paru
Auskultasi: Bunyi Nafas Dasar Vesikuler +/+, Ronki

(-), Wheezing (-)

Tanggal S O A P
24/11/2020Batuk berkurang Kes. Umum : tampak sakit
• Covid 19 •
IVFD RL 20 tpm
Di ruang Sesak (-) sedang terkonfirmasi dengan • Omeprazole IV
ISO 2 Nyeri ulu hati (+) Kesadaran: Composmentis pneumonia dan SIRS 1x40 mg

TD : 109/73 mmHg

N : 89 x/menit F32.3 Episode depresi
berat dengan gejala
RR : 20 x/menit
psikotik

S : 36,2

SpO2 : 98%

Thoraks
Paru
Auskultasi: Bunyi Nafas Dasar Vesikuler +/+, Ronki
(-), Wheezing (-)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
COVID-19

Coronavirus

Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak
bersegmen. Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae.
Coronaviridae dibagi dua subkeluarga dibedakan berdasarkan serotipe dan karakteristik
genom. Terdapat empat genus yaitu alpha coronavirus, betacoronavirus,
deltacoronavirus dan gamma coronavirus.2,5,12

A. Karakteristik

Coronavirus memiliki kapsul, partikel berbentuk bulat atau elips, sering


pleimorfik dengan diameter sekitar 50-200m.5 Semua virus ordo Nidovirales memiliki
kapsul, tidak bersegmen, dan virus positif RNA serta memiliki genom RNA sangat
panjang.12 Struktur coronavirus membentuk struktur seperti kubus dengan protein S
berlokasi di permukaan virus. Protein S atau spike protein merupakan salah satu protein
antigen utama virus dan merupakan struktur utama untuk penulisan gen. Protein S ini
berperan dalam penempelan dan masuknya virus kedalam sel host (interaksi protein S
dengan reseptornya di sel inang).5,12

Coronavirus bersifat sensitif terhadap panas dan secara efektif dapat diinaktifkan

oleh desinfektan mengandung klorin, pelarut lipid dengan suhu 56°C selama 30 menit,
eter, alkohol, asam perioksiasetat, detergen non-ionik, formalin, oxidizing agent dan
kloroform. Klorheksidin tidak efektif dalam menonaktifkan virus.5,13
B. Patogenesis dan Patofisiologi

Kebanyakan Coronavirus menginfeksi hewan dan bersirkulasi di hewan.


Coronavirus menyebabkan sejumlah besar penyakit pada hewan dan kemampuannya
menyebabkan penyakit berat pada hewan seperti babi, sapi kuda, kucing dan ayam.
Coronavirus disebut dengan virus zoonotik yaitu virus yang ditransmisikan dari hewan
ke manusia. Banyak hewan liar yang dapat membawa patogen dan bertindak sebagai
vector untuk penyakit menular tertentu.2,5,13,14,15
Kelelawar, tikus bambu, unta dan musang merupakan host yang biasa ditemukan
untuk Coronavirus. Coronavirus pada kelelawar merupakan sumber utama untuk
kejadian severe acute respiratory syndrome (SARS) dan Middle East respiratory
syndrome (MERS).2,5,13,16 Namun pada kasus SARS, saat itu host intermediet
(masked palm civet atau luwak) justru ditemukan terlebih dahulu dan awalnya disangka
sebagai host alamiah. Barulah pada penelitian lebih lanjut ditemukan bahwa luwak
hanyalah sebagai host intermediet dan kelelawar tapal kuda (horseshoe bars) sebagai
host alamiahnya.8,14,15,17 Secara umum, alur Coronavirus dari hewan ke manusia dan
dari manusia ke manusia melalui transmisi kontak, transmisi droplet, rute feses dan
oral.5
Berdasarkan penemuan, terdapat tujuh tipe Coronavirus yang dapat menginfeksi
manusia saat ini yaitu dua alphacoronavirus (229E dan NL63) dan empat
betacoronavirus, yakni OC43, HKU1, Middle East respiratory syndrome-associated
coronavirus (MERS-CoV), dan severe acute respiratory syndrome-associated
coronavirus (SARSCoV). Yang ketujuh adalah Coronavirus tipe baru yang menjadi
penyebab kejadian luar biasa di Wuhan, yakni Novel Coronavirus 2019 (2019-nCoV).
Isolat 229E dan OC43 ditemukan sekitar 50 tahun yang lalu. NL63 dan HKU1
diidentifikasi mengikuti kejadian luar biasa SARS. NL63 dikaitkan dengan penyakit
akut laringotrakeitis (croup).2,5,18
Coronavirus terutama menginfeksi dewasa atau anak usia lebih tua, dengan gejala
klinis ringan seperti common cold dan faringitis sampai berat seperti SARS atau MERS
serta beberapa strain menyebabkan diare pada dewasa. Infeksi Coronavirus biasanya
sering terjadi pada musim dingin dan semi. Hal tersebut terkait dengan factor iklim dan
pergerakan atau perpindahan populasi yang cenderung banyak perjalanan atau
perpindahan. Selain itu, terkait dengan karakteristik Coronavirus yang lebih menyukai
suhu dingin dan kelembaban tidak terlalu tinggi.5,12,13
Semua orang secara umum rentan terinfeksi. Pneumonia Coronavirus jenis baru
dapat terjadi pada pasien immunocompromis dan populasi normal, bergantung paparan
jumlah virus. Jika kita terpapar virus dalam jumlah besar dalam satu waktu, dapat
menimbulkan penyakit walaupun sistem imun tubuh berfungsi normal. Orang-orang

dengan sistem imun lemah seperti orang tua, wanita hamil, dan kondisi lainnya,
penyakit dapat secara progresif lebih cepat dan lebih parah. Infeksi Coronavirus
menimbulkan sistem kekebalan tubuh yang lemah terhadap virus ini lagi sehingga dapat
terjadi re-infeksi.5
Pada tahun 2002-2003, terjadi kejadian luar biasa di Provinsi Guangdong,
Tiongkok yaitu kejadian SARS. Total kasus SARS sekitar 8098 tersebar di 32 negara,
total kematian 774 kasus. Agen virus Coronavirus pada kasus SARS disebut SARS-
CoV, grup 2b betacoronavirus.
Penyebaran kasus SARS sangat cepat total jumlah kasus tersebut ditemukan

dalam waktu sekitar 6 bulan. Virus SARS diduga sangat mudah dan cepat menyebar
antar manusia. Gejala yang muncul dari SARS yaitu demam, batuk, nyeri kepala, nyeri
otot, dan gejala infeksi saluran napas lain. Kebanyakan pasien sembuh sendiri, dengan
tingkat kematian sekitar 10-14% terutama pasien dengan usia lebih dari 40 tahun
dengan penyakit penyerta seperti penyakit jantung, asma, penyakit paru kronik dan
diabetes.5,12
Tahun 2012, Coronavirus jenis baru kembali ditemukan di Timur Tengah diberi
nama MERS-CoV (grup 2c β-coronavirus). Kasus pertama MERS pada tahun 2012
sampai dengan tahun 2015 ditemukan jumlah total 1143 kasus. Berbeda dengan SARS,

MERS cenderang tidak bersifat infeksius dibandingkan SARS. Dalam 3 tahun


ditemukan jumlah kasus 1143. MERS diduga tidak mudah menyebar dari manusia ke
manusia, namun SARS dapat dengan mudah dan cepat menyebar dari manusia ke
manusia. Namun, disisi lain MERS lebih tinggi tingkat kematiannya, jika SARS sekitar
10%, tingkat kematian MERS mencapai sekitar 40%.5,12
Coronavirus hanya bisa memperbanyak diri melalui sel host-nya. Virus tidak bisa
hidup tanpa sel host. Berikut siklus dari Coronavirus setelah menemukan sel host sesuai
tropismenya. Pertama, penempelan dan masuk virus ke sel host diperantarai oleh
Protein S yang ada dipermukaan virus.5 Protein S penentu utama dalam menginfeksi

spesies host-nya serta penentu tropisnya.5 Pada studi SARS-CoV protein S berikatan
dengan reseptor di sel host yaitu enzim ACE-2 (angiotensinconverting enzyme 2).
ACE-2 dapat ditemukan pada mukosa oral dan nasal, nasofaring, paru, lambung, usus
halus, usus besar, kulit, timus, sumsum tulang, limpa, hati, ginjal, otak, sel epitel
alveolar paru, sel enterosit usus halus, sel endotel arteri vena, dan sel otot polos.20
Setelah berhasil masuk selanjutnya translasi replikasi gen dari RNA genom virus.
Selanjutnya replikasi dan transkripsi dimana sintesis virus RNA melalui translasi dan

perakitan dari kompleks replikasi virus. Tahap selanjutnya adalah perakitan dan rilis
virus.12 Berikut gambar siklus hidup virus (gambar 3).

Setelah terjadi transmisi, virus masuk ke saluran napas atas kemudian bereplikasi
di sel epitel saluran napas atas (melakukan siklus hidupnya). Setelah itu menyebar ke
saluran napas bawah. Pada infeksi akut terjadi peluruhan virus dari saluran napas dan
virus dapat berlanjut meluruh beberapa waktu di sel gastrointestinal setelah
penyembuhan. Masa inkubasi virus sampai muncul penyakit sekitar 3-7 hari.5,13
Studi pada SARS menunjukkan virus bereplikasi di saluran napas bawah diikuti
dengan respons sistem imun bawaan dan spesifik. Faktor virus dan sistem imun
berperan penting dalam patogenesis. Pada tahap pertama terjadi kerusakan difus
alveolar, makrofag, dan infiltrasi sel T dan proliferasi pneumosit tipe 2. Pada rontgen
toraks diawal tahap infeksi terlihat infiltrat pulmonar seperti bercak-bercak. Pada tahap
kedua, organisasi terjadi sehingga terjadi perubahan infiltrat atau konsolidasi luas di
paru. Infeksi tidak sebatas di sistem pernapasan tetapi virus juga bereplikasi di enterosit
sehingga menyebabkan diare dan luruh di feses, juga urin dan cairan tubuh lainnya.5
Studi terbaru menunjukkan peningkatan sitokin proinflamasi di serum seperti
IL1B, IL6, IL12, IFNγ, IP10, dan MCP1 dikaitkan dengan inflamasi di paru dan
kerusakan luas di jaringan paru-paru pada pasien dengan SARS. Pada infeksi MERS-
CoV dilaporkan menginduksi peningkatan konsentrasi sitokin proinflamasi seperti

IFNγ, TNFα, IL15 dan IL17.2


C. Gejala Klinis

Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat. Gejala
klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu >380C), batuk dan kesulitan bernapas.
Selain itu dapat disertai dengan sesak memberat, fatigue, mialgia, gejala gastrointestinal
seperti diare dan gejala saluran napas lain. Setengah dari pasien timbul sesak dalam
satu minggu. Pada kasus berat perburukan secara cepat dan progresif, seperti ARDS,
syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan perdarahan atau disfungsi
sistem koagulasi dalam beberapa hari. Pada beberapa pasien, gejala yang muncul
ringan, bahkan tidak disertai dengan demam. Kebanyakan pasien memiliki prognosis
baik, dengan sebagian kecil dalam kondisi kritis bahkan meninggal. Berikut sindrom
klinis yang dapat muncul jika terinfeksi.5,26,27
Klasifikasi Klinis
Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi.
a. Tidak berkomplikasi
Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul berupa gejala yang
tidak spesifik. Gejala utama tetap muncul seperti demam, batuk, dapat disertai dengan
nyeri tenggorok, kongesti hidung, malaise, sakit kepala, dan nyeri otot. Perlu
diperhatikan bahwa pada pasien dengan lanjut usia dan pasien immunocompromises
presentasi gejala menjadi tidak khas atau atipikal. Selain itu, pada beberapa kasus
ditemui tidak disertai dengan demam dan gejala relatif ringan. Pada kondisi ini pasien
tidak memiliki gejala komplikasi diantaranya dehidrasi, sepsis atau napas pendek.26

b. Pneumonia ringan
Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak. Namun tidak ada
tanda pneumonia berat. Pada anak-anak dengan pneumonia tidak berat ditandai dengan
batuk atau susah bernapas atau tampak sesak disertai napas cepat atau takipneu tanpa
adanya tanda pneumonia berat. 26
Definisi takipnea pada anak:
● < 2 bulan : ≥ 60x/menit
● 2-11 bulan : ≥ 50x/menit
● 1-5 tahun : ≥ 40x/menit. 26
c. Pneumonia berat

Pada pasien dewasa


● Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi saluran napas
● Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas: > 30x/menit), distress
pernapasan berat atau saturasi oksigen pasien <90% udara luar. 26
Kriteria definisi Severe Community-acquired Pneumonia (CAP) menurut
Diseases Society of America/American Thoracic Society.

Pada pasien anak-anak:


● Gejala: batuk atau tampak sesak, ditambah satu diantara kondisi berikut:
- Sianosis central atau SpO2 <90%
- Distress napas berat (retraksi dada berat)
- Pneumonia dengan tanda bahaya (tidak mau menyusu atau minum; letargi atau
penurunan kesadaran; atau kejang)
Dalam menentukan pneumonia berat ini diagnosis dilakukan dengan diagnosis
klinis, yang mungkin didapatkan hasil penunjang yang tidak menunjukkan komplikasi.
26
d. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Onset: baru atau perburukan gejala respirasi dalam 1 minggu setelah diketahui
kondisi klinis. Derajat ringan beratnya ARDS berdasarkan kondisi hipoksemia.
Hipoksemia didefinisikan tekanan oksigen arteri (PaO2) dibagi fraksi oksigen inspirasi
(FIO2) kurang dari< 300 mmHg. 26
Pemeriksaan penunjang yang penting yaitu pencitraan toraks seperti foto toraks,

CT Scan toraks atau USG paru. Pada pemeriksaan pencitraan dapat ditemukan: opasitas
bilateral, tidak menjelaskan oleh karena efusi, lobar atau kolaps paru atau nodul.
Sumber dari edema tidak sepenuhnya dapat dijelaskan oleh gagal jantung atau
kelebihan cairan, dibutuhkan pemeriksaan objektif lain seperti ekokardiografi untuk
mengeksklusi penyebab hidrostatik penyebab edema jika tidak ada faktor risiko.
Penting dilakukan analisis gas darah untuk melihat tekanan oksigen darah dalam
menentukan tingkat keparahan ARDS serta terapi. Berikut rincian oksigenasi pada
pasien ARDS. 26
Dewasa:

● ARDS ringan : 200 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg


(dengan PEEP atau CPAP ≥5 cmH2O atau tanpa diventilasi)
● ARDS sedang : 100 mmHg < PaO2/FiO2 ≤200 mmHg dengan
PEEP ≥5 cmH2O atau tanpa diventilasi
● ARDS berat : PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥5
cmH2O atau tanpa diventilasi
● Tidak tersedia data PaO2 : SpO2/FiO2 ≤315 diduga ARDS
(termasuk pasien tanpa ventilasi) 26
Anak:

●Bilevel NIV atau CPAP ≥5 cmH2O melalui masker full wajah : PaO2/FiO2 ≤
300 mmHg atau SpO2/FiO2 ≤264
●ARDS ringan (ventilasi invasif): 4 ≤ oxygenation index (OI) < 8 or 5 ≤ OSI <
7.5
●ARDS sedang (ventilasi invasif): 8 ≤ OI < 16 atau 7.5 ≤ oxygenation index
using SpO2 (OSI) < 12.3
● ARDS berat (ventilasi invasif): OI ≥ 16 atau OSI ≥ 12.326
e. Sepsis
Sepsis merupakan suatu kondisi respons disregulasi tubuh terhadap suspek infeksi

atau infeksi yang terbukti dengan disertai disfungsi organ. Tanda disfungsi organ
perubahan status mental, susah bernapas atau frekuensi napas cepat, saturasi oksigen
rendah, keluaran urin berkurang, frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, akral
dingin atau tekanan darah rendah, kulit mottling atau terdapat bukti laboratorium
koagulopati, trombositopenia, asidosis, tinggi laktat atau hiperbilirubinemia. 26
Skor SOFA dapat digunakan untuk menentukan diagnosis sepsis dari nilai 0-24
dengan menilai 6 sistem organ yaitu respirasi (hipoksemia melalui tekanan oksigen atau

fraksi oksigen), koagulasi (trombositopenia), liver (bilirubin meningkat), kardivaskular


(hipotensi), system saraf pusat (tingkat kesadaran dihitung dengan Glasgow coma
scale) dan ginjal (luaran urin berkurang atau tinggi kreatinin). Sepsis didefinisikan
peningkatan skor Sequential (Sepsis-related) Organ Failure Assesment (SOFA) ≥ 2
poin. 26
Pada anak-anak didiagnosis sepsis bila curiga atau terbukti infeksi dan ≥ 2 kriteria
systemic inflammatory Response Syndrom (SIRS) yang salah satunya harus suhu
abnormal atau hitung leukosit. 26
f. Syok septik

Definisi syok septik yaitu hipotensi persisten setelah resusitasi volum adekuat
sehingga diperlukan vasopressor untuk mempertahankan MAP ≥ 65 mmHg dan serum
laktat > 2 mmol/L.26
Definisi syok septik pada anak yaitu hipotensi dengan tekanan sistolik < persentil
5 atau >2 SD dibawah rata rata tekanan sistolik normal berdasarkan usia atau diikuti
dengan 2-3 kondisi berikut :
● Perubahan status mental
● Bradikardia atau takikardia
- Pada balita: frekuensi nadi <90 x/menit atau >160x/menit

- Pada anak-anak: frekuensi nadi <70x/menit atau >150x/menit26


● Capillary refill time meningkat (>2 detik) atau vasodilatasi hangat dengan bounding
pulse
● Takipnea
● Kulit mottled atau petekia atau purpura
● Peningkatan laktat
● Oliguria
● Hipertemia atau hipotermia 26

D. Diagnosis
Anamnesis
Pneumonia Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah peradangan pada
parenkim paru yang disebabkan oleh Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2
(SARS-CoV-2). Sindrom gejala klinis yang muncul beragam, dari mulai tidak
berkomplikasi (ringan) sampai syok septik (berat).26,27

Pada anamnesis gejala yang dapat ditemukan yaitu, tiga gejala utama: demam,
batuk kering (sebagian kecil berdahak) dan sulit bernapas atau sesak. Tapi perlu dicatat
bahwa demam dapat tidak didapatkan pada beberapa keadaan, terutama pada usia
geriatri atau pada mereka dengan imunokompromis. Gejala tambahan lainnya yaitu
nyeri kepala, nyeri otot, lemas, diare dan batuk darah. Pada beberapa kondisi dapat
terjadi tanda dan gejala infeksi saluran napas akut berat (Severe Acute Respiratory
Infection-SARI). Definisi SARI yaitu infeksi saluran napas akut dengan riwayat demam
(suhu≥ 38 C) dan batuk dengan onset dalam 10 hari terakhir serta perlu perawatan di
rumah sakit. Tidak adanya demam tidak mengeksklusikan infeksi virus. 2,26,27

Definisi kasus29
a. Pasien dalam pengawasan atau kasus suspek / possible
1) Seseorang yang mengalami:
a. Demam (≥380C) atau riwayat demam
b. Batuk atau pilek atau nyeri tenggorokan
c. Pneumonia ringan sampai berat berdasarkan klinis dan/atau gambaran
radiologis. (pada pasien immunocompromised presentasi kemungkinan
atipikal)

DAN disertai minimal satu kondisi sebagai berikut :


●Memiliki riwayat perjalanan ke Tiongkok atau wilayah/ negara yang terjangkit*
dalam 14 hari sebelum timbul gejala
●Petugas kesehatan yang sakit dengan gejala sama setelah merawat pasien infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA) berat yang tidak diketahui penyebab / etiologi
penyakitnya, tanpa memperhatikan riwayat bepergian atau tempat tinggal.29

ATAU

2) Pasien infeksi pernapasan akut dengan tingkat keparahan ringan sampai berat
dan salah satu berikut dalam 14 hari sebelum onset gejala:
a. Kontak erat dengan pasien kasus terkonfirmasi atau probable COVID-19,
ATAU
b. Riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan sudah teridentifikasi),
ATAU
c. bekerja atau mengunjungi fasilitas layanan kesehatan dengan kasus

terkonfirmasi atau probable infeksi COVID-19 di Tiongkok atau


wilayah/negara yang terjangkit.*
d. Memiliki riwayat perjalanan ke Wuhan dan memiliki demam (suhu ≥380C)
atau riwayat demam.29

*Keterangan: saat ini ada 12 negara yang dikategorikan terjangkit yaitu


Tiongkok, Singapura, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Vietnam, Amerika
Serikat, Jerman, Perancis, Inggris, Spanyol dan Thailand; tetapi tetap mengikuti
perkembangan negara yang terjangkit menurut WHO dan Litbangkes Kemenkes

RI.29

b. Orang dalam Pemantauan


Seseorang yang mengalami gejala demam atau riwayat demam tanpa pneumonia
yang memiliki riwayat perjalanan ke Tiongkok atau wilayah/negara yang terjangkit,
dan tidak memiliki satu atau lebih riwayat paparan diantaranya:
● Riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-19
● Bekerja atau mengunjungi fasilitas kesehatan yang berhubungan dengan pasien
konfirmasi COVID-19 di Tiongkok atau wilayah/negara yang terjangkit (sesuai

dengan perkembangan penyakit),


● Memiliki riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan penular sudah
teridentifikasi) di Tiongkok atau wilayah/negara yang terjangkit (sesuai dengan
perkembangan penyakit).29
c. Kasus Probable
Pasien dalam pengawasan yang diperiksakan untuk COVID-19 tetapi inkonklusif
atau tidak dapat disimpulkan atau seseorang dengan hasil konfirmasi positif pan-
coronavirus atau beta coronavirus.29,30
d. Kasus terkonfirmasi

Seseorang yang secara laboratorium terkonfirmasi COVID-19.


Definisi Kontak :
a. Kontak
Kontak didefinisikan individu yang berkaitan dengan beberapa aktivitas sama
dengan kasus dan memiliki kemiripan paparan seperti kasus. Kontak mencakup anggota
rumah, kontak keluarga, pengunjung, tetangga, teman kuliah, guru, teman sekelas,

pekerja, pekerja sosial atau medis, dan anggota group sosial.


b. Kontak erat
Kontak erat didefinisikan seseorang yang memiliki kontak (dalam 1 meter)
dengan kasus yang terkonfirmasi selama masa simptomatiknya termasuk satu hari
sebelum onset gejala. Kontak tidak hanya kontak fisik langsung.
● Kontak pekerja sosial atau pekerja medis
Paparan terkait perawatan kesehatan, termasuk menangani langsung untuk pasien
COVID-19, bekerja dengan petugas kesehatan yang terinfeksi COVID-19 atau
memeriksa pasien yang terkonfimari kasus atau dalam lingkungan ruangan sama, ketika

prosedur aerosol dilakukan.


● Kontak lingkungan rumah atau tempat tertutup
- Berbagi lingkungan ruangan, bekerja bersama, belajar bersama dalam jarak dekat
dengan pasien COVID-19.
- Bepergian bersama pasien COVID-19 dalam segala jenis mode transportasi.
- Anggota keluarga atau tinggal di rumah yang sama dengan pasien COVID-
19.29,30

Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tergantung ringan atau beratnya
manifestasi klinis.
● Tingkat kesadaran: kompos mentis atau penurunan kesadaran
● Tanda vital: frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas meningkat, tekanan darah
normal atau menurun, suhu tubuh meningkat. Saturasi oksigen dapat normal atau
turun.
● Dapat disertai retraksi otot pernapasan
● Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris statis dan dinamis,

fremitus raba mengeras, redup pada daerah konsolidasi, suara napas


bronkovesikuler atau bronkial dan ronki kasar.27
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan diantaranya:
1. Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks Pada pencitraan
dapat menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasi subsegmental, lobar atau kolaps

paru atau nodul, tampilan groundglass. ada stage awal, terlihat bayangan multiple
plak kecil dengan perubahan intertisial yang jelas menunjukkan di perifer paru dan
kemudian berkembang menjadi bayangan multiple ground-glass dan infiltrate di
kedua paru. Pada kasus berat, dapat ditemukan konsolidasi paru bahkan “white-
lung” dan efusi pleura (jarang).2,5
2. Pemeriksaan PCR Swab
• Pengambilan swab di hari ke-1 dan 2 untuk penegakan diagnosis. Bila pemeriksaan
di hari pertama sudah positif, tidak perlu lagi pemeriksaan di hari kedua, Apabila
pemeriksaan di hari pertama negatif, maka diperlukan pemeriksaan di hari
berikutnya (hari kedua).
• Pada pasien yang di rawat inap, pemeriksaan PCR maksimal hanya dilakukan

sebanyak tiga kali selama perawatan.


• Untuk kasus tanpa gejala, ringan, dan sedang tidak perlu dilakukan pemeriksaan
PCR untuk follow-up. Pemeriksaan follow-up hanya dilakukan pada pasien yang
berat dan kritis.
• Untuk PCR follow-up pada kasus berat dan kritis, dapat dilakukan setelah sepuluh
hari dari pengambilan swab yang positif.
• Untuk kasus berat dan kritis, bila setelah klinis membaik, bebas demam selama tiga
hari namun pada follow-up PCR menunjukkan hasil yang positif, kemungkinan
terjadi kondisi positif persisten yang disebabkan oleh terdeteksinya fragmen atau

partikel virus yang sudah tidak aktif. Pertimbangkan nilai Cycle Threshold (CT)
value untuk menilai infeksius atau tidaknya dengan berdiskusi antara DPJP dan
laboratorium pemeriksa PCR karena nilai cutt off berbeda-beda sesuai dengan
reagen dan alat yang digunakan.

3. Bronkoskopi
4. Pungsi pleura sesuai kondisi
5. Pemeriksaan kimia darah
● Darah perifer lengkap
Leukosit dapat ditemukan normal atau menurun; hitung jenis limfosit menurun.
Pada kebanyakan pasien LED dan CRP meningkat.

● Analisis gas darah


● Fungsi hepar (Pada beberapa pasien, enzim liver dan otot meningkat)
● Fungsi ginjal
● Gula darah sewaktu
● Elektrolit
● Faal hemostasis (PT/APTT, d Dimer), pada kasus berat, Ddimer meningkat
● Prokalsitonin (bila dicurigai bakterialis)
● Laktat (Untuk menunjang kecurigaan sepsis)2,26,27

6. Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran napas (sputum, bilasan
bronkus, cairan pleura) dan darah26,27 Kultur darah untuk bakteri dilakukan,
idealnya sebelum terapi antibiotik. Namun, jangan menunda terapi antibiotik
dengan menunggu hasil kultur darah)26
7. Pemeriksaan feses dan urin (untuk investasigasi kemungkinan penularan).27

Diagnosis banding
1. Pneumonia bakterial
Gejala umum yang muncul diantaranya batuk, batuk berdahak, atau memberat

seperti muncul dahak purulen, dahak berdarah, dengan atau tanpa adanya nyeri dada.
Pada umumnya tidak bersifat infeksius, dan bukan penyakit infeksius.5
2. SARS/MERS
Jenis virus baru ini memiliki kemiripan dengan virus SARS dan MERS namun
analisis genetik menunjukkan serupa tetapi tidak sama. Virus jenis baru ini sudah
mengalami evolusi. Studi menunjukkan virus baru ini kemampuan penyebaran dan
patogenisitasnya lebih rendah daripada SARS.5
3. Pneumonia Jamur
4. Edema paru kardiogenik (gagal jantung). 27

Tatalaksana
Penatalaksanaan berdasarkan pedoman tatalaksana COVID-19 PAPDI. Dibagi
berdasarkan pasien tanpa gejala, derajat ringan, sedang, dan berat atau kritis. Sebagai
berikut :
1. TANPA GEJALA
a. Isolasi dan Pemantauan

• Isolasi mandiri di rumah selama 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis


konfirmasi, baik isolasi mandiri di rumah maupun di fasilitas publik yang

dipersiapkan pemerintah.
• Pasien dipantau melalui telepon oleh petugas Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP)

• Kontrol di FKTP terdekat setelah 10 hari karantina untuk pemantauan klinis

b. Non-farmakologis
Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan (leaflet untuk dibawa ke
rumah):
Pasien :

• Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat berinteraksi dengan
anggota keluarga

• Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering
mungkin.

• Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing)

• Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah


Menerapkan etika batuk (Diajarkan oleh tenaga medis)


• Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun

• Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap harinya (sebelum jam 9
pagi dan setelah jam 3 sore).

• Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong plastik / wadah


tertutup yang terpisah dengan pakaian kotor keluarga yang lainnya sebelum
dicuci dan segera dimasukkan mesin cuci

• Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan malam hari)

• Segera berinformasi ke petugas pemantau/FKTP atau keluarga jika terjadi

peningkatan suhu tubuh >38oC

Lingkungan/kamar:

• Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara

• Membuka jendela kamar secara berkala

• Bila memungkinkan menggunakan APD saat membersihkan kamar (setidaknya


masker, dan bila memungkinkan sarung tangan dan goggle).

• Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering
mungkin.

Bersihkan kamar setiap hari , bisa dengan air sabun atau bahan desinfektan
lainnya
Keluarga:

• Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien sebaiknya


memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit.

• Anggota keluarga senanitasa pakai masker

• Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien

• Senantiasa mencuci tangan

• Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih

• Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi udara tertukar

• Bersihkan sesering mungkin daerah yg mungkin tersentuh pasien misalnya


gagang pintu dll

c. Farmakologi

• Bila terdapat penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan untuk tetap melanjutkan


pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila pasien rutin meminum terapi obat

antihipertensi dengan golongan obat ACEinhibitor dan Angiotensin Reseptor


Blocker perlu berkonsultasi ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam atau Dokter
Spesialis Jantung

• Vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan ;

- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral(untuk 14 hari)


- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
- Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam (selama 30 hari),
- Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B, E, Zink

• Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern Asli

Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan untuk


diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi klinis
pasien.

• Obat-obatan yang memiliki sifat antioksidan dapat diberikan.

2. DERAJAT RINGAN
a. Isolasi dan Pemantauan

• Isolasi mandiri di rumah/ fasilitas karantina selama maksimal 10 hari sejak


muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan gangguan pernapasan.
Isolasi dapat dilakukan mandiri di rumah maupun di fasilitas publik yang
dipersiapkan pemerintah.
• Petugas FKTP diharapkan proaktif melakukan pemantauan kondisi pasien.

• Setelah melewati masa isolasi pasien akan kontrol ke FKTP terdekat.

b. Non Farmakologis
Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan edukasi tanpa
gejala).
c. Farmakologis

• Vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan ;

- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral(untuk 14 hari)


- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
- Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam (selama 30 hari),
- Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B, E, Zink

• Azitromisin 1 x 500 mg perhari selama 5 hari

• Salah satu dari antivirus berikut ini:


O
Oseltamivir (Tamiflu) 75 mg/12 jam/oral selama 5-7 hari
Atau
O Kombinasi Lopinavir + Ritonavir (Aluvia) 2 x 400/100mg selama 10 hari

Atau
O Favipiravir (Avigan) 600 mg/12 jam/oral selama 5 hari

• Klorokuin fosfat 500 mg/12 jam oral (untuk 5-7 hari) ATAU Hidroksiklorokuin
(sediaan yang ada 200 mg) dosis 400 mg/24 jam/oral (untuk 5-7 hari) dapat
dipertimbangkan apabila pasien dirawat inap di RS dan tidak ada kontraindikasi.

Pengobatan simptomatis seperti parasetamol bila demam.


• Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern Asli
Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan untuk
diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi klinis
pasien.

• Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada

3. DERAJAT SEDANG
a. Isolasi dan Pemantauan

• Rujuk ke Rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-19/ Rumah Sakit Darurat


COVID-19
• Isolasi di Rumah Sakit ke Ruang PerawatanCOVID-19/ Rumah Sakit Darurat
COVID-19

b. Non Farmakologis

• Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi/terapi


cairan, oksigen

• Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut dengan hitung jenis,


bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati dan
foto toraks secara berkala.

c. Farmakologis

• Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam
diberikan secara drips Intravena (IV) selama perawatan

• Diberikan terapi farmakologis berikut:


- Klorokuin fosfat 500 mg/12 jam oral (untuk 5-7 hari) atau Hidroksiklorokuin

(sediaan yg ada 200 mg) hari pertama 400 mg/12 jam/oral, selanjutnya 400
mg/24 jam/oral (untuk 5-7 hari)

Ditambah
- Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai
alternative Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri:
dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari).

Ditambah
- Salah satu antivirus berikut :

O
Oseltamivir 75 mg/12 jam oral selama 5-7 hari

Atau
O Kombinasi Lopinavir + Ritonavir (Aluvia) 2 x 400/100mg selama 10 hari

Atau
O Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral

hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)

Atau
O Remdesivir 200 mg IV drip/3jam dilanjutkan 1x100 mg IV drip/3 jam selama

9 – 13 hari
• Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP

• Pengobatan simptomatis (Parasetamol dan lain-lain).

• Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada


fW&ik2JT %AAT ñT4U KR2TO

t°*•-cabai nn:d, uiq»sn knJs:m >jg$;ggk komml d&4xxili;,


etams itkha*i I*•°W'•*a•'mi. 4a°°Axi$u•
Purnmnauan lclunauu-men Dcali Psrifer Lmgkap
8erñz deiqmi tut»ag yang éila nmoanglkhmn
%bkmi ibmga• LW. fi-gm $a;jaL $-@i lsazi.

f•zraerikeaau fern una8a suriat bila perbtmA:m


&tuuhm uzula«muIn ntagai berknL
.
• *ic»i•»e› exi»ees¿p @3A {di
fi .-
J'*•)•
• Pn£Rf¥k22:S 3d8
. di L-d›1vs=•• zw
P"•••2^'** £'<*1^^***> <***>* >••** J°*••
• Lmif‹q;mua p'r'sj&-an .
• 2•euin¿$uuau i?ee pisqgma
mistiu$ lnklei ps»ugrasi£.
h4mumr L'm•ta•= krau
• Y8
*l'*< Y*°$
• diamxas ARB$
• 2

p yegaga b»s»hmsn here


rxppñ ruier(PAP&, h4S).
« kaktfia«i Hts4ti =l*••g i pat»
la£iñ au $ggg¿g
. t . .

• n”‹»’ ;ne»IanwBb•eaiaxt¥w)
a ¿»«**hi••aa! aeeée.féa»oe /•a«7zimsc fiF3dC / Blñ’ 1

xleogazs uAaaax aaraat;\ nart»a‹ gaciw exésolaas «lati


jxeiias yaog @éi) dm.gaaaaaeta- AP@ ystgtcegBugx
1si& pmñea «aaa?”b ta!em xeeagalaxai perba1kaa Mxue
•sa+4mt a1aigetao sé%ñ»6i ddAktduia
z=et@ aEagas xxyata smaalau
aa«fiioé xuns na5* a1•8s*:&wt
peat1xxaek1•8s btgac

• ”1’eaa&ai8 M”d«xaJk 1vaséf@’eo48saexa-)


YxudxExasx setzag veaJaor paJa CBVIC-”I9 waa
C. Farmakologis

• Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam
diberikan secara drips Intravena (IV) selama perawatan

• Vitamin B1 1 ampul/24 jam/intravena

• Klorokuin fosfat, 500 mg/12 jam/oral (hari ke 1-3) dilanjutkan 250 mg/12
jam/oral (hari ke 4-10) atau Hidroksiklorokuin dosis 400 mg /24 jam/oral (untuk
5 hari), setiap 3 hari kontrol EKG

• Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai
alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri: dosis
750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari).

• Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena ko-infeksi bakteri,
pemilihan antibiotic disesuaikan dengan kondisi klinis, fokus infeksi dan faktor
risiko yang ada pada pasien. Pemeriksaan kultur darah harus dikerjakan dan
pemeriksaan kultur sputum (dengan kehati-hatian khusus) patut
dipertimbangkan.

• Antivirus :
- Oseltamivir 75 mg/12 jam oral selama 5-7 hari

Atau
- Kombinasi Lopinavir + Ritonavir (Aluvia) 2 x 400/100mg selama 10 hari

Atau
- Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari
ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)

Atau
- Remdesivir 200 mg IV drip/3jam dilanjutkan 1x100 mg IV drip/3 jam selama

9 – 13 hari
• Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP

• Deksametason dengan dosis 6 mg/ 24 jam selama 10 hari atau kortikosteroid


lain yang setara seperti hidrokortison pada kasus berat yang mendapat terapi
oksigen atau kasus berat dengan ventilator.

• Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada

• Apabila terjadi syok, lakukan tatalaksana syok sesuai pedoman tatalaksana syok
yang sudah ada.

• Obat suportif lainnya dapat diberikan sesuai indikasi

• Pertimbangkan untuk diberikan terapi tambahan, sesuai dengan kondisi klinis


pasien dan ketersediaan difasilitas pelayanan kesehatan masing-masing apabila
terapi standard tidak memberikan respons perbaikan. Pemberian dengan
pertimbangan hati-hati dan melalui diskusi dengan tim COVID-19 rumah sakit.
Contohnya anti-IL 6 (tocilizumab), plasma konvalesen, IVIG atau Mesenchymal
Stem Cell (MSCs) / Sel Punca dan lainlain (poin 7 halaman 24 sampai 34).
Secara jelas dapat dilihat pada algoritme di gambar 4.
TINJAUAN PUSTAKA

1. WHO. Novel Coronavirus (2019-nCoV) Situation Report-1. Januari 21, 2020.


2. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Zang Li, Fan G, etc. Clinical features of
patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. The Lancet. 24 jan
2020.
3. WHO. WHO Director-General’s remarks at the media briefing on 2019-nCov on 11
February 2020. Cited Feb 13rd 2020. Available on:
https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-director-generals-remarks-at-the-media-
briefing-on-2019-ncov-on-11-february-2020. (Feb 12th 2020)
4. Channel News Asia. Wuhan virus outbreak: 15 medical workers infected, 1 in critical

condition. [Homepage on The Internet]. Cited Jan 28th 2020. Available


on:https://www.channelnewsasia.com/news/asia/wuhanpneumonia-outbreak-health-
workers-coronavirus-12294212 (Jan 21st 2020).
5. Wang Z, Qiang W, Ke H. A Handbook of 2019-nCoV Pneumonia Control and
Prevention. Hubei Science and Technologi Press. China; 2020.
6. Relman E, Business insider Singapore. [Homepage on The Internet]. Cited Jan 28th
2020. Available on:https://www.businessinsider.sg/deadly-china-wuhan-
virusspreading-human-to-human-officials-confirm-2020-1/?r=US&IR=T.
7. John Hopkins University. Wuhan Coronavirus (2019-nCoV) Global Cases(by John

Hopkins CSSE). [Homepage on The Internet]. Cited Jan 28th 2020. Available on:
https://gisanddata.maps.arcgis.com/apps/opsdashboard/index.html#/bda7594740fd402
99423467b48e9ecf6. (Jan 2020)
8. Ref : Estimating the effective reproduction number of the 2019- nCoV in China -
Zhidong Cao et al., Jan. 29, 2020
9. Elsevier. Novel Coronavirus Information Center. ]. Cited Jan 26 th 2020. Available on:
https://www.elsevier.com/connect/coronavirus-informationcenter

10. Ministry Health of Singapore.[Homepage on The internet]. Cited Jan 26th 2020.
Available on: https://www.moh.gov.sg/newshighlights/details/fourth-confirmed-
imported-case-of-wuhancoronavirus-infection-in-singapore
11. The Straits Times. China reports first death in Wuhan pneumonia outbreak
[Homepage on The Internet]. Cited Jan 28th 2020.
12. Fehr AR, Perlman S. Coronavirus: An Overview of Their Replication and
Pathogenesis. Methods Mol Biol. 2015 ; 1282: 1–23.
13. Korsman SNJ, van Zyl GU, Nutt L, Andersson MI, Presier W. Viroloy. Chins:
Churchill Livingston Elsevier; 2012

14. Guan, Y. et al. Isolation and characterization of viruses related to the SARS
coronavirus from animals in southern China. Science 302, 276–278 (2003).
15. Kan, B. et al. Molecular evolution analysis and geographic investigation of severe
acute respiratory syndrome coronaviruslike virus in palm civets at an animal market
and on farms. J. Virol.79, 11892–11900 (2005).
16. Li, W. et al. Bats are natural reservoirs of SARS-like coronaviruses. Science 310, 676–
679 (2005)
17. Tu, C. et al. Antibodies to SARS coronavirus in civets. Emerg. Infect. Dis. 10, 2244–
2248 (2004).

18. Centers for Disease Control and Prevention. Human Coronavirus types. Cited Feb
13rd 2020. Available on: https://www.cdc.gov/coronavirus/types.html (Jan 10th 2020)
19. AFP, Institute Pasteur. How deadly coronavirus is transmitted from animals to
humans. [Homepage on The Internet]. cited Jan 28th 2020. Available on:
https://ewn.co.za/2020/01/23/how-thedeadly-coronavirus-is-transmitted-from-
animals-to-humans.
20. I Hamming, W Timens, ML Bulthuis, AT Lely, G Navis, Goor VH. Tissue
distribution of ACE2 protein, the functional receptor for SARS coronavirus. A first
step in understanding SARS pathogenesis.J Pathol. 2004 Jun;203(2):631-7.

21. Du L, He Y, Zhou Y, Liu S, Zheng B-J, Jiang S. The spike protein of SARS-CoV —
a target for vaccine and therapeutic development.Nature Reviews Microbiology.
7:2009.p 226–36.
22. Wan Y, Shang J, Graham R, Baris RS, Li F. Receptor recognition by novel
coronavirus from Wuhan: An analysis based on decadelong structural studies of
SARS. J. Virol.American Society for Microbiology: 2020. p 1-24.
23. GISAID. Genomic epidemiology of BetaCoV 2019-2020. [Homepage on The

Internet]. cited Jan 28th 2020. Available on: https://www.gisaid.org/epiflu-


applications/next-betacov-app/. (2020)
24. GISAID. China, Japan, Thailand, Taiwan and USA share genetic sequence and
metadata of BetaCoV. [Homepage on The Internet]. Cited Jan 28th 2019. Available
on: gisaid.org. (2020)
25. Maurer-stroh S. Maximum likelihood phylogenetic tree of conserved orf1b region -
sharing via GISAID. CDC China: Beijing; 2020.
26. World Health Organization. Clinical management of severe acute respiratory infection
when novel coronavirus (2019-nCoV) infection is suspected. interim guidance. [Serial

on The Internet]. Cited Jan 30th 2020. Available on:


https://www.who.int/publications-detail/clinical-management-ofsevere-acute-
respiratory-infection-when-novel-coronavirus-(ncov)-infection-is-suspected.(Jan 8th
2020)
27. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Panduan Praktik Klinis: Pneumonia 2019-nCoV.
PDPI: Jakarta; 2020.
TINJAUAN
PUSTAKA
PNEUMONIA

2.1. Definisi

Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan
oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-
lain) disebut pneumonitis. (2).

Gambar 1. Penyakit Pneumonia

2.2. Epidemiologi
Infeksi M. Pnemonia dapat dijumpai di seluruh dunia dan bersifat endemik. Prevalensi
kasus yang paling banyak dijumpai biasanya pada musim panas sampai ke awal musim gugur
yang dapat berlangsung satu sampai dua tahun. Infeksi tersebar luas dari satu orang ke orang
lain dengan percikan air liur (droplet) sewaktu batuk. Itulah sebabnya infeksi kelihatan
menyebar lebih mudah antara populasi yang padat manusianya misalnya di sekolah, asrama,
pemukiman yang padat dan camp militer. (8)
WHO memperkirakan bahwa hingga 1 juta kematian disebabkan oleh bakteri
Streptococcus pneumoniae, dan lebih dari 90% dari kematian ini terjadi di negara-negara
berkembang. Kematian akibat pneumonia umumnya menurun dengan usia sampai dewasa
akhir. Lansia juga berada pada risiko tertentu untuk pneumonia dan kematian terkait penyakit
lainnya. Di Inggris, kejadian tahunan dari pneumonia adalah sekitar 6 kasus untuk setiap
1000 orang untuk kelompok usia 18-39. Bagi mereka 75 tahun lebih dari usia, ini meningkat
menjadi 75 kasus untuk setiap 1000 orang. Sekitar 20-40% individu yang memerlukan
kontrak pneumonia masuk rumah sakit yang antara 5-10% diterima ke Unit perawatan kritis.
Demikian pula, angka kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%. Individu-individu ini juga
lebih cenderung memiliki episode berulang dari pneumonia. Orang-orang yang dirawat di
rumah sakit untuk alasan apapun juga beresiko tinggi untuk pneumonia. (1)

2.3. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri,
virus, jamur dan protozoa. Pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar negeri
banyak disebabkan bakteri Gram Positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak
disebabkan bakteri Gram Negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh
bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa
bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah
bakteri Gram Negatif. (2)
Bakteri
Agen penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme Gram Positif atau Gram
Negatif seperti: Streptococcus pneumoniae (pnemokokus), Streptococcus piogenes,
(7)
Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumonia, Legionella, Haemophilus influenza.
Virus
Influenza virus, Parainfluenza virus, Syncytial adenovirus, chicken-pox (cacar air),
(7)
Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herpes simpleks, Hanta virus.
Fungi
(7)
Aspergilus, Fikomisetes, Blastomisetes dermatitidis, Histoplasma kapsulatum.

Aspirasi
Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing. (7)
Tabel 1. Penyebab Penemonia Dan Kenapa Bisa Terjadi. (4)

Bakteri Penumonia akibat bakteri ini biasanya terjadi setelah flu,


demam, atau ISPA yang menurunkan system imunitas tubuh. Sistem imunitas yang lemah m
Bermacam-macam bakteri dapat menyebabkan pneumonia,

yang tersering adalah Streptococcus pneumoniae


(pneumococcus) dapat disebarkan apabila orang yang terinfeksi
batuk, bersin, atau menyentuh objek dengan tangan yang terkontaminasi. Pneumonia akibat bakteri ini dap
VirusBermacam-macam virus dapat menyebabkan pneumonia.

Contohnya termasuk influenza, chickenpox, herpes simplex,


and respiratory syncytial virus (RSV). Virus dapat ditularkan antar manusia ke manusia lain melalui batuk, b
berkontak dengan cairan dari orang yang terinfeksi.
JamurBermacam-macam jamur dapat menyebabkan pneumonia.

Yang paling sering adalah jamur yang terhirup dari udara luar/
lingkungan.
Pneumonia aspirasi terjadi apabila materi/ bahan-bahan dalam
Aspirasi
lambungataubendaasingterhirupmasukkesaluran

pernafasan, menyebabkan cedera, infeksi atau penyumbatan.

Beberapa kelompok-kelompok mempunyai faktor risiko yang lebih tinggi untuk terkena
pneumonia, yaitu antara:
1. Usia lebih dari 65 tahun.
2. Merokok.
3. Malnutrisi baik karena kurangnya asupan makan ataupun dikarenakan penyakit kronis lain.
4. Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis, asma, PPOK, dan emfisema.
5. Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk diabetes dan penyakit jantung.

6. Kelompok dengan sistem imunitas dikarenakan HIV, transplantasi organ, kemoterapi atau
penggunaan steroid lama.
7. Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena stroke, obat-obatan sedatif atau
alkohol, atau mobilitas yang terbatas.
(7)
8. Kelompok yang sedang menderita infeksi traktus respiratorius atas oleh virus

Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan tindakan
yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Hasil penelitian 44-85% CAP disebabkan oleh
bakteri dan virus, dan 25-40% diantaranya disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen

penyebab pneumonia bervariasi tergantung:


1. Usia.
2. Status lingkungan.
3. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara).
4. Status imunisasi.
5. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi). (7)

Ada beberapa faktor utama pathogen tertentu pada peneumonia selain diatas (4) adalah:

Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi virus. Etiologi menurut
umur, dibagi menjadi:
1. Bayi baru lahir (neonatus – 2 bulan).
Organisme saluran genital ibu: Streptokokus grup B, Escheria coli dan kuman Gram
negatif lain, Listeria monocytogenes, Chlamydia trachomatis: tersering, Sifilis congenital
 pneumonia alba. Sumber infeksi lain: Pasase transplasental, aspirasi mekonium, dan
CAP.
2. Usia > 2 – 12 bulan.

Streptococcus aureus dan Streptokokus grup A  tidak sering tetapi fatal.


Pneumonia dapat ditemukan pada 20% anak dengan pertusis.
3. Usia 1 – 5 tahun
Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus tersering
Chlamydia pneumonia: banyak pada usia 5-14 tahun (disebut pneumonia atipikal).
4. Usia sekolah, remaja sampai dengan dewasa
S. pneumonia, Streptokokus grup A, dan Mycoplasma pneumonia (pneumonia
atipikal) terbanyak. (8). Ada beberapa factor lain yang dapat meningkatkan resiko infeksi
oleh pathogen tertentu pada pneumonia komunitas (4) seperti dibawah ini:
2.4. Patofisiologi
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru. Keadaan ini
disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya
tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. (2)
Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk
sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme
mencapai permukaan :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa. (2)
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus
terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran
napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi
inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi
paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50
%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug
abuse) (2)
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml, sehingga
aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001-1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri
yang tinggi dan terjadi pneumonia (2)
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi.
Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama dengan di
saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak ditemukan jenis
mikroorganisme yang sama (2)
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas
sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.
Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi
empat stadium, yaitu:
1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/ kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast
juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. (3)
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
(3)

3. Stadium III (3 – 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah
yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah
menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. (3)
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula. (3)

2.5. Klasifikasi
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia/nosocomial pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised
Pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan
(2)

2. Berdasarkan bakteri penyebab


a. Pneumonia bakterial/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada
penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada
penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised) (2)

3. Berdasarkan predileksi infeksi


a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua.
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder
disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya: pada aspirasi benda asing atau proses
keganasan. Di bawah ini gambar foto radiologi pada pneumonia lobaris:
b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat
disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang
dihubungkan dengan obstruksi bronkus. Di bawah ini gambar foto thorax
bronkopneumonia:

c. Pneumonia interstisial (2)

2.6. Diagnosa
1. Gambaran klinis
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat melebihi 40C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-
kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
Bisa juga ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang
berhubungan dengan faktor infeksi:

• Evaluasi faktor predisposisi :


✓ PPOK : H. Influenza
✓ Penyakit kronik : lebih dari satu kuman
✓ kejang / tidak sadar : aspirasi Gram negatif, anaerob
✓ Penurunan imunitas : gram negatif
✓ Kecanduan obat bius : staphylococcus

• Bedakan lokasi infeksi


✓ PK : S. Pneumoniae, H. Influenza, M. Pneumoniae
✓ Rumah jompo
✓ PN : Staphylococcus aureus

• Usia pasien
✓ Bayi : virus
✓ Muda : M. Pneumoniae
✓ Dewasa : S. Pneumoniae

• Awitan
✓ Cepat, akut, dengan rusty coloured sputum : S. Pneumoniae
✓ Perlahan, batuk dengan dahak sedikit : M. Pneumoniae
b. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi
dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat
mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler
sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi
ronki basah kasar pada stadium resolusi (2)
2. Pemeriksaan penunjang
a. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi
dengan "air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti.
Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris
tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan
Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas
kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus. Pada pasien yang mengalami
perbaikan klinis ulangan foto toraks dapat ditunda karena resolusi pneumonia
berlangsung 4 – 12 minggu.
b. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya
lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan
diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur
darah dapat positif pada 20- 25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik (2)

Dibawah ini beberapa kriteria diagnostik pneumonia nosokomial menurut CDC:

2.7. Diagnosa Banding


1. Tuberculosis Paru (TB), adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M.
tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih
dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam,

menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan. (4)
2. Atelektasis, adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan
menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung
udara dan kolaps. (4)
3. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), adalah suatu penyumbatan menetap
pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema atau bronkitis kronis. COPD
lebih sering menyerang laki-laki dan sering berakibat fatal. COPD juga lebih sering
terjadi pada suatu keluarga, sehingga diduga ada faktor yang dirurunkan. (4)
4. Bronchitis, adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-paru). Penyakit

bronchitis biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi
pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau
penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut, bronchitis bisa bersifat serius. (4)
5. Asma bronkial, adalah penyakit yang ditandai dengan penyempitan saluran pernapasan,
sehingga pasien yang mengalami keluhan sesak napas/kesulitan bernapas. Tingkat
keparahan asma ditentukan dengan mengukur kemampuan paru dalam menyimpan
oksigen. Makin sedikit oksigen yang tersimpan berarti semakin buruk kondisi asma. (9)

2.8. Penatalaksanaan
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada
penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya,
akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :
1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu (2)

Pengobatan Pneumoni dibagi menjadi dua antara lain :


a. Pneumoni Komunitas
Kelompok I : pasien berobat jalan tanpa riwayat penyakit jantung paru dan tanpa
adanya faktor peubah (resiko pneumokokkus resisten, infeksi gram negatif, resiko
infeksi P. Aeruginosa-RPA.
Kelompok II : pasien berobat jalan dengan riwayat penyakit jantung paru dengan
atau tanpa adanya faktor peubah.
Kelompok IIIa. : pasien dirawat di RS diluar ICU.
Kelompok IIIb. : pasien tidak disertai tidak disertai penyakit jantung – pare dan

tidak ada faktor pengubah.


Kelompok IV : pasien dirawat di ICU ( a. Tanpa resiko persisten P. Aeruginosa-
RPA dan b. Dengan resiko).
b. Pneumoni Nosokomial
Pemberian terapi empirik antibiotik awal untuk pneumonia nosokomial yang tidak
disertai faktor resiko untuk patogen resisten jamak, dengan onset dini pada semua
tingkat berat sakit adalah dengan antibiotik spektrum terbatas :

Atau dengan menggunakan antibiotik spektrum luas :


Pemberian antibiotik harus diberikan sesegera mungkin. Jika ada faktor resiko

resistensi maka antibiotik diberikan secara kombinasi, jika tidak ada resiko maka

diberikan monoterapi.
Modifikasi antibiotik biasanya diberikan setelah didapat hasil bakteriologik
dari bahan sputum atau darah. Respon terhadap antibiotik dievaluasi dalam 72 jam.

2.9. Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga
thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan
hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang

dari penyebaran infeksi hematologi. (2)


Pneumonia biasanya dapat obati dengan baik tanpa menimbulkan komplikasi.
Bagaimanapun, komplikasi dapat terjadi pada beberapa pasien terutama penderita yang
termasuk ke dalam kelompok resiko tinggi (faktor risiko).
Akumulasi cairan: cairan dapat menumpuk diantara pleura dan bagian bawah dinding
dada (disebut efusi pleura) dan dapat pula terjadi empiema. Chest tube (atau drainage secara
bedah) mungkin dibutuhkan untuk mengeluarkan cairan. (1)
Abses: pengumpulan pus (nanah) pada area yang terinfeksi pneumonia disebut dengan

abses. Biasanya membaik dengan terapi antibiotik, namun meskipun jarang terkadang

membutuhkan tindakan bedah untuk membuangnnya.


Bakteremia: Banteremia muncul bila infeksi pneumonia menyebar dari paru masuk ke
peredaran darah. Ini merupakan komplikasi yang serius karena infeksi dapat menyebar
dengan cepat melaui peredaran darah ke organ-organ lain. (1)
Kematian: walaupun sebagian besar penderita dapat sembuh dari pneumonia, pada
beberapa kasus dapat menjadi fatal. Kurang dari 3% penderita yang dirawat di rumah sakit
dan kurang dari 1% penderita yang dirawat di rumah meninggal dunia oleh peneumonia atau
komplikasinya. (1)

2.10. Prognosis
Prognosis penyakit pneumonia secara umum baik, tergantung dari kuman penyebab dan
penggunaan antibiotika yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik serta intensif sangat
(4)
mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat.
1. Pneumonia Komunitas
Kejadian PK di USA adalah 3.4-4 juta kasus pertahun, dan 20% di antaranya perlu
dirawat di RS. Secara umum angka kematian pneumonia oleh pneumokokkus adalah
sebesar 5%, namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang buruk.
Pneumonia dengan influenza di USA merupakan penyebab kematian no. 6 dengan
kejadian sebesar 59%. Sebagian besar pada lanjut usia yaitu sebesar 89%. Mortalitas
pasien CAP yang dirawat di ICU adalah sebesar 20%. Mortalitas yang tinggi ini berkaitan
dengan faktor perubah yang ada pada pasien. (4)
2. Pneumonia nasokomial
Angka mortalitas PN dapat mencapai 33-50%, yang bisa mencapai 70% bila
termasuk yang meninggal akibat penyakit dasar yang dideritanya. Penyebab kematian
(4).
biasanya adalah akibat bakteremia terutama oleh Ps. Aeruginosa atau Acinobacter spp.

BAB III
PNEUMONIA
KOMUNITI

3.1. Pneumonia Komuniti


Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat di masyarakat. Pneumonia
komuniti ini merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan angka kematian tinggi di
dunia (2).

3.2. Etiologi
Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan bakteri Gram
positif dan dapat pula bakteri atipik. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia
menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia
komuniti adalah bakteri Gram negatif. Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa
pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, dan Makasar) dengan cara
pengambilan bahan dan metode pemeriksaan mikrobiologi yang berbeda didapatkan hasil
pemeriksaan sputum sebagai berikut (2):
➢ Klebsiella pneumoniae 45,18%
➢ Streptococcus pneumoniae 14,04%
➢ Streptococcus viridans 9,21%
➢ Staphylococcus aureus 9%
➢ Pseudomonas aeruginosa 8,56%
➢ Steptococcus hemolyticus 7,89%
➢ Enterobacter 5,26%

➢ Pseudomonas spp 0,9%

3.3. Diagnosis Pneumonia Komuniti


Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis pemeriksaan
fisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika pada
foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala
di bawah ini:
a. Batuk-batuk bertambah
b. Perubahan karakteristik dahak/purulen
c. Suhu tubuh > 380C (aksila) /riwayat demam
d. Pemeriksaan fisis: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki
e. Leukosit > 10.000 atau < 4500

3.4. Penilaian Derajat Keparahan Penyakit


Penilaian derajat kerahan penyakit pneumonia kumuniti dapat dilakukan dengan
menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research
Team (PORT) seperti tabel di bawah ini :
Tabel 1. Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan PORT
Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih' kriteria di
bawah ini (2).
a. Kriteria minor:
•Frekuensi napas > 30/menit

•Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg


•Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
•Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
•Tekanan sistolik < 90 mmHg
•Tekanan diastolik < 60 mmHg

b. Kriteria mayor adalah sebagai berikut :


•Membutuhkan ventilasi mekanik

•Infiltrat bertambah > 50%


•Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
• Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat
penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialysis
c. Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap
pneumonia komuniti adalah:
1. Skor PORT lebih dari 70
2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai
salah satu dari kriteria dibawah ini.

Frekuensi napas > 30/menit


Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
Foto toraks paru melibatkan > 2 lobuS
Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60
mmHg
Pneumonia pada pengguna NAPZA
d. Kriteria perawatan intensif
Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif adalah
penderita yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu
(membutuhkan ventalasi mekanik dan membutuhkan vasopressor > 4 jam [syok
sptik]) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto
toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90 mmHg).
Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi untuk perawatan
Ruang Rawat Intensif. (2)

3.5. Pneumonia atipik


Pada pneumonia selain ditemukan bakteri penyebab yang tipik sering pula dijumpai
bakteri atipik. Bakteri atipik yang sering dijumpai adalah Mycoplasma pneumoniae,
Chlamydia pneumoniae, Legionella spp. Penyebab lain Chlamydiapsittasi, Coxiella burnetti,
(2)
virus Influenza tipe A & B, Adenovirus dan Respiratori syncitial virus.

3.6. Penatalaksanaan
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila
keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. Juga diperhatikan
ada tidaknya factor modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan risiko infeksi dengan
mikroorganisme pathogen yang spesifik misalnya S. pneumoniae . yang resisten penisilin.
Yang termasuk dalam faktor modifikasis adalah: (2)
a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin
✓ Umur lebih dari 65 tahun
✓ Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir
✓ Pecandu alcohol
✓ Penyakit gangguan kekebalan
✓ Penyakit penyerta yang multiple
✓ Bakteri enterik Gram negative
✓ Penghuni rumah jompo
✓ Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
✓ Mempunyai kelainan penyakit yang multiple
✓ Riwayat pengobatan antibiotik
b. Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi:
a. Penderita rawat jalan
•Pengobatan suportif / simptomatik
- Istirahat di tempat tidur
- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
Pemberian antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
b. Penderita rawat inap di ruang rawat
biasa Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif
•Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
d. Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
•Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam
•Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik
Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat kegawatannya, bila
dapat distabilkan maka penderita dirawat map di ruang rawat biasa; bila terjadi respiratory
distress maka penderita dirawat di Ruang Rawat Intensif. (2)

Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan / memburuk maka
pengobatan disesuaikan dengan bakteri penyebab dan uji sensitiviti.
c. Pengobatan pneumonia atipik:
Antibiotik masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia termasuk atipik.
Antibiotik terpilih pada pneumonia atipik yang disebabkan oleh M.pneumoniae,
C.pneumoniae dan Legionella adalah golongan :
 Makrolid baru (azitromisin, klaritromisin, roksitromisin)
 Fluorokuinolon respiness
 Doksisiklin(2)
d. Terapi Sulih (switch therapy)
Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat suntik
ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya perawatan dan
mencegah infeksi nosokomial. Perubahan obat suntik ke oral harus memperhatikan
ketersediaan antibiotik yang diberikan secara iv dan antibiotik oral yang efektivitinya mampu
mengimbangi efektiviti antibiotik iv yang telah digunakan.(2)
Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama, potensi sama), switch over
(obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah).
•Contoh terapi sekuensial: levofioksasin, moksifloksasin, gatifloksasin
•Contoh switch over: seftasidin iv ke siprofloksasin oral
• Contoh step down amoksisilin, sefuroksim, sefotaksim iv ke cefiksim oral. Obat
suntik dapat diberikan 2-3 hari, paling aman 3 hari, kemudian pada hari ke 4
diganti obat oral dan penderita dapat berobat jalan. (2)
e. Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia komuniti:
•Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi
•Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna
•Penderita sudah tidak panas ± 8 jam
•Gejala klinik membaik (mis: frekuensi pernapasan, batuk)
•Leukosit menuju normal/normal

3.7. Evaluasi pengobatan


Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris selama 24-72 jam tidak ada perbaikan,
kita harus meninjau kernbali diagnosis, faktor-faktor penderita, obat-obat yang telah
diberikan dan bakteripenyebabnya, seperti dapat dilihat pada gambar 1. (2)

3.8. Prognosis

Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri
penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan
intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Angka
kematian penderita pneumonia komuniti kurang dari 5% pada penderita rawat jalan ,
sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi 20%. Menurut Infectious Disease
Society Of America (IDSA) angka kematian pneumonia komuniti pada rawat jalan
berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1% dan kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III sebesar
2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas V 29,2%. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko
kematian penderita pneumonia komuniti dengan peningkatan risiko kelas. Di RS
Persahabatan pneumonia rawat inap angka kematian tahun 1998 adalah 13,8%, tahun 1999
adalah 21%, sedangkan di RSUD Dr. Soetomo angka kematian 20 -35%.(2)

3.9. Pencegahan
• Pola hidup sebut termasuk tidak merokok
• Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza) sampai saat ini masih perlu
dilakukan penelitian tentang efektivitinya. Pemberian vaksin tersebut diutamakan untuk
golongan risiko tinggi misalnya usia lanjut, penyakit kronik , diabetes, penyakit jantung
koroner, PPOK, HIV, dll. Vaksinasi ulang direkomendasikan setelah > 2 tahun. Efek
samping vaksinasi yang terjadi antara lain reaksi lokal dan reaksi yang jarang terjadi yaitu
hipersensitiviti tipe 3. (2)

DAFTAR PUSTAKA

28. American Thoracic Society. 2001. Guidelines for management of adults with
community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial
therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med; 163: 1730-54.
29. PDPI. 2003. Pneumonia Komuniti-Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksaan Di
Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
30. Fauci, et al,. 2009. Harrison’s Manual Of Medicine. 17 th Edition. By The Mc Graw-
Hill Companies In North America.
31. Sudoyo, 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Penerbit FK UI.
32. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Badan Litbang Depkes RI, Jakarta 2002.
33. Laporan tahunan bagian Pulmonologi FKUI, Jakarta tahun 2002.
34. Leman, 2007. Pneumonia dan Bronkopneumoia di Indonesia.
http://www.scribd.com/doc/7688175/referat-bronkopneumonia.
35. Helmi et all. 2005. Pnemonia Mikoplasma.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2033/1/anak-helmi3.pdf.
36. Kurniawan, dkk. 2009. Pneumonia Pada Dewasa. FK Universitas Riau. Pekanbaru.

http://belibis-a17.com/2009/10/11/pneumonia-pada-dewasa/.

TINJAUAN PUSTAKA
SIRS

2.1 Definisi

Bakteremia adalah kehadiran bakteri dalam aliran darah, tetapi kondisi ini tidak selalu

menyebabkan SIRS atau sepsis. Sepsis adalah respon sistemik terhadap infeksi dan

didefinisikan sebagai adanya SIRS di samping infeksi didokumentasikan atau diduga.

MODS adalah keadaan fisiologis derangements di mana fungsi organ tidak mampu

mempertahankan homeostasis.

Sepsis berat memenuhi kriteria tersebut dan berhubungan dengan disfungsi organ,

hipoperfusi, atau hipotensi. Hipotensi diinduksi sepsis didefinisikan sebagai kehadiran

tekanan darah sistolik kurang dari 90 mm Hg atau penurunan lebih dari 40 mm Hg dari

baseline dalam ketiadaan penyebab lain dari hipotensi. Pasien memenuhi kriteria syok septik

jika mereka memiliki hipotensi persisten dan kelainan perfusi meskipun resusitasi cairan

yang adekuat.
Diagram Venn yang menunjukkan tumpang tindih infeksi, sepsis bakteremia,, sindrom respons inflamasi
sistemik (SIRS), dan disfungsi multiorgan.
Meskipun tidak diterima secara universal terminologi, SIRS parah dan syok SIRS

adalah istilah yang telah mengusulkan beberapa penulis. Istilah-istilah ini menunjukkan

disfungsi organ atau hipotensi refrakter yang terkait dengan proses iskemik atau inflamasi

daripada etiologi infeksi.


2.2 Etiologi

Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika

mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu respon imun.

Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi yang mempunyai

berbagai efek yang mengarah pada syok, yaitu peningkatan permeabilitas kapiler, yang

mengarah pada perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi. Bakteri gram negatif

menyebabkan infeksi sistemik yang mengakibatkan kolaps kardiovaskuler.

Endotoksin basil gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya

hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler.

Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya

hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan

cairan intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai udem. Pada syok septik hipoksia, sel

yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena

ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman.


Diagnosis diferensial SIRS luas dan mencakup kondisi menular dan tidak menular, prosedur

bedah, trauma, dan obat-obatan dan terapi.

• Berikut ini adalah daftar sebagian dari penyebab infeksi SIRS:

O Bakteri sepsis

O Infeksi luka bakar

O Kandidiasis

O Selulitis

O Kolesistitis

O Komunitas-acquired pneumonia

O Kaki diabetik infeksi

O Api luka

O Endokarditis infektif

O Influensa

O Intraabdominal infeksi (misalnya, diverticulitis, radang usus buntu)

O Gas gangrene

O Meningitis

O
Pneumonia nosokomial

O Pseudomembranosa kolitis

O Pielonefritis

O Septic arthritis

O Toxic shock syndrome

O Infeksi saluran kemih (baik laki-laki dan perempuan)

• Berikut ini adalah daftar sebagian dari penyebab tidak menular SIRS:

O Mesenterika iskemia akut


O Adrenal

insufisiensi O

Gangguan autoimun

O Luka bakar

O Kimia aspirasi

O Sirosis

O Cutaneous vaskulitis

O Dehidrasi

O Reaksi Obat

O Listrik cedera

O Eritema multiforme

O Dengue syok

O Keganasan hematologi

O Perforasi usus

O Efek samping obat (misalnya, teofilin)

O Infark miokard

O Pankreatitis

O Penyitaan

O Penyalahgunaan zat (stimulan seperti kokain dan amfetamin)

O Bedah prosedur

O Nekrolisis epidermal toksik

O Reaksi transfusi

O Perdarahan gastrointestinal atas

Vaskulitis
2.3 Patofisiologi

Sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS), walaupun etiologinya berbeda,

patofisiologi memiliki sifat yang sama, dengan perbedaan kecil dalam kaskade absurd.

Banyak terjadi sindrom mekanisme pertahanan diri. Peradangan adalah respon tubuh

terhadap penghinaan spesifik yang muncul dari rangsangan kimia, trauma, atau infeksi.

Kaskade inflamasi adalah sebuah proses kompleks yang melibatkan respons humoral dan

selular, melengkapi, dan kaskade sitokin. Berikut ini interaksi terjadinya SIRS sebagai proses

3-tahap berikut:

• Tahap I: Setelah pajanan, sitokin lokal diproduksi dengan tujuan menghasut suatu

respon inflamasi, sehingga meningkatkan perbaikan luka dan perekrutan sistem

endotel retikular.

• Tahap II: sejumlah kecil sitokin lokal yang dilepaskan ke dalam sirkulasi untuk

meningkatkan respon lokal. Hal ini menyebabkan stimulasi faktor pertumbuhan dan

keluarnya makrofag dan tombosit. Respon fase akut biasanya dikontrol dengan baik

oleh penurunan mediator proinflamasi dan oleh pelepasan antagonis endogen.

Tujuannya adalah homeostasis.

• Tahap III: Jika homeostasis tidak dikembalikan, reaksi sistemik yang signifikan

terjadi. Rilis sitokin menuju kepada kebinasaan daripada perlindungan. Konsekuensi

dari hal ini adalah aktivasi kaskade banyak humoral dan aktivasi sistem endotel

retikuler dan kehilangan berikutnya integritas sirkulasi. Hal ini menyebabkan

disfungsi organ akhir.

Trauma, peradangan, atau infeksi menyebabkan aktivasi dari kaskade inflamasi. SIRS

dimediasi oleh pajanan menular, kaskade inflamasi sering dicetuskan oleh endotoksin atau

eksotoksin. Jaringan makrofag, monosit, sel mast, trombosit, dan sel endotel mampu
menghasilkan banyak sitokin. Nekrosis jaringan sitokin faktor-a (TNF-a) dan interleukin (IL)

-1 yang dirilis pertama dan memulai beberapa kaskade. Pelepasan IL-1 dan TNF-a (atau

adanya endotoksin atau eksotoksin) menyebabkan pembelahan inhibitor faktor-kB (NF-kB)

nuklir. Setelah inhibitor dihapus, NF-kB dapat memulai produksi mRNA, yang menginduksi

produksi sitokin pro-inflamasi lainnya.

IL-6, IL-8, dan interferon gamma adalah mediator proinflamasi primer disebabkan

oleh NF-kB. Dalam penelitian in vitro menunjukkan bahwa glukokortikoid dapat berfungsi

dengan menghambat NF-kB. TNF-a dan IL-1 telah terbukti akan dirilis dalam jumlah besar

dalam waktu 1 jam dari penghinaan dan memiliki efek baik lokal maupun sistemik. In vitro

penelitian telah menunjukkan bahwa 2 sitokin diberikan secara individual tidak menghasilkan

respon hemodinamik signifikan tetapi menyebabkan cedera paru-paru parah dan hipotensi

bila diberikan bersama-sama. TNF-a dan IL-1 bertanggung jawab untuk demam dan

pelepasan hormon stres (norepinefrin, vasopresin, aktivasi sistem renin-angiotensin-

aldosteron).

Sitokin lain, terutama IL-6, merangsang pelepasan reaktan fase akut seperti C-

reaktif protein (CRP) dan procalcitonin. Dari catatan, infeksi telah ditunjukkan untuk

menginduksi pelepasan TNF-lebih trauma dari, yang menginduksi pelepasan yang lebih

besar IL-6 dan IL-

8. Hal ini disarankan untuk menjadi alasan demam tinggi dikaitkan dengan infeksi, bukan

trauma.

Interleukin proinflamasi baik fungsi langsung pada jaringan atau bekerja melalui

mediator sekunder untuk mengaktifkan kaskade koagulasi, kaskade melengkapi, dan

pelepasan nitrat oksida, platelet-activating factor, prostaglandin, dan leukotrien. Polipeptida

proinflamasi Banyak ditemukan dalam kaskade melengkapi. Melengkapi protein C3A dan

C5a telah menjadi yang paling banyak dipelajari dan dirasakan memberikan kontribusi

langsung kepada pelepasan sitokin tambahan dan menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah. Prostaglandin dan leukotrien menghasut kerusakan endotel,

menyebabkan kegagalan multiorgan.

Sel polimorfonuklear (PMN) dari pasien kritis sakit dengan SIRS telah terbukti lebih tahan

terhadap aktivasi dari PMN dari donor sehat, tetapi, jika dirangsang, menunjukkan respon

mikrobisida berlebihan. Ini mungkin merupakan mekanisme autoprotective di mana PMN di

host yang telah meradang mungkin menghindari peradangan yang berlebihan, sehingga

mengurangi risiko cedera sel inang lanjut dan kematian. [2]

Korelasi antara inflamasi dan koagulasi sangat penting untuk memahami

perkembangan potensi SIRS. IL-1 dan TNF-a langsung mempengaruhi permukaan endotel,

yang mengarah ke ekspresi faktor jaringan. Faktor jaringan memulai produksi trombin,

sehingga meningkatkan koagulasi, dan merupakan mediator proinflamasi sendiri. Fibrinolisis

terganggu oleh IL-1 dan TNF-produksi melalui plasminogen activator inhibitor-1. Sitokin pro

inflamasi juga mengganggu antithrombin mediator anti-inflamasi alami dan diaktifkan

protein C (APC). Jika dicentang, ini kaskade koagulasi menyebabkan komplikasi trombosis

mikrovaskular, termasuk disfungsi organ. Sistem pelengkap juga memainkan peran dalam

kaskade koagulasi. Infeksi yang berhubungan dengan aktivitas prokoagulan umumnya lebih

berat daripada yang dihasilkan oleh trauma.

Efek kumulatif dari kaskade inflamasi adalah sebuah negara tidak seimbang dengan

peradangan dan koagulasi mendominasi. Untuk menetralkan respon inflamasi akut, tubuh

dilengkapi untuk membalik proses ini melalui sindrom respon inflamasi kontra (MOBIL). IL-

4 dan IL-10 yang sitokin bertanggung jawab untuk mengurangi produksi TNF-a, IL-1, IL-6,

dan IL-8. Tanggapan fase akut juga menghasilkan antagonis TNF-a dan IL-1 reseptor. Ini

antagonis baik mengikat sitokin, dan dengan demikian tidak aktif, atau memblokir reseptor.

Komorbiditas dan faktor lainnya dapat mempengaruhi kemampuan pasien untuk merespon

dengan tepat. Saldo SIRS dan MOBIL menentukan prognosis pasien setelah sebuah
penghinaan. Beberapa peneliti percaya bahwa, karena MOBIL, banyak obat baru

dimaksudkan untuk menghambat mediator proinflamasi dapat menyebabkan imunosupresi

merusak.

2.4 Epidemiologi

Kejadian yang sebenarnya sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS) tidak diketahui.

Namun, karena SIRS kriteria spesifik dan terjadi pada pasien yang hadir dengan kondisi yang

berkisar dari influenza runtuh kardiovaskular terkait dengan pankreatitis berat, angka

kejadian tersebut akan perlu bertingkat berdasarkan keparahan SIRS.

Rangel-Fausto dkk menerbitkan sebuah survei prospektif terhadap pasien dirawat di

sebuah pusat perawatan tersier yang mengungkapkan 68% dari penerimaan rumah sakit

[3]
untuk unit disurvei memenuhi kriteria SIRS. Kejadian SIRS meningkat sebagai tingkat

satuan ketajaman meningkat. Perkembangan berikut pasien dengan SIRS dicatat: sepsis yang

berkembang 26%, 18% dikembangkan sepsis berat, dan 4% dikembangkan syok septik dalam

waktu 28 hari masuk.

Pittet dkk melakukan survei rumah sakit SIRS yang mengungkapkan kejadian di

[4]
rumah sakit keseluruhan 542 episode per 1000 hari rumah sakit. Sebagai perbandingan,

kejadian di ICU adalah 840 episode per 1000 hari rumah sakit.

Etiologi pasien dirawat dengan sepsis berat dari departemen darurat sebuah

komunitas baru-baru ini dievaluasi oleh Heffner dkk. Lima puluh lima persen pasien memiliki

kultur negatif, sementara 18% didiagnosis dengan penyebab menular yang menyerupai

sepsis (SIRS). Banyak etiologi diperlukan terapi penyakit tidak menular yang mendesak

alternatif tertentu (misalnya, emboli paru, infark miokard, pankreatitis). Dari pasien SIRS

tanpa infeksi, karakteristik klinis mirip dengan yang dengan budaya positif. Namun, Angus

dkk menemukan kejadian SIRS berat yang berhubungan dengan infeksi menjadi 3 kasus

per
[7]
1.000 penduduk, atau 2,26 kasus per 100 buangan rumah sakit. Insiden nyata SIRS, oleh

karena itu, harus jauh lebih tinggi dan kemungkinan agak tergantung pada kekakuan dengan

definisi yang diterapkan.

Angka kematian dalam studi Rangel-Fausto disebutkan sebelumnya adalah 7%

[3]
(SIRS), 16% (sepsis), 20% (sepsis berat), dan 46% (syok septik). Interval waktu dari

medial SIRS sepsis berbanding terbalik dengan jumlah kriteria SIRS (2, 3, atau semua 4)

dipenuhi. Morbiditas berhubungan dengan penyebab SIRS, komplikasi kegagalan organ, dan

potensi untuk rumah sakit yang berkepanjangan. Pittet dkk menunjukkan bahwa pasien

kontrol telah tinggal di rumah sakit terpendek, sedangkan pasien dengan SIRS, sepsis, dan

sepsis berat, masing-masing, diperlukan tinggal di rumah sakit semakin lama. [4]

2.5 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik difokuskan berdasarkan gejala pasien dalam kebanyakan situasi. Dalam

keadaan tertentu, jika tidak ada etiologi yang jelas diperoleh selama sejarah atau evaluasi

laboratorium, pemeriksaan fisik lengkap dapat diindikasikan. Pasien yang tidak dapat

memberikan riwayat apapun juga harus menjalani pemeriksaan fisik lengkap, termasuk

pemeriksaan dubur, untuk menyingkirkan abses atau perdarahan gastrointestinal.

• Tiga dari 4 kriteria SIRS didasarkan pada tanda-tanda vital berikut:

O Demam lebih dari 38 ° C atau kurang dari 36 ° C

O Sebuah denyut jantung lebih dari 90 denyut per menit

O Tingkat pernapasan lebih dari 20 napas per menit atau tingkat PaCO2 kurang

dari 32 mm Hg

O Sebuah jumlah sel darah abnormal putih (> 12.000 / uL atau <4.000 / uL atau>

band 10%)
• Penelaahan secara cermat tanda vital awal merupakan komponen integral untuk

membuat diagnosis. Mengulang tinjauan tanda vital secara berkala selama periode

evaluasi awal diperlukan, karena beberapa faktor lain (misalnya, stres, kecemasan,

tenaga berjalan ke ruang pemeriksaan) dapat menyebabkan diagnosis palsu SIRS.

• Kunci poin

O Ekstrim usia (baik muda dan tua) tidak dapat bermanifestasi sebagai kriteria

khas untuk SIRS, karena itu, kecurigaan klinis mungkin diperlukan untuk

diagnosis penyakit yang serius (baik infeksi atau noninfectious).

O Pasien yang menerima beta-blocker atau penghambat saluran kalsium

cenderung mampu meningkatkan detak jantung mereka dan, oleh karena itu,

takikardia mungkin tidak hadir.


O Meskipun tekanan darah tidak salah satu dari 4 kriteria, masih merupakan

penanda penting. Jika tekanan darah rendah, pembentukan akses intravena

dan resusitasi cairan sangat penting. Hipotensi Frank berhubungan dengan

SIRS biasa kecuali pasien septik atau menderita dehidrasi parah. Hipotensi

dapat menyebabkan pasien dirawat atau ditransfer ke unit ketajaman yang

lebih tinggi.

O Tingkat pernapasan adalah penanda yang paling sensitif dari keparahan

penyakit.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

2.6.1) Uji Laboratorium

• Dalam rangka untuk sepenuhnya mengevaluasi sindrom respon inflamasi sistemik

(SIRS), minimal jumlah sel darah lengkap dengan diferensial untuk mengevaluasi
leukositosis atau leukopenia. Tes laboratorium lain harus individual didasarkan pada

riwayat pasien dan temuan pemeriksaan fisik.

O Sebuah jumlah yang signifikan penelitian telah mengevaluasi penggunaan

reaktan fase akut untuk membantu membedakan infeksi dari penyebab tidak

menular SIRS. Arkader dkk procalcitonin dibandingkan (PCT) dengan CRP

dalam kemampuan mereka untuk membedakan infeksi dari penyebab tidak

[9]
menular. studi observasional prospektif mereka dalam ICU anak

menunjukkan bahwa PCT mampu membedakan antara SIRS menular dan

tidak menular, sedangkan PRK tidak. Studi lain mengkonfirmasikan bahwa

PCT merupakan indikator yang lebih baik komplikasi septik awal dari CRP

[10]
pada populasi kompleks seperti pasien
trauma.
O Perhatian harus digunakan dalam menafsirkan hasil PCT pada pasien usia

lanjut. Lai et al menunjukkan bahwa PCT berguna dalam memprediksi

bakteremia pada pasien usia lanjut tetapi bukan penanda independen

untuk infeksi lokal. [11]

O PCT menjadi semakin tersedia untuk dokter sebagai tes point-of-peduli. Saat

ini, ketersediaan tes ini akan bervariasi oleh pusat medis.

[12]
O Selberg dkk terakhir PCT dan CRP, selain melihat IL-6 dan C3A.

Penelitian mereka menunjukkan bahwa PCT, IL-6, dan C3A sekali lagi lebih

dapat diandalkan dalam membedakan infeksi dari penyebab tidak menular.

O Pasien yang memenuhi kriteria SIRS dan telah meningkatkan tingkat IL-6 (>

300 pg / mL) telah terbukti pada peningkatan risiko komplikasi seperti

pneumonia, MODS, dan kematian. [13]

O Leptin, hormon yang dihasilkan oleh sel lemak yang bertindak terpusat pada

hipotalamus untuk mengatur berat badan dan pengeluaran energi, adalah


sebuah penanda baru yang berkorelasi baik dengan serum IL-6 dan TNF-alpha

tingkat. Menggunakan kadar leptin serum dengan cutoff dari 38 mug / L,

peneliti telah mampu membedakan sepsis dari SIRS noninfeksius dengan

sensitivitas 91,2% dan spesifisitas 85%. Tes ini belum tersedia untuk praktek

klinis di Amerika Serikat. [14, 15]

2.7 Penatalaksanaan

Perawatan medis awal harus mencakup inisiasi yang baik dari pengujian laboratorium

yang bersangkutan dan studi pencitraan setelah mendapat sejarah dan melakukan

pemeriksaan fisik. Pengobatan kemudian harus difokuskan berdasarkan penyebab sindrom

respon inflamasi sistemik yang mungkin (SIRS, misalnya, perawatan yang tepat dari infark

miokard akut berbeda dari pengobatan masyarakat-acquired pneumonia atau pankreatitis).

• Antibiotika empiris tidak diindikasikan untuk semua pasien dengan SIRS. Indikasi

untuk terapi antibiotik meliputi

(1) dicurigai atau didiagnosis etiologi infeksi (misalnya, infeksi saluran kemih [ISK],

pneumonia, selulitis),

(2) ketidakstabilan hemodinamik,

(3) neutropenia (atau negara immunocompromised lainnya), dan

(4) asplenia (karena potensi untuk infeksi postsplenectomy besar [OPSI]). Bila

mungkin, data kebudayaan harus selalu diperoleh sebelum memulai terapi antibiotik.

Terapi antibiotik empiris harus dipandu oleh tersedia pedoman praktek dan

pengetahuan dari antibiogram lokal, serta faktor risiko pasien untuk tahan patogen

dan alergi. Setelah diagnosis bakteriologis diperoleh, penyempitan spektrum

antibiotik untuk terapi yang paling tepat adalah penting.


• Karena meningkatnya resistensi bakteri, antibiotik spektrum luas harus dimulai ketika

penyebab infeksi untuk SIRS adalah kekhawatiran tetapi tidak ada infeksi spesifik

didiagnosis.

O Dengan meningkatnya prevalensi methicillin-resistant Staphylococcus

aureus (MRSA) di vankomisin, komunitas atau lain terapi anti-MRSA

harus dipertimbangkan.

O Gram-negatif cakupan dengan cefepime, piperasilin-tazobactam,

carbapenem (imipenem, meropenem, atau doripenem), atau kuinolon adalah

wajar.

O Paparan terakhir terhadap antibiotik (biasanya dalam 3 bulan) harus

dipertimbangkan ketika memilih rejimen terapi antibiotik empiris karena baru-

baru ini meningkatkan risiko patogen resisten.


O Perawatan harus dilakukan untuk tidak menggunakan antibiotik yang

pasien alergi. Ini mungkin menjadi hit kedua dan mengakibatkan

memburuknya SIRS.

O Karena tingginya prevalensi pasien dengan alergi penisilin, sebuah kuinolon

atau aztreonam adalah alternatif yang masuk akal untuk gram-negatif cakupan.

O Terapi antivirus tidak memiliki peran dalam SIRS kecuali pasien

immunocompromised atau pasien menyajikan untuk evaluasi selama musim

flu.

O Empiris terapi antijamur (flukonazol atau echinocandin) dapat

dipertimbangkan pada pasien yang telah diobati dengan antibiotik, pasien

yang neutropenia, pasien yang menerima nutrisi parenteral total (TPN), atau

pasien yang memiliki akses vena sentral di tempat.


O Meskipun antibiotik empiris mungkin wajar dalam banyak situasi, kuncinya

adalah untuk menghentikan antibiotik ketika infeksi dikesampingkan atau

sempit spektrum antibiotik sekali patogen ditemukan.

O Data budaya yang tepat harus diperoleh sebelum setiap terapi antibiotik.

Antibiotik sebelum kultur pasien mungkin menjadi penyebab sepsis steril.

• TNF-a dan IL-1 antagonis reseptor, antibradykinin, faktor antagonis reseptor platelet-

activating, dan antikoagulan (antithrombin III) telah dipelajari tanpa menunjukkan

manfaat yang signifikan secara statistik pada SIRS (dengan hasil yang variabel untuk

sepsis dan syok septik). Obat-obat ini tidak memiliki peran dalam mengobati pasien

yang memenuhi kriteria untuk SIRS saja.

• Drotrecogin alfa, suatu bentuk rekombinan dari APC, waran berkomentar lebih jauh.
APC mengurangi disfungsi mikrovaskuler dengan mengurangi peradangan dan

koagulasi dan meningkatkan fibrinolisis.

O Para Pasien dalam Manusia Rekombinan Protein Aktif-C Evaluasi Worldwide

di sepsis parah (kehebatan) studi menunjukkan kemampuannya untuk

mengurangi 28-hari semua penyebab kematian setelah sepsis berat. Penelitian

lebih lanjut telah menunjukkan bahwa yang terbaik digunakan pada pasien

dengan gram negatif syok septik. Dalam studi kecakapan, tidak ada manfaat

klinis ditemukan pada pasien dengan fisiologi akut dan evaluasi kesehatan

kronis (APACHE) skor kurang dari 25, dan penelitian lebih lanjut telah

menunjukkan hasil yang lebih buruk pada pasien dengan skor APACHE

rendah. [16]

O Oleh karena itu, APC tidak memiliki peran dalam banyak kasus kebanyakan

SIRS kecuali presentasi klinis yang konsisten dengan syok septik. APC

memiliki kriteria inklusi dan eksklusi yang ketat yang harus dipertimbangkan
pada semua pasien sebelum terapi memulai. Manfaat terbesar dari APC telah

dibuktikan saat obat ini dimulai di awal kaskade inflamasi.

• Steroid untuk sepsis dan syok septik telah dipelajari secara ekstensif, tetapi tidak ada

SIRS khusus penelitian telah dilakukan untuk saat ini.

O Penelitian awal pada sepsis dan syok septik menunjukkan kecenderungan

hasil yang lebih buruk ketika merawat dengan steroid dosis tinggi (natrium

suksinat metilprednisolon 30 mg / kg setiap 6 jam untuk 4 dosis) dibandingkan

dengan plasebo. Namun, penelitian steroid dosis rendah (200-300 mg

hidrokortison untuk d 5-7) ketahanan hidup meningkat dan pembalikan

syok pada vasopressor-tergantung pasien.

O
Sebagaimana disebutkan di atas, para mediator inflamasi dan reseptor yang
terkait dengan penghinaan menular (yaitu, syok septik) adalah sama dengan

penghinaan tidak menular (yaitu, trauma, kondisi peradangan, iskemia).

O Steroid dosis rendah harus dipertimbangkan secara individual untuk pasien

dengan hipotensi refrakter (yaitu, syok septik) meskipun resusitasi cairan yang

[17]
cukup dan administrasi vasopressor sesuai. Sebelum memulai terapi

steroid, dokter harus mempertimbangkan potensi risiko steroid (seperti sebagai

ulkus stres dan hiperglikemia). [18]

O Data saat ini tidak mendukung stimulasi ACTH menggunakan pengujian

untuk menentukan pasien yang harus menerima terapi steroid. Pasien yang

menerima steroid memerlukan pemantauan yang cermat untuk hiperglikemia.

• Pasien yang hipotensi harus menerima cairan intravena, dan, jika masih hipotensi

setelah resusitasi yang memadai, agen vasopressor harus diberikan sedangkan hati-

hati pemantauan status hemodinamik. Semua pasien harus memiliki akses intravena
yang memadai dan umumnya membutuhkan 2 besar-menanggung infus atau kateter

vena sentral.

• Hiperglikemia, sebuah laboratorium umum temuan dalam SIRS, bahkan pada orang

tanpa diabetes, memiliki efek merusak sejumlah sistemik.

O Peningkatan hormon counterregulatory, yaitu kortisol dan epinefrin, dan

menyebabkan hypoinsulinemia relatif terhadap produksi glukosa hepatik

meningkat, peningkatan resistensi insulin perifer, dan meningkatkan asam

lemak bebas beredar. Hal ini memiliki tindakan penghambatan langsung pada

sistem kekebalan tubuh. Stres oksidatif dan disfungsi sel endotel, bersama

dengan sitokin pro-inflamasi (IL-6, IL-8, TNF-a) dan mediator sekunder

lainnya (NF-kB) semuanya telah terlibat sebagai penyebab cedera sel,


kerusakan jaringan, dan disfungsi organ dalam pasien dengan hiperglikemia.

O Kontrol yang intensif kadar glukosa darah telah ditunjukkan untuk

mengurangi morbiditas di rumah sakit dan kematian baik dalam pengaturan

perawatan bedah dan medis yang intensif. Berbagai percobaan telah

menunjukkan bahwa kontrol glikemik dengan insulin meningkatkan hasil

pasien (termasuk fungsi ginjal dan gagal ginjal akut), mengurangi kebutuhan

untuk transfusi sel darah merah, mengurangi jumlah hari di ICU, menurunkan

kejadian penyakit kritis polineuropati, dan mengurangi kebutuhan untuk

ventilasi mekanik yang berkepanjangan. Van den Berghe et al (2006)

melaporkan pengurangan di rumah sakit angka kematian dengan terapi insulin

[19]
intensif (pemeliharaan glukosa darah pada 80-110 mg / dL) sebesar 34%.

Penurunan terbesar dalam kematian kematian yang terlibat karena kegagalan

organ ganda dengan fokus septik terbukti.


• Oksigen tambahan harus disediakan untuk setiap pasien yang menunjukkan suatu

kebutuhan oksigen meningkat atau ketersediaan oksigen menurun. Oksigen dapat

diberikan melalui hidung canula atau masker, atau, dalam situasi tertentu, dukungan

ventilator mungkin diperlukan untuk memaksimalkan pengiriman oksigen. Oksigen

supraphysiologic Menyediakan telah menunjukkan hasil yang beragam dalam

berbagai studi. Memberikan terlalu banyak oksigen pada pasien dengan penyakit berat

paru obstruktif kronik (PPOK) harus dihindari karena dapat menekan dorongan

pernapasan mereka. Pasien yang tidak merespon untuk memasok oksigen meningkat

memiliki prognosis buruk. Pasien dengan gagal pernapasan yang terkait yang

membutuhkan ventilasi mekanis harus diperlakukan dengan ventilasi mekanik tidal

volume yang rendah (6 mL / kg).


2.8 Komplikasi

Komplikasi bervariasi berdasarkan etiologi yang mendasari. Profilaksis rutin

termasuk deep vein thrombosis (DVT) dan profilaksis stres ulkus harus dimulai ketika ada

indikasi klinis. Antibiotika jangka panjang, ketika terindikasi secara klinis, harus sebagai

spektrum sempit mungkin untuk membatasi potensi untuk superinfeksi (disarankan oleh

demam baru, perubahan dalam jumlah sel darah putih, atau pemburukan klinis). Kateter

pembuluh darah yang tidak perlu dan kateter Foley harus dihapus sesegera

mungkin.1,5,6 Komplikasi potensial lainnya meliputi:

O Kegagalan pernafasan akut, O GI pendarahan dan gastritis

sindrom gangguan pernapasan stres

(ARDS), dan pneumonia O Anemia

nosokomial O DVT

O Gagal ginjal
O Intravena kateter terkait

bakteremia
O Kelainan elektrolit O Diseminata intravesicular

O Hiperglikemia koagulasi (DIC)

DAFTAR PUSTAKA

1. Alexander R H, Proctor H J. Shock. Dalam buku: Advanced Trauma Life Support


Course for Physicians. USA, 1993 ; 75 – 94
2. Atkinson R S, Hamblin J J, Wright J E C. Shock. Dalam buku: Hand book of
Intensive Care. London: Chapman and Hall, 1981; 18-29.
3. Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 1996; 408-413
4. Steven D Burdette. Systemic Inflammatory Response Syndrome. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/168943 accessed at July 22nd, 2011.
5. Jean-Louis Vincent. Sepsis and Non-infectious Systemic Inflammation. 2009

6. Carlson r w. From Systemic Inflammatory Response Syndrome (Sirs) To Bacterial


Sepsis With Shock. Available at http://www.emedicine.com/cgi-bin/ accessed at July
22nd, 2011
7. Thijs l g. The heart in shock (with Emphasis on Septic Shock). Dalam kumpulan
makalah: Indonesian Symposium On Shock & Critical Care. Jakarta-Indonesia,
August 30 - September 1, 2000 ; 1 - 4.
8. Chieko Mitaka. Markers for differentiation of SIRS and sepsis. 2008. Available at

http://www.scitopics.com/Markers_for_differentiation_of_SIRS_and_sepsis.html
9. Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management

of Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care


Medicine, 2004.

Anda mungkin juga menyukai