KINERJA
MANAJER PUSAT BEBAN DAN PUSAT
PENDAPATAN
AMRIZAL SALIDA. SE. M.Ak
PROLOG
Akuntansi Manajemen juga dirancang untuk menyiapkan laporan kinerja manajer yang
memimpin suatu unit organisasi. Akuntansi seperti itu disebut oleh pakar akuntansi sebagai
akuntansi pertanggungjawaban.
Pusat pertanggungjawaban dibedakan menjadi pusat beban, pusat pendapatan dan pusat laba
serta pusat investasi.
Dalam materi ini akan di bahas pusat beban dan pendapatan, untuk pusat laba dan investasi akan
dibahas di pertemuan berikutnya.
PENGUKURAN KINERJA
Pengukuran kinerja dapat ditujukan untuk mengukur kinerja unit organisasi ataupun kinerja
manajernya.
Apabila kinerja unit yang dikukur maka mencakup semua beban/pendapatan yang terjadi diunit
tersebut tanpa memandang terkendali atau takterkendalinya beban/pendapatan tersebut.
Apabila kinerja manajer yang diukur maka hanya mencakup elemen beban/pendapatan yang
dapat dikendalikan, sehingga elemen yang tidak dapat dikendalikan diabaikan.
Contoh elemen terkendali : Biaya pembelian bahan baku, BTKL, BOP Variabel, Nilai jual
Contoh elemen takterkendali : BOP Tetap, biaya penyusutan, penjualan dalam satu sektor
industri.
LAPORAN KINERJA
Laporan kinerja disediakan oleh akuntansi pertanggungjawaban itu berjenjang sesuai dengan
jenjang yang ada dalam struktur organisasi.
Semakin rendah jenjang unit organisasi maka semakin rinci informasi pertanggung jawabannya
ini disebabkan karena tanggungjawabnya relative sempit.
Semakin tinggi jenjang unit organisasi maka semakin teringkas informasi pertanggung
jawabannya ini disebabkan karena tanggungjawabnya relative semakin luas.
LANJUTAN
Gambar disamping menunjukkan bahwa departemen
penyelesaian hanya bertanggung jawab untuk bidang
produksi, karena tanggunjawabnya terbatas maka
dampaknya adalah laporan yang dibuat harus terinci.
Berdasarkan data diatas ternyata kinerja bagian produksi secara komprehensif masih menguntungkan, ini
terlihat bahwa untuk biaya BTKL, BOP Variabel dan biaya secara keseluruhan masih menguntungkan
atau biaya yang sebenarnya terjadi lebih rendah daripada yang dianggarkan, hanya BBB dan BOP tetap
saja yang tidak menguntungkan.
Untuk menganalisis penyebab tidak menguntungkan terhadap BBB dan BOP Tetap maka perlu diukur
lagi lebih mendalam dengan pengukuran kinerja nonmoneter yang bersifat kualitatif atau bisa diukur
secara volume produksi.
LANJUTAN
Data pada slide sebelumnya masih bisa bersifat bias, maka untuk lebih eksplisitnya analisis
terhadap data tersebut harus dianalis lebih mendalam lagi. Data sebelumnya hanya menerangkan
jumlah selisih secara keseluruhan, tetapi bisa dikaji lebih mendalam terhadap selisih melalui
biaya dan volumenya.
Untuk lebih jelasnya perhatikan slide selanjutnya :
PENGUKURAN KINERJA PRODUKSI SECARA
MENDALAM DAN RINCI JUGA EKSPLISIT
Analisis kinerja bisa diukur secara rinci lagi sebagai berikut. Selisih biaya bahan baku sebesar
Rp. 5.880 yang tidak menguntungkan dirinci menjadi selisih volume dan selisih harga dengan
rumus sebagai berikut :
Selisih Volume = (volume bahan sesungguhnya – volume bahan standar) x harga
bahan standar.
Selisih harga = (harga bahan sesungguhnya – harga bahan standar) x volume
bahan sesungguhnya
Selisih volume ternyata tidak menguntungkan, karena
bahan baku yang digunakan harusnya hanya 98.000
tetapi yang sebenarnya 99.984.81 Kg dan ada
pemborosan biaya sebesar Rp. 15.878.48
Selisih harga ternyata menguntungkan karena biaya
menurut standar sebesar Rp. 8.00 tetapi biaya yang
sebenarnya terjadi hanya Rp. 7.90 dan ada penghematan
biaya sebesar Rp. 9.998.48
Rp. 15.878.48 - Rp. 9.998.48 = Rp.5.880
LANJUTAN
Untuk selish BTKL sebesar Rp. 4.900 juga akan dianalisis lebih mendalam dengan menghitung
selisih Jam BTKL dan selisih Tarif BTKL yang sebenarnya dan yang dianggarkan dengan rumus
:
Selisih jam BTKL = (jam BTKL sesungguhnya – jam BTKL standar) x tarif upah
standar.
Selisih tarif upah = (upah tarif sesungguhnya – upah tarif standar) x jam BTKL
sesungguhnya
Selisih jam BTKL ternyata menguntungkan, karena
jam standar yang dianggarkan sebesar 196.000 jam
tetapi jam produksi sebenarnya hanya 186.200,
selisih jam produksi sebesar 9.800 jam mampu
menghemat biaya BTKL sebesar Rp. 23.520.
Selisih tarif BTKL ternyata tidak menguntungkan, biaya
standar yang ditetapkan sebesar Rp. 2.40 perjam tetapi
biaya yang sebenarnya terjadi Rp. 2.50 perjam, sehingga
Rp. 23.520 – Rp. 18.620 = Rp. 4.900
ada pemborosan Rp. 0.10 perjam dengan total
pemborosan biaya tarif BTKL sebesar Rp. 18.620
LANNJUTAN LAGI
Untuk selisih BOP Variabel sebesar Rp. 34.300 juga dirinci dengan menghitung selisih
pengeluaran BOP dan selisih efisiensi BOP. Dengan rumus :
Selisih pengeluaran BOP V = BOP V sesungguhnya – BOP V standar pada input
sesungguhnya
Selisih efisiensi BOP V = BOP V standar pada input sesungguhnya – Biaya
Fleksibel BOP V pada output sesungguhnya.
Selisih Pengeluaran BOP V ternyata menguntungkan, ini
disebabkan bahwa anggaran BOP V sesuai standar sebesar Rp.
297.920, tetapi BOP V sebenarnya hanya Rp. 279.300 yang
berarti BOP V sebenarnya lebih rendah daripada BOP yang
dianggarkan, penghematan biaya BOP V yang terjadi sebesar
Rp. 18.620.
Selisih Efisiensi BOP V juga menguntungkan karena jam
Rp. 18.620 + Rp. 15.680 = Rp. 34.300 kerja yang sebenarnya hanya 186.200 jam sedangkan yang
dianggarkan menurut standar adalah 196.000 jam (98.000 x
2jam) sehingga total penghematan jam kerja ini bisa
menghemat biaya BOP sebesar Rp. 15.680
LANJUT LAGI
Untuk selisih BOP Tetap sebesar Rp. 4.820 agak susah di analisis karena biaya ini diluar kendali
manajer produksi, tetapi apabila diukur berdasarkan unit nya maka harus dikaji lebih mendalam
karena BOP tetap ini susah diuraikan karena terdiri dari lebih 1 jenis biaya, sehingga untuk
mengkaji dan menganalisis lebih mendalam harus diuraikan satupersatu biaya yang termasuk
BOP tetap ini.
Contohnya adalah berubahnya penyusutan aktiva tetap karena kebijakan manajemen perusahaan
puncak, yakni Direktur.
PUSAT BEBAN KEBIJAKAN
Pusat beban kebijakan adalah pusat beban yang Sebagian besar hubungan antara input dan
outputnya tidak dapat ditentukan.
Contohnya adalah biaya gaji pemadam kebakaran apabila gajinya diukur berdasarkan jam kerja,
karena petugas pemadam kebakaran baru akan bekerja jika ada kebakaran, pun kalau ada
kebakaran tidak bisa diprediksi berapa lama petugas kebakaran mampu memadamkan api secara
keseluruhan.
Karena kasus seperti itu sehingga biaya gaji untuk petugas pemadam kebakaran akan ditentukan
berdasarkan kebijakan sebuah perusahaan /entitas atau kebijakan pemerintah yang diukur
berdasarkan UMR
Contoh lainnya adalah biaya pengembangan dan penelitian suatu produk.
ANGGARAN STATIS
Sulitnya mengukur kinerja beban menurut kebijakan sehingga biasanya menyulitkan untuk
menganalisis kinerja, tetapi menilai kinerja sangat penting bagi sebuah perusahaan, pendekatan
yang dilakukan dalam mengukur kinerja beban kebijakan bisa dilakukan dengan pendekatan
Anggaran statis.
Sebagai contoh sebuah perusahaan sedang melakukan pengembangan produk barang dengan
melakukan penelitian dengan anggaran yang ditentukan oleh manajemen melalui kebijakannya
sebesar Rp. 15.000.000, anggaran ini untuk 1 tahun kedepan. Ternyata selama setahun anggaran
yang digunakan hanya 14juta, berarti ada selisih sebesar 1juta, selisih ini bisa menguntungkan
dan juga merugikan.
Apabila pengembangan produk telah selesai dengan menggunakan anggaran sebesar 14 juta
maka selisih 1 juta dianggap sebagai keuntungan.
Apabila pengembangan produk belum selesai dan telah menggunakan anggaran sebesar 14juta
dan juga masih memerlukan waktu 1 tahun kedepan maka selisih 1juta ini dianggap sebagai
kerugian.
PUSAT PENDAPATAN
Pusat pendapatan adalah pusat pertanggungjawaban yang kinerjanya diukur dengan pendapatan.
Pusat pendapatan bertanggungjawab atas timbulnya pendapatan baik dari penjualan barang
dagangan ataupun dari jasa.
MENGUKUR KINERJA PUSAT
PENDAPATAN DENGAN
PENDEKATAN ANGGARAN
STATIS
Untuk pusat pendapatan umumnya diukur dengan pendekatan anggaran statis, lawan dari
anggaran fleksibel ini disebabkan pusat pendapatan harus mencapai anaggaran pendapatannya.
Kasarnya tidak ada tawarmenawar untuk uang masuk (pendapatan)
Untuk uang keluar ada tawarmenawar (beban)
Pendapatan akan diusahakan semaksimal mungkin.
Beban /biaya akan diusahakan seminimal mungkin.
Dari ideologi sederhana itu sehingga untuk biaya lebih fleksibel/dinamis dan pendapatan lebih
statis/tetap
CONTOH KASUS
Sebuah perusahaan menerima laporan anggaran dari departemen pemasaran, yang isinya bahwa
pemasaran menaksir jumlah penjualan industry untuk bulan berjalan sebesar 1.000.000 unit
dengan penguasaan pangsa pasar 10% dan harga jual perunit sebesar Rp. 40, sehingga total
penjualan berdasarkan data dari departemen pemasaran adalah,
penjualan industry yang dikuasai 10% dari 1.000.000, maka 1.000.000 x 10% = 100.000 unit.
100.000 unit x Rp. 40 = Rp. 4.000.000. 4juta adalah anggaran penjualan berdasarkan data dari
departemen pemasaran.
Ternyata setelah akhir bulan penjualan industry sebesar 1.200.000 unit dengan penguasaan
industri 9% dan harga jual Rp. 42.
Maka penjualan sebenarnya adalah 1.200.000 x 9% = 108.000. 108.000 unit x Rp. 42 = Rp.
4.536.000, selisih sebesar 536.000 (4.536.000-4.000.000) adalah selisih menguntungkan. Tetapi
disisi lain ada kerugian yaitu menurunnya pangsa pasar kita. Untuk mengetahui lebih mendalam
maka harus dianalisis,dikaji lebih mendalam selisih ini.
LANJUTAN
ANALISIS SELISIH HARGA
JUAL
Secara keseluruhan selisih penjualan sebesar Rp. 536.000 dikatakan menguntungkan, selisih ini
disebabkan karena dua hal, yang pertama dari penjualan dan industry, tetapi lebih jelasnya
selisih penjualan akan diukur lebih rinci menjadi selisih harga jual dan volume penjualan, dan
volume industry akan diukur menjadi selisih volume industry dan selisih pangsa pasar
Dari perincian harga jual dan volume penjualan bisa diketahui manakah yang paling
memberikan keuntungan dari Rp. 536.000
Lebih jelasnya akan dibahas di slide selanjutnya.
ANALISIS PENJUALAN DARI SELISIH
HARGA JUAL
Untuk mengetahui selisih dari segi harga jual bisa dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
Selisih harga jual = (harga jual sesungguhnya – harga jual yang dianggarkan) x volume
penjualan sesungguhnya
Ternyata selisih berdasarkan harga jual menguntungkan, ini dikarenakan harga jual yang
dianggarkan sebesar Rp. 40, tetapi harga jual yang sebenarnya Rp. 42, yang berarti lebih besar
Rp. 2 perunitnya, sehingga selisih Rp. 2 ini secara keseluruhan mendapat keuntungan sebesar
Rp. 216.000,
ANALISIS PENJUALAN DARI SELISIH VOLUME PENJUALAN
Untuk mengetahui selisih penjualan dari segi volume penjualan bisa dihitung dengan
menggunakan rumus :
Selisih volume penjualan = (volume penjualan sesungguhnya – volume penjualan
yang dianggarkan) x harga jual yang dianggarkan
Ternyata selisih berdasarkan volume penjualan juga merupakan keuntungan, ini disebabkan
bahwa anggaran volume penjualan hanya 100.000 unit tetapi ternyata volume penjualan
sesungguhnya sebesar 108.000 unit, dan selisih sebesar 8.000 unit ini secara keseluruhan
mendapat keuntungan sebesar Rp. 320.000
SELISIH PENJUALAN
Selisih penjualan sebesar Rp. 536.000, disebabkan oleh dua factor yaitu selisih penjualan dari
segi harga jual dan selisih penjualan dari segi volume penjualan.
Yang paling memberikan kontribusi adalah selisih dari segi volume penjualan yang memberikan
keuntungan sebesar Rp. 320.000.
Dan selisih penjualan dari harga jual hanya memberikan kontribusi sebesar Rp. 216.000.
Selish harga jual Rp. 216.000
Selisih volume penjualan Rp. 320.000 +
Selisih penjualan Rp. 536.000
ANALISIS INDUSTRI DARI SELISIH VOLUME INDUSTRI
Untuk menghitung selisih industry dari segi selisih volume industry bisa dihitung menggunakan
rumus :
Selisih volume industry = ((volume industry sesungguhnya – volume industry
taksiran) x anggaran pangsa pasar) x harga jual perunit menurut anggaran.
Untuk kinerja Departemen Pemasaran dinilai dari pengendalian beban penjualannya kinerjanya
bagus karena mampu menghemat beban variabel sebesar Rp. 30.000, dan untuk beban penjualan
tetap yang tidak menguntungkan sebesar RP. 5.000 itu diluar kendali manajer pemasaran.
TERIMA
KASIH