timbul ketika melampaui suatu nilai ambang tertentu yaitu nilai ambang nyeri
yang menyebabkan kerusakan jaringan melalui mediator nyeri (histamine,
serotonin, plasmokinin seperti
bradikinin,prostaglandin, dan ion kalium).
Fisiologi Nyeri
Nyeri terdiri dari :
1. Nyeri akut onset baru dan durasi cepat
2. Nyeri kronis berlangsung lama dan tetap bertahan walaupun cedera sembuh
Nyeri yang dirasa oleh pasien setelah operasi nyeri akut pasca operasi yang terjadi
seharusnya tidak boleh sampai dirasakan oleh pasien
umumnya disertai respon emosional dan autonomik respons yang menimbulkan fisiologis
yang dapat mengganggu proses penyembuhan pasien seperti menahan sekresi, mengurangi
refleks batuk, takikardia, penurunan fungsi pernafasan, peningkatan konsumsi oksigen, dan
adanya efek endorfin.
Manajemen nyeri pasca operasi digunakan sebagai monitor ukuran kualitas
Target dari manajemen nyeri pasca operasi Mengurangi nyeri dengan tetap menjaga
efek samping yang minimal
Golongan obat yang sering digunakan untuk mengatasi nyeri pascabedah OPIOID
Opioid analgesik penggunaan utamanya untuk menghilangkan nyeri yang dalam dan
ansietas yang menyertainya, baik karena operasi atau sebagai akibat luka
VAS Score
Jenis Opioid
memiliki tiga sifat dalam berikatan dengan reseptor ⍺ agonis murni, agonis-antagonis, dan
agonis parsial
Sifat agonis murni dalam manajemen nyeri akut karena berikatan penuh terhadap
reseptor ⍺, dan tidak ada batas maksimal analgesia terdapat "batas maksimal klinis"
yang menimbulkan efek samping seperti sedasi, depresi pernapasan, dan sering membatasi
penambahan dosis sebelum mencapai analgesia yang adekuat
Opioid agonis-antagonis mengaktivasi reseptor ĸ dan antagonis terhadap reseptor ⍺
memiliki efek batas maksimal terhadap depresi pernafasan kurang memberikan sifat
analgesia jika dibandingkan dengan golongan agonis ⍺ dapat memicu respon
withdrawal akut pada pasien yang sudah menerima agonis ⍺
Cara pemberian obat opioid
Patien Controlled Analgesia Lebih baik dari PCA atau banyak digunakan secara
(PCA) infus tunggal atau tambahan dalam
terapi nyeri akut
Morfin
Fentanil
Tramadol
Hidromorfin
Meperidin
Dextropropoxyphene
Metadon
Petidin
Kodein dan oxycodone
Morfin
Dengan Intravena/PCA/intramuskuler
Morfin dimetabolisme ke morfin-6-glukuronida dan morfin-3-glukuronida dalam hati
Morfin-6- glucuronide adalah agonis- ⍺ dan lebih ampuh dari morfin sementara morfin-3-
glukuronida mempunyai afinitas rendah terhadap reseptor opioid dan tidak memiliki
analgesik aktivitas.
Kedua metabolitnya akan menumpuk dengan adanya disfungsi ginjal,pada dosis yang lebih
tinggi, kelompok usia yang lebih tua dan dengan oral administrasi
Fentanil
lebih poten, lipofilik, dan mempunyai onset yang lebih cepat dari morfin
agonis opioid sintetik derivate fenilpiperidin.
Untuk analgesik mempunyai kekuatan 75 hingga 125 kali dibandingkan morfin
Dosis tunggal fentanyl yang diberikan secara intravena memiliki onset yang lebih cepat
dan durasi kerja lebih pendek sekitar 3-5 menit untuk onset dan 30-60 menit untuk
durasi kerjanya
Depresi pernapasan persisten atau berulang akibat fentanyl adalah masalah yang potensial
pasca operasi
Tramadol
Metadon
analgetik sintetik untuk terapi pemeliharaan bagi penderita
pecandu opioid
efek sampingnya juga relatif lebih sedikit
(mual, muntah, kejang) potensinya yang tinggi, durasi yang lebih
lama tindakan, biaya rendah, aktivitas
tidak menyebabkan ketergantungan,
antagonis NMDA dan aktivitas serotonin
tidak adanya ceiling effect, reuptake inhibitor berguna dalam
jarang terjadi depresi nafas mengobati sakit kronis
Hidromorfin
Hidromorfin Meperidin
alternatif yang baik untuk pasien dengan neurotoksik, normomeperidine, tidak
morfin-intoleran atau mereka yang memiliki efek analgetik
mengalami kegagalan fungsi ginjal untuk jangka pendek dan dipantau
karena metabolismenya terutama
dengan cermat dan untuk pasien yang
dalam hati dan dieksresikan sebagian
telah menunjukkan intoleransi untuk
metabolit glukoronat yang tidak aktif
semua agonis ⍺ lainnya
Lebih kuat dari morfin, demand dose 0,2 memiliki potensi 1/10 morfin dan
mg
demand dose 10mg equianalgesic untuk
1 mg morfin
Dextropropoxyphene Petidin
opioid yang lemah Opioid sintetis yang memiliki banyak
kekurangan
Selalu dikombinasikan dengan
parasetamol untuk menghilangkan rasa Menyebabkan lebih banyak mual dan
sakit muntah secara parenteral
Kodein dan oxycodone
Digunakan pada pembedahan colon dan rectal--> dapat ditambahkan dengan anestesi local
dan obat sedasi intravena
Batasan anestesi (xylocaine dan bupivacaine) durasi singkat (beberapa jam) formulasi
baru dengan liposomal bupivacaine memiliki efek analgesia 72 jam yang disuntikan
pada daerah pembedahan untuk menghasilkan efek analgesia pasca operasi juga dapat
dilakukan pada hemorrhoidectomy dan bunienectomy
Kondisi khusus
Pasien Obesitas
Manajemen analegesia pasca operasi via epidural (lebih diajurkan)
Alternatif lain : PCA
Perlu dimonitor ketat untuk efek sedasi dan SpO2
Preoperative
Acetaminophen (paracetamol) 1,000 mg IV in preop
Ketorolac 800 mg IV in preop
Intraoperative
Liposomal bupivacaine 266 mg wound infiltration
Postoperative
Acetaminophen (paracetamol) 1,000 mg IV every 6 h until patient taking oral meds
Ibuprofen 800 mg IV every 8 h until patient taking oral meds
PCA (morphine or Dilaudid) for severe pain (scale 6-10) until patient taking oral meds
Oxycodone 10 mg PO every 4 h for moderate pain when taking oral medication
KASUS
Tn. AA, 21 tahun
S/
KU: Luka tusuk di perut sejak 6 jam SMRS
RPS:
Pasien datang dengan luka tusuk di perut sejak 6 jam SMRS. Pasien mengaku perut ditusuk 2x
dengan pisau orang tidak dikenal. Pisau dikatakan berukuran 10 cm. Pasien dibawa ke RS Atmajaya,
namun karena masalah biaya pasien dibawa ke RSCM. Pasien mengaku ada muntah 4x berisi
makanan. BAB dan BAK tidak ada keluhan, pasien belum buang angin sejak tertusuk.
Secondary survey:
A tidak ada
M tidak ada
P tidak ada
L terakhir makan jam 12 siang
E ditusuk di perut sebanyak 2x
Kepala: konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks: gerak dada simetris, vesikular bilateral, tidak ada ronki/wheezing
Abdomen:
I: datar, terdapat vulnus laseratum uk 6x2cm dan 3x1cm, tampak omentum keluar dari luka abdomen
A: bising usus normal
P: supel
P: timpani
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik
P/
Assess dr. Vania SpB(K)BD
- Pro laparotomi eksplorasi s/d stoma cito
- sedia darah PRC 500, FFP 500
- Back Up ICU
- pasang NGT, kateter
- target diuresis 0.5-1cc/kgbb/jam
- cek lab cito
A/
- Multipel laserasi jejenum sesuai AAST grade 1
- Multipel laserasi mesojejenum dan mesoileum e.c multipel vulnus scizum regio abdomen dengan
perdarahan grade 2 post laparotomi eksplorasi jahit primer jejenum, mesojejenum dan mesoileum
P/
Instruksi post op
- Awasi TTV dan KU
- Puasa
- Awasi produksi NGT dan Urine
- Kabiven 1440ml dan Bfluid 1:1 /24jam
- Ketorolac 3x30mg
KASUS
Tn. AA, 21 tahun
A:
Post laparotomi eksplorasi, jahit primer jejunum, mesojejunum dan mesoileum POD 2
a.i Laserasi jejunum multipel AAST grade 1, laserasi mesojejunum dan mesoileum multipel
e.c vulnus scizum multipel regio abdomen anterior dengan eviserasi omentum
S:
nyeri menelan sampai daerah dada, susah tidur karena nyeri daerah luka operasi, tidak ada
demam, tidak ada mual/muntah, belum BAB sejak 2 hari yang lalu, ada flatus, diet susu 6x100
ml, terpasang NGT sudah diklem sejak kemarin, terpasang kateter DC, produksi urine 1200
cc/8 jam, warna kuning kecoklatan jernih
O:
Compomentis
Lab 20/2/2022
Tampak sakit sedang
TD: 120/80 mmHg DPL: 10.6/30.4/15390/210000
HR : 96x/menit, kuat angkat Na/K/Cl: 134/4.0/105.3
T: 36,7OC
VAS 2-3 Albumin: 2.90
PT/APTT: 1x/1.1x
Pulmo: suara napas vesikuler, ronki tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung: BJ I-II regular, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Ur/Cr: 19.3/0.7
Abdomen: SGOT/SGPT: 21/30
Inspeksi : luka operasi terbalut kassa, tidak ada rembesan
PCT: 0.36
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : supel CRP: 13.1
Perkusi : timpani
ANALGESIA,2013,
Teddy Fe rd inand I, Dju dju k R. Ba suk i, Isnga di: Perbandingan Intensitas Nyeri Akut Setelah Pembedahan Pada Pasien dengan Regional Analgesia
Epidural Teknik Kontinyu dibandingkan dengan Teknik Intermitten, Jurnal Anestesiologi Indonesia 2014;6( 2)114-124
Suwarman, Tatang Bisri : Pengelolaan Nyeri Pascakraniotomi, Jurnal Neuroanestesi Indonesia 2016;5(1): 68–76
Wulan Fadinie, Hasanul Arifin, Dadik Wahyu Wijaya: Perbandingan Penilaian Visual Analog Scale dari Injeksi Subkutan Morfin 10 mg dan Bupivakain
0,5% pada Pasien Pascabedah Sesar dengan Anestesi Spinal, Jurnal Anestesi Perioperatif 2016;4(2) 117–23
Veryne Ayu Permata, Widya Istanto, Yuswo Supatmo: PENGGUNAAN ANALGESIK PASCA OPERASI ORTHOPEDI DI RSUP DR. KARIADI
Garimella Veerabhadram. 2013. Postoperative pain control. Thieme Medical Publishers. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3747287/. 28