Anda di halaman 1dari 29

Patogenesis dan Diagnosis

Systemic Lupus Erythematosus

Oleh: dr. Yudhistira Permana


Pembimbing: DR. dr. Arief Nurudhin Sp.PD K-R, FINASIM

PPDS I | ILMU PENYAKIT DALAM | FK UNS - RSUD Dr. MOEWARDI


PENDAHULUAN

● Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun kronis dan


kompleks yang dapat mempengaruhi berbagai organ/jaringan dan menimbulkan
manifestasi klinisnya yang bervariasi
● Insiden tahunan sebesar 0,3-31,5 per 100.000 dan prevalensi
mendekati/melebihi 50-100 per 100.000
● Kriteria diagnostik yang saat ini digunakan untuk SLE sebagian besar
didasarkan pada kombinasi presentasi klinis dan pengujian laboratorium standar
● Manifestasi klinis dan patogenesis yang kompleks dari SLE menjadi tantangan
yang signifikan untuk diagnosis klinis dan pengobatan dari penyakit ini
DEFINISI
• Systemic lupus erythematosus (SLE atau lupus) adalah
penyakit autoimun sistemik kronis dengan tingkat
keparahan dan perjalanan penyakit yang bervariasi
• SLE ditandai dengan aktivitas sistem kekebalan tubuh yang
menyimpang, yang menyebabkan gejala klinis yang
bervariasi
EPIDEMIOLOGI
Insidensi Mayoritas
1 Kebanyakan pasien adalah
Berkisar 0,3–31,5 kasus per 4
wanita paruh baya dan sekitar
100.000 individu per tahun 50% kasus memiliki presentasi
klinis ringan

Prevalensi Tingkat keparahan


Di seluruh dunia, 2 5 lebih buruk pada pasien
mendekati/melebihi 50-
keturunan Afrika dan
100 per 100.000 orang
Amerika Latin
dewasa

Di Asia
Dominasi wanita 6
Orang Cina dan India Asia
Hampir sepuluh wanita 3 memiliki prevalensi SLE
didiagnosis untuk setiap pria yang lebih tinggi dari orang
yang didiagnosis Arab
EPIDEMIOLOGI

Prevalensi dan keparahan penyakit pada SLE


ETIOLOGI
Predisposisi Faktor
Genetik Imunologi
• Kesesuaian kembar monozigot 11- • Sistem kekebalan tubuh
50% dan peningkatan risiko dalam bawaan dan adaptif
keluarga
• Contoh gen: HLA, IRF5, ITGAM,
STAT4, BLK, dan CTLA4

Hormonal
Faktor
• Secara patogenik menyebabkan SLE
Lingkungan didominasi wanita
• Radiasi ultraviolet, obat-obatan/ suplemen, • Estrogen dapat meningkatkan respon
merokok, infeksi (virus Epstein-Barr), imun humoral ( ↑ proliferasi sel B dan
kekurangan vitamin D, silika, merkuri, sintesis autoantibodi)
beberapa bahan kimia terkait pekerjaan dan • Estrogen meningkatkan ekspresi
non-pekerjaan, dll kalsineurin
Hubungan Etiologi dengan Patogenesis SLE
PATOGENESIS
● Kegagalan sistem untuk mempertahankan toleransi
diri adalah patofisiologi dasar SLE.
● Adanya berbagai kelainan imunologi dapat
menyebabkan aktivasi limfosit self-reactive yang
presisten dan tidak terkontrol
● Faktor lingkungan  menstimulus apopstosis sel 
klirens tidak memadai dari produk apoptosis ini
(nucleus cell)  menyebabkan penumpukan nuclear
antigens
● Nuclear self-antigen dapat merangsang sel limfosit B
dan limfosit T  terbentuk antibodi terhadap antigen,
yaitu antinuclear antibodies (ANA).
PATOGENESIS
● Antigen dan antibodi yang terbentuk  membentuk komplek antigen-antibodi 
dapat berikatan dengan reseptor Fc pada sel limfosit B dan sel dendritik.
● Sel limfosit B dirangsang oleh komponen asam nukleat  membuat lebih banyak
autoantibodi
● Sel dendritik yang diaktifkan oleh stimulasi TLR  menghasilkan interferon dan
sitokin lainnya  meningkatkan respon imun  lebih banyak apoptosis.
● Proses tersebut memicu siklus pelepasan antigen dan aktivasi kompleks imun 
menyebabkan pembentukan autoantibodi dengan afinitas tinggi terhadap antigen
PATOGENESIS
● Pada SLE, terjadi Aktivasi sel B autoreaktif abnormal sebagai respons terhadap
self-antigen dan suplai bantuan sel T oleh sel T autoreaktif
● Proses tersebut menghasilkan produksi autoantibodi terhadap berbagai self-antigen
 DNA untai ganda (Anti-dsDNA), ribonukleoprotein, jaringan ikat, dan
imunoglobulin.
● Kompleks imun yang terbentuk dapat menetap di jaringan  memicu mekanisme
aktivasi imun yang bergantung pada antibodi  menyebabkan peradangan dan
kerusakan organ.
● Selanjutnya, aktivasi persisten sel imun bawaan dan adaptif mengubah lingkungan
sitokin, sehingga banyak sitokin hadir pada tingkat yang lebih tinggi
PATOGENESIS

● Interferon tipe I dan pembentukan kompleks imun berkontribusi terhadap kerusakan


organ dalam siklus patogenesis SLE
PATOGENESIS
● Ringkasan kelainan imunologis
utama dalam patogenesis SLE
DIAGNOSIS
• Diagnosis lupus eritematosus sistemik dibuat berdasarkan kombinasi
manifestasi klinis yang khas dan serologi positif.
• Mengingat heterogenitas yang luas dari manifestasi klinis, beberapa set
kriteria klasifikasi telah dikembangkan

Systemic Lupus
The American The European League Against
International
College of Rheumatism/American College
Collaborating
Rheumatology of Rheumatology
Clinics (SLICC)
(ACR) 1997 (EULAR/ACR) 2019
2012
KRITERIA KLASIFIKASI

● Pasien dinyatakan menderita SLE apabila


memiliki 4 dari 11 kriteria.
● Terdapat kecenderungan pasien yang hanya
memenuhi kriteria klinis tanpa didukung
adanya bukti kelainan imunologis tetap
ACR 1997 dianggap mengalami SLE
● Sebaliknya terkadang penyakit didiagnosis
berdasarkan adanya autoantibodi dan kelainan
hematologi saja tanpa mempertimbangkan
tampilan klinisnya
● Sensitivitas 82,8% dan spesifisitas 93,4%
ACR 1997
KRITERIA KLASIFIKASI
● Pasien diklasifikasikan sebagai SLE bila
memiliki 4 dari 17 kriteria yang paling tidak
diantaranya terdapat 1 kriteria klinis dan 1
kriteria imunologis.
● Memasukkan nefritis lupus yang telah terbukti
berdasarkan biopsi didukung dengan adanya
SLICC 2012 ANA atau anti-dsDNA sebagai dasar diagnosis
SLE tanpa memerlukan adanya kriteria lainnya
● Sudah diterima oleh European Medicines
Agency, US Food and Drug Administration and
NHS Inggris
● Sensitivitas 96,7% dan spesifisitas 83,7%
SLICC 2012
KRITERIA KLASIFIKASI

● Antinuclear antibodies (ANA) positif sebagai


kriteria masuk wajib
● Mengelompokkan item dalam domain organ
berbobot
● Mengganti kriteria eksklusi individu dengan
EULAR/ACR 2019 satu aturan atribusi yaitu bahwa item harus
hanya dihitung jika tidak ada kemungkinan
penjelasan lain selain SLE.
● Pasien dengan nilai ≥10 poin diklasifikasikan
sebagai SLE.
● Sensitivitas 96,1% dan spesifisitas 93,4%
EULAR/ACR 2019
KRITERIA KLASIFIKASI

● Merupakan kumpulan kriteria klasifikasi yang


Kombinasi lebih baru yang memungkinkan untuk
melakukan klasifikasi SLE yang lebih awal
ketiga kriteria ● Sehingga memastikan pengelompokan pasien
(ACR-1997, yang tidak tumpang tindih (meskipun
spesifisitas berkurang)
SLICC-2012 dan
EULAR/ACR-2019)
Kombinasi Ketiga Kriteria
BIOMARKER
● Penanda laboratorium yang dapat diakses saat ini untuk
mendiagnosis SLE masih kurang optimal.
● Misalnya:
o Tes ANA  sensitivitas yang tinggi (94%) tetapi spesifisitas
yang relatif rendah (61%
o Antibodi anti-dsDNA dan anti-Sm  spesifisitas baik untuk
SLE tetapi sensitivitasnya rendah karena keberadaannya
yang sementara
● Untuk mencapai hasil terapi yang lebih baik, ada kebutuhan
untuk biomarker yang lebih akurat dan kuat untuk SLE untuk
memantau perkembangan penyakit, mengevaluasi respons
pengobatan, dan memprediksi kekambuhan di masa depan dengan
cara spesifik organ
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai