Anda di halaman 1dari 15

PENGGUNAAN LEVERAGE : STRUKTUR

KEUANGAN DAN STRUKTUR MODAL

DOSEN PENGAMPU : SUKMA ULINUHA,SE.,M.AK


KELOMPOK 2 :

Rifki Khairul Umam Aurellia lubna ramadhani


210302104 210302109

Syafrida aulia putri Dinda rahmawati


210302085 210302071
Leverage timbul karena perusahaan dalam operasinya menggunakan
aktiva dan sumber dana yang menimbulkan beban tetap bagi
perusahaan. Penggunaan aktiva yang menimbulkan beban tetap
disebut dengan operating leverage, sedangkan penggunaan dana
dengan beban tetap disebut financial leverage.

Financial leverage timbul karena perusahaan dibelanjai dengan dana


yang menimbulkan beban tetap yaitu berupa utang dengan beban
tetapnya berupa bunga. Financial leverage dibedakan menjadi financial
PENGERTIAN DAN structure (struktur keuangan) dan capital structure (struktur modal).

MACAM LEVERAGE 1. Financial structure, menunjukkan bagaimana perusahaan


membelanjai aktivanya. Financial structure tampak pada neraca
sebelah kredit, yang terdiri atas utang lancar, utang jangka panjang dan
modal.
2. Capital structure, merupakan bagian dari struktur keuangan yang
hanya menyangkut pembelanjaan yang sifatnya permanen atau jangka
panjang. Struktur modal ditunjukkan oleh komposisi utang jangka
panjang, saham istimewa, saham biasa dan laba ditahan.
3. Leverage factor, merupakan perbandingan antara nilai buku total
utang (D) dengan total aktiva (TA) atau perbandingan antara total utang
dengan modal (E).
DAMPAK FINANCIAL LEVERAGE TERHADAP PROFITABILITAS
Penggunaan utang dalam pembelanjaan investasi perusahaan dapat memengaruhi kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba atas modal yang digunakan (return on equity atau ROE).
Misalkan ada 4 (empat) alternatif struktur keuangan yang diukur dengan D/E atau D/TA ba
perusahaan "UM", sebagaimana tampak pada Tabel dibawah. Perusahaan dihadapkan pada 3 (tiga)
kemungkinan situasi ekonomi, yaitu kondisi ekonomi buruk, normal dan baik. Pada ketiga kondisi
ekonomi tersebut perusahaan dapat menghasilkan return on asset (ROA) EBIT/TA masing-masing
pada kondisi buruk 20%, kondisi normal 20% dan kondisi baik 60%.
Berdasarkan hasil evalusai pada tabel di samping
dapat disimpulkan bahwa dalam kondisi ekonomi
buruk, penggunaan utang yang semakin besar akan
menurunkan ROE. Pada kondisi ekonomi normal
penggunaan utang yang semakin besar pada
mulanya meningkatkan ROE, tetapi jika jumlah utang
ditambah terus, maka akan menurunkan ROE. Pada
kondisi ekonomi yang baik, semakin banyak utang
yang dipergunakan akan meningkatkan ROE
perusahaan. Hal ini berarti jika kondisi ekonomi yang
dihadapi perusahaan buruk sebaiknya perusahaan
menghindari pembelanjaan dengan menggunakan
utang, sebaliknya dalam kondisi ekonomi yang baik
perusahaan dapat membelanjai kebutuhan dana nya
dengan menggunakan utang yang sebanyak-
banyaknya. Namun jika kondisi ekonomi normal,
penggunaan jumlah utang dalam jumlah tertentu
akan dapat meningkatkan ROE.
pada kondisi ekonomi normal, peningkatan
penggunaan utang akan meningkatkan
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
laba bagi pemegang saham karena suku
bunga masih relative rendah dibandingkan
dengan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba. perusahaan terus
menambah utang akan mengakibatkan suku
bunga akan meningkat, disebabkan risiko yang
dihadapi kreditur juga naik. Sementara itu,
peningkatan penjualan pada kondisi ekonomi
normal relatif lebih kecil dibandingkan dengan
pada kondisi ekonomi baik, sehingga
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
laba bagi pemegang saham juga relatif lebih
kecil dibandingkan pada kondisi ekonomi baik.
Hubungan antara leverage keuangan dengan
ROE pada berbagai kondisi ekonomi tampak
pada Gambar di samping.
Berdasarkan tabel disamping,
tampak bahwa semakin tinggi
laverage factor, maka range ROE
nya semakin besar, hal ini berarti
Leverage factor Range ROE resiko keuangan perusahaan juga
0% 48% meningkat. Dengan kata lain, jika
terjadi perubahan kondisi
20% 60%
ekonomi, maka variabilitas laba
50% 96% bersih perusahaan yang banyak
80% 240% menggunakan utang lebih tinggi
di bandingkan dengan
perusahaan yang sedikit
menggunakan utang.
OPERATING LEVERAGE
(OL)
Operating leverage timbul bila perusahaan dalam operasinya menggunakan aktiva tetap. Besar kecilnya
operating leverage diukur dengan degree of operating leverage (DOL), yang diukur dengan rumus :

DOL =
Keterangan :
C = contribution Margin (sales – variable cost)
X = EBIT

Sebagai contoh, perusahaan ALFA yang bersifat padat karya mempunyai informasi keuangan
sebagai berikut, harga jual produknya Rp2.000, per unit, biaya tetap Rp20.000.000, dan biaya variabel
Rp1.500, per unit. Pada tahun 2008 volume penjualan 100.000 unit dan tahun 2009 sebanyak 120.000
unit. Berdasarkan informasi tersebut, maka dapat dihitung besarnya DOL perusahaan ALFA sebagai
berikut:

Laba = Px Q - (FC + (VC x Q))
Laba 2008 = Rp 2.000 x 100.000 – (Rp 20.000.000 + Rp 1.500 x 100.000)
= Rp 200.000.000 – Rp 170.000.000
= Rp 30.000.000
Laba 2009 = Rp 2.000 x 120.000 - (Rp 20.000.000 + Rp 1.500 x 120.000)
= Rp 240.000.000 – Rp 200.000.000
= Rp 40.000.000
Laba 2009 = [(Rp 40.000.000 – Rp 30.000.000)/Rp 30.000.000] x 100%
[(Rp 240.000.000 – Rp 200.000.000)/Rp 200.000.000] x 100%
= 33%
20%
= 1,65
Agar lebih jelas bagaimana pengaruh operating leverage terhadap risiko
bisnis, bandingkan dua perusahaan yaitu perusahaan ALFA yang
bersifat padat atau DOL nya rendah, dengan perusahaan BETA yang
bersifat padat modalatau DOL nya tinggi.
Berdasarkan analisis BEP pada Gambar disamping, tampak bahwa
untuk mencapai BEP pada perusahaan yang padat karya membutuhkan
volume penjualan (Q1,) yang lebih kecil dibandingkan dengan volume
penjualan (Q2) bagi perusahaan yang padat modal. Di samping itu
daerah laba dan rugi pada perusahaan yang padat karya juga lebih
sempit dibandingkan dengan perusahaan yang padat modal. Hal ini
menunjukkan perusahaan yang padat modal lebih sensitif terhadap
perubahan penjualan dibandingkan perusahaan yang padat karya. Jika
volume penjualan turun akibat krisis ekonomi menjadi lebih kecil
dibandingkan volume penjualan BEP, maka perusahaan yang padat
modal akan mengalami kerugian yang lebih besar dibandingkan dengan
perusahaan yang padat karya, dan sebalinya, jika volume penjualan
meningkat lebih besar dari volume penjualan BEP, karena kondisi
ekonomi membaik, maka perusahaan yang padat modal akan
memperoleh laba yang lebih besar dibandingkan perusahaan
yang padat karya.
Financial leverage
Financial leverage timbul bila perusahaan dalam membelanjai kegiatan operasi dan investasi menggunakan dana
dengan beban tetap (utang). Financial leverage dapat mempengaruhi EAT atau net income (NI), ROE dan EPS.
Besar kecilnya financial leverage diukur dengan degree of financial leverage (DFL) yang diukur dengan rumus :

DFL =

Keterangan
r x D = Bungan yang dibayar

Combination leverage (Cl)


Combination leverage merupakan gabungan operating leverage dan financial leverage. Combination leverage
mengukur pengaruh perubahan penjualan terhadap perubahan EAT atau NI. Besar kecilnya combination
leverage diukur dengan rumus :

DCL =

dengan kata lain degree of combination leverage ditentukan oleh besarnya degree of operating leverage
dan degree of financial leverage
Faktor-fakt0r yang mempengaruhi
struktur keuangan suatu perusahaan

1. Tingkat pertumbuhan penjualan


2. Stabilitas penjualan
3. Karakteristik industry
4. Struktur aktiva
5. Sikap manajemen perusahaan
6. Sikap pemberi pinjaman
Struktur modal dalam praktik
struktur modal merupakan bagian dari struktur keuangan yang
menyangkut pembelanjaan jangka panjang yang terdiri dari utang
jangka panjang dan modal. Pendekatan yang sering digunakan
dalam praktik untuk mengevaluasi pengaruh leverage keuangan
dengan menganalisis hubungan EBIT dan EPS. Analisis EBIT dan
EPS mengevaluasi bagaimana pengaruh penggunaan berbagai
alternatif sumber dana terhadap EPS pada jumlah EBIT.
Berdasarkan analisis BEP pada Gambar disamping, tampak
bahwa untuk mencapai BEP pada perusahaan yang padat karya
membutuhkan volume penjualan (Q1,) yang lebih kecil Berdasarkan hasil analisis EBIT- EPS di atas tampak
dibandingkan dengan volume penjualan (Q2) bagi perusahaan bahwa alternatif pembelanjaan yang menghasilkan EPS
yang padat modal. Di samping itu daerah laba dan rugi pada paling besar adalah alternatif utang. Dengan demikian
perusahaan yang padat karya juga lebih sempit dibandingkan berarti ekspansi yang direncanakan sebaikanya dibelanjai
dengan perusahaan yang padat modal. Hal ini menunjukkan dengan utang, jika EBIT-nya sebesar Rp2,4 juta.Masalah
perusahaan yang padat modal lebih sensitif terhadap perubahan nya adalah situasi yang dihadapi oleh perusahaan bersifat
penjualan dibandingkan perusahaan yang padat karya. Jika
tidak pasti. Oleh karena itu ada kemungkinan EBIT yang
volume penjualan turun akibat krisis ekonomi menjadi lebih kecil
dibandingkan volume penjualan BEP, maka perusahaan yang
terjadi bisa lebih besar atau lebih kecil dari Rp2,4 juta.
padat modal akan mengalami kerugian yang lebih besar Seberapa besar perubahan EBIT alternatif utang masih
dibandingkan dengan perusahaan yang padat karya, dan merupakan altenatif pembelanjaan yang menghasilkan EPS
sebalinya, jika volume penjualan meningkat lebih besar dari tertinggi? Untuk menganalisis permasalahan tersebut,
volume penjualan BEP, karena kondisi ekonomi membaik, maka maka perlu dihitung break event point dari alternatif
perusahaan yang padat modal akan memperoleh laba yang lebih pembelanjaan tersebut sebagaimana tampak pada Gambar
besar dibandingkan perusahaan yang padat karya. selanjutnya
Berapa besarnya EBIT*, secara matematis dapat dihitung dengan rumus :

Keterangan :
EBIT* = EBIT pada titik BEP antara dua alternative pembelanjaan
C1,C2 = biaya bunga atau deviden saham preferen setiap tahun sebelum
pajak
t = tarif pajak pendapatan tahunan
S1,S2 = jumlah saham biasa yang beredar pada alternative 1 dan 2

Berdasarkan Gambar diatas nampak berdasarkan data pada perhitungan yang telah dikemukakan, EBIT – BEP
bahwa jika besarnya EBIT lebih kecil dari antara alternatif pembelanjaan dengan saham biasa dan utang dapat dihitung
EBIT*, maka alternatif pembelanjaan sebagai berikut :
yang lebih menguntungkan adalah
saham biasa karena EPS-nya lebih tinggi
50.000 EBIT* = 90.000.000.000
daripada utang. Sebaliknya jika EBIT
EBIT* = Rp 1.800.000
lebih besar dari EBIT*, maka alternatif
pembelanjaan yang lebih Dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila EBIT turun
menguntungkan adalah utang karena lebih kecil dari Rp1.800.000, maka alternatif yang paling baik adalah
EPS-nya lebih tinggi pembelanjaan seluruhnya dengan saham biasa. Dengan kata lain alternatif
daripada saham biasa. pembelanjaan dengan utang merupakan pilihan yang baik jika EBIT lebih besar
dari Rp1.800.000. Dengan cara yang sama dapat dihitung EBIT untuk alternatif
saham biasa dan salam preferen.
Design apps I use

App 1 App 2 App 3 App 4 App 5


Thank you

Anda mungkin juga menyukai