Anda di halaman 1dari 16

PROFIL KSSY

KOM SURABAYA
JLN JELIDRO II /33 KEC SAMBIKEREP
1. SEJARAH SINGKAT KOM ST. YOSEF
SURABAYA
A. Sejarah singkat
• Jarak yang relatif jauh antara Ruteng dan pusat • Penjajakan pembukaan komunitas di Surabaya
terekat di Medan menimbulkan beberapa kesulitan dimulai dengan komunitas lewat surat yang dikirim
dalam pelayanan. Kesulitan itu antara lain : oleh Propinsial KSSY Sr. Ignasia Simbolon kepada
perjalanan para Suster yang berangkat ke Ruteng Uskup Surabaya – pada saat itu dijabat oleh Mgr. A.
atau kembali ke Medan yang tidak dapat ditempuh Yosef Dibyokaryono, Pr- pada tanggal 12
dalam satu hari membutuhkan tempat untuk transit. September 1992. Dalam surat ini, Pimpinan
Selain itu, juga bila ada anak yang membutuhkan memperkenalkan KSSY dan menyatakan keinginan
pengobatan di Pulau Jawa atau mengikuti untuk membuka komunitas dan ikut serta ambil
perlombaan-perlombaan, akan sulit untuk mencari bagian dalam karya pelayanan di Surabaya.
tempat penginapan. Atas dasar itu maka Kongregasi Keinginan ini ditanggapi secara positip oleh Uskup,
merasa perlu untuk mendirikan sebuah komunitas di yang dinyatakan secara tertulis dalam surat
Pulau Jawa. Dengan mempertimbangkan beberapa
tanggal 3 Oktober 1992.
hal, maka dipilihlah Surabaya sebagai tempat yang
dirasa paling strategis secara geografis untuk
menjawab kebutuhan itu.
• Selama lebih kurang tujuh bulan, proses penjajakan tempat terus dilaksanakan.
Komunikasi dengan pastor paroki St. Aloysius Gonzaga yang saat itu dijabat oleh
P. Haryo, Pr juga tetap dijalani melalui telepon. Dalam rentang waktu ini, ternyata
ada perkembangan. Agaknya kehadiran KSSY lebih dibutuhkan didaerah Tandes,
persisnya diwilayah gereja stasi St. Stefanus yang masih merupakan wilayah
Paroki St. Aloysius Gonzaga. Waktu itu Pastor memberitahukan adanya tanah
milik warga di belakang gereja, yang kemungkinan akan dijual. Pembelian tanah
ini dicoba dijajaki tetapi akhirnya gagal. Maka dijajaki kemungkinan di tempat lain
yakni tanah yang berada di daerah Sambikerep, dekat Sekolah milik Keuskupan,
Karitas II. Dengan tetap mempertimbangkan tujuan awal pembentukan
komunitas sebagai tempat transit yang mudah dijangkau dari Bandar udara dan
pelabuhan serta tidak kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan sir, listrik dan
telepon, maka tanah di daerah Sambikerep akhirnya dibeli oleh KSSY.
•Untuk mewujudkan pembukaan komunitas, maka tanggal 26 Februari 1994 Pimpinan KSSY
mengadakan pertemuan dengan Bapak Uskup di Keuskupan Surabaya. Dalam pertemuan ini dibicarakan
beberapa hal antara lain :

1. Bapak Uskup akan membuat surat ijin / persetujuan KSSY membuka komunitas di Surabaya dan
mengirimkan kepada Pimpinan Umum KSSY di Belanda. Hal ini merupakan salah satu persyaratan yang
berlaku di KSSY dalam memulai suatu komunitas baru ( sesuai dengan yang tertulis di konstitusi )
2. Komunitas akan dimulai Juni 1994
3. Jumlah suster yang akan dimulai komunitas ada empat orang : dua di antaranya akan berkarya di paroki
( sebagai guru dan tenaga pastoral ) dan dua lainnya studi di Unika Widya Mandala.
•Kepada Uskup Agung Medan, pemberitahuan dan mohon doa restu untuk pembukaan komunitas baru
ini disampaikan oleh Pimpinan KSSY dalam surat tertanggal 13 Mei 1994. Dalam surat tersebut dikemukakan
tiga alasan pembukaan komunitas baru di Surabaya yakni :

1. Sebagai rumah transit antara Medan dan Ruteng, Flores ( NTT )


2. Sebagai tempat tinggal sementara anak-anak dari Ruteng yang menjalani pengobatan di Surabaya
3. Menanggapi kebutuhan pelayanan dan keprihatinan dalam bidang pendidikan, khususnya pendidikan
tunanetra dan tunarungu
• Pada tanggal 9 Juni 1994 diadakan misa syukur di rumah kontrakan sekaligus
perkenalan kepada umat dan warga sekitar. Sejak saat itu, ketiga Suster hidup berintegrasi
dengan umat dan warga sekitar, sama seperti keluarga / warga lainnya. Segala sesuatu yang
menjadi aturan main yang wajib diikuti oleh setiap warga, juga dilaksanakan oleh para
suster. Keprihatinan yang dialami warga juga dirasakan oleh para suster. Ini memberi nuansa
baru lagi kehidupan mereka. Hidup di rumah kontrakan hanya berlangsung lebih kurang
satu setengah tahun, karena sejak awal pembangunan rumah komunitas di Sambikerep
sudah dilaksanakan. Rumah ini terletak di Jl. Jelidro II No. 20, diberkati dan diresmikan oleh
Bapak Uskup Mgr. Johanes Hadiwikarta, Pr pada tanggal 20 November 1995. Rumah ini
dibangun cukup besar sesuai dengan rencana peruntukannya sebagai rumah transit dan
tempat penginapan sementara bagi anak-anak SLB Karya Murni Ruteng jika menjalani
pengobatan di Surabaya. Ketika pindah ke rumah baru ini, anggota komunitas yang
sebelumnya tiga orang bertambah menjadi empat orang. Sr. Yovita Pandiangan pindah ke
Surabaya beberapa bulan sebelum komunitas pindah ke rumah baru, dia masih sempat
mengalami hidup di rumah kontrakan.
• Komunitas yang sebelumnya direncanakan hanya sebagai tempat transit, ternyata berkembang menjadi
komunitas karya. Sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat waktu itu, dimulailah karya Taman
Penitipan Anak ( TPA ) bagi anak-anak usia pra sekolah yang kedua orang tuanya bekerja. Anak-anak tersebut
dititipkan di Susteran selama jam kerja orang tuanya dan dijemput setelah orang tuanya pulang dari kerja.
• Sembari TPA terus berkembang, para suster mencoba menjajaki karya lain yang dibutuhkan oleh gereja dan
masyarakat setempat. Pendampingan terhadap orang tua yang sudah berusia lanjut juga dilakukan oleh para
suster. Dibentuk suatu perkumpulan lansia, dan diadakan pertemuan yang rutin di susteran. Kegiatan mereka
lebih-lebih bersifat rohani : berdoa bersama, ibadat sabda dengan renungan yang diberikan oleh Suster atau
sharing tentang pengalaman mereka sebagai orang yang sudah berusia lanjut. Ini sangat menggembirakan di
usia senja mereka. Mereka merasa disapa, diperhatikan dan dihargai di usia yang tidak produktif lagi. Pada
saat Natal dan Paskah, mereka diajak untuk merayakannya bersama dengan berbagai kegiatan yang
menggembirakan di Susteran. Kadang-kadang mereka dibawa mengunjungi tempat-tempat ziarah rohani
sekaligus piknik. Hal itu berlangsung sampai sekarang, dan semakin berkembang dengan berbagai kegiatan.
Kemunngkinan besar, dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, karya ini akan berkembang menjadi sebuah
Panti Wreda ( Rumah Lansia ).
• Sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat, karya kesehatan juga dilaksanakan oleh para suster. Karya
ini diawali dengan pembukaan poliklinik umum dan gigi pada sore hari. Sempat juga dibuka klinik
Akupunktur, tetapi tidak berlangsung lama. Sampai saat ini. Sejak awal membuka karya di Surabaya, para
suster sudah melaksanakan karya karitatif. Karya ini dilaksanakan bekerja sama dengan paroki dan orang-
orang secara ekonomi mampu dan mau membantu sesamanya yang berkekurangan. Kegiatan yang biasa
dilakukan antara lain : pasar murah, warung makanan murah atau gratis, sembako murah dan pengobatan
murah. Kegiatan ini lebih sering dilaksanakan untuk warga lingkungan di sekitar susteran, tetapi kadang-
kadang juga dilaksanakan bagi masyarakat sederhana yang ada di daerah Benowo yakni di tempat
pembuangan sampah ( TPA = tempat pembuangan sampah akhir ). Para suster hadir langsung bersama
mereka dan berbuat sesuatu yang dapat membantu meringankan beban mereka. Citra Allah ditemukan
dalam wajah-wajah mereka yang miskin dan sederhana. Selain itu suster-suster juga mengadakan tabungan
bagi para Abang becak yang biasa mangkal di sekitar Susteran. Karya ini tidak dilanjutkan lagi berhubung
tukang becak sudah berkurang dan beralih pekerjaan dari tukang becak menjadi sopir angkup atau grab
• Taman penititipan anak muridnya semakin berkembang, agar
memperoleh pendidikan yang layak maka diuruslah ijin operasional
untuk KB dan TK. Yang walaupun ruangan pada waktu itu
menggunakan lantai 2 TPA dan masih sekat- sekat. Sekarang sudah
berkembang dan renovasi ruangan kelas yang layak. Murid tahun
pelajaran 2022/2023 berjumlah 34 orang dan TPA sekitar 20 orang.
• Padan tahun yang sama ada pengembangan karya . Dibangun
Poliklinik khusus rawat nginap opa oma .demikian sejarah singkat
komonitas surabaya sehingga saat ini bisa berkembang pesat oleh
karena campur tangan dan penyelenggaraan ilahi.
2. Informasi komonitas dan karya di
keuskupan Surabaya
A. Nama Kom: St. Yosef Surabaya
B. Karya –karya St. Yosef di
Surabaya:
• 1. Griya usia lanjut ( Panti jompo)
• 2. Asrama
• 3. Poliklinik
• 4. TPA
• 5. KB
• 6. TK
3. Informasi Personalia dan erutusan anggota
di keuskupan surabaya
Perutusan personalia:
1. Sr. Marsiana,KSSY: Pengurus Yayasan dan Kepala Unit Griya
2. Sr. Patrisia: Menangani rumah tangga Griya
3. Sr. Laurentina,KSSY: Pastoral di Griya Usia lanjut
4. Sr. Sofia,KSSY : Bendahara Yayasan dan Asrama
5. Sr. Epifani,KSSY: Kepala Dapur Griya usia Lanjut
6. Sr. Innocentia,KSSY: Piko,penanggungjawab TPA,KB-TK
7. Sr. Kartika,KSSY : Pengasuh/Pendamping TPA
8. Sr. Adelija,KSSY: Studi
9. Sr. Godelifa,KSSY : Studi
4. Keterlbatan / Kontribusi pada reksa
Pastoran Paroki dan kuskupan
• Keterlibatan pada raksa pastor paroki:
- Komonitas melibatkan diri dalam Asmika dan Areka
- Membagi komoni,baik di gereja maupun dilingkungan.
- Terlibat aksi panggilan
- Terlibat doa bersama di lingkungan
- Ambil bagian dalam kegiatan Religius Surabaya
- Ambil bagian menghadiri rapat rapat di paroki ( BKSN)
- Terlibat dalam BKS –TK Kevikepan Surabaya
5. Aset tarekat di wilayah keuskupan dan
statusnya
1. Rumah biara lama; milik kongregasi
2. Griya usia lanjud: Hak milik
3. Poliklinik Griya: hak milik (statusnya sedang pengurusan ijin)
4. Rumah biara baru; Hak milik
5. TPA satu atap KB-TK : Hak Milik
6. Berkat dan tantanga selaa berkarya di
keuskpan surabaya
a. Berkat:
- Adanya penerimaan,dukungan,dan perhatian dari keuskupan
Surabaya maupun Paroki setempat untuk karya di Surabaya
- Kepercayaan masyarakat setempat untuk menitipkan orangtu di
Griya maupun anak Di TPA St. Yosef
- Kepercayaan masyarakat dari luar surabaya untuk menitipkan
orangtua di Griya St. Yosef
- Dukungan dan perhatian umat,warga ,penduduk surabaya dari
berbagai suku maupun antar agama
- Dukungan warga setempat; RT/Rw,Kelurahan dan kecamatan
- Peran serta para donatur damn pemerhati yang sunggu luar biasa
mendukung perkembangan karya KSSY di Surabaya

b. Tantangan:
- SDM internal yang masih kurang,untuk mengenal budaya
setempat maupun dalam bekerja sama,juga SDM dalam pelayanan di
karya
- Bentuk Perijinan dari pemerintah yang masih sulit, walaupun
sebagian terealisasi dengan baik
7. Rencana kedepan:
a. Perkembangan karya denga menambah bangunan yang sesai
dengan kebutuhan masyarakat setempat dengan menambah
bangunan sesuai kebutuhan lansia degan ttp menjaga prefasi dan
membantu yang kurang mampu dengan subsidi silang
b. Memperoleh SDM sesuai kebutuhan unit/karya dan mampu
mewujudkan spritualitas Kongregasi

Anda mungkin juga menyukai