Anda di halaman 1dari 222

Om swastyastu

SAP - 1

 ILMU PENGETAHUAN

 FILSAFAT

 AGAMA

Oleh : Drs. I Nengah Kondra, M.M.Pd


ILMU PENGETAHUAN
• Manusia adalah mahluk yang suka
bertanya karena didorong oleh
rasa ingin tahu tentang apa yang
dilihat, didengar, dan dialaminya.
• Setiap orang mengerti akan apa
yang diketahuinya.
• Segala apa yang diketahui oleh
seseorang itu, disebut
pengetahuan
ILMU PENGETAHUAN-FILSAFAT-AGAMA
ILMU PENGETAHUAN
Ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang
yang disusun secara bersistem menurut
metode tertentu yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala tertentu dibidang
(pengetahuan) itu.
Kata ilmu berarti memahami, mengerti, atau
mengetahui.
Contoh: ilmu sosial; berarti mengetahui,
mengerti, memahami masalah-masalah sosial,
dan sebagainya.
inkondra63@gmail.com
ILMU PENGETAHUAN
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan
khusus tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa.
Persyaratan ilmiah suatu ilmu, adalah :
1.
Objektif.
Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu
golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari
luar maupun dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau
mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam
mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni
persesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut
kebenaran objektif;

ILMU PENGETAHUAN
ILMU PENGETAHUAN

2. Metodis 
Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos”
yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis
berarti metode tertentu yang digunakan dan
umumnya merujuk pada metode ilmiah.
3. Sistematis.
Pengetahuan yang tersusun secara sistematis
dalam rangkaian sebab akibat merupakan
syarat ilmu yang ketiga.
inkondra63@gmail.com
ILMU PENGETAHUAN
4. Universal.
Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran
universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu).
Contoh: semua segitiga bersudut 180º.
Universal merupakan syarat ilmu yang keempat.
Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-
umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda
dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah
tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat
universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia
konteks dan tertentu pula.
inkondra63@gmail.com
ILMU PENGETAHUAN
Ilmu, sains, atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar
untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan
pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi
merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori
yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan
seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.
Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia
berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang
dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.

inkondra63@gmail.com
PENGETAHUAN DAPAT DIMILIKI DENGAN
BEBERAPA CARA

Ada pengetahuan yang didapat dengan mendengar


cerita-cerita dari orang lain, yang mungkin orang itu
mendengarkannya dari orang lain pula.
Pengetahuan terkadang tidak dapat dipercaya
kebenarannya karena seringkali tanpa bukti-bukti
yang nyata.
Banyak pula pengetahuan itu didapat orang dari
pengalamannya.

inkondra63@gmail.com
FILSAFAT
FILSAFAT
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan
pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam
konsep mendasar.
Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-
eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan
mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk
itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk
solusi tertentu.
Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah
proses dialektika.
Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika
bahasa. Seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut 
"filsuf".
inkondra63@gmail.com
FILSAFAT
Pengertian Filsafat menurut beberapa tokoh adalah sebagai
berikut :
1. Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan
tentang segala yang ada.
2. Aristoteles ( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat
adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan
demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas
penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh
filsafat dengan ilmu.
3. Cicero ( (106 – 43 SM ) : filsafat adalah sebagai “ibu dari
semua seni “( the mother of all the arts“ ia juga
mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan )

inkondra63@gmail.com
FILSAFAT
4. Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai
Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu
umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu
membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan.
Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh
jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.
5. Paul Nartorp (1854 – 1924 ) : filsafat sebagai
Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan
kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan
dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya .

inkondra63@gmail.com
FILSAFAT

6. Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu


pengetahuan yange menjadi pokok dan pangkal dari segala
pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
Apakah yang dapat kita kerjakan ?
(jawabannya metafisika )
Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )
Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )
Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya
Antropologi )
7. Notonegoro : Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan
objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak
berubah , yang disebut hakekat.
inkondra63@gmail.com
FILSAFAT
8. Driyakarya : filsafat sebagai perenungan yang
sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya
ada dan berbuat, perenungan tentang
kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai
“mengapa yang penghabisan “.
9. Sidi Gazalba : Berfilsafat ialah mencari
kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran ,
tentang segala sesuatu yang di masalahkan,
dengan berfikir radikal, sistematik dan
universal.
inkondra63@gmail.com
FILSAFAT
10. Harold H. Titus (1979 ) : (1) Filsafat adalah
sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap
kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara
tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau
pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang
dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu usaha untuk
memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3)
Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan
penjelasan tentang arti kata dan pengertian
( konsep ); Filsafat adalah kumpulan masalah yang
mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan
jawabannya oleh para ahli filsafat.
inkondra63@gmail.com
FILSAFAT
11. Hasbullah Bakry : Ilmu Filsafat adalah ilmu
yang menyelidiki segala sesuatu dengan
mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam
semesta dan manusia sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang
bagaimana sikap manusia itu sebenarnya
setelah mencapai pengetahuan itu.

inkondra63@gmail.com
FILSAFAT
Filsafat bertujuan untuk mencari kebenaran akan
obyeknya, namun dalam mencari kebenaran itu
ia hanya membatasi diri sampai pada
pengalaman.
Contoh : air membeku karena dingin, dan mencair
karena panas.
Ilmu, membatasi diri sampai pada pengalaman,
sedangkan filsafat, tidak membatasi diri, ia
hendak mencari pengalaman yang sedalam-
dalamnya.
inkondra63@gmail.com
AGAMA
AGAMA

Ada banyak difinisi agama.


Difinisi-difinisi itu tidak ada yang sempurna, karena itu
tidak dapat memuaskan semua orang.
Walaupun begitu, untuk menjadi pegangan, baik juga kita pakai
salah satu dari difinisi yang ada.

. Agama adalah kepercayaan kepada Tuhan serta segala


sesuatu yang bersangkut paut dengan itu.

Walaupun kita tdk harus cepat percaya pada sesuatu, tetapi


sifat percaya itu sangat perlu pada hidup ini.

Orang yg tdk memiliki kprcayaan pada sesuatu, akan slalu


dalam keadaan bimbang, ragu, tidak aman, curiga, dan tdk
mempunyai tempat berpgang yg pasti.

inkondra63@gmail.com
AGAMA
• Kita merasa aman berkumpul dg teman kita krn
kita percya bahwa mereka itu orang baik-baik.

• Percaya itu perlu dlm hidup ini, dan kita berharp


bahwa apa yg kita percyai itu memang bnar
sprti apa yg kita duga/ harapkn.

• Karena agama itu adalah kepercyaan, maka dg


agama kita merasa yakin aman dlm hidup ini,
dan krn memlki rasa aman itu kita akan memlki
ketetapan hati dlm menghadapi sesuatu.

inkondra63@gmail.com
AGAMA
Dengan memeluk agama seseorang merasa
mempunyai pegangan keyakinan tertntu yg
menambatkn ia pd suatu tmpat berpegang yg
kokoh.
• Tempat itu u adalah Tuhan, sebagai sumber
dari semua ketentraman dan semangan hidup
ini mengalir.

• Kpda Tuhan kita memasrahkan diri kita krn


tiada tempat lain dari pada-Nya tempat kita
kembali.

inkondra63@gmail.com
• Agama Hindu (disebut pula Hinduisme)
merupakan agama dominan di 
Asia Selatan—terutama di India dan Nepal
—yang mengandung aneka ragam tradisi.
• Agama ini meliputi berbagai aliran—di
antaranya Saiwa, Waisnawa, dan Sakta—
serta suatu pandangan luas akan 
hukum dan aturan tentang "moralitas
sehari-hari" yang berdasar pada karma, 
darma, dan norma kemasyarakatan.
• Agama Hindu disebut sebagai "agama
tertua" di dunia yang masih bertahan hingga
kini, dan umat Hindu menyebut agamanya
sendiri sebagai Sanātana-dharma (
Dewanagari: सनातन धर्म), artinya "darma abadi"
atau "jalan abadi" yang melampaui asal mula
manusia.
• Agama Hindu menyediakan kewajiban
"kekal" untuk diikuti oleh seluruh umatnya—
tanpa memandang strata, kasta, atau sekte—
seperti kejujuran, kesucian, dan
pengendalian diri.
• Para ahli dari Barat memandang Hinduisme sebagai
peleburan atau sintesis dari berbagai tradisi dan
kebudayaan di India, dengan pangkal yang beragam
dan tanpa tokoh pendiri.
• Pangkalnya meliputi  Brahmanisme  (agama Weda
Kuno), agama-agama masa  peradaban
lembah Sungai Indus, dan tradisi lokal yang
populer.
• Sintesis tersebut muncul sekitar 500–200 SM, dan
tumbuh berdampingan dengan agama Buddha hingga 
abad ke-8.
• Dari India Utara, "sintesis Hindu" tersebar ke selatan,
hingga sebagian Asia Tenggara. Hal itu didukung oleh
Sanskritisasi.
• Sejak abad ke-19, di bawah dominansi  
kolonialisme Barat serta Indologi  (saat istilah
"Hinduisme" mulai dipakai secara luas), agama
Hindu ditegaskan kembali sebagai tempat
berhimpunnya aneka tradisi yang koheren dan 
independen.
• Pemahaman populer tentang agama Hindu
digiatkan oleh gerakan "modernisme Hindu",
yang menekankan mistisisme dan persatuan
tradisi Hindu.
• Ideologi Hindutva dan politik Hindu muncul pada 
abad ke-20 sebagai kekuatan politis dan jati diri 
bangsa India.
• Praktik keagamaan Hindu meliputi ritus
sehari-hari (contohnya puja [sembahyang]
dan pembacaan doa), perayaan suci pada
hari-hari tertentu, dan penziarahan.
• Kaum pertapa yang disebut sadu (orang
suci) memilih untuk melakukan tindakan
yang lebih ekstrem daripada umat Hindu
pada umumnya, yaitu melepaskan diri
dari kesibukan duniawi dan
melaksanakan tapa brata selama sisa
hidupnya demi mencapai moksa.
• Susastra Hindu diklasifikasikan ke dalam dua
kelompok: Sruti (apa yang "terdengar") dan Smerti
 (apa yang "diingat").
• Susastra tersebut memuat  teologi,  filsafat, 
mitologi, yadnya (kurban), prosesi ritual, dan bahkan
kaidah arsitektur Hindu. 
• Kitab-kitab utama di antaranya adalah Weda, 
Upanishad (keduanya tergolong Sruti), Mahabharata
, Ramayana, Bhagawadgita, Purana, Manusmerti,
dan Agama (semuanya tergolong Smerti).
• Dengan penganut sekitar 1 miliar jiwa, agama Hindu
merupakan agama terbesar ketiga di dunia, setelah 
Kristen dan Islam.
• Kata Hindu (melalui bahasa Persia) berasal dari
kata Sindhu dalam bahasa Sanskerta, yaitu
nama sebuah sungai di sebelah barat daya 
subbenua India, yang dalam bahasa Inggris
 disebut Indus. 
• Menurut Gavin Flood, pada mulanya istilah
'hindu' muncul sebagai istilah geografis bangsa
Persia untuk menyebut suku bangsa yang
tinggal di seberang sungai Sindu.
• Maka dari itu, awalnya istilah 'Hindu'
merupakan istilah geografis dan tidak mengacu
pada suatu agama.
• Istilah agama Hindu kemudian sering digunakan dalam
beberapa teks berbahasa Sanskerta seperti Rajatarangini
 dari Kashmir 
(Hinduka, kr. 1450) dan beberapa teks mazhab
Gaudiya Waisnawa dari abad ke-16 hingga ke-18 yang ber
bahasa Bengali, seperti Caitanyacaritamerta dan 
Caitanyabhagawata.
• Istilah itu digunakan untuk membedakan Hindu dengan 
Yawana atau Mleccha.
• Sejak abad ke-18 dan seterusnya, istilah Hindu digunakan
oleh para kolonis dan pedagang dari Eropa untuk menyebut
para penganut agama tradisional India secara umum.
• Istilah Hinduism diserap ke dalam bahasa Inggris pada 
abad ke-19 untuk menyebut tradisi keagamaan, filasat, dan
kebudayaan asli India.
• Menurut 
Sarvepalli Radhakri
shnan
, "Hinduisme tidak
sekadar keyakina
• Ia adalah gabungan
antarapenalaran
 dan intuisi yang tak
dapat didefinisikan,
namun hanya bisa
dirasakan."
• Bagi orang Hindu, Hinduisme adalah jalan hidup
tradisional.
• Banyak penganutnya yang menyebut Hinduisme
sebagai Sanātana-dharma, artinya "darma yang
abadi" atau "jalan yang abadi".
• Istilah ini mengacu kepada kewajiban "abadi" yang
harus dijalankan oleh seluruh umat Hindu—tanpa
memandang derajat, kasta, atau sekte/aliran—seperti
kejujuran, tidak menyakiti makhluk hidup, menjaga
kesucian, berniat baik, pemaaf, bersabar,
mengendalikan nafsu, mengendalikan diri sendiri,
murah hati, dan bertafakur.
• Ini berbeda dengan swadarma, artinya "darma
seseorang", yaitu kewajiban yang harus
dijalankan sesuai aliran yang diikuti dan
tingkatan kehidupan.
• Menurut Kim Knott, perihal darma ini mengacu
pada gagasan bahwa sumbernya melampaui
sejarah umat manusia, dan kebenarannya
disampaikan oleh Tuhan (Sruti) serta
diwariskan dari zaman ke zaman, hingga masa
kini, dalam suatu kumpulan kitab tertua di
dunia, yaitu Weda.
• Menurut Encyclopædia Britannica:
• Pada masa kini, istilah [Sanatana-dharma] itu
pun digunakan oleh para pemuka, reformis,
dan nasionalis Hindu untuk menyebut
Hinduisme sebagai suatu agama dunia yang
bersatu.
• Maka dari itu, Sanatana-dharma menjadi
sinonim bagi kebenaran dan ajaran Hindu yang
"abadi", yang kemudian dipahami bahwa tidak
hanya transenden bagi sejarah dan tak
berubah-ubah, namun juga tak terbagi-bagi dan
pada pokoknya bukanlah sektarian.
• Sebagai tanggapan atas kolonialisme dan 
orientalisme Barat, para pemuka dan ahli Hindu
menginterpretasikan agamanya dalam suatu upaya yang
disebut "modernisme Hindu" oleh orang Barat.
• Tokoh terkemuka dalam upaya tersebut adalah 
Swami Vivekananda, Sarvepalli Radhakrishnan, dan 
Mahatma Gandhi.
• Menurut Gavin Flood, Vivekanda (1863–1902) adalah
tokoh penting dalam pengembangan pemahaman diri
umat Hindu masa kini dan telah merumuskan pandangan
terhadap Hinduisme bagi orang Barat.
• Intisari dalam filsafatnya adalah gagasan bahwa "
percikan dari Tuhan" berada dalam setiap makhluk hidup,
sehingga seluruh umat
• sehingga seluruh umat manusia dapat
mencapai persatuan dengan "sifat ilahi
bawaan" tersebut, dan dengan memandang
bahwa sifat ilahi ini juga terkandung pada
setiap orang maka berkembanglah kasih sayang
dan harmoni sosial.
• Menurut Flood, pandangan Vivekananda
terhadap Hinduisme adalah yang paling umum
diterima oleh kebanyakan umat Hindu
golongan menengah berbahasa Inggris (English-
speaking middle-class Hindus) pada masa kini.
• Sarvepalli Radhakrishnan adalah salah satu
cendekiawan terpelajar dari India yang bergelut
dengan filsafat Barat dan India.
• Ia mencari keselarasan antara rasionalisme
 barat dengan Hinduisme, dan
memperkenalkan Hinduisme sebagai 
pengalaman religius yang pada hakikatnya
rasional dan humanistis.
• Wawasan Radhakrishnan disebut sangat
relevan dan penting dalam membentuk jati diri
Hindu kontemporer.
• Monier-Williams (1819–1899), 
Profesor Sastra Sanskerta dan 
Indolog terawal, berpendapat
bahwa "berawal dari Weda,
Hinduisme telah merangkul
berbagai bentuk kepercayaan,
dan menyajikan fase yang
cocok bagi berbagai pikiran.
• Paham tersebut begitu
toleran, rendah hati,
komprehensif, dan menerima
[berbagai bentuk tradisi]."
• Toleransi agama Hindu terhadap aneka ragam aliran
kepercayaan dan tradisi yang berbeda-beda membuatnya
sulit untuk didefinisikan sebagai suatu agama menurut
pemahaman tradisional orang Barat.
• Dalam sejumlah kajian didapati bahwa agama Hindu
dapat dipandang sebagai suatu kategori dengan "batas-
batas yang kabur", daripada suatu lembaga yang tegar
dan terdefinisikan dengan baik.
• Beberapa aktivitas keagamaan Hindu dapat dipandang
sebagai hal yang lazim dalam agama tersebut, sementara
yang tak lazim pun masih dapat dimasukkan ke dalam
kategori agama Hindu.
• Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut, Ferro-Luzzi
menulis suatu 'pendekatan Teori Prototipe' untuk
mendefinisikan Hinduisme.
• Menurut Flood, globalisasi kebudayaan Hindu
diprakarsai oleh Swami Vivekananda dengan
mendirikan Misi Ramakrishna, dan diikuti oleh para
pemuka Hindu lainnya, yang membawa ajaran yang
menjadi kekuatan kultural penting dalam masyarakat
Barat, dan sebagai akibatnya menjadi kekuatan
kultural penting di India, tempat ajaran itu bermula.
• Hinduisme Global tersebut menarik minat di seluruh
dunia, melampaui batas-batas nasional, dan telah
menjadikannya suatu agama dunia yang
berdampingan dengan Kekristenan, Islam, dan 
Buddhisme, bagi komunitas Hindu seluruh dunia
maupun orang-orang Barat yang tertarik dengan
kebudayaan dan kepercayaan non-Barat.
• Agama Hindu menekankan nilai-nilai
spiritual universal seperti keadilan sosial,
kedamaian, serta "transformasi spiritual
umat manusia.“
• Sebagian perkembangannya disebabkan
oleh "re-enkulturasi" atau efek Pizza, yaitu
suatu kondisi ketika unsur-unsur
kebudayaan Hindu diperkenalkan ke Dunia
Barat, lalu mendapatkan popularitas di sana,
dan sebagai akibatnya juga mendapatkan
popularitas yang lebih besar di India.
• AKAR HINUISME
• Seorang wanita
melakukan puja
 saat matahari
terbenam di 
Rishikesh, 
Haridwar.
• Sejak minat akan Indologi dan studi Hindu
 bertumbuh, sejarah dan pangkal agama Hindu
telah menjadi perdebatan para cendekiawan di 
Dunia Barat.
• Sebelumnya, tidak ada istilah 'Hinduisme' atau
'agama Hindu', tetapi keberadaan tradisi Hindu
seperti sekarang telah berpangkal sejak purbakala.
• Selain itu, para ahli sulit mendefinisikan
Hinduisme karena ketiadaan seorang tokoh pendiri
agama tersebut.
• Para cendekiawan memandang Hinduisme sebagai
gabungan dari berbagai kebudayaan atau tradisi
yang ada di India
• Salah satu akarnya adalah Brahmanisme atau 
agama Weda Kuno dari India pada Zaman Besi,
[51][49]
 yang merupakan hasil peleburan antara
bangsa Indo-Arya dengan 
kebudayaan dan peradaban Harrapa.
• Selain itu, tradisi yang mendukung
perkembangan agama Hindu meliputi Sramana
 atau "tradisi penolakan" dari India Utara, serta
kebudayaan mesolitik dan neolitik di India,
seperti agama-agama peradaban lembah sungai
Indus, tradisi bangsa Dravida, serta tradisi dan
agama lokal dari suku bangsa di India.
• Setelah periode Weda (antara 500–200 SM
dan kr. 300 M, pada permulaan periode "Wiracarita
dan Purana" atau "periode Praklasik"), "sintesis
Hindu" mulai timbul (masa ketika dimasukkannya
pengaruh Sramana dan Buddhisme), diiringi dengan
kemunculan tradisi bhakti ke dalam balutan
Brahmanisme melalui kitab-kitab Smerti. Sintesis ini
muncul di bawah tekanan perkembangan
Buddhisme dan Jainisme.
• Selama pemerintahan Dinasti Gupta, kitab-kitab 
Purana disusun, digunakan untuk menyebarkan
ideologi keagamaan umum di tengah-tengah 
akulturasi yang dijalani masyarakat tribal dan buta
huruf.
• Hasilnya adalah kemunculan Hinduisme-
Puranis (Puranic-Hinduism) yang memiliki
perbedaan mencolok jika dibandingkan
dengan Brahmanisme sebelumnya (yang
berpegang pada Dharmasastra dan
Smerti).
• Selama beberapa abad, Hinduisme dan
Buddhisme tumbuh
berdampingan, sampai akhirnya
memperoleh keunggulan pada abad ke-8
 M
• Dari India Utara, "sintesis Hindu" beserta konsep
pembagian masyarakat menyebar ke India Selatan dan 
sebagian Asia Tenggara.
• Hal tersebut didukung oleh sejumlah kegiatan:
pengadaan pemukiman bagi kaum brahmana di kawasan
yang diizinkan oleh penguasa lokal; dimasukkannya atau
diasimilasikannya dewa-dewi non-Weda (tidak disebut
dalam Weda) yang populer; dan proses Sanskritisasi,
yaitu kondisi ketika "orang-orang dari berbagai strata
masyarakat India cenderung menyesuaikan kehidupan
religius dan sosial mereka dengan norma-norma
Brahmanis".
• Proses asimilasi tersebut menjelaskan bahwa
keanekaragaman budaya lokal di India diselimuti oleh
selubung persamaan konseptual.
• Keanekaragaman _Diversitas Hinduisme.
• Agama Hindu dapat dideskripsikan sebagai sebuah wadah
tradisi yang memiliki "sifat kompleks, bertumbuh, berhierarki,
dan kadangkala inkonsisten secara internal.“
• Agama Hindu tidak mengenal "satu sistem kepercayaan yang
disusun demi menyeragamkan keyakinan atau iman", [16]
 namun menjadi istilah awam yang meliputi kemajemukan
tradisi keagamaan di India.
• Menurut Mahkamah Agung India: Tidak seperti agama lainnya
di dunia, agama Hindu tidak mengklaim satu nabi saja, tidak
memuja satu dewa saja, tidak menganut satu konsep filosofis
saja, tidak mengikuti atau mengadakan satu ritus keagamaan
saja; faktanya, ciri-ciri [agama Hindu] itu tidak seperti agama
atau kepercayaan lain pada umumnya.
• Tak lain dan tak bukan, agama [Hindu] itu merupakan suatu
jalan hidup.
•Salah satu masalah dalam merumuskan satu definisi
tentang istilah "agama Hindu" adalah adanya fakta
bahwa agama Hindu tidak didirikan oleh seorang tokoh.
•Agama ini merupakan sintesis dari berbagai tradisi, atau
himpunan tradisi keagamaan yang berbeda tetapi
memiliki persamaan.
•Konsep ketuhanan dalam tubuh agama Hindu pun tidak
seragam.
•Beberapa aliran bersifat monoteisme—mengagungkan 
Wisnu, Kresna, atau Siwa—sementara aliran lainnya
bersifat monisme, yang memandang bahwa para dewa
atau sembahan apa pun merupakan manifestasi
beragam dari Yang Maha Esa.
•Beberapa aliran Hindu bersifat panenteisme
—sebagaimana disebutkan dalam kitab 
Bhagawadgita—yang meyakini bahwa
Tuhan meresap ke seluruh alam semesta,
namun alam semesta bukanlah Tuhan.
•Beberapa filsafat Hindu membuat postulat 
ontologi teistis (dalil ketuhanan) tentang
penciptaan dan peleburan alam semesta,
meskipun beberapa umat Hindu merupakan 
ateis yang memandang Hinduisme tak lebih
dari sebuah filsafat, bukan agama.
• Di samping itu, agama Hindu tidak mengenal satu sistem saja
untuk mencari "keselamatan" (salvation), namun
mengandung sejumlah aliran dan berbagai bentuk tradisi
keagamaan.
• Beberapa tradisi Hindu mengandalkan ritus tertentu sebagai
hal penting demi keselamatan, namun berbagai pandangan
mengenai hal tersebut juga hadir secara berdampingan.
• Agama Hindu juga dicirikan dengan adanya kepercayaan
akan reinkarnasi (samsara, atau siklus lahir-mati) yang
ditentukan oleh hukum karma, dan gagasan tentang
"keselamatan" adalah kondisi saat individu terbebas dari
siklus lahir-mati yang terus berputar.
• Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, agama Hindu
dipandang sebagai agama yang paling kompleks dari seluruh
agama yang masih bertahan hingga saat ini.
• Persamaan
• Di samping berbagai perbedaan yang teramati, ada
pula rasa persamaan dalam Hinduisme.
• Menurut tokoh spiritual Hindu Swami Vivekananda,
ada kesatuan fundamental dalam tubuh Hinduisme,
yang mendasari berbagai perbedaan dalam bentuk-
bentuk pelaksanaannya.
• Pada umumnya, umat Hindu mengenal berbagai nama
dan gelar seperti Wisnu, Siwa, Sakti, Hyang, Dewata,
dan Batara.
• Beberapa aliran memandang nama dan gelar tersebut
sebagai aneka manifestasi dari Yang Maha Esa atau
Yang Mahakuasa, sehingga agama Hindu dapat
dikatakan bersifat monisme.
• Agama Hindu juga dicirikan dengan adanya
kepercayaan akan makhluk ilahi/
makhluk surgawi, yang dipandang tidak setara
dengan Yang Mahakuasa, sedangkan beberapa
aliran juga memandangnya sebagai manifestasi
dari Yang Mahakuasa.
• Karakteristik lainnya—yang kerap dijumpai
dalam tubuh Hinduisme—adalah iman tentang 
reinkarnasidan karma, serta keyakinan akan
kewajiban yang harus dipenuhi secara mutlak (
darma).
• Selain itu, banyak aliran Hinduisme
mentakzimkan suatu kumpulan kitab suci yang
disebut Weda, meskipun ada beberapa aliran
yang mengabaikannya.
• Sekte Hindu seperti Linggayata bahkan tidak
mengikutiWeda, namun masih memiliki
kepercayaan akan Siwa.
• Sebaliknya, sekte Ayyavazhi memiliki kitab suci
tersendiri yang disebut Akilattirattu Ammanai,
namun masih mengimani Tuhan yang sama
dengan Hinduisme—contohnya Narayana dan 
Laksmi—serta memiliki sejumlah mitos yang
mirip dengan mitologi Hindu pada umumnya.
• Dalam perkembangannya, tradisi Hindu yang
cenderung mengagungkan Wisnu—atau Narayana
dan Kresna—disebut Waisnawa, sementara yang
memuja Siwa disebut Saiwa(Saiwisme).
• Dilihat dari luar, aliran Saiwa dan Waisnawa memiliki
konsep tersendiri tentang Tuhan yang diagungkan.
• Menurut Halbfass, meskipun aliran Saiwa dan
Waisnawa dapat dipandang sebagai aliran keagamaan
yang mandiri, ada kadar interaksi dan saling acu
antara para teoretikus dan pujangga dari masing-
masing tradisi yang mengindikasikan adanya rasa jati
diri yang lebih luas, rasa koherensi dalam konteks
yang sama, serta inklusi dalam kerangka dan garis
besar [kepercayaan] secara umum.
• Menurut Nicholson, pada masa antara abad ke-12 dan 
ke-16, para cendekiawan tertentu mulai memandang "
benang merah" terhadap kekayaan ajaran filsafat yang
berasal dariUpanishad, wiracarita, Purana, dan beberapa
mazhab yang dikenal sebagai "enam sistem" (saddarsana)
dari filsafat Hindu yang umum."
• Tendensi dari kekaburan distingsi filosofis juga
digarisbawahi oleh Burley.
• Hacker menyebut perihal tersebut sebagai "inklusivisme",
dan Michaels berpendapat tentang "sifat identifikasi diri".
• Menurut Lorenzen, rasa identitas ke-Hindu-an bermula
dari masa interaksi antara kaum Muslim dan Hindu, dan
dari sebuah proses penentuan jati diri untuk membedakan
kaum Hindu dengan kaum Muslim, yang sudah dimulai
sebelum 1800-an.
• Para brahmana juga menyusun tulisan-tulisan
bersejarah yang kian bertambah, terutama 
eulogi dan riwayat tempat-tempat suci
(mahatmya), atau mengobarkan semangat
reflektif untuk menghimpun dan menggubah
suatu koleksi kutipan yang ekstensif tentang
berbagai subjek.
• Inklusivisme ini dikembangkan lebih jauh lagi
pada abad ke-19 dan ke-20 oleh 
gerakan reformasi Hindu dan Neo-Vedanta,
serta telah menjadi karakteristik agama Hindu
modern.
• Penggolongan :
• Agama Hindu sebagaimana biasanya dapat
digolongkan ke dalam beberapa mazhab atau
aliran besar.
• Dalam suatu kelompok mazhab di masa lalu—
yang digolongkan sebagai "enam darsana"—
hanya dua mazhab yang popularitasnya masih
bertahan: Wedanta dan Yoga.
• Golongan-golongan utama Hinduisme pada masa
kini disesuaikan dengan aliran-aliran besar yang
ada: Waisnawa (Waisnawisme), Saiwa
 (Saiwisme), Sakta (Saktisme), dan Smarta
 (Smartisme).
• Prosesi ganga aarti di Dashashwamedh Ghat,  
Benares.
• Enam tipe umum:
• Menurut J. McDaniel, ada enam tipe umum dalam tubuh
agama Hindu, yang disusun dengan maksud menampung
berbagai pandangan terhadap suatu subjek yang
kompleks.
Adapun enam tipe tersebut sebagai berikut:
• Agama Hindu rakyat, yaitu agama Hindu yang
berdasarkan pada tradisi masyarakat setempat serta
pemujaan dewa-dewi lokal, seperti Hindu Tamil, 
Hindu Newa, Hindu Bali, Hindu Manipuri, 
Hindu Kaharingan, dan lain-lain. Berpangkal dari masa
prasejarah atau setidaknya mendahului penulisan Weda.
[90]

• Srauta atau Agama Hindu Weda, dilaksanakan oleh kaum 


brahmana-tradisional yang disebut srautin.
• Agama Hindu Wedanta, yaitu agama Hindu yang
mengacu pada filsafat Wedanta, meliputi 
Adwaita Wedanta (Smarta), dan menekankan
pendekatan filosofis pada kitab-kitab Upanishad.
• Agama Hindu Yoga, yaitu sekte yang menitikberatkan
pelaksanaan yoga menurut Yogasutra Patanjali.
• Agama Hindu Dharma atau agama "moralitas sehari-
hari", yaitu Hinduisme yang berdasarkan pada
realisasi karma dan pelaksanaan norma
kemasyarakatan seperti wiwaha (adat pernikahan
Hindu).
• Bhakti, yaitu agama Hindu yang menekankan
pelaksanaan kebaktian bagi entitas tertentu, seperti 
Kresna, Siwa, Ganesa.
• Religi dan religiositas Hindu[sunting | 
sunting sumber]
• Menurut Axel Michaels, ada tiga bentuk religi
 (agama) Hindu dan empat macam religiositas
 (pengabdian) umat Hindu.[77]
• Pembagian agama Hindu menjadi tiga bentuk
bersuaian dengan metode pembagian dari India
yang mengelompokkannya sebagai berikut:
praktik ritual menurut Weda (vaidika), agama
rakyat dan lokal (gramya), dan sekte keagamaan
(agama atau tantra).[91] Menurut Michaels, tiga
bentuk agama Hindu yakni:
• Menurut Michaels, tiga bentuk agama Hindu yakni:
 Hinduisme Brahmanis-Sanskritis (Brahmanic-
Sanskritic Hinduism): suatu agama politeistis, 
ritualistis, dan kependetaan yang berpusat pada
suatu keluarga besar serta upacara pengorbanan,
dan merujuk kepada kitab-kitab Weda sebagai
keabsahannya. Agama ini mendapat sorotan utama
dalam banyak risalah tentang agama Hindu karena
memenuhi banyak kriteria untuk disebut sebagai 
agama, serta karena agama ini merupakan yang
dominan di berbagai wilayah India, sebab
masyarakat non-brahmana pun mencoba untuk
mengasimilasinya.
 Agama rakyat dan agama suku: suatu agama
lokal yang politeistis, kadangkala animistis,
dengan tradisi lisan yang luas.
• Kadangkala bertentangan dengan Hinduisme
Brahmanis-Sanskritis.
 Agama bentukan: tradisi dengan komunitas
monastis yang dibentuk untuk mencari
keselamatan (salvation), biasanya menjauhkan
diri dari belenggu duniawi, dan seringkali anti-
Brahmanis.
• Agama ini dapat dikelompokkan lagi menjadi
tiga bagian:
– Agama sektarian: aliran keagamaan yang menggarisbawahi
suatu konsep filosofis dari Hinduisme dan menekankan
praktik religius menurut konsep tersebut, contohnya 
Waisnawa dan Saiwa.
– Agama-bentukan sinkretis: agama tersendiri yang terbentuk
dari sinkretisme antara Hinduisme dengan agama lain,
contohnya Hindu-Islam (Sikhisme), Hindu-Buddha(
Buddhisme Newara), atau Hindu-Kristen (Neohinduisme).
– Agama proselitisis (proselytizing religions), atau "Guru-
isme": kelompok keagamaan yang berawal dari seorang 
guru dan biasanya menekankan isu universalisme,
contohnya Maharishi Mahesh Yogi dengan gerakan 
Meditasi Transendental, Sathya Sai Baba dengan Federasi
Satya Sai, Bhaktivedanta Swami Prabhupada dengan
gerakan ISKCON, Maharaj Ji dengan Divine Light Mission,
dan Osho.
• Menurut Michaels, empat macam religiositas Hindu yakni:
 Ritualisme: terutama mengacu pada ritualisme Weda-
Brahmanistis (Vedic-Brahmanistic ritualism) yang domestik dan
butuh kurban, namun dapat juga meliputi beberapa bentuk 
Tantrisme. Ini merupakan karma-marga klasik.
 Spiritualisme: kesalehan intelektual, bertujuan untuk mencari
kebebasan (moksa) bagi individu, biasanya dengan bimbingan
seorang guru. Ini merupakan karakteristikAdwaita Wedanta, 
Saiwa Kashmir, Saiwa Siddhanta, Neo-Wedanta, Guruisme
esoterik masa kini, dan beberapa macam Tantrisme. Ini
merupakan jnana-marga klasik.
 Devosionalisme: pemujaan kepada Tuhan, seperti yang
ditekankan dalam tradisi bhakti dan Kresnaisme.  Ini merupakan 
bhakti-marga klasik.
 Heroisme: bentuk religiositas politeistis yang berpangkal dari
tradisi militeristis, seperti Ramaisme dan sebagian dari Hinduisme
politis. Ini juga disebut wirya-marga.
• Toleransi
• Dalam 
Parlemen Agama-Agama Du
nia (1893)
 di Chicago, 
Swami Vivekananda sebagai
perwakilan India mengawali
pidatonya dengan salam
"Sisters and brothers of
America!" dan mendapatkan
sambutan yang hangat.
Ia memperkenalkan
Hinduisme sebagai agama
yang mengajarkan toleransi
dan bersikap sangat terbuka.
– Agama Hindu memiliki ciri khas sebagai salah satu
agama yang paling toleran karena tiadanya skisma
 meskipun ada kemajemukan tradisi yang bernaung di
bawah simbol-simbol agama Hindu.
– Pada awal perkembangannya, saat tiadanya
perselisihan antaragama, umat Hindu menganggap
setiap orang yang mereka temui sebagai umat Hindu
pula.
– Tetapi pada masa kini, umat Hindu menerima pengaruh
dari Barat tentang pengadaan konversi agama.
– Maka, banyak umat Hindu berpendapat bahwa
identitas kehinduan diperoleh semenjak lahir,
sementara yang lainnya berpendapat bahwa siapa pun
yang mengikuti kepercayaan dan praktik agama Hindu
merupakan seorang Hindu.
• Gandhi menyatakan bahwa Hinduisme bebas dari 
dogma-dogma yang memaksa, serta dapat menampung
berbagai bentuk ekspresi diri dalam ruang lingkup yang
besar.
• Dalam tubuh agama Hindu, perbedaan pada setiap tradisi
—bahkan pada agama lain—tidak untuk diperkarakan,
karena ada keyakinan bahwa setiap orang memuja Tuhan
yang sama dengan nama yang berbeda, entah disadari
atau tidak oleh umat bersangkutan.
• Dalam kitab Regweda terdapat suatu bait yang sering
dikutip oleh umat Hindu untuk menegaskan hal tersebut,
sebagai berikut:
• एकम् सत् विप्रा: बहुधा वदन्ति (Ekam Sat Viprāh Bahudhā Vadanti)
Arti: "Hanya ada satu kebenaran, tetapi para cendekiawan
menyebut-Nya dengan banyak nama." (I:CLXIV:46)
• Agama Hindu memandang seluruh dunia sebagai suatu
keluarga besar yang mengagungkan satu kebenaran yang
sama, sehingga agama tersebut menghargai segala bentuk
keyakinan dan tidak mempersoalkan perbedaan agama.
• Maka dari itu, agama Hindu tidak mengakui konsep murtad
, bidah, dan penghujatan.
• Agama Hindu bersifat mendukung pluralisme agama dan
lebih menekankan harmoni dalam kehidupan antar-umat
beragama, dengan tetap mengindahkan bahwa tiap agama
memiliki perbedaan mutlak yang tak patut diperselisihkan.
• Menurut tokoh spiritual Hindu Swami Vivekananda, setiap
orang tidak hanya patut menghargai agama lain, namun
juga merangkulnya dengan pikiran yang baik, dan
kebenaran itulah yang merupakan dasar bagi setiap agama.
• Dalam agama Hindu, toleransi beragama tidak hanya
ditujukan pada umat agama lain, namun juga pada umat
Hindu sendiri. Hal ini terkait dengan keberadaan beragam
tradisi dalam tubuh Hinduisme.
• Agama Hindu memberikan jaminan kebebasan bagi para
penganutnya untuk memilih suatu pemahaman dan
melakukan tata cara persembahyangan tertentu.
• Sebuah sloka dalamBhagawadgita sering dikutip untuk
mendukung pernyataan tersebut:
• Ye yathā mām prapadyante tāms tathaiva bhajāmy aham
mama vartmānuvartante manusyāh pārtha sarvaśah.
Arti: Jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku,
Aku memberinya anugerah setimpal. Semua orang
mencari-Ku dengan berbagai jalan, wahai Arjuna
(Bhagawadgita, IV:11)
• Dalam Parlemen Agama-Agama Dunia (1893) di Chicago, 
Vivekananda juga mengutip suatu ayat yang menyatakan
bahwa setiap orang menempuh jalan yang berbeda-beda
dalam memuja Tuhan, sebagaimana berbagai aliran
sungai pada akhirnya menyatu di lautan.
• MAZHAB, ALIRAN, DAN GERAKAN;
• Hinduisme tidak mengandalkan otoritas berdasarkan
doktrin sentral seperti kredo, rukun iman, atau syahadat.
• Meskipun tradisi Hindu tidak seragam, banyak umat
Hindu yang tidak mau mengakui dirinya sebagai penganut
aliran atau sekte Hindu tertentu.
• Pada umumnya, aliran dibedakan berdasarkan pada dewa
yang dipuja sebagai manifestasi Yang Mahakuasa, serta
pada tradisi mengenai cara pemujaan dewa tersebut.
• Ada empat aliran utama yang sering teramati: 
Waisnawa, Saiwa, Sakta, dan Smarta.
• Umat Waisnawa memuja Wisnu sebagai
manifestasi Yang Mahakuasa; umat Saiwa memuja 
Siwa sebagai manifestasi Yang Mahakuasa; umat 
Sakta memuja Sakti (kekuatan) atau Dewi yang
dipersonifikasikan sebagai wanita ilahi; sedangkan 
Smarta meyakini kesatuan mendasar dari lima (
Pancadewa) atau enam (Shanmata) dewa sebagai
personifikasi dari Yang Mahakuasa.
• Aliran lainnya seperti Ganapatya (pemujaan
terhadapGanesa) dan Saura (pemujaan terhadap 
Surya) kurang menyebar secara luas.
• Sejumlah gerakan keagamaan terkategorikan ke
dalam salah satu aliran besar Hinduisme,
contohnya Gerakan Hare Krishna terkategorikan ke
dalam golongan Waisnawa.
• Ada pula gerakan keagamaan Hindu yang sukar
ditentukan untuk dimasukkan ke dalam golongan
yang disebutkan di atas, contohnya Arya Samaj
 yang diprakarsai Swami Dayananda Saraswati.
• Gerakan keagamaan ini berbeda dengan tradisi
Hindu pada umumnya, yaitu tidak memuja Tuhan
dengan sarana arca atau lukisan.
• Gerakan ini berfokus kepada Weda dan yadnya 
(yajña; ritus keagamaan berdasarkan Weda).
• Di samping empat aliran besar dalam
agama Hindu, sekte-sekte keagamaan
yang ada meliputi Ayyavazhi, 
Swaminarayana, Ravidassia, Linggayata,
dan lain-lain.
• Beberapa sekte memiliki konsep, mitologi,
serta pustaka suci tersendiri yang berbeda
dengan tradisi Hindu pada umumnya.
• Sekte-sekte tertentu pun memiliki aliran
di dalamnya, misalnyatradisi Tantra.
• Enam mazhab filsafat _ Sad Darsana.

Lukisan Kapila, dari abad ke-19.


• Menurut sistem astika dan nastika, ada
sembilan filsafat India klasik.
• Enam di antaranya merupakan filsafat Hindu
klasik (astika) yang mengakui otoritas Weda
 sebagai kitab suci.
• Tiga filsafat lainnya merupakan aliran 
heterodoks (nastika) yang tidak mengakui
otoritasWeda, namun menekankan tradisi
perguruan yang berbeda.
• Adapun enam filsafat Hindu tersebut sebagai
berikut:
• Samkhya: mazhab filsafat yang—dipercaya secara tradisional
—digagas oleh Resi Kapila. Mazhab ini dianggap sebagai salah
satu mazhab filsafat tertua di India. Mazhab ini bersifat 
dualisme.
• Menurut Samkhya, alam semesta terdiri dari dua realitas:
purusa (kesadaran) dan prakerti (materi). 
• Jiwa adalah kondisi saat purusa terikat pada prakriti karena
suatu "perekat" yang disebutkehendak, dan akhir dari ikatan
itu disebut moksa.
• Samkhya menolak bahwa sumber segalanya adalah Iswara
 (Tuhan).
• Samkhya tidak mendeskripsikan apa yang terjadi setelah
moksa, dan tidak menyinggung apa pun yang berkaitan
dengan Iswara atau Tuhan, karena filsafat ini menyatakan
bahwa tidak ada perbedaan esensial antara purusa individu
dengan alam semesta setelah mencapai moksa.
• Yoga: mazhab yang menekankan pada pengendalian diri
dan pikiran. Mazhab Yoga menerima psikologi dan 
metafisika yang diajarkan Samkhya, namun bersifat lebih 
teistis daripada Samkhya, karena ditambahkannya entitas
ketuhanan pada 25 elemen realitas menurut Samkhya.
• Mazhab ini digagas oleh Resi Patanjali. Yoga menurut
Patanjali dikenal sebagai Rajayoga, yaitu suatu sistem
untuk mengontrol pikiran.
• Berbagai tradisi Yoga didapati dalam agama Hindu, 
Buddha, dan Jaina. Para guru dari Indiamemperkenalkan
Yoga ke Dunia Barat, mengikuti keberhasilan Vivekananda
 pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
• Pada tahun 1980-an, salah satu jenis Yoga menjadi populer
sebagai suatu sistem latihan jasmani di Dunia Barat.
Bentuk Yoga semacam itu disebut Hathayoga.
• Nyaya: mazhab logika dalam Hinduisme. Mazhab
spekulasi filosofis ini berdasarkan kitab-kitab yang
disebut Nyayasutra, ditulis oleh Aksapada Gautama pada 
abad ke-2 Masehi.
• Kontribusi signifikan dari mazhab Nyaya adalah 
metodologi untuk membuktikan keberadaan Tuhan,
menurut kitab Weda.
• Menurut mazhab Nyaya, ada empat sumber untuk
memperoleh pengetahuan (pramana): persepsi, inferensi,
perbandingan, dan testimoni. Pengetahuan yang
diperoleh melalui masing-masing sumber tersebut bisa
saja sahih atau tidak.
• Sebagai dampaknya, para filsuf Nyaya berusaha keras
untuk mencari cara membuktikan kesahihan pengetahuan
melalui sejumlah bagan penjelasan.
• Waisesika: mazhab atomisme dalam Hinduisme yang
menyatakan suatu postulat bahwa segala benda di
alam semesta dapat dibagi-bagi menjadi sejumlah 
atom. Mazhab ini mulanya digagas oleh Resi Kanada
 sekitar abad ke-2 Masehi.
• Secara historis, mazhab ini dikaitkan erat dengan
Nyaya. Meskipun sistem Waisesika dan Nyaya
berkembang secara mandiri, keduanya bergabung
karena teori-teori metafisis yang memiliki
keterkaitan.
• Akan tetapi, dalam bentuknya yang klasik, ajaran
Waisesika berbeda dengan Nyaya, karena Nyaya
mengakui empat sumber pengetahuan, sementara
Waisesika hanya mengakui persepsi dan inferensi.
• Mimamsa: mazhab yang kajian utamanya adalah sifat-sifat 
darma berdasarkan hermeneutika pada kitab-kitab Weda.
Sifat-sifat darma tidak dapat diakses untuk penalaran atau
pengamatan, sehingga harus dikaji melalui otoritas wahyu-
wahyu yang dikandung dalam Weda, yang diyakini kekal,
tanpa pengarang (apauruṣeyatva), dan sempurna.
• Mazhab Mimamsa mengandung doktrin yang ateistis
 maupun teistis dan tidak terlalu tertarik pada 
keberadaan Tuhan, namun pada karakteristik darma.
• Mimamsa sangat memerhatikan penafsiran tekstual,
sehingga memberi rintisan pada kajian filologi dan 
filsafat bahasa.
• Gagasannya tentang "tuturan" (śabda) sebagai kesatuan
suara dan makna (penanda dan petanda) yang tak dapat
dibagi lagi dipengaruhi oleh Bhartṛhari (kr. abad ke-5).
Patung Adi Shankara, filsuf mazhabAdwaita yang
tertemuka, terletak diMysore, India.
• Wedanta: mazhab yang berfokus pada
kajian tentang tiga sastra dasar dalam 
filsafat Hindu, yaitu Upanishad, 
Brahmasutra, danBhagawadgita.
• Sekurang-kurangnya, ada sepuluh aliran
dalam mazhab Wedanta, namun tiga di
antaranya—Adwaita, Wisistadwaita, dan 
Dwaita—lebih termasyhur.
• Adwaita: perguruan Wedanta yang dirintis oleh 
Adi Shankara (awal abad ke-8) dan guru besarnya, 
Gaudapada, yang menjabarkan Ajatiwada.
• Menurut perguruan ini, Brahman adalah satu-satunya
kenyataan, sedangkan dunia yang teramati hanyalah 
ilusi belaka.
• Karena Brahman adalah kenyataan sejati, Ia tidak
dapat dikatakan memiliki atribut.
• Kekuatan ilusif dari Brahman yang disebut maya (
māyā) membuat dunia ini tampak ada.
• Ketidaktahuan akan kenyataan tersebut merupakan
penyebab adanya penderitaan di dunia, sehingga
kebebasan (dari penderitaan) hanya bisa diperoleh
melalui kesadaran akan Brahman.
• Ketika seseorang mencoba memahami
Brahman melalui pikirannya, maka—karena
pengaruh maya—Brahman hadir sebagai Tuhan
berkepribadian (Iswara), yang berbeda dengan
dunia dan juga individu.
• Pada kenyataannya, tiada perbedaan antara
esensi individu yang sejati (jiwatman) dengan
Brahman.
• Kebebasan dapat diperoleh dengan merasakan
bahwa tiada perbedaan antara keduanya. Maka
dari itu, jalan kebebasan ditempuh dengan
pengetahuan (jñāna).
• Wisistadwaita: perguruan Wedanta yang dirintis oleh 
Ramanuja (1017–1137).
• Menurut perguruan ini, jiwatman adalah bagian dari 
Brahman, sehingga mereka mirip, tetapi tidak sama.
• Menurut Wisistadwaita, Brahman dinyatakan memiliki
atribut (Saguna-brahman), termasuk materi dan jiwa
kesadaran individu. 
• Brahman, materi, dan jiwa individu tidaklah sama tetapi
merupakan entitas yang tidak terpisahkan.
• Perguruan ini menegaskan Bhakti atau pengabdian
kepada Tuhan—yang dibayangkan sebagai Wisnu—
sebagai jalan untuk mencapai kebebasan (moksa).
• Dalam perguruan ini, maya dipandang sebagai daya
cipta dari Tuhan.
• Dwaita: perguruan Wedanta yang dirintis oleh 
Madhwacarya (1199–1278). Perguruan ini juga disebut
sebagai tatvavādā – "Filsafat Kenyataan". Perguruan ini
menyamakan Tuhan dengan Brahman, sehingga tiada
berbeda dengan Wisnu atau pun berbagai perwujudan-
Nya seperti Kresna, Narasinga, Wenkateswara, dan lain-
lain. Perguruan ini memandang Brahman, jiwa individu,
dan materi sebagai entitas yang berbeda. Perguruan ini
menekankan Bhakti sebagai jalan yang benar untuk
mencapai kebebasan, dan pengabaian akan Tuhan akan
berujung pada neraka serta ikatan duniawi.
• Menurut Dwaita, segala tindakan diberdayakan oleh jiwa
yang diberi kekuatan oleh Tuhan, dan hasil tindakan
tersebut dilimpahkan kepada jiwa, namun Tuhan tidak
ikut terpengaruh oleh hasil tindakan tersebut.
• Dalam sejarah agama Hindu, keberadaan enam
mazhab tersebut di atas mencapai masa gemilang
pada masa Dinasti Gupta.
• Dengan bubarnya Waisesika dan Mimamsa,
perguruan filsafat tersebut kehilangan pamornya
pada masa-masa berikutnya, sedangkan berbagai
aliran-aliran Wedanta mulai naik pamor sebagai
cabang-cabang utama dalam filsafat keagamaan.
• Nyaya bertahan sampai abad ke-17 dan berganti
nama menjadi Nawya-nyaya ("Nyaya Baru"),
sedangkan Samkhya lenyap perlahan-lahan,
namun ajarannya diserap oleh Yoga dan Wedanta.
Kegiatan umat Waisnawa di Polandia,
dalam
rangka mengisi acara Przystanek
Woodstock  2012.
• Empat aliran utama.
• Empat aliran utama yang sering
didapati adalah Waisnawa, 
Saiwa, Sakta, dan Smarta.
• Dalam masing-masing aliran, ada
beberapa perguruan atau aliran lain
yang menempuh caranya sendiri.
• Waisnawa: aliran dalam tubuh Hinduisme yang memuja Wisnu—
dewa pemelihara menurut konsep Trimurti (Tritunggal)—beserta
sepuluh perwujudannya (awatara).
• Aliran ini menekankan pada kebaktian, dan para pengikutnya turut
memuja berbagai dewa, termasuk Rama dan Kresna 
yang diyakini sebagai perwujudan Wisnu. Pengikut aliran ini
biasanya non-asketis, monastis (mengikuti cara hidup biarawan),
dan menekuni praktik meditasi serta melantunkan lagu-lagu
pemujaan.
• Biasanya umat Waisnawa bersifat dualisme. Aliran ini memiliki
banyak tokoh suci, kuil, dan kitab suci.
• Aliran ini terbagi dalam beberapa golongan, yaitu: Sri Sampradaya
 (Waisnawa yang memuja Laksmi sebagai pasangan Wisnu), 
Brahma Sampradaya (Waisnawa yang memuja Wisnu secara
eksklusif), Rudra Sampradaya (Waisnawa yang memuja Wisnu atau
para awatara, seperti Kresna, Rama, Balarama, dan lain-lain), 
Kumara Sampradaya (Waisnawa yang memuja Caturkumara).
• Saiwa: aliran dalam tubuh Hinduisme yang memuja Siwa.
Kadangkala Siwa digambarkan sebagai Bhairawa yang
menyeramkan.
• Umat Saiwa lebih tertarik pada tapa brata daripada umat
Hindu aliran lainnya, dan biasa ditemui berkeliaran di India
dengan wajah yang dilumuri abu dan melakukan ritual
penyucian diri.
• Mereka bersembahyang di kuil dan melakukan yoga, berjuang
untuk dapat menyatukan diri dengan Siwa.
• Aliran ini terbagi dalam beberapa golongan, yaitu: Pasupata
 (Saiwa yang menekankan tapa brata, terutama tersebar di 
Gujarat, Kashmir, dan Nepal), Saiwa Siddhanta (Saiwa yang
mendapat pengaruh Tantra), Kashmira Saiwadarshana (Saiwa
yang monistis dan idealistis), Natha Siddha Siddhanta (Saiwa
yang monistis), Linggayata (Saiwa yang monoteistis), 
Saiwa Adwaita (Saiwa yang monistis dan teistis).
• Sakta: aliran Hinduisme yang memuja Sakti atau Dewi.
Pengikut Saktisme meyakini Sakti sebagai kekuatan yang
mendasari prinsip-prinsip maskulinitas, yang
dipersonifikasikan sebagai pasangan dewa.
• Sakti diyakini memiliki berbagai wujud. Beberapa di antaranya
tampak ramah, seperti Parwati (pasangan Siwa) atau Laksmi
 (pasangan Wisnu). Yang lainnya tampak menakutkan, seperti 
Kali atau Durga.
• Sakta memiliki kaitan dekat dengan Hinduisme Tantra, yang
mengajarkan ritual dan praktik untuk penyucian pikiran dan
tubuh.
• Umat Sakta menggunakan mantra-mantra, sihir, gambar
sakral, yoga, dan upacara untuk memanggil kekuatan kosmis.
• Aliran ini mengandung dua golongan utama, yaitu: 
Srikula (pemujaan kepada dewi-dewi yang bergelar Sri)
dan Kalikula (pemujaan kepada dewi-dewi perwujudan Kali).
• Smarta: aliran Hindu-monistis yang memuja lebih dari satu dewa—
meliputi Siwa, Wisnu, Sakti, Ganesa, dan Surya di antara dewa dan
dewi lainnya—tetapi menganggap bahwa dewa-dewi tersebut
merupakan manifestasi dari zat yang Maha Esa.
• Dibandingkan tiga aliran Hinduisme yang disebutkan di atas, 
Smarta berusia relatif muda. Berbeda dengan Waisnawa atau 
Saiwa, aliran ini tidak bersifat sektarian secara gamblang, dan
berdasarkan pada iman bahwa Brahman adalah asas tertinggi di
alam semesta dan meresap ke dalam segala sesuatu yang ada.
• Pada umumnya, umat Smarta memuja Yang Mahakuasa dalam
enam personifikasi: Ganesa, Siwa, Sakti, Wisnu, Surya, dan Skanda.
• Karena umat Smarta menerima keberadaan dewa-dewi Hindu yang
utama, mereka dikenal sebagai umat liberal atau non-sektarian.
• Mereka mengikuti praktik-praktik filosofis dan meditasi, serta
menekankan persatuan antara individu dengan Tuhan melalui
kesadaran.
Tari topeng Nyetamaru Ajima, salah satu ritus
keagamaan Hindu Newa di Nepal.
• Sekte dan aliran lainnya.
• Agama Hindu Newa: agama Hindu yang
dianut oleh sebagian besar suku Newa di 
Nepal.
• Agama Hindu ini mengenal beberapa
tradisi unik seperti tarian sakral dengan
topeng yang disebut Chachaa Pyakhan.
• Agama Hindu ini juga mengenal sejumlah
hari raya, dan ada kalanya bertepatan
dengan perayaan Buddhis di sana.
• Agama Hindu Nusantara: tradisi serta
kepercayaan masyarakat Indonesia yang telah
mengalami akulturasi/berasimilasi dengan
konsep-konsep Hindu dari India, sehingga
membentuk suatu tradisi Hindu yang unik,
contohnya Hindu Jawa dan Hindu Bali.
• Karena sikap lembaga Hindu yang terbuka,
beberapa kepercayaan asli Nusantara pun
diakui sebagai bagian dari agama Hindu
Nusantara sehingga mendapatkan label
Hindu, contohnya Hindu Kaharingan 
dan Hindu Tollotang.
• Agama Hindu Swaminarayana: agama yang
dianut oleh sebagian besar orang Hindu Gujarat.
• Pengikut Hindu Swaminarayana memuja Wisnu
 atau Kresna sebagai Tuhan sehingga sering
dianggap sebagai salah satu aliran dalam
Waisnawa.
• Tetapi—tidak seperti aliran Waisnawa pada
umumnya—Hindu Swaminarayana tidak
membedakan Wisnu dan Siwa.
• Aliran ini menggunakan pemahaman
sebagaimana aliran Smarta bahwa para dewa
adalah manifestasi dari Brahman.
• Agama tradisional Punjab: kepercayaan
tradisional yang dianut sebagian masyarakat 
Punjab.
• Menurut kepercayaan ini, dunia terbagi
menjadi tiga alam: alam dewa, manusia, dan
naga. Penganut kepercayaan ini melakukan 
penghormatan terhadap leluhur.
• Leluhur, yang menjadi moyang suatu keluarga
atau pendiri suatu desa, disebut jathera.
• Mereka dimuliakan di kuil-kuil khusus.
• Ayyavazhi: sistem kepercayaan monistis 
berdasarkan darma yang berasal dari India Selatan.
Aliran ini dikatakan sebagai agama tersendiri oleh
media massa dan beberapa penganutnya, tetapi banyak
penganutnya yang mengaku sebagai umat Hindu,
sehingga Ayyavazhi juga dianggap sebagai sekte Hindu.
Ayyavazhi berpusat pada ajaran dan khotbah 
Ayya Vaikundar; gagasan dan filosofi mereka
berdasarkan kitab Akilattirattu Ammanai dan Arul Nool
.
Ayyavazhi memiliki banyak kesamaan dengan
Hinduisme dalam hal mitologi dan praktik, namun
memiliki perbedaan dalam konsep baik dan buruk,
serta perbedaan pandangan tentangdarma.
• Balmiki: sekte yang memuja Begawan 
Walmiki sebagai leluhur dan dewa
mereka.
• Pengikutnya meyakini bahwa Walmiki
adalah awatara Tuhan, dan
menghormati karya-karya gubahannya,
seperti Ramayana dan Yoga Vasistha,
sebagai kitab suci.
• Ekasarana Dharma: aliran Hindu-panenteistis yang
dirintis oleh Srimanta Sankardeva pada abad ke-15.
• Kini, banyak penganutnya yang tinggal di negara
bagian Assam. Aliran kepercayaan ini menolak
upacara dan ritus berbasis Weda, menentang
pelaksanaan kurban hewan, dan hanya melakukan
pemujaan dengan menyebut nama Tuhan
berulang-ulang.
• Kitab pegangan bagi aliran ini adalah 
Sankardewa Bhagawata.
• Aliran kepercayaan ini terbagi menjadi empat
golongan: Brahma-sanghati, Purusha-
sanghati,Nika-sanghati, dan Kala-sanghati.
Tarian tradisional saat festival Lai Haroaba yang
dirayakan umat Hindu Manipur.
• Ganapatya: sekte Hinduisme yang berfokus
pada pemujaan Ganesa sebagai Tuhan Yang
Mahakuasa.
• Ganesa dipuja sebagai bagian dari Saiwa
sejak sekitar abad ke-5.
• Sekte Ganapatya mulai muncul sekitar abad
ke-6 dan ke-9. Kemudian, sekte ini
dipopulerkan oleh Sri Morya Gosavi.
• Sekte Ganapatya mulai masyhur antara abad
ke-17 dan ke-19 di Maharashtra.
• Kapadi Sampradaya: aliran dan tradisi
Hinduisme yang dianut sebagian
masyarakat kesatria di Gujarat,
terutama di Kutch.
• Pengikut tradisi ini memuja Rama 
sebagai Tuhan Yang Mahakuasa.
• Kepercayaan ini terbagi menjadi empat
golongan: Ramsnehi, Ashapuri, Sravani,
dan Makadbantha.
• Kaumaram: sekte Hinduisme yang
berfokus pada pemujaan Murugan 
atau Skanda di kawasan India Selatan,
terutama yang didominasi oleh 
suku Tamil.
• Tradisi tersebut juga dapat ditemui di
luar India, khususnya di kawasan
pemukiman imigran Tamil.
• Mahima Dharma: sekte Hinduisme yang
penganutnya banyak terdapat di Orissa, 
India.
• Sekte ini diprakarsai oleh seorang
guru spiritual yang dikenal dengan nama
Mahima Swami atau Mahima Gosain.
• Sekte ini memusatkan kebaktian pada
Tuhan Yang Maha Esa yang
disebut Alekha, serta menolak pemujaan
Tuhan dengan sarana arca, gambar, atau
pun pratima.
• Pranami Sampradaya: disebut pula Nijananda
Sampradaya, adalah suatu aliran monoteistis
yang memuja Tuhan dengan sebutan Raj
Ji atau Prannath Ji.
• Pengikut kepercayaan ini tidak
diperkenankan makan daging, mengonsumsi 
alkohol, atau merokok.
• Mereka juga memiliki kitab tersendiri yang
disebut Kuljam Swarup atau Tartam Sagar.
• Pengikut kepercayaan ini banyak terdapat di 
Najarpur, Nepal.
• Ravidassia: sistem kepercayaan monoteistis
 berdasarkan ajaran Guru Ravidass, tokoh
yang dikenal oleh umat Hindu atau pun Sikh.
• Umat Ravidassia meyakini bahwa Ravidass
adalah guru spiritual, sedangkan umat Sikh
 menganggapnya sebagai bhagat (orang suci).
• Ajaran Ravidassia merupakan cabang dari 
gerakan Bhakti yang muncul di India sejak
abad ke-15. Ravidassia mengajarkan umatnya
untuk memuja Tuhan yang disebut Hari, dan
tujuan kehidupan adalah mencapai moksa,
yaitu bertemu dengan Hari.
• Saura: sekte Hinduisme yang memuja Surya
 sebagai Saguna-brahman. Aliran ini berpangkal
dari tradisi Weda kuno. Kini, hanya ada sedikit
penganut aliran ini di India.
• Srauta: golongan brahmana ortodoks yang
mengikuti Purwamimamsa, berbeda dengan
Wedanta yang diikuti oleh kaum brahmana
lainnya. Mereka merupakan penganut tradisi
ritual konservatif dan membentuk golongan
minoritas di antara umat Hindu di India.
Penganut aliran ini biasanya terdapat di negara
bagian Kerala (kaum Nambudiri) dan Karnataka (
Mattur, Holenarsipur, Sringeri).
Pengikut Gerakan Hare Krishna di Rusia menyelenggarakan
prosesi Rathayatra pada musim dingin 2011.
• Gerakan keagamaan
• Beberapa gerakan Hindu modern muncul di India
pada periode antara abad ke-18 dan ke-20, antara
lain sebagai berikut:
• Brahmoisme: gerakan keagamaan yang berasal
dari Benggala pada awal abad ke-19. Gerakan ini
didirikan oleh Ram Mohan Roy. Dia menggagas
pentingnya pemanfaatan nalar untuk mereformasi
praktik sosial dan religius agama Hindu, dengan
pengaruh dari agama monoteistis dan ilmu
pengetahuan modern.
• Brahmoisme menolak dogma, takhayul, otoritas
kitab suci, dan penggambaran Tuhan.
• Prarthana Samaj: gerakan reformasi sosial
dan keagamaan yang dimulai di Bombay,
didirikan oleh Dr. Atmaram Pandurang pada
tahun 1867 dengan tujuan agar masyarakat
meyakini satu Tuhan dan hanya menyembah
satu Tuhan.
• Gerakan ini dimulai sebagai reformasi sosial
dan keagamaan sebagaimana Brahmo Samaj.
• Perintis Prarthana Samaj di Mumbai adalah
Paramahamsa Sabha, perkumpulan rahasia
untuk memajukan gagasan-gagasan liberal
yang didirikan oleh Ram Balkrishna Jaykar.
• Arya Samaj: gerakan reformasi Hindu yang
diprakarsai oleh Swami Dayananda, dan
didirikan pada tanggal 7 April 1875.
• Gerakan ini bermaksud mengamalkan Weda
 sebagaimana mestinya, dan
mengesampingkan kitab-kitab yang ditulis
setelahWeda.
• Gerakan ini bersifat monoteistis karena tidak
mengakui dewa-dewi tertentu, serta menolak
pemujaan Tuhan dengan sarana patung atau
lukisan.
• Misi Ramakrishna: gerakan filantropis dan
sukarela yang diprakarsai oleh murid 
Ramakrishna, Swami Vivekananda, pada
tanggal 1 Mei 1897.
• Gerakan ini berfokus pada masalah
kemanusiaan seperti pemeliharaan kesehatan,
bencana alam, kesejahteraan masyarakat
desa, pendidikan, dan lain-lain.
• Misi gerakan ini berdasarkan konsep
Karmayoga.
• Dalil-dalil yang digunakan adalah filsafat 
Wedanta.
• Masyarakat Internasional Kesadaran Krishna (The
International Society for Krishna Consciousness –
ISKCON): gerakan keagamaan berdasarkan tradisi 
Gaudiya Waisnawa.
• Gerakan ini juga dikenal dengan nama "Gerakan
Hare Krishna", didirikan pada tahun 1966 di 
New York City oleh 
A. C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada.
• Ajarannya berpegang pada Bhagawadgita dan 
Srimad Bhagawatam. Gerakan ini didirikan untuk
menyebarkan 
Bhaktiyoga dan memuja Tuhan dengan wujud 
Kresna.
• Di luar Asia Selatan dan Asia Tenggara,
aliran Hindu yang cukup populer adalah
tradisi Waisnawa yang dibawa oleh
misionaris Gerakan Hare Krishna.
• Tradisi Hindu juga dilaksanakan di
beberapa negara dengan jumlah imigran
India yang signifikan, seperti
Mauritius (Afrika bagian selatan) dan 
Trinidad dan Tobago (Amerika Tengah).
• Keyakinan
• Agama Hindu tidak memiliki seorang pendiri dan tidak
berpedoman pada satu kitab suci.
• Meskipun demikian, ada keyakinan yang kerap dijumpai
dalam berbagai tradisi Hindu.
• Perihal yang umum dijumpai dalam berbagai keyakinan
masyarakat Hindu—namun tidak untuk terbatas pada
beberapa hal tersebut—meliputi kepercayaan akan zat
Yang Mahakuasa (dapat disebut sebagai Iswara, Awatara, 
Dewata, Batara, dan lain-lain), darma (etika/kewajiban), 
samsara (siklus kelahiran, kehidupan, kematian, dan
kelahiran kembali yang berulang-ulang), karma (sebab dan
akibat), moksa (kebebasan dari samsara), dan berbagai 
yoga (jalan atau praktik spiritual).
KONSEP KETUHANAN
• Agama Hindu memiliki konsep
Nirguna-brahman (esensi alam semesta;
realitas sejati; atau Tuhan impersonal),
sementara sebagian mazhab menganut
konsep Saguna-brahman (zat ilahi yang
berkepribadian; Tuhan personal yang
memiliki kasih sayang), yang menyebut
Tuhan dengan nama Wisnu, Siwa, atau
bahkan Sakti (kualitas feminin dari
Tuhan), contohnya Saraswati (gambar).
• Agama Hindu merupakan sistem kepercayaan
yang kaya, mencakup keyakinan yang bersifat 
monoteisme, politeisme, panenteisme,
panteisme, monisme, dan ateisme.
• Konsep ketuhanannya bersifat kompleks dan
bergantung pada nurani setiap umatnya atau
pada tradisi dan filsafat yang diikuti.
• Kadangkala agama Hindu dikatakan bersifat 
henoteisme (melakukan pemujaan terhadap
satuTuhan, sekaligus mengakui keberadaan
para dewa), namun istilah-istilah demikian
hanyalah suatu generalisasi berlebihan.
• Mazhab Wedanta dan Nyaya
 menyatakan bahwa karma itu sendiri
telah membuktikan keberadaan Tuhan.
• Nyaya merupakan suatu perguruan 
logika, sehingga menarik kesimpulan
"logis" bahwa [keberadaan] alam
semesta hanyalah suatu "akibat", maka
pasti ada suatu "penyebab" di balik
semuanya.
• Agama Hindu mengandung suatu konsep filosofis
yang disebut Brahman, yang sering didefinisikan
sebagai kenyataan sejati, esensi bagi segala hal,
atau sukma alam semesta yang menjadi asal usul
serta sandaran bagi segala sesuatu dan
fenomena.
• Tetapi, umat Hindu tidak menyembah Brahman
secara harfiah. Pada zaman Brahmanisme,
Brahman adalah istilah yang disematkan bagi
suatu kekuatan yang membuat yadnya (upacara)
menjadi efektif, yaitu kekuatan spiritual dari
ucapan-ucapan suci yang dirapalkan para
ahli Weda, sehingga mereka
• Mahamutlak atau Mahakuasa, atau asas ilahi
bagi segala materi, energi, waktu, ruang, 
benda, dan sesuatu di dalam atau di luar
alam semesta.
Sebagai hasil dari berbagaikontemplasi
 tentang Brahman, maka Ia dapat dipandang
sebagai Tuhan dengan atribut (
Saguna-brahman), Tuhan tanpa atribut (
Nirguna-brahman), dan/atau Tuhan
Mahakuasa (Parabrahman), tergantung
mazhab dan aliran.
• Mazhab dan aliran Hindu-dualistis—seperti 
Dwaita dan tradisi Bhakti—menyembah
Tuhan yang berkepribadian (memiliki guna
 atau "atribut ketuhanan", yaitu supremasi
dari sifat-sifat baik manusia seperti Maha-
penyayang, Maha-pemurah, Maha-
pelindung, dan sebagainya), sehingga mereka
memujanya dengan nama Wisnu, Siwa, 
Dewi, Dewata, Batara, dan lain-lain,
tergantung aliran masing-masing.
• Dalam tradisi Hindu pada umumnya, Tuhan
yang dipandang sebagai zat mahakuasa
dengan supremasi dari sifat baik manusia—
daripada dianggap sebagai asas semesta yang
tak terbatas—disebut Iswara, Bhagawan,
atau Parameswara.
• Meski demikian, ada beragam penafsiran
tentang Iswara, mulai dari keyakinan bahwa
Iswara sesungguhnya tiada—sebagaimana
ajaran Mimamsa—sampai pengertian bahwa
Brahman dan Iswara sesungguhnya tunggal,
sebagaimana yang diajarkan mazhab Adwaita.
• Dalam banyak tradisiWaisnawa, Ia disebut
Wisnu, sedangkan kitab Waisnawa
menyebutnya sebagai Kresna, dan kadangkala
menyebutnya Swayam Bhagawan. Sementara
itu, dalam aliran Sakta, Ia disebut Dewi atau 
Adiparasakti, sedangkan dalam aliran Saiwa,
Ia disebut Siwa.
• Ajaran Smarta yang monistis memandang
bahwa seluruh nama-nama ilahi seperti 
Wisnu, Siwa, Ganesa, Sakti, Surya, dan 
Skanda sesungguhnya manifestasi dari 
Brahman yang Maha Esa.
• Mazhab Adwaita Wedanta menolak teisme 
dan dualisme dengan menegaskan bahwa pada
hakikatnya Brahman tidak memiliki bagian atau atribut.
• Menurut mazhab ini, Tuhan yang berkepribadian atau
menyandang atribut tertentu adalah salah satu
fenomena maya, atau kekuatan ilusif Brahman.
• Pada hakikatnya, Brahman tidak dapat dikatakan
memiliki sifat-sifat kemanusiaan seperti pelindung,
penyayang, perawat, pengasih, dan sebagainya.
• Menurut mazhab ini, pikiran manusia yang
terperangkap mayamenyebabkan Brahman
terbayangkan sebagai Tuhan dengan sifat atau atribut
tertentu, yang dapat disebut sebagai Iswara, Bhagawan
, Wisnu, dan nama-nama lainnya.
• Mazhab ini menegaskan bahwa tiada
larangan untuk membayangkan Tuhan
dengan sifat-sifat tertentu, namun tujuan
hidup sejati adalah untuk merasakan bahwa
"sesuatu yang nyata" dalam tiap makhluk
sesungguhnya tiada berbeda dengan
Brahman.
• Mazhab Adwaita dapat dikatakan sebagai 
monisme atau panteisme karena meyakini
bahwa alam semesta tidak sekadar berasal
dari Brahman, namun pada
"hakikatnya" sama dengan Brahman.
• Doktrin ateistis mendominasi aliran Hindu seperti 
Samkhya dan Mimamsa.[170] Dalam kitab 
Samkhyapravachana Sutra dari aliran Samkhya
 dinyatakan bahwa keberadaan Tuhan (Iswara) tidak
dapat dibuktikan sehingga (keberadaan Tuhan) tidak
dapat diakui.[171] Samkhya berpendapat bahwa
Tuhan yang abadi tidak mungkin menjadi sumber
bagi dunia yang senantiasa berubah. Dikatakan
bahwa Tuhan merupakan gagasan metafisik yang
dibuat untuk suatu keadaan.[172] Pendukung dari
aliran Mimamsa—yang berdasarkan pada ritual
dan ortopraksi—menyatakan bahwa tidak ada
cukup bukti untuk membuktikan keberadaan Tuhan.
• Aliran ini berpendapat bahwa kita tidak perlu
membuat postulat tentang suatu "pencipta
dunia", sebagaimana kita tidak perlu memikirkan
siapa penulis Weda atau Tuhan apa yang
dibuatkan upacara.[127] Mimamsa menganggap
bahwa nama-nama Tuhan yang tertulis dalam 
Weda sebenarnya tidak mengacu pada wujud
apa pun di dunia nyata, dan hanya untuk
keperluan mantra belaka. Atas pemahaman
tersebut, mantra itulah yang sebenarnya
merupakan "kekuatan Tuhan", sehingga Tuhan
tiada lain hanyalah kekuatan mantra belaka.[173]
• Atman dan jiwa
Diagram yang menunjukkan lapisan
penyelubung atman:
 annamayakosa (lapisan badan kasar yang
mengandung daging dan kulit)
 pranamayakosa (lapisan tenaga kehidupan)
 manomayakosa (lapisan pikiran atau indera
yang menerima rangsangan)
 wijanamayakosa (lapisan nalar, akal budi,
atau kecerdasan)
 anandamayakosa (lapisan kebahagiaan atau
tubuh kausal)
• Dalam agama Hindu terdapat keyakinan bahwa
ada "sesuatu yang sejati" dalam tiap individu yang
disebut atman, sifatnya abadi atau tidak
terhancurkan.
• Taittiriya-upanishad mendeskripsikan bahwa
atman individu diselimuti oleh lima
lapisan: annamayakosa,pranamayakosa, manoma
yakosa, wijanamayakosa, dan anandamayakosa.
• Istilah atman dan jiwa kadangkala dipakai untuk
konteks yang sama.
• Dalam suatu pengertian, atman adalah percikan
dari Brahman, sedangkan jiwa adalah penggerak
segala makhluk hidup.
• Menurut teologi Hindu yang monistis/panteistis
 (seperti mazhab Adwaita Wedanta), sukma
individu sama sekali tiada berbeda dariBrahman
. Sukma individu disebut jiwatman, sedangkan
Brahman disebut paramatman. Maka dari itu,
ajaran ini disebut aliran non-dualis.[165] Ketika
tubuh individu hancur, jiwa tidak turut hancur.
Sebaliknya, ia berpindah ke tubuh baru melalui 
reinkarnasi(samsara). Jiwa mengalaminya
karena diselubungi oleh awidya atau
"ketidaksadaran" bahwa dirinya sesungguhnya
sama dengan Paramatman.
• Tujuan kehidupan menurut mazhab Adwaita
adalah untuk mencapai kesadaran bahwa
atman sesungguhnya sama dengan Brahman.
[177]
 Kitab Upanishad menyatakan bahwa siapa
pun yang merasakan bahwa atman
merupakan esensi dari tiap individu, maka ia
akan menyadari kesetaraan dengan Brahman,
sehingga mencapai moksa (kebebasan atau
kemerdekaan dari proses
reinkarnasi/samsara).[178]
• Yoga dari Resi Patanjali—sebagaimana yang
diuraikan dalam Yogasutra—berbeda dengan 
monisme yang diuraikan dalam filsafat Adwaita.
[179]
 Menurut yoga, pencapaian spiritual tertinggi
bukanlah untuk menyadari bahwa segala
kemajemukan di alam semesta merupakan maya.
Jati diri yang diperoleh saat mencapai pengalaman
religius tertinggi bukanlah atman belaka. Itu
hanyalah salah satu jati diri yang ditemukan oleh
individu. Meruntuhkan "tembok alam sadar
manusia" untuk membangun "persatuan" jati diri
individu (jiwatman) dengan sukma alam semesta (
paramatman), merupakan tujuan praktik yoga.[180]
• Menurut pemahaman dualistis seperti
mazhab Dwaita, jiwa merupakan entitas yang
berbeda dengan Tuhan, namun memiliki
kesamaan. Jiwa bergantung kepada Tuhan,
sedangkan pencapaian moksa (lepas dari 
samsara) bergantung kepada cinta pada Tuhan
serta kasih sayang Tuhan.[181]
• Para dewa dan awatara

Lukisan dari akhir abad ke-18, menggambarkan tiga dewa utama


Hinduisme—Brahma, Wisnu, danSiwa— beserta sakti (pasangan)
masing-masing.
• Umat dari berbagai sekte agama Hindu
memuja dewa-dewi tertentu yang tak
terhitung banyaknya dan mengikuti aneka
upacara untuk memuja dewa-dewi tersebut.
Karena merupakan agama Hindu, maka para
penganutnya memandang kekayaan tradisi
tersebut sebagai ungkapan dari suatu realitas
yang kekal. Dewa-dewi yang memanggul
senjata dipahami oleh umatnya sebagai
simbol-simbol dari suatu realitas sejati yang
tunggal.
• Susastra Hindu menyebutkan suatu kelompok
entitas ilahi yang disebut dewa (atau dewi
 dalam bentuk feminin, sedangkandewata
 bersinonim dengan dewa), bermakna "yang
bersinar", atau dapat diterjemahkan sebagai
"makhluk surgawi".[183][184]Para dewa
merupakan bagian integral dalam kebudayaan
Hindu dan ditampilkan dalam kesenian (
lukisan, patung, relief),arsitektur, dan ikon.
Cerita mitologis mengenai keberadaan mereka
terkandung dalam sejumlah sastra Hindu,
terutamawiracarita Hindu dan Purana.
• Keberadaan banyak dewa diyakini sebagai 
manifestasi dari Brahman.[i] Pustaka Weda dan 
Upanishad tidak mengajarkanpanteisme atau pun 
politeisme, melainkan monoteisme dan monisme.[186]
 Ada banyak dewa, namun mereka merupakan
manifestasi berbagai aspek dari suatu "kenyataan
sejati".[186] Keberadaan konsep monisme dan
monoteisme berjalin-jalin. Dalam banyak sloka,
kenyataan sejati dikatakan imanen, sedangkan dalam
sloka lainnya dikatakan transenden.[187] Secara
monisme, kenyataan sejati tersebut adalah Brahman,
sedangkan pandangan monoteisme lebih berfokus
pada wujud-wujud beratribut (Saguna) dari
Brahman.[187]
• Biasanya pengertian dewa dibedakan dengan Iswara
 (Tuhan Yang Maha Esa), meskipun banyak umat
Hindu menyembah Iswara dalam suatu perwujudan
tertentu (seolah-olah ada Tuhan yang berbeda)
sebagai istadewata (iṣṭa devatā), yaitu sosok ideal
(dewa-dewi tertentu) dari Tuhan yang cenderung
dipuja.[188][189] Pilihan tersebut bergantung pada
preferensi seseorang atau menurut tradisi regional
dan keluarga.[190]
• Dalam kitab suci Regweda disebutkan adanya 33
dewa atau dewata, dan Purana menjelaskan bahwa
sebagian di antaranya merupakan para putra Dewi 
Aditi dan Bagawan Kasyapa, dan merupakan murid
dari Wrehaspati
• Menurut mitologi Hindudalam Purana,
sebelum memperoleh keabadian melalui tirta 
amerta (minuman keabadian), dewata adalah
golongan makhluk yang berseteru dengan
para asura atau raksasa dan dapat gugur
dalam pertempuran. Kekuatan dewata
berbeda dengan tiga dewa utama yang abadi
—Brahma, Wisnu, Siwa.
• Siwa dan Wisnu dimuliakan sebagai Mahadewa karena
kemasyhuran mereka dalam kitab suci dan pemujaan. [191]
 Mereka berdua, beserta Brahma, dipandang sebagai 
Trimurti—tiga aspek dari Yang Mahakuasa. Ketiga aspek
tersebut melambangkan seluruh siklus samsara menurut
agama Hindu: Brahma sebagai pencipta, Wisnu sebagai
pelindung atau pemelihara, dan Siwa sebagai pelebur. Dua
di antara tiga dewa tersebut, yaitu Wisnu dan Siwa memiliki
pengikut dengan jumlah banyak sehingga membentuk dua
aliran utama (Waisnawa dan Saiwa) dalam tubuh agama
Hindu. Dalam kajian tentang Trimurti, Sir William Jones
 menyatakan bahwa umat Hindu "menyembah Tuhan dalam
tiga wujud:Wisnu, Siwa, Brahma … Gagasan fundamental
agama Hindu, bahwa metamorfosis, atau transformasi,
dicontohkan melalui [konsep] awatara."[192]
• Tridewi ("Tiga Dewi") dalam agama Hindu
memiliki peran penting sebagaimana Trimurti
dan berfungsi sebagai pasangan bagi Trimurti.
Brahma adalah Sang Pencipta, sehingga ia
membutuhkan pengetahuan atau Dewi 
Saraswati. Wisnu adalah Sang Pelindung,
sehingga ia membutuhkan kemakmuran, yang
dimanifestasikan sebagai Dewi Laksmi (Sri).
Sedangkan Siwa adalah Sang Pelebur, sehingga
ia membutuhkan Dewi Parwati, Durga, atau Kali
 sebagai kekuatannya. Para dewi tersebut
adalah manifestasi dari satu entitas, yaitu Sakti.
• Wiracarita Hindu dan Purana menceritakan
beberapa kisah tentang turunnya Tuhan ke
dunia (inkarnasi) dalam wujud fana demi
menegakkan di masyarakat dan menuntun
manusia mencapai moksa. Inkarnasi itu
disebut pula awatara. Beberapa awatara
terkenal merupakan perwujudan Wisnu,
meliputi Rama (tokoh utama Ramayana) dan 
Kresna(tokoh penting dalam Mahabharata).
Karma dan reinkarnasi

Dua sadu di Kuil Pahupatinatha, Nepal.


Sadu adalah istilah bagi kaum yogi yang sedang
menempuh Rajayoga, yaitu jalan pengendalian
pikiran, demi melepaskan diri dari belenggu duniawi
sehingga dapat mencapai kesadaran spiritual tingkat
tinggi atau bahkan moksa.
• Karma diterjemahkan secara harfiah sebagai
tindakan, kerja, perbuatan,[193] dan dapat
dideskripsikan sebagai "hukum moral sebab–
akibat".[194] Menurut hukum karma, nasib baik
berasal dari tindakan baik terdahulu, dan nasib
buruk berasal dari tindakan buruk terdahulu,
yang merupakan suatu sistem aksi-reaksi dan
membentuk suatu siklus reinkarnasi.[195]
 Fenomena sebab-akibat tersebut tidak hanya
berlaku bagi dunia material, namun juga
terhadap pikiran, perkataan, tindakan, dan
tindakan yang dilakukan berdasarkan perintah
seseorang.[196]
• Menurut kitab Upanishad, suatu jiwa
 membentuk sanskara (kesan) dari tindakan, baik
secara fisik atau mental. Linga-sarira(tubuh yang
lebih halus daripada tubuh fisik namun lebih
kasar daripada jiwa) dilekati kesan-kesan
tersebut, dan membawanya ke kehidupan
selanjutnya, sehingga menciptakan jalan
kehidupan tersendiri bagi setiap orang.[197] Maka
dari itu, konsep karma—yang universal, netral,
dan tak pernah meleset—berkaitan dengan 
reinkarnasi, demikian pula kepribadian, watak,
dan keluarga seseorang. Karma menyatukan
konsep kehendak bebas dan nasib.
• Karena agama Hindu meyakini bahwa jiwa tidak
dapat dihancurkan,[198] maka kematian tidak
dipandang sebagai momok bagi kehidupan
karena merupakan fenomena alami.[199] Maka
dari itu, seseorang yang sudah meninggalkan
ambisi dan keinginannya, tidak memiliki
tanggung jawab lagi di dunia, atau terjangkiti
penyakit mematikan dapat mengusahakan
kematian dengan cara Prayopavesa.[200]
• Siklus aksi, reaksi, kelahiran, kematian, dan
kelahiran adalah proses berkesinambungan
yang disebut samsara (reinkarnasi).
• Pemahaman akan reinkarnasi dan karma
merupakan premis kuat dalam filsafat Hindu.
Dalam kitab Bhagawadgita (II:22) tertulis:
• Seperti halnya seseorang memakai baju baru
dan menanggalkan baju yang lama,
• demikian pula jiwa memasuki tubuh yang
baru, meninggalkan tubuh yang lama.
• Dalam kepercayaan Hindu, samsara
memberikan kesempatan bagi manusia untuk
menikmati kesenangan sesaat pada setiap
kelahiran. Selama manusia terlena untuk terus
menikmati kesenangan tersebut, maka mereka
akan dilahirkan kembali. Akan tetapi, pelepasan
diri dari belenggu samsara (melalui moksa)
diyakini dapat memberikan kebahagiaan dan
kedamaian abadi.[201] Menurut kepercayaan ini,
setelah mengalami reinkarnasi berkali-kali, pada
akhirnya suatu atman akan mencari persatuan
dengan sukma alam semesta
(Brahman/Paramatman).
• Dalam agama Hindu, tujuan hidup sejati—
yang disebut sebagai moksa, nirwana, atau 
semadi—dipahami dalam berbagai arti:
realisasi penyatuan jiwa dengan Tuhan;
realisasi hubungan kekal dengan Tuhan;
realisasi dari penyatuan seluruh hal yang ada;
wawas diri sempurna serta pengetahuan akan
diri yang sejati; pencapaian atas kedamaian
batin yang sempurna; dan pelepasan dari
segala keinginan duniawi. Realisasi semacam
itu membebaskan seseorang dari samsara dan
mengakhiri siklus lahir kembali.[202][203]
• Konseptualisasi moksa berbeda-beda tergantung
mazhab atau aliran Hinduisme. Sebagai contoh,
mazhab Adwaita Wedanta berpedoman bahwa
setelah mencapai moksa, atman tidak lagi mengenali
dirinya sebagai individu, melainkan menyadari bahwa
Brahman identik dalam segala hal, termasuk
kesamaannya dengan atman. Pengikut mazhabDwaita
 (dualistis) memandang individu sebagai bagian dari
Brahman, dan setelah mencapai moksa, mereka yakin
akan memperoleh kekekalan di loka bersama dengan
manifestasi Iswara yang dipilihnya. Maka dari itu,
dianalogikan bahwa pengikut dwaita berharap untuk
"menikmati gula", sementara pengikut Adwaita
berharap untuk "menjadi gula".[204]
• Tujuan hidup
• Filsafat Hindu klasik mengakui empat hal yang
harus dipenuhi sebagai tujuan hidup manusia
—sebagaimana dijabarkan di bawah ini—yang
disebut purusarta:
• Darma: Darma adalah prinsip yang tak boleh
diabaikan oleh umat Hindu. Darma dapat
dipandang sebagai kewajiban (dalam hal
kegiatan duniawi atau pun rohani), hukum,
keadilan, tindakan benar, dan berbagai
kualitas yang mendukung harmoni segala
sesuatu. 
• Brihadaranyaka-upanishad memandang darma sebagai
prinsip universal—tentang aturan, kewajiban, dan harmoni
—yang berasal dari Brahman. Darma berlaku sebagai prinsip
moral bagi alam semesta. Darma
merupakan sat (kebenaran), ajaran pokok dalam agama
Hindu. Hal ini berpangkal pada pernyataan dalam Regweda
 bahwa "Ekam Sat," (Kebenaran Hanya Satu), dari keyakinan
bahwa Brahman itu sendiri merupakan "Satcitananda"
(Kebenaran-Kesadaran-Keberkatan). Darma tidak hanya
sekadar aturan atau harmoni, namun kebenaran murni.
Dalam Mahabharata, Kresnamendefinisikan darma sebagai
penegak perkara di dunia manusia dan dunia lain (Mbh
12.110.11). Kata Sanātana berarti 'kekal', 'tak mati', atau
'selamanya'; maka, agama Hindu sebagai Sanātana-
dharma bermakna suatu darma yang tidak berawal atau
berakhir.[205]
• Arta: Arta adalah upaya mencari harta demi
penghidupan dan kemakmuran. Hal ini juga
mencakup usaha mencari pekerjaan,
berpolitik, memelihara kesehatan, dan
mencari kesejahteraan material.[206] Arta
dibutuhkan demi mencapai kehidupan yang
makmur sentosa, terutama bagi umat yang
sudah berumah tangga. Ajaran tentang arta
disebutArthashastra, dan yang termasyhur di
antaranya adalah Arthashastra karya Kautilya.
[207]
• Kama: Kama berarti hasrat, keinginan, gairah,
kemauan, dan kenikmatan panca indra. Kama
dapat pula berarti kesenangan estetis dalam
menikmati kehidupan (seni,hiburan,
kegembiraan), kasih sayang, atau pun asmara.
[208][209]
 Akan tetapi, kama dalam hubungan
asmara atau percintaan hanya dapat dipenuhi
melalui hubunganpernikahan. Kama
dibutuhkan dalam membangun kehidupan
rumah tangga, atau grehasta.
• Moksa: Moksa atau mukti adalah tujuan hidup
yang utama bagi umat Hindu. Moksa adalah
keadaan yang sama sekali berbeda dengan
pencapaian surga. Moksa adalah suatu kondisi
saat individu menyadari esensi dan realitas
sejati dari alam semesta, sehingga individu
mengalami kemerdekaan dari kesan-kesan
duniawi, tanpa suka atau pun duka, lepas
belenggu samsara, serta lepas dari hasil
perbuatan (karma) yang melekati individu
selama mengalami proses reinkarnasi.[210]
• Jalan menuju Tuhan

Karmayoga Bhaktiyoga

Jnanayoga Rajayoga
• Umat Hindu memenuhi tujuan hidupnya dengan
menempuh jalan yang berbeda-beda. Jalan tersebut
merupakan yoga. Yoga di sini dapat diartikan sebagai
disiplin fisik, mental, dan spiritual demi memperoleh
kedamaian dan ketenangan pikiran.[211] Dalam konteks dan
tradisi lain, yoga dapat pula didefinisikan sebagai "upaya
mengendalikan pikiran agar [pikiran] tidak liar", atau
"[usaha] mempersatukan diri dengan Tuhan".[211] Ajaran
tentang pelaksanaan yoga dihimpun dan diuraikan oleh
para resi atau orang bijak. Kitab yang memuat ajaran yoga
meliputi Bhagawadgita, Yogasutra, Hathayoga-pradipika,
dan Upanishad sebagai basis filosofis dan historisnya.
Yoga mengarahkan umat Hindu untuk mencapai tujuan
hidup yang spiritual (moksa, samadhi, atau nirwana), baik
secara langsung maupun tidak langsung.
• Empat macam jalan (yoga) utama yang sering
disinggung yakni:[212]
• Karmayoga (melaksanakan kewajiban sebaik-
baiknya dengan ikhlas)
• Bhaktiyoga (mencintai Tuhan dan menyayangi
segala makhluk)
• Jnanayoga (mencari pengetahuan dan
berkontemplasi tentang Tuhan)
• Rajayoga (mengendalikan pikiran dengan
meditasi, sikap tubuh, atau semacamnya)
• Seseorang dapat memilih salah satu atau
beberapa yoga sekaligus, sesuai dengan
kecenderungan dan pemahamannya. Beberapa
aliran Hinduisme yang menekankan
pengabdian mengajarkan bahwa bhakti adalah
satu-satunya jalan praktis untuk mencapai
kesempurnaan spiritual bagi masyarakat awam,
berdasarkan kepercayaan bahwa dunia sedang
berada pada masa Kaliyuga (salah satu jangka
waktu dalam siklus Yuga yang kini sedang
berlangsung).[213] Melaksanakan salah satu yoga
tidak berarti mengabaikan yang lainnya.
• Banyak mazhab Hinduisme mengajarkan bahwa
berbagai yoga secara alami berbaur dan
mendukung pelaksanaan yoga lainnya.
Contohnya praktikjnanayoga, yang dianggap
pasti mengarahkan seseorang untuk
memberikan kasih sayang murni (tujuan
utama bhaktiyoga), dan demikian sebaliknya.
[214]
 Seseorang yang mendalami meditasi tingkat
tinggi (seperti yang ditekankan raja yoga) harus
mewujudkan prinsip pokok
dari karmayoga, jnanayoga, dan bhaktiyoga,
baik secara langsung maupun tak langsung.[212]
[215]
• PUSTAKA SUCI
• Menurut tokoh spiritual Hindu Swami Vivekananda,
agama Hindu berdasarkan kepada himpunan pedoman
spiritual yang ditemukan oleh orang yang berbeda-beda
pada zaman yang berbeda-beda.
• Selama berabad-abad, pedoman itu diwariskan secara
lisan dalam bentuk syair agar dapat dihafalkan, sampai
akhirnya dituliskan.
• Selama berabad-abad, para resi menyaring ajaran
tersebut dan memperluas dalil-dalilnya. Pada masa
setelah Periode Weda dan menurut keyakinan Hindu
masa kini, banyak pustaka Hindu tidak untuk ditafsirkan
secara harfiah.
• Yang diutamakan adalah etika dan makna metaforis yang
terkandung di dalamnya.
• Di antara pustaka suci tersebut, Weda merupakan
yang paling tua, yang diikuti dengan Upanishad
 sebagai susastra dasar yang sangat penting dalam
mempelajari filsafat Hindu. Sastra lainnya yang
menjadi landasan penting dalam ajaran Hindu
adalah Tantra, Agama, Purana, serta dua wiracarita,
yaitu Ramayana dan Mahabharata. 
• Bhagawadgita adalah ajaran yang dimuat
dalamMahabharata, merupakan susastra yang
dipelajari secara luas, yang sering disebut sebagai
intisari Weda.
• Banyak pustaka Hindu yang ditulis dalam 
bahasa Sanskerta. Pustaka-pustaka tersebut
digolongkan menjadi dua kelas: Sruti dan Smerti.
Regweda adalah salah satu kitab suci tertua di dunia.
Naskah Regwedadalam foto ini ditulis dengan aksara
Dewanagari.
• Sruti
• Sruti (artinya "apa yang didengar") terutama mengacu kepada
kumpulan Weda, yang merupakan bentuk pustaka Hindu
tertua.
• Banyak umat Hindu mengagungkan Weda sebagai kebenaran
abadi yang diwahyukan kepada para resi purbakala, sementara
umat yang lain tidak menyangkutpautkan
penyusunan Weda dengan Tuhan atau seseorang.
• Umat Hindu meyakini kumpulan Wedasebagai pedoman bagi
dunia spiritual, yang akan ada selama-lamanya, bahkan tetap
ada jika seandainya tidak pernah diwahyukan kepada para resi.
• Umat Hindu memiliki kepercayaan demikian karena
mengimani bahwa kebenaran spiritual dalam Weda bersifat
kekal, yang dapat terus diungkapkan dengan cara-cara yang
baru.
• Ada empat kitab Weda, yaitu Regweda
 (Ṛgveda), Samaweda (Sāmaveda), Yajurweda
 (Yajurveda), dan Atharwaweda (Atharvaveda).
• Kitab Regweda adalah kitab Weda yang
pertama dan terpenting. Setiap Weda dibagi
menjadi empat bagian: yang utama—
Weda yang baku—adalah Samhita (Saṃhitā),
yang menghimpun mantra-mantra.
• Tiga bagian lainnya membentuk seperangkat
golongan suplemen bagi Samhita, biasanya
dalam bentuk prosa dan dipercaya berusia
lebih muda daripada Saṃhitā.
• Adapun tiga bagian tersebut adalahBrahmana
 (Brāhmaṇa), Aranyaka (Āraṇyaka), dan 
Upanishad.
• Dua bagian pertama
disebut Karmakanda (Karmakāṇḍa; porsi ritual),
sedangkan yang terakhir
disebut Jnanakanda (Jñānakāṇḍa; porsi
pengetahuan).
• Kumpulan Weda berfokus kepada pelaksanaan
upacara, sementara
kumpulan Upanishad berfokus kepada
pandangan spiritual dan ajaran filosofis, serta
memperbincangkan Brahmandan reinkarnasi.
• Smerti
• Kitab-kitab Hindu yang tak termasuk Sruti
 digolongkan ke dalam Smerti (ingatan).
• Kitab Smerti yang terkenal yaitu 
wiracarita India (Itihasa), terdiri dari 
Mahabharata(Mahābhārata) dan Ramayana
 (Rāmāyaṇa). Itihasa adalah suatu bagian
dari kesusastraan Hindu yang menceritakan
kisah kepahlawanan para raja dan kesatria
Hindu pada masa lampau dan dikombinasikan
dengan filsafat keagamaan, mitologi, dan
cerita tentang makhluk supernatural.
• Kitab Bhagawadgita (Bhagavadgītā) merupakan
suatu bagian integral dalam Mahabharata, dan
merupakan salah satu kitab suci Hindu yang masyhur.
Kitab tersebut mengandung ajaran filosofis yang
dinarasikan oleh Kresna—sebagai awatara Wisnu—
kepada Arjuna, menjelang perang di Kurukshetra. 
• Bhagawadgita terdiri dari delapan belas bab dan
berisi ± 650 sloka. Setiap bab menguraikan jawaban-
jawaban yang diajukan oleh Arjuna kepada Kresna.
Jawaban-jawaban tersebut merupakan wejangan suci
sekaligus pokok-pokok ajaran Weda.
• Akan tetapi, kitab yang termasuk Gita—kadangkala
disebut Gitopanishad—seringkali digolongkan ke
dalam Sruti, karena konteksnya bersifat Upanishad.
• Kitab-kitab Purana (Purāṇa)—yang menguraikan
ajaran-ajaran Hindu melalui kisah-kisah yang
gamblang—tergolong ke dalam Smerti. 
• Purana memuat mitologi, legenda, dan kisah-
kisah zaman purba yang diyakini kebenarannya
oleh umat Hindu.
• Kata Purana berarti "sejarah kuno" atau "cerita
kuno". Penulisan kitab-
kitab Purana diperkirakan dimulai sekitar
tahun 500 SM.
• Terdapat delapan belas kitab Purana yang
disebut Mahapurana.
• Kitab lain yang tergolong ke dalam Smerti 
meliputi Dewimahatmya (Devīmahātmya), 
Tantra, Yogasutra, Tirumantiram, Siwasutra, dan 
Agama (Āgama).
• Selain itu, ada kitab Manusmerti, yang merupakan
kitab hukum preskriptif yang mendasari aturan
kemasyarakatan dan stratifikasi sosial yang
kemudian menuntun masyarakat membentuk 
sistem kasta di India.
• Kitab Tantra memuat tentang cara pemujaan
masing-masing aliran dalam agama Hindu.
• Kitab Tantra juga mengatur tentang pembangunan 
tempat suci Hindudan peletakkan arca.
• Kitab Nitisastra memuat ajaran
kepemimpinan dan pedoman untuk menjadi
seorang pemimpin yang baik.
• Kitab Jyotisha merupakan kitab yang
memuat ajaran sistem astronomi tradisional
Hindu.
• Kitab Jyotisha berisi pedoman tentang benda
langit dan peredarannya. Kitab Jyotisha
digunakan untuk meramal dan
memperkirakan datangnya suatu musim.
• Sejarah
• Periodisasi
• James Mill (1773–1836), dalam bukunya 
The History of British India (1817), membagi sejarah
India menjadi tiga tahap, yaitu peradaban Hindu,
Muslim, dan Britania.
• Periodisasi ini menuai kritik karena kesalahpahaman
yang ditimbulkannya.
• Periodisasi lainnya memilah-milah menjadi periode
kuno, klasik, pertengahan, dan modern.
• Smart dan Michaels tampaknya mengikuti periodisasi
menurut Mill, sedangkan Flood dan Muesse mengikuti
periodisasi yang terbagi menjadi periode kuno, klasik,
pertengahan, dan modern.
• Periode-periode yang berbeda ditentukan
sebagai masa Hinduisme Klasik:
• Smart menyatakan rentang waktu antara
1000 SM dan 100 M sebagai "praklasik".
• Itu merupakan periode formatif
bagi Upanishad dan Brahmanisme, Jainisme,
dan Buddhisme.
• Menurut Smart, "periode klasik" berlangsung
dari 100 M hingga 1000 M, dan bertepatan
dengan suburnya "Hinduisme Klasik", serta
pertumbuhan dan kemunduran 
Buddha Mahayana di India.
• Menurut Michaels, rentang waktu
antara 500 SM dan 200 SM adalah masa
"Reformisme Asketis",
• sedangkan rentang waktu antara 200
SM dan 1100 M adalah masa
"Hinduisme Klasik", karena adanya titik
balik antara agama Weda dan agama
Hindu.
• Muesse menyatakan perbedaan rentang
waktu yang lebih jauh, yaitu antara 800
SM dan 200 SM, yang ia sebut sebagai
"Periode Klasik".
• Menurut Muesse, beberapa konsep
dasar agama Hindu, yaitu karma,
reinkarnasi, serta pencerahan dan
transformasi seseorang—yang tidak
ditemui dalam agama Weda—
berkembang pada periode tersebut.
• Artefak yang disebut cap Shiva-pashupati 
(Siwa sang penguasa satwa), berasal dari
masaPeradaban Lembah Sungai Indus.
• Agama-Agama Pra-Weda.
• Ras manusia pertama yang menduduki India
 (kr. 40.000–60.000 tahun yang lalu, saat periode 
Paleolitik) adalah Australoid yang mungkin memiliki
hubungan dengan penduduk asli Australia.
• Ada dugaan bahwa ras tersebut hampir punah atau
terdesak oleh gelombang migrasi pada masa
berikutnya.
• Setelah pendudukan oleh Australoid, maka ras 
Kaukasoid (meliputi bangsa Elamo-Dravida [kr. 4000
hingga 6000 SM]  dan Indo-Arya[kr. 2000 hingga 1500
SM]) dan Mongoloid (Sino-Tibet) bermigrasi ke India.
• Bangsa Elamo-Dravida ada kemungkinan berasal dari
Elam, kini merupakan wilayah Iran.
• Agama prasejarah tertua di India—yang
mungkin meninggalkan jejaknya pada agama
Hindu—berasal dari zaman mesolitik[255] dan
neolitik.
• Beberapa agama suku di India masih
bertahan, mendahului dominansi agama
Hindu, namun tidak harus dianggap bahwa
ada banyak kemiripan antara masyarakat
suku pada zaman prasejarah dengan masa
kini.
• Menurut antropolog Gregory Possehl, 
peradaban lembah sungai Indus (2600–1900 SM)
mengandung titik pangkal yang logis, atau mungkinarbitrer
, bagi beberapa aspek pada tradisi Hindu di kemudian hari.
• Agama pada masa tersebut mengandung pemujaan
kepada Dewa Yang Mahakuasa, yang dibandingkan oleh
beberapa ahli (terutama John Marshall) sebagai proto-
Siwa, dan mungkin sesosok Ibu Dewi, yang mendasari
figur Sakti. Praktik-praktik lain dari zaman peradaban
lembah sungai Indus yang berlanjut ke periode Weda
meliputi pemujaan kepada air dan api. Akan tetapi,
hubungan antara dewa-dewi dan praktik agama lembah
sungai Indus dengan agama Hindu masa kini telah menjadi
subjek perselisihan politis serta perdebatan para ahli.
Peta dataran subur India Utara.
• Periode Weda dan Brahmanisme
• Periode Weda—yang berlangsung dari kr. 1750
sampai 500 SM—disebut demikian karena
berdasarkan agama berbasis Weda yang dianut
oleh bangsa Indo-Arya, yang bermigrasi ke India
barat daya setelah mundurnya peradaban lembah
sungai Indus (ada kemungkinan dari stepa 
Asia Tengah).
• Bangsa ini membawa serta bahasa dan agama
mereka.
• Agama mereka berkembang lebih jauh ketika
bermigrasi ke dataran India Utara
 setelah kr.1100 SM dan menjadi pastoralis.
• Meskipun kepercayaan dan praktik pada masa
Hinduisme Praklasik boleh jadi berasal dari bahan-
bahan agama Proto-Indo-Eropa (yang masih hipotesis),
sastra yang mendasari tradisi pada masa itu adalah 
Weda Samhita, sehingga periode tersebut dinamai
demikian.
• Kitab tertua di antara sastra Weda tersebut adalah 
Regweda, yang diperkirakan telah disusun pada
periode 1700–1100 SM.
• Sastra Weda memusatkan pemujaan kepada para dewa
seperti Indra, Baruna, dan Agni, serta melangsungkan
upacara Soma.
• Kurban dengan api, yang disebut yadnya (yajña)
dilaksanakan dengan merapalkanmantra-mantra Weda
• Sastra Weda dikodifikasi ketika bangsa Indo-Arya
mulai menduduki dataran India Utara yang
subur, kemudian melakukan transisi dari
masyarakat penggembala menuju masyarakat
agraris, sehingga kebutuhan akan organisasi yang
lebih terstruktur mulai timbul.
• Masyarakat baru tersebut melibatkan penduduk
yang lebih dahulu bermukim di dataran subur
tersebut.
• Mereka dimasukkan ke dalam sistem warna
 menurut bangsa Arya, dengan otoritas politik
dan keagamaan berada di tangan kaum 
brahmana dan kesatria.
• Selama Periode Weda Awal (kr. 1500–1100 SM), suku-
suku penganut Weda merupakan suku penggembala,
berkelana di sekitar India sebelah barat laut.
• Setelah 1100 SM, seiring ditemukannya besi, suku-suku
penganut Weda berpindah ke dataran India Utara
sebelah barat, dan mengadaptasi gaya hidup agraris.
• Bentuk-bentuk wilayah berdaulat yang belum
sempurna mulai muncul, dan yang paling menonjol
atau berpengaruh adalah kerajaan suku Kuru.
• Kerajaan tersebut merupakan ikatan kesukuan, yang
kemudian berkembang menjadi masyarakat setingkat 
negara—yang pertama kali tercatat dalam sejarah 
Asia Selatan—sekitar 1000 M.
• Secara terang-terangan, mereka
mengubah warisan budaya dari Periode
Weda sebelumnya, mengumpulkan
himne-himne Weda menjadi suatu
himpunan, dan mengembangkan
upacara-upacara baru yang menonjol
dalam peradaban India sebagai upacara-
upacara srauta, yang berkontribusi bagi
"sintesis klasik" atau "sintesis Hindu".
• Pada abad ke-9 dan ke-8 SM terjadi
penyusunan kitab-kitab Upanishad tertua.
• Upanishad membentuk suatu dasar teoritis
bagi Hinduisme Klasik dan dikenal sebagai
Wedanta (kesimpulan dari Weda).
• Kitab-kitab Upanishad kuno menangkal
intensitas upacara-upacara yang kian
bertambah.
• Spekulasi monistis yang beragam dari
ajaranUpanishad disintesiskan menjadi suatu
kerangka teistis dalam kitab suci Hindu 
Bhagawadgita.
• Etika dalam kitab-kitab Weda berdasarkan konsep satya
 dan reta. Satya adalah prinsip integrasi yang berakar
pada kemutlakan. Reta adalah ungkapan dari satya, yang
meregulasi dan mengkoordinasi jalannya alam semesta
beserta segala sesuatu di dalamnya.
• Kesesuaian dengan reta akan memungkinkan sesuatu
berjalan sebagaimana mestinya, sedangkan
penyimpangan akan mengakibatkan hal yang tidak
diinginkan.
• Istilah dharma sudah digunakan dalam filsafat-filsafat
Brahmanis, yang dipandang sebagai aspek dari reta.
• Istilah reta juga dikenal dalam agama Proto-Indo-Iran,
yaitu agama orang-orang Indo-Iran sebelum kehadiran
kitab-kitab Weda (Indo-Aryan) danZoroastrianisme
 (Iran). 
• Asha (aša) adalah istilah dalam bahasa Avesta
 yang mirip dengan ṛta dalam Weda.
• Kitab-kitab Weda merupakan pustaka bagi
golongan atas, dan tidak semata-mata
mengungkapkan gagasan atau praktik yang
populer.
• Agama berbasis Weda pada periode
selanjutnya hadir berdampingan dengan
agama-agama lokal—seperti pemujaan Yaksa—
dan ia sendiri merupakan hasil dari campuran
antara kebudayaan Indo-Aryadengan Harrapa.
• Reformisme Asketis

Mahavira Siddhartha Gautama


Dua tokoh terkemuka dari
golongan Sramana, tradisi yang tidak
mengakui kewenangan sastra Weda. Di
kemudian hari, Mahavira menjadi figur
utama dalam Jainisme, sedangkan
Siddhartha Gautama dalam Buddhisme.
• Sramana
• Peningkatan urbanisasi di India pada abad ke-7
 dan ke-6 SM telah mendukung terjadinya gerakan 
asketis atauSramana yang menentang fanatisme
terhadap berbagai upacara.
• Mahavira (kr. 549–477 SM, pemuka Jainisme) dan 
Buddha Gautama (kr. 563–483 SM, penggagas
tradisi Buddhisme) adalah tokoh-tokoh terkemuka
dalam gerakan tersebut.
• Menurut Heinrich Zimmer, Jainisme dan
Buddhisme adalah bagian dari warisan kebudayaan
pra-Weda, yang juga meliputi Samkhya dan Yoga:
• Jainisme tidak berasal dari sumber-sumber
[budaya] Brahman-Arya, tetapi
mencerminkan kosmologi danantropologi
 masyarakat kuno pra-Arya golongan atas
[yang tinggal] di India bagian timur laut –
dengan berpangkal pada dasar-dasar yang
sama tentang spekulasi metafisis kuno
seperti Yoga, Sankhya, dan Buddhisme, yaitu
ajaran-ajaran India lainnya yang tidak
berbasis Weda.
• Dalam suatu bagian, tradisi Sramana mengajarkan
konsep siklus kelahiran dan kematian (siklus reinkarnasi
), konsep samsara, dan konsep pencarian kebebasan
(dari reinkarnasi tersebut), yang menjadi karakteristik
Hinduisme.
• James B. Pratt dalam bukunya The Pilgrimage of
Buddhism and a Buddhist Pilgrimage menulis bahwa 
Oldenberg(1854–1920), Neumann (1865–1915), dan 
Radhakrishnan (1888–1975) percaya bahwa Tripitaka
 Buddhis mendapat pengaruh dari kitab-kitab 
Upanishad, sedangkan la Vallee Poussin menyatakan
ketiadaan pengaruh apa pun, dan ahli lainnya
menegaskan bahwa pada bagian-bagian tertentu, Sang
Buddha menyatakan antitesis secara langsung
kepada Upanishad.
• Hinduisme Klasik
• Periode Hinduisme Klasik diawali dengan
periode Hinduisme Praklasik, dilanjutkan
dengan zaman kejayaan Hindu pada masa 
Dinasti Gupta, lalu ditutup dengan periode
Hinduisme Klasik Akhir.
• Periode Hinduisme Klasik ini disusul dengan
kedatangan agama Islam ke Asia Selatan, lalu
diikuti dengan pendirian aliran atau sekte
dalam agama Hindu.
• Hinduisme Praklasik[sunting | 
sunting sumber]
• Pada periode dari 500  hingga 200 SM,
dan kr. 300 M, terjadi "sintesis Hindu", yang
menyerap pengaruh-pengaruh Sramana dan
Buddha, serta kemunculan tradisi bhakti
 dalam balutan Brahmanisme melalui
pustaka Smerti.
• Sintesis ini timbul di bawah tekanan
perkembangan agama Buddha dan Jainisme.
• Menurut Embree, beberapa tradisi
keagamaan lainnya hadir berdampingan
dengan agama berbasis Weda. Agama-agama
pribumi tersebut akhirnya menemukan
tempat di bawah naungan agama Weda.
• Ketika Brahmanisme mulai kehilangan
pamornya dan harus bersaing dengan
Buddhisme dan Jainisme, agama-agama yang
populer mendapat kesempatan untuk
menonjolkan ajarannya.
• Menurut Embree:
• Para Brahmanis tampaknya bergiat untuk
memperluas perkembangan [agamanya]
sebagai maksud untuk menghadapi
gempuran aliran-aliran yang lebih heterodoks
.
• Pada saat yang sama, di kalangan agama-
agama pribumi yang ada, kesetiaan terhadap
kewenangan sastra Weda telah memberikan
suatu tali persatuan yang tipis—namun
begitu signifikan—di antara kemajemukan
dewa-dewi dan praktik keagamaan [yang
ada].
• Menurut Larson, para brahmana 
Menanggapinya dengan asimilasi dan 
konsolidasi.
• Hal tersebut tercerminkan dalam pustaka Smerti
 yang mulai disusun pada periode itu.[300]Kitab-kitab
Smerti dari periode 200 SM–100 M
mempermaklumkan kewenangan Weda, sehingga
pengakuan terhadap kewenangan Weda menjadi
kriteria utama untuk membedakan Hinduisme
dengan aliran heterodoks yang menolak Weda.
• Sebagian besar gagasan dasar dan praktik Hinduisme
Klasik berasal dari pustaka Smerti, yang kemudian
menjadi inspirasi dasar bagi kebanyakan umat Hindu.
[300]
• Dua wiracarita India terkemuka—Ramayana 
dan Mahabharata—yang tergolong ke dalam
Smerti, disusun dalam periode panjang selama
akhir zaman Sebelum Masehi dan awal zaman
Masehi.
• Pustaka tersebut mengandung cerita mitologis
tentang para pemimpin dan peperangan pada
zaman India Kuno, dan diselingi dengan filsafat
dan ajaran agama.
• Sastra Purana yang disusun pada masa berikutnya
mengandung cerita tentang para dewa-dewi,
interaksi mereka dengan manusia, dan
pertempuran mereka melawan para rakshasa.
• Kitab Bhagawadgita memperkuat
keberhasilan konsolidasi agama Hindu,
dengan memadupadankan gagasan-gagasan
Brahmanis dan Sramana menjadi suatu
kebaktian yang teistis.
• Pada awal zaman Masehi, beberapa mazhab 
filsafat Hindu dikodifikasikan secara formal,
meliputi Samkhya, Yoga, Nyaya, 
Waisesika, Purwamimamsa, dan Wedanta.
Candi Dashavatara di Deogarh, negara
bagian Uttar Pradesh, India. Candi ini
dibangun pada abad ke-6, era Dinasti
Gupta.
• Kemaharajaan Gupta
• Selama periode ini, kekuasaan atas India
disentralisasi, seiring dengan berkembangnya
perdagangan ke negeri yang jauh, standardisasi
prosedur legal, dan pemberantasan buta huruf.
• Buddhisme aliran Mahayana menyebar, sedangkan
kebudayaan Brahmana ortodoks mulai disegarkan
kembali di bawah perlindungan Dinasti Gupta,
yang dipimpin para raja penganutWaisnawa.
• Kedudukan para brahmana diperkuat kembali dan 
kuil-kuil Hindu mulai didirikan sebagai dedikasi
untuk dewa-dewi Hindu.[307]
• Selama pemerintahan Dinasti Gupta, sastra 
Purana mulai ditulis, digunakan untuk
menyebarkan ideologi keagamaan umum di
kalangan masyarakat pribumi dan buta huruf
yang menjalani akulturasi.
• Para raja Gupta melindungi tradisi Purana
yang mulai berkembang demi perbawa
wangsa mereka.
• Hal ini menyebabkan timbulnya Hinduisme-
Puranis (Puranic Hinduism), yang berbeda
dengan Brahmanisme sebelumnya yang
mengacu pada Dharmasastra dan Smerti.
• Gerakan Bhakti muncul pada periode ini. Gerakan Bhakti
merupakan perkembangan tradisi bhakti yang tumbuh
sangat cepat, bermula di Tamil Nadu (India Selatan).
• Para Nayanar dari aliran Saiwa (abad ke-4 – ke-10)[311]
 serta para Alwar dari aliranWaisnawa (abad ke-3 – ke-9)
menyebarkan puisi dan tradisi bhakti ke berbagai
penjuru India dari abad ke-12 hingga ke-18.
• Menurut P.S. Sharma, periode Gupta dan Harsha
membentuk—dari segi intelektual—kurun waktu paling
gemilang dalam perkembangan filsafat India, ketika
filsafat Hindu dan Buddha tumbuh subur secara
berdampingan.
• Carwaka, mazhabmaterialisme ateistis, tampil di 
India Utara sebelum abad ke-8.
• Hinduisme Klasik Akhir
• Setelah runtuhnya kemaharajaan Gupta dan 
Harsha, kekuasaan di India mengalami 
desentralisasi.
• Beberapa kerajaan besar mulai berdiri, dengan 
negeri taklukan yang sangat banyak. Kerajaan-
kerajaan tersebut dipimpin dengan sistem feodal.
• Kerajaan yang lebih kecil bergantung pada
kerajaan yang lebih besar. Maharaja sulit
dijangkau, sangat diagungkan dan didewakan,
sebagaimana yang digambarkan dalam mandala 
Tantra, dan kadangkala raja digambarkan sebagai
pusat mandala.
• Perpecahan kekuasaan pusat juga mengarah
kepada regionalisasi religiositas, serta persaingan
religius.
• Kultus dan bahasa lokal lebih diutamakan, dan
pengaruh Hinduisme-Brahmanis ritualistis
(ritualistic Brahmanic Hinduism) berkurang.
• Gerakan rakyat dan kebaktian mulai
bermunculan, seiring dengan [tumbuhnya] aliran 
Saiwa,Waisnawa, Bhakti, dan Tantra, meskipun
pengelompokan menurut sekte hanya terjadi saat
permulaan perkembangan aliran-aliran tersebut.
• Gerakan keagamaan berkompetisi untuk
memperoleh pengakuan dari penguasa lokal.
• Agama Buddha kehilangan pamornya setelah 
abad ke-8, lalu mulai memudar di India.
• Hal tersebut tersirat dari penghentian ritus 
puja Buddhis di lingkungan istana-istana
India pada abad ke-8, ketika dewa-dewa
Hindu menggantikan peran Buddha sebagai
pelindung kerajaan.
• Sastra Purana kuno disusun untuk menyebarkan
ideologi keagamaan yang awam di kalangan masyarakat
pribumi yang mengalami akulturasi. Seiring dengan 
dadal yang dialami Dinasti Gupta, tanah-tanah perawan
 dikumpulkan oleh para brahmana, yang tidak hanya
menjamin keuntungan agraris dari eksploitasi tanah
yang dimiliki para raja, tetapi juga memberikan status
bagi kelas penguasa yang baru.
• Para brahmana menyebar ke berbagai penjuru India,
berinteraksi dengan warga lokal yang menganut
kepercayaan dan ideologi berbeda. Para brahmana
menggunakan Purana untuk mengajak berbagai klan
menjadi masyarakat agraris, serta mengikuti agama dan
ideologi para brahmana.
• Menurut Flood, para brahmana yang mengikuti
agama berbasis Purana kemudian dikenal sebagai 
Smarta, artinya orang yang bersembahyang
berdasarkan Smerti, atau Pauranika, yaitu
penganut Purana.
• Kepala suku dan warga lokal diserap ke dalam 
sistem warna, demi mengendalikan tindak tanduk
kaum "kesatria dan sudrabaru" tersebut.
• Kelompok-kelompok brahmana semakin besar
dengan mengikutsertakan orang lokal, seperti
pendeta dan rohaniwan lokal. Hal ini mengarah ke 
stratifikasibagi kaum brahmana, sehingga ada
golongan brahmana yang memiliki derajat lebih
tinggi dibandingkan brahmana lainnya.
• Penarapan sistem kasta lebih sesuai bagi
Hinduisme Puranis daripada aliran-aliran 
Sramana (Buddha atau Jaina).
Pustaka Purana mencantumkan suatu 
riwayat silsilah yang luas sehingga dapat
memberikan statuskesatria baru bagi suatu
golongan.
• Sementara itu, ajaran Buddha menggambarkan
pemerintah sebagai suatu kontrak antara orang
yang terpilih dengan rakyat, dan chakkavatti
Buddhis adalah konsep yang berbeda dengan
model penaklukkan yang dilakukan para kesatria
dan kaum Rajput Hindu.

Anda mungkin juga menyukai