BLUE ECONOMY
OLEH:
Ervi Alfryanti
Safira Vega
Asti Esha Nadia
Nadiah
Siti Mariah Ulfa
Rahma Sagita
Rahma Anugrah
Akbar Hassani
Rofiq Nurgiant c.f
Muhammad Mahdi
Arifuddin
Rosmini
Riris Nurprianti
Suhaera HUBUNGAN INTERNASIONAL C
Nuranilam FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULAWESI BARAT
Apa itu Ekonomi Biru (Blue Economy) ?
Ekonomi biru merupakan pendekatan pembangunan yang membidik paling tidak tiga
kepentingan yaitu penumbuhan ekonomi, pensejahteraan masyarakat dan penyehatan
lingkungan. Melalui prinsip ekonomi biru, peningkatan kemampuan berinovasi dan
berkreativitas dalam menyelesaikan masalah diharapkan mampu mendorong
pemanfaatan sumber daya alam secara sangat efisien, serta memanfaatkan limbah
yang dihasilkan agar menjadi bahan baku dalam proses produksi yang lain dalam
bentuk versifikasi usaha yang kompetitif dan menguntungkan.
Ekonomi biru bukanlah ekonomi yang berdasarkan pada kelautan semata, akan tetapi
dapat memberikan jaminan bahwa suatu pembangunan yang dijalankan tidak hanya
akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, akan tetapi juga menciptakan lebih banyak
lapangan pekerjaan, sekaligus menjamin terjadinya keberlanjutan.
Konsep Ekonomi Biru
Konsep ekonomi biru pertama kali dikenalkan oleh Gunter Paulli dengan meninjau
kekurangan konsep ekonomi hijau. Konsep ekonomi biru yang dimaksudkan adalah
untuk memberikan tantangan kepada para entrepreneur bahwa a blue economy model
memberikan peluang untuk mengembangkan investasi dan bisnis yang lebih
menguntungkan secara ekonomi dan lingkungan.
Serta menggunakan sumber daya alam yang lebih efisien dan tidak merusak
lingkungan, agar tercipta system produksi yang lebih efisien pula, dan menghasilkan
produk dan ekonomi yang lebih besar, juga meningkatkan penyerapan tenaga kerja
dan memberikan kesempatan kepada setiap kontributor secara lebih adil.
Contoh Penerapan Ekonomi Biru
1) Aceh
Yaitu usaha terpadu antara perikanan dan peternakan ayam (logyam). Kelebihannya
adalah menciptakan ekosistem yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan limbah
peternakan ayam. Sedangkan kekurangannya adalah usaha ini tidak dilakukan secara
massal disuatu wilayah, melainkan hanya beberapa rumah tangga perikanan (RTP).
Dan juga usaha ini masih menggunakan teknik terpadu konvensional, dimana teknik
terpadu ini banyak dilakukan dimasa lalu namun sekarang sudah banyak ditinggalkan.
4) Provinsi Kepulauan Riau
Yaitu melakukan integritas seluruh elemen industri perikanan dalam konsep zero
waste dan peningkatan nilai tambah hasil produksi. Konsep ini dilakukan dengan
memanfaatkan spesies lokal seperti gonggong dan dipadukan dengan spesies lain dari
jenis rumput laut, serta di integrasikan dengan budidaya ikan laut. Kelebihannya
adalah dengan buangan kotoran ikan laut dapatberkontribusi terhadap peningkatan
unsur nitrogen dan fosfor terlarut dalam air yang memicu kesuburan laut. Sedangkan
kekurangannya adalah dari tingkat kesadaran masyarakat yang kurang terhadap
pemberlakuan konsep tersebut sehingga diperlukan pembinaan sumber daya manusia
melalui pendidikan maupun studi banding.
5) Brebes
Yaitu pengelolaan kulit ikan menjadi kerupuk dan tulang ikan menjadi abon ikan.
Kelebihannya adalah tidak membutuhkan modal yang besar, dan bisa menjadi mata
pencaharian aternatif, serta memanfaatkan limbah kulit dan tulang ikan sebagai bahan
pangan. Sedangkan kekurangannya adalah produk olahan ikan biasanya cepat rusak
sehingga saluran pemasaran yang panjang menjadi tidak efisien.
6) Banten
Yaitu melibatkan masyarakat mitra polhut dan masyarakat desa konservasi untuk
melakukan transplantasi terumbu karang, yaitu salah satu metode dalam pelestarian
atau pemulihan ekosistem terumbu karang dengan teknik pencangkokan.
Kelebihannya adalah transplantasi terumbu karang dapat memulihakan ekosistem
terumbu karang. Sedangkan kelemahannya adalah selain usaha pemulihan ekosistem,
seharusnya diadakan pula sosialisasi terhadap masyarakat yang masih melakukan
aktivitas perusakan terhadap terumbu karang.
8) Madura
Yaitu Swasembada garam yang diperkuat dengan industri olahan untuk garam
industri. Kelemahannya adalah kurang mampu bersaing dengan garam impor karena
kualitas yang berbeda.
9) Bitung